Abstract
General Background: The introduction of the Kurikulum Merdeka in Indonesia aims to enhance student competence and character by offering more flexible and student-centered learning approaches. Specific Background: While it promises a more inclusive and modern educational environment, the implementation poses challenges for teachers adapting to this new paradigm. Knowledge Gap: Previous studies have focused on policy impacts and student outcomes, but there is limited research on the specific difficulties faced by classroom teachers during implementation. Aims: This study seeks to identify the challenges teachers encounter with the Kurikulum Merdeka and the strategies they employ to overcome these challenges. Results: Analysis of literature reveals several key issues: teachers' inadequate understanding of the curriculum's concepts, difficulty in designing student-centered learning, lack of resources, and challenges with competency-based assessments. Strategies to address these include ongoing professional development, fostering professional learning communities, leveraging technology, and developing authentic assessments. Novelty: This research contributes to the literature by focusing on teachers' perspectives, providing insights into practical challenges and solutions in implementing the Kurikulum Merdeka. Implications: Findings can guide the design of teacher training programs and inform educational policymakers to support effective curriculum implementation, ultimately benefiting Indonesia's educational landscape by preparing students for the challenges of the 21st century.
Highlights:
- Teacher Training: Continuous professional development is crucial for teachers to effectively implement the Kurikulum Merdeka.
- Resource Limitations: Adequate access to educational resources and facilities is necessary for supporting innovative teaching methods.
- Assessment Challenges: Developing and utilizing authentic assessments can enhance the evaluation of student competencies.
Keywords: Kurikulum Merdeka, Student-Centered Learning, Teacher Challenges, Competency-Based Assessment, Educational Innovation
Pendahuluan
Salah satu inovasi pendidikan baru di Indonesia adalah Kurikulum Merdeka, yang menekankan pengembangan kompetensi dan karakter dengan memberikan siswa kebebasan untuk belajar sendiri. Kurikulum bebas diharapkan dapat membuat lingkungan belajar lebih fleksibel, inklusif, dan sesuai dengan zaman. Namun, banyak guru kelas menghadapi berbagai masalah saat menerapkan kurikulum ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan solusi yang lebih baik tentang permasalahan yang dihadapi oleh guru kelas serta strategi yang mereka gunakan untuk mengatasi masalah ini saat penerapan Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka merupakan sebuah inovasi terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mengembangkan potensi peserta didik secara holistik. Menurut mulyasa [1], Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada guru dalam mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa. Namun, implementasi kurikulum baru ini tidak lepas dari berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru kelas.
Kurikulum Merdeka telah digunakan di banyak sekolah, tetapi tidak banyak penelitian yang meneliti bagaimana dan apakah itu berhasil atau tidak [2]. Penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada elemen kebijakan dan dampaknya terhadap peserta didik, tetapi tidak banyak yang mempelajari masalah guru dalam menerapkan kurikulum ini [3]. Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya literatur tentang pelaksanaan Kurikulum Merdeka dengan memberikan wawasan yang lebih luas tentang tantangan yang dihadapi di lapangan dan bagaimana guru kelas dapat membuat cara yang efektif untuk mengatasi tantangan ini.
Tirtoni [4] menyatakan bahwa salah satu permasalahan utama dalam penerapan Kurikulum Merdeka yaitu kurangnya pemahaman guru tentang konsep dan prinsip-prinsip kurikulum baru ini. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menerjemahkan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran di kelas. Selain itu, Juniyati [5] mengemukakan bahwa terjadinya perubahan paradigma pembelajaran dari yang sebelumnya teacher-centered menjadi student-centered juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru yang terbiasa dengan metode pembelajaran konvensional.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis masalah yang dihadapi guru saat menerapkan Kurikulum Merdeka. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji cara guru menangani masalah ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi dunia pendidikan di Indonesia, terutama dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana Kurikulum Merdeka diterapkan dari sudut pandang guru kelas. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat program pelatihan dan pendampingan untuk guru yang lebih siap untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Selain itu, penelitian ini juga dapat membantu pembuat kebijakan pendidikan membuat kebijakan yang lebih baik untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Secara praktis, temuan penelitian ini dapat digunakan oleh guru untuk menangani berbagai masalah yang mungkin muncul saat menerapkan Kurikulum Merdeka.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Menurut Creswell [6], studi literatur merupakan metode yang efektif untuk menganalisis dan mensintesis informasi dari berbagai sumber untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang suatu topik. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah artikel-artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal nasional dan internasional terkait implementasi Kurikulum Merdeka dan permasalahan yang dihadapi oleh guru kelas.
