Abstract
Background: The implementation of the de minimis value rule, which sets a threshold for import duty exemptions on small shipments, significantly influences national trade dynamics and fiscal policies. Despite global integration and economic transactions escalating, effective customs regulations remain pivotal for controlling import activities and enhancing revenue. Knowledge Gap: Prior research has primarily focused on the implications of the de minimis rule on import volumes and compliance, leaving a gap regarding its impact on revenue targets and administrative practices at the customs office level. Aims: This study aims to explore the strategies employed by KPPBC TMP Juanda in achieving revenue targets influenced by the de minimis value policy. Methods: Utilizing qualitative research methods, including interviews, observation, and documentation, this research engages directly with three customs officials at KPPBC TMP Juanda, analyzing data with NVivo12Plus. Results: The findings indicate that while the de minimis value does not control the surge in import activities, it assists in increasing revenue and meeting fiscal targets. Novelty: This study provides new insights into how customs policies adapted at the local office level can contribute to national fiscal strategies under global trade pressures. Implications: The outcomes underscore the necessity for continuous policy evaluation to balance trade facilitation with fiscal responsibility, suggesting enhancements in customs operations to optimize revenue without stifling economic growth.
Highlights:
- Customs Strategy: De minimis value adjustments reflect local customs alignment with fiscal goals.
- Revenue Impact: The rule boosts revenue without curbing import volumes.
- Policy Review: Highlights the need for continual policy optimization to balance trade and revenue.
Keywords: Policy, Revenue Target, De Minimis Value
Pendahuluan
Dalam era perekonomian terbuka yang bersifat global hubungan dengan negara-negara luar tidak dapat dihindarkan demi memenuhi kebutuhan ekonomi dalam negeri maupun upaya peningkatan devisa untuk membiayai pembangunan dan belanja negara yang tercermin dalam Anggaran Negara. Hubungan tersebut terjalin dalam bentuk kerja sama yang biasa kita kenal dengan istilah perdagangan internasional. Dengan adanya perdagangan internasional ini akan timbul transaksi berupa kegiatan impor maupun ekspor. Transaksi internasional dalam bentuk impor maupun ekspor hendaknya diarahkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi negara dengan tidak mengesampingkan perkembangan industri dalam negri maka dari itu seluruh negara di dunia pasti melakukan upaya dalam membuat suatu kebijakan atau peraturan salah satunya kebijakan De Minimis Value. Kebijakan ini terdapat dua sisi strategis yaitu upaya melindungi produk dalam negri dan peningkatan pendapatan sektor pajak. Diharapkan kebijakan - kebijakan ini mengatur suatu aktivitas yang berhubungan dengan apa yang mereka inginkan seperti pembatasan impor melalui kebijakan De Minimise Value. Kebijakan sendiri bersifat sebagai penyelesai masalah atau problem solving serta proaktif, hal ini memiliki perbedaan dengan peraturan atau sebuah hukum karena kebijakan lebih adaptif yang meskipun tetap adanya peran kebijakan dalam mengatur sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan [1]. Jika kebijakan tersebut telah berlaku, maka dapat dikatakan berada pada proses implementasi kebijakan, yang dimana implementasi kebijakan merupakan salah satu bagian atau tahapan dalam pembuatan kebijakan yaitu pada tahap ketiga setelah perumusan masalah serta formulasi dan kebijakan telah dilaksanakan [2].
Kebijakan di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi beberapa aspek yaitu kebijakan fiskal, kebijakan pendidikan, kebijakan publik, dan kebijakan pemerintah. Kebijakan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu kerangka atau rangkaian konsep yang kemudian menjadi garis besar dalam rencana pelaksanaan dari suatu pekerjaan, kepemimpinan serta tindakan baik dari pemerintahan maupun organisasi. Kebijakan juga merupakan suatu arah dari adanya tindakan dengan memiliki tujuan yang dilakukan oleh pelaku kebijakan dalam mengatasi adanya kesalahan atau suatu masalah yang berkaitan [3]. Definisi lain dari adanya kebijakan yaitu sebagai suatu tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kesalahan dan mengalami perkembangan karena adanya tujuan [4]. Indonesia dalam menentukan kebijakan juga perlu memperhatikan kondisi negara dalam menentukan kebijakan tersebut, seperti pada aktivitas impor dan ekspor yang pada saat ini menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan karena aktivitas tersebut berhubungan langsung dengan negara lain.