Proses pengumpulan data dilakukan melalui pencarian sistematis pada database jurnal online seperti Google Scholar, ERIC, dan Portal Garuda. Kata kunci yang digunakan dalam pencarian meliputi "Kurikulum Merdeka", "implementasi kurikulum", "permasalahan guru", dan "strategi pembelajaran". Kriteria inklusi yang diterapkan adalah artikel yang diterbitkan dalam rentang waktu 2020-2024 untuk memastikan relevansi dan keterbaruan informasi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis konten tematik, seperti yang disarankan oleh Clarke [7]. Teknik ini mengidentifikasi pola atau tema yang muncul dari data yang dikumpulkan, yang kemudian diorganisir dan diinterpretasikan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Hasil dan Pembahasan
A. Permasalahan dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
Berdasarkan hasil analisis literatur, terdapat beberapa permasalahan utama yang dihadapi oleh guru kelas dalam penerapan Kurikulum Merdeka dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman konsep dan prinsip Kurikulum Merdeka
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh guru saat menerapkan Kurikulum Merdeka adalah tidak memahami konsep dan prinsipnya. Banyak guru yang belum memahami sepenuhnya makna dan tujuan kurikulum ini, termasuk bagaimana menerapkan pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel, berpusat pada siswa, dan berbasis proyek. Kurangnya pelatihan yang memadai dan sumber daya yang mendukung sering kali menyebabkan kebingungan ini. Akibatnya, guru lebih cenderung menggunakan metode pengajaran konvensional karena mereka merasa lebih akrab dan aman. Jika tidak dipahami dengan benar, ini tidak hanya akan menghalangi inovasi dalam pembelajaran, tetapi juga dapat mengurangi keefektifan Kurikulum Merdeka untuk mencapai tujuan utamanya—mengembangkan kompetensi dan karakter siswa secara menyeluruh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ritonga [8], banyak guru masih mengalami kesulitan dalam memahami filosofi dan prinsip-prinsip dasar Kurikulum Merdeka. Hal ini menyebabkan kebingungan dalam menerjemahkan kurikulum ke dalam praktik pembelajaran di kelas.
2. Kesulitan dalam merancang pembelajaran yang berpusat pada siswa
Salah satu kendala utama dalam menerapkan Kurikulum Merdeka adalah kurangnya pemahaman tentang tantangan dalam menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Banyak guru masih terbiasa dengan pendekatan pengajaran tradisional yang berpusat pada guru, sehingga sulit bagi mereka untuk mengubah pola pikir dan metode pengajaran mereka. Hal ini diperparah oleh kurangnya pelatihan dan dukungan yang memadai bagi guru untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk merancang pembelajaran yang berfokus pada siswa. Akibatnya, banyak guru merasa tidak yakin dan tidak percaya diri saat menggunakan pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif, mandiri, dan kreatif. Tujuan Kurikulum Merdeka, yaitu membuat lingkungan belajar yang inklusif dan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa, dapat terhambat jika tidak dipahami dengan benar. Salay [9] menyoroti bahwa perubahan paradigma dari teacher-centered menjadi student-centered learning merupakan tantangan signifikan bagi guru. Banyak guru masih terbiasa dengan metode ceramah dan belum terampil dalam merancang aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif.
3. Keterbatasan sumber daya dan fasilitas pendukung
Salah satu kendala utama dalam menerapkan Kurikulum Merdeka adalah ketidaktahuan tentang keterbatasan sumber daya dan fasilitas pendukung. Banyak pendidik di kelas tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara terbaik untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Mereka juga menghadapi kesulitan mendapatkan akses ke fasilitas yang diperlukan untuk mendukung metode pembelajaran yang kreatif dan efisien. Keterbatasan ini termasuk teknologi pendidikan, alat peraga, dan sarana dan prasarana yang memadai di sekolah. Akibatnya, guru seringkali dipaksa menggunakan metode pengajaran tradisional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka. Akibatnya, tujuan untuk membuat lingkungan belajar yang dinamis dan berpusat pada siswa menjadi sulit dicapai. Penelitian yang dilakukan oleh Irianti [10] mengungkapkan bahwa keterbatasan sumber daya dan fasilitas pendukung, seperti buku teks yang sesuai dengan Kurikulum Merdeka dan peralatan teknologi, menjadi hambatan dalam implementasi kurikulum secara optimal.
4. Kesulitan dalam melakukan penilaian berbasis kompetensi
Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh guru saat menerapkan Kurikulum Merdeka adalah kurangnya pemahaman tentang tantangan yang terkait dengan penilaian berbasis kompetensi. Untuk melakukan penilaian berbasis kompetensi, Anda perlu memahami tujuan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, dan metode penilaian yang tepat. Banyak guru masih bingung bagaimana membuat alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Mereka juga bingung bagaimana secara konsisten dan menyeluruh menilai kemampuan dan pengetahuan siswa. Keterbatasan pelatihan dan bantuan yang diberikan kepada guru membuat masalah ini lebih sulit. Guru sering kali harus bergantung pada pengetahuan dan pengalaman mereka sendiri. Akibatnya, penilaian sering kali tidak mencerminkan kompetensi siswa yang sebenarnya, yang dapat menghambat kemajuan seluruh kemampuan siswa. Menurut Sufa [11], banyak guru mengalami kesulitan dalam menerapkan sistem penilaian berbasis kompetensi yang menjadi salah satu ciri khas Kurikulum Merdeka. Guru cenderung masih terpaku pada penilaian tradisional yang berfokus pada hasil akhir daripada proses pembelajaran.
B. Strategi Mengatasi Permasalahan
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, beberapa strategi dapat diterapkan oleh guru kelas:
1. Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan
Untuk memastikan kualitas pendidikan yang tinggi dan relevan dengan perkembangan zaman, pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kompetensi guru. Pelatihan berkelanjutan memberikan guru kesempatan untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka, mempelajari metode pengajaran baru, dan memahami perubahan dalam kurikulum dan teknologi pendidikan. Selain itu, pengembangan profesional berkelanjutan juga mendorong guru untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan mereka. Melalui program-program ini, pendidik tidak hanya meningkatkan kemampuan pribadi mereka tetapi juga membangun komunitas belajar yang kreatif dan hidup. Pada akhirnya, ini berdampak positif pada hasil belajar peserta didik. Fadillah [12] menekankan pentingnya pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan bagi guru untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang Kurikulum Merdeka. Program mentoring dan coaching juga dapat membantu guru dalam mengimplementasikan kurikulum dengan lebih efektif.