Untuk merespon perkembangan pada sektor ekonomi sebagai akibat adanya aktivitas impor dan ekspor, maka diperlukannya suatu perubahan regulasi, karena setiap tahun aktivitas perdagangan di dunia tentu mengalami perkembangan juga. Pada sektor logistik di Indonesia perlu dilakukannya pengembangan dan reformasi untuk membantu dalam mengurangi kesejangan ekonomi di Indonesia yang disebabkan oleh sarana dan prasarana yang kurang memadai [5]. Di Indonesia sendiri kegiatan ekspor dan impor sudah tidak asing, karena sumber pendapatan indonesia juga terkontribusi dari kegiatan tersebut. Kegiatan impor sendiri merupakan suatu transaksi atas barang atau jasa yang diproleh atau dibeli dari produsen di negara lain [6]. Berdasarkan Nomor 199/PMK.10/2019, impor merupakan kegiatan untuk memasukkan barang ke dalam daerah pabean [7]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa impor merupakan kegiatan atau aktivitas pembelian atas suatu barang diluar negeri untuk kemudian dimasukkan kedalam daerah pabean atau dalam negeri yang berguna untuk dikonsumsu maupun sebagai bahan untuk produksi. Sedangkan untuk kegiatan ekspor didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan menjual barang olahan atau produksi yang telah dibuat oleh suatu entitas untuk mencari keuntungan, yang kemudian berimbas juga kepada pendapatan negara. Pendapatan negara merupakan suatu hal yang mengarah pada imbalan atas aktivitas yang dilakukan suatu negara untuk mencari pendapatan guna mengembangkan negara itu sendiri. Karena pendapatan negara diperlukan dalam perkembangan negara dengan keterbatasan yang dimiliki suatu negara, maka diperlukannya aktivitas perdagangan internasional yang akan membantu suatu negara mendapatkan keuntungan [8].
Aktivitas impor dan ekspor yang dilakukan oleh Indonesia diharapkan akan berdampak pada perekonomian indonesia menjadi lebih baik yang dimana, melalui kegiatan ekspor sumber pendapatan Indonesia dapat terangkat dalam bentuk cadangan devisa yang meningkat. Sementara dampak yang mungkin terjadi karena aktivitas impor tidak selamanya akan merugikan, mengingat keterbatasan sumber daya tidak semua kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi dari dalam negri. Salah satunya melalui kegiatan impor, diharapkan dengan terpenuhinya kebutuhan ekonomi khususnya kebutuhan akan pengembangan produk dalam negri, indudustri dalam negri Indonesia mengalami pertumbuhan yang tinggi bahkan untuk mendorong laju pertumbuhan ekspor. Oleh karena itu, untuk mengatasi resiko kerugian yang tinggi maka diperlukan kebijakan untuk mengatur atau membatasi kegiatan impor dalam merangsang dan melindungi industri dalam negeri juga menggali pendapat negara dari sektor pajak impor berdampak pada menstabilkan keuangan negara. Kebijakan yang dimaksud berupa pemberian pajak pada barang impor, serta pembatasan pada barang barang tertentu agar tingkat konsumsi atas barang tersebut dapat berkurang, yang biasanya pembatasan ini dilakukan dengan memperhatikan apa saja barang yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri. Pembatasan ini dilakukan dengan adanya tarif atau pajak impor yang dikenakan pada barang yang melalui aktivitas impor, pajak impor yang dimaksud adalah tarif bea masuk.
Selain dengan melakukan pembatasan atas jumlah barang yang beredar di Indonesia, Kementerian Keuangan juga membuat suatu kebijakan mengenai batasan nilai suatu barang untuk dibebasan bea masuk atau de minimis value yang merupakan suatu kebijakan untuk pemberian pembebasan atas barang yang diimpor untuk dikenai bea masuk. Namun tidak semua barang impor akan diberikan pembebasan, pembebasan bea masuk itu sendiri diberikan berdasarkan nilai atau harga suatu barang. Tujuan diberlakukan kebijakan ini membatasi aktivitas impor untuk menjaga persaingan produk antara produk lokal dengan produk impor.