2. Pengembangan komunitas belajar profesional
Pendekatan yang berfokus pada kerja sama dan pembelajaran berkelanjutan di antara guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan dikenal sebagai pengembangan komunitas belajar profesional. Tujuan komunitas ini adalah untuk membangun budaya refleksi, berbagi praktik terbaik, dan saling mendukung dalam mengatasi tantangan pendidikan. Guru dan tenaga pendidikan lainnya bekerja sama dalam komunitas belajar profesional untuk menilai dan meningkatkan pengajaran, kurikulum, dan hasil belajar siswa. Melalui diskusi teratur, pelatihan, dan workshop, anggota komunitas dapat memperluas pemahaman mereka tentang pedagogi dan teknologi pendidikan serta memperoleh keterampilan baru yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. Metode ini tidak hanya meningkatkan kemampuan guru secara individual, tetapi juga menumbuhkan rasa ikatan dan semangat kolektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi. Menurut Gunawan [13], pembentukan komunitas belajar profesional dapat memfasilitasi pertukaran pengalaman dan praktik terbaik antar guru dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Kolaborasi antar guru dapat mempercepat proses adaptasi terhadap perubahan kurikulum.
3. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di era digital. TIK memungkinkan akses yang lebih luas dan cepat terhadap berbagai sumber belajar, baik untuk guru maupun siswa. Dengan memanfaatkan platform e-learning, aplikasi pembelajaran, dan media sosial, proses pembelajaran dapat dilakukan secara lebih interaktif dan menarik. Selain itu, TIK juga mendukung personalisasi pembelajaran, di mana siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing. Guru dapat menggunakan TIK untuk merancang materi ajar yang inovatif dan evaluasi yang lebih efektif. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, pemanfaatan TIK sangat relevan untuk mewujudkan pembelajaran yang mandiri, kolaboratif, dan kontekstual, sehingga dapat mengoptimalkan potensi setiap peserta didik. Hasanah [14] menyarankan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. Penggunaan platform pembelajaran online dan sumber daya digital dapat membantu mengatasi keterbatasan sumber daya fisik.
4. Pengembangan assessmen autentik dan penilaian formatif
Penilaian formatif dan asesmen autentik adalah komponen penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Asesmen autentik berfokus pada menilai kemampuan dan pengetahuan siswa melalui tugas-tugas yang relevan dengan situasi dunia nyata, memungkinkan siswa menerapkan apa yang mereka pelajari dalam konteks dunia nyata. Ini melibatkan pengujian yang lebih menyeluruh, seperti proyek, portofolio, atau presentasi, yang memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kemampuan siswa dibandingkan dengan ujian tradisional. Penilaian formatif, di sisi lain, adalah prosedur evaluasi yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk memberikan umpan balik yang bermanfaat bagi siswa. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa secara real-time, memungkinkan perubahan strategi pengajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan pemahaman mereka sebelum penilaian akhir. Untuk mengatasi kesulitan dalam penilaian berbasis kompetensi, Oditya [15] merekomendasikan pengembangan assessmen autentik dan penilaian formatif. Guru perlu dilatih untuk merancang dan mengimplementasikan penilaian yang berfokus pada proses pembelajaran dan pengembangan kompetensi siswa.
Simpulan
Dengan menerapkan kurikulum bebas, guru menghadapi banyak tantangan, termasuk pemahaman konsep, desain pembelajaran, keterbatasan sumber daya, dan penilaian berbasis kompetensi. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan rencana yang tepat. Langkah-langkah kunci dalam mengatasi tantangan implementasi Kurikulum Merdeka adalah meningkatkan kemampuan guru melalui pelatihan dan pengembangan profesional berkelanjutan, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan evaluasi autentik. Perlu diingat bahwa perubahan kurikulum adalah proses yang kompleks dan membutuhkan waktu. Untuk memastikan Kurikulum Merdeka berhasil, banyak orang, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat, harus mendukungnya. Dengan komitmen dan kerja sama semua pihak, Kurikulum Merdeka diharapkan dapat membantu meningkatkan pendidikan di Indonesia dan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan abad ke-21.
References
- E. Mulyasa and W. D. Aryani, "Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal di Era Merdeka Belajar," Aksara J. Ilmu Pendidik. Nonform., vol. 8, no. 2, p. 933, May 2022, doi: 10.37905/aksara.8.2.933-944.2022.