Berdasarkan Gambar 1 mengenai data nilai impor dan ekspor di Indonesia tahun 2016-2018, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Indonesia dapat disimpulkan bahwa kegiatan impor di Indonesia sebelum adanya PMK 199 terjadi kenaikan pada tahun dari tahun 2016-2018, hal ini dikarenakan pada tahun tersebut belum adanya perubahan pada ambang batas pembebasan bea masuk yang mengakibatkan jumlah kegiatan impor menjadi terus bertambah, namun setelah terjadinya perubahan yaitu pada tahun 2019-2020 aktivitas impor menjadi lebih bisa ditekan yang ditandai dengan menurunnya aktivitas impor di Indonesia. Dan pada kenyataannya penurunan ambang batas tersebut belum cukup untuk terus menekan jumlah impor yang dilakukan masyarakat, hal ini dikarenakan perkembangan zaman yang dimana masyarakat menganggap barang - barang impor itu selalu yang terbaik. Namun tidak hanya karena hal tersebut, pada saat ini industri - industri di Indonesia juga membutuhkan bahan baku yang memang harus dilakukan impor karena barang baku tersebut mungkin sedikit atau bahkan tidak ada di Indonesia. Nilai impor di Indonesia mengalami kenaikan juga dikarenakan adanya perkembangan didunia digital, karena dengan berkembangnya dunia digital maka akan terjadi mudahnya akses untuk membeli produk-produk impor dari luar negeri melalui e-commerce [9]. seperti yang diketahui pada saat ini tengah ramai mengenai tiktok shop dan pada platform inilah banyak barang impor yang dijual murah yang membuat lonjakan impor pada tahun 2021-2022.
Pada sebelum terjadinya perubahan yang terbaru, pembebasan bea masuk diberikan untuk setiap barang yang memiliki nilai atau harga dibawah 75USD yang mengartikan bahwa, jika barang tersebut melebihi 75USD maka akan dikenakan bea masuk. Pada kebijakan tersebut membuat terlalu mudahnya kegiatan impor dilakukan yang membuat aktivitas impor melunjak naik, oleh karena itu dilakukannya perubahan mengenai batasan tersebut yang pada awalnya menggunakan Nomor 112/PMK.04/2018 dengan 75USD sebagai batas pembebasan bea masuk, menjadi menggunakan Nomor 199/PMK.10/2019 dengan pembebasan bea masuk sebesar 3USD untuk barang kiriman yang diharapkan dapat menekan jumlah impor yang dilakukan oleh masyarakat. Tidak hanya itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menambah penerimaan atas bea masuk yang didapat dari banyaknya kegiatan impor yang dilakukan oleh masyarakat. Penerimaan ini dapat meningkat dikarenakan kebijakan pembebasan bea masuk sebesar 3USD yang berarti hanya barang - barang yang memiliki nilai sebesar Rp 45.000,00 saja yang dapat diberikan pembebasan bea masuk, jika lebih dari nilai tersebut maka akan dikenakan bea masuk yang akan menjadi penerimaan negara.
Berdasarkan dengan tujuan yang ingin dicapai negara Indonesia dalam segi perekonomian, indonesia menginginkan untuk produk lokal dapat bersaing dengan produk luar negri yang kemudian akan berdampak pada kenaikan ekspor karena penjualan produk lokal dapat berkembang. Hal ini merupakan salah satu penerapan teori ekonomi yaitu merkantilisme yang beranggapan bahwa suatu negara sebaiknya dalam melakukan aktivitas perdagangan internasional melakukan lebih banyak kegiatan ekspor dibandingkan impor. Hal ini akan memilki dampak positif yang terjadi bagi masyarakat seperti pedagang atau produsen dalam negeri yang barang dagangan mereka akan lebih terjual dibandingkan negara lain, dan apabila produk yang didagangkan kemudian dapat semakin berkembang, tidak menutup kemungkinan pedagang atau produsen tersebut di kemudian hari dapat melakukan kegiatan ekspor daari kerja sama perdagangan internasioanl. Karena tujuan inilah Indonesia ingin membatasi jumlah barang luar negeri yang beredar yang terjadi karena maraknya kegiatan impor dengan melakukan penurunan pembebasan bea masuk atau de minimis value menjadi 3 USD untuk barang kiriman.
Pada penerapan kebijakan de minimis value ini yang bertugas untuk menentukan apakah suatu barang impor diberikan pembebasan bea masuk adalah petugas bea dan cukai yang terjun langsung di lapangan. Pada penerapan ini, jika barang impor yang diperiksa kemudian dikenakan tarif bea masuk, maka nantinya pengenaan tersebut menjadi penerimaan bea masuk pada kantor petugas bea dan cukai tersebut yang kemudian akan di jadikan sebagai pendapatan negara. Pada aktivitas yang dilakukan oleh kantor bea dan cukai tentu memiliki target penerimaan masing - masing, oleh karena itu kantor bea dan cukai memerlukan suatu kebijakan atau rencana sendiri dalam mempertahankan atau mencapai target penerimaan tersebut. Target merupakan suatu tujuan atau ketentuan yang dari awal sudah direncanakan untuk diperoleh, sedangkan untuk penerimaan sendiri menurut KBBI, merupakan besaran uang yang didapatkan dari aktivitas bisnis. Pendapatan juga merupakan arus masuk harta dari kegiatan bisnis berupa menjual barang dan jasa dalam suatu periode [10]. Untuk berhasil atau tidaknya dalam memperoleh target penerimaan bea masuk dilakukan dengan memperhatikan sasaran yang patut dicapai sebagai bagian dari perolehan dana pemerintah serta tolak ukur pimpinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Penerimaan pada sektor ini akan direalisasikan kedalam bentuk sebuah target penerimaan negara yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh kantor wilayah DJBC dimana target tersebut akan didistribusikan kembali ke KPPBC di wilayah kantor tersebut [11].
Berdasarkan penlitian yang sebelumnya telah dilakukan terdapat sebuah kesimpulan bahwa dengan adanya de minimis value secara signifikan berpengaruh pada beberapa aspek yang ada. Aspek tersebut yaitu yang pertama terhadap penerimaan negara dimana terlihat dampak positif karena dengan adanya de minimis value penerimaan negara atas barang impor menjadi lebih meningkat. Yang kedua terhadap proses penetapan menentukan nilai pabean, jika dilihat dari banyaknya dokumen SPPBMCP dapat disimpulkan bahwa dengan adanya de minimis value secara tidak langsung membuat meningkatnya dokumen tersebut pada saat penyelesaian barang kiriman. Yang ketiga terhadap adanya resiko modus kecurangan atas pemberlakuan kebijakan tersebut, yang hal ini disimpulkan berdasarkan jumlah under invoicing, modus splitting, dan missdeclaration mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya [12].
Pada penelitian yang lain mendapatkan kesimpulan berupa adanya beberapa pengaruh dari perubahan tarif de minimis value tersebut. Pengaruh tersebut yang pertama dalah adanya penekanan jumlah paket barang kiriman yang kemudian dapat menggeser sedikit dari eksistensi impor barang, namun pada sektor penerimaannya menjadi meningkat karena semakin banyak barang yang dikenakan pajak impor. Lalu yang kedua, menurut peneliti berdasarkan data yang peneliti dapat yaitu dengan adanya perubahan kebijakan tersebut dapat menjawab keresahan masyarakat yang bekerja di bidang industri, terutama pada daya saing dengan barang impor barang kiriman, karena memang penerapan kebijakan ini ditujukan untuk memihak pelaku usaha [13].
Dari kedua peneliti sebelumnya yang telah disebutkan, keduanya membahas mengenai dampak dari penerapan penurunan ambang batas (de minimis value). Namun kedua peneliti terdahulu tidak membahas mengenai perspektif dari pimpinan Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai di masing-masing objek mereka dalam menentukan target serta kebijakan yang perlu