- Y. Ardianti and N. Amalia, "Kurikulum Merdeka: Pemaknaan Merdeka dalam Perencanaan Pembelajaran di Sekolah Dasar," J. Penelit. dan Pengemb. Pendidik., vol. 6, no. 3, pp. 399–407, Dec. 2022, doi: 10.23887/jppp.v6i3.55749.
- Nadlir, A. Fitriyah, and L. F. Sholihah, "Peran Guru dalam Menerapkan Pembelajaran Project Based Learning pada Kurikulum Merdeka," J. Ilmu Pendidik. dan Sos., vol. 3, no. 1, pp. 69–79, Apr. 2024, doi: 10.58540/jipsi.v3i1.557.
- F. Tirtoni, L. I. Rocmah, and R. Halim, "Implementasi Kurikulum Merdeka bagi Guru PAUD Penambangan: Workshop dan Pendampingan Implementasi Kurikulum Merdeka bagi Guru PAUD Penambangan," Kanigara, vol. 4, no. 1, pp. 8–18, Jan. 2024, doi: 10.36456/kanigara.v4i1.7933.
- I. Juniyati, "Efektivitas Pendekatan Pembelajaran: Student Centered," May 2023, doi: 10.31219/osf.io/e6tb3.
- J. W. Creswell, Research Design: Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2014.
- B. V. V. Clarke, "Qualitative Research in Psychology Using Thematic Analysis in Psychology," Qual. Res. Psychol., vol. 3, no. 2, pp. 77–110, 2006.
- R. Ritonga, R. Harahap, and R. Adawiyah, "Pendampingan Guru Sekolah Penggerak dalam Menganalisis Prinsip Asesmen dan Prinsip Pembelajaran pada Kurikulum Merdeka," Kreat. J. Pengabdi. Masy. Nusant., vol. 3, no. 1, pp. 164–174, Mar. 2023, doi: 10.55606/kreatif.v3i1.1262.
- R. Salay, "Perbedaan Motivasi Belajar Siswa yang Mendapatkan Teacher Centered Learning (TCL) dengan Student Centered Learning (SCL)," Jan. 2019, doi: 10.31227/osf.io/ybeux.
- R. I. Irianti, "Penerapan Kurikulum Merdeka dalam Pengimplementasian Pendidikan yang Sesuai dengan Kodrat Alam dan Zaman," Pubmedia J. Penelit. Tindakan Kelas Indones., vol. 1, no. 2, p. 10, Oct. 2023, doi: 10.47134/ptk.v1i2.56.
- F. F. Sufa, "Profil Tingkat Kesulitan Guru Matematika dalam Penerapan Pembelajaran Berbasis HOTS Dilihat dari Dimensi Penilaian," J. Ris. Pembelajaran Mat., vol. 4, no. 2, Oct. 2022, doi: 10.55719/jrpm.v4i2.512.
- C. N. Fadillah, M. Munawarah, and R. Aulia, "Persepsi Guru PAUD tentang Pentingnya Pelatihan Kurikulum Merdeka," J. Dedik. Pendidik., vol. 7, no. 2, pp. 367–374, Jul. 2023, doi: 10.30601/dedikasi.v7i2.3723.
- A. Gunawan, "Implementasi dan Kesiapan Guru IPS terhadap Kurikulum Merdeka Belajar," Kompleks. J. Ilm. Manajemen, Organ. dan Bisnis, vol. 11, no. 2, pp. 20–24, Oct. 2022, doi: 10.56486/kompleksitas.vol11no2.246.
- U. Hasanah, "Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013 di MI Tarbiyatul Athfal," Inspir. J. Teknol. Inf. dan Komun., vol. 11, no. 2, p. 126, Dec. 2021, doi: 10.35585/inspir.v11i2.2643.
- S. Oditya, S. Sukardi, and M. Murjainah, "Analisis Penerapan Penilaian Autentik pada Kurikulum Merdeka Belajar dalam Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar," J. Handayani, vol. 15, no. 1, p. 54, Jun. 2024, doi: 10.24114/jh.v15i1.54935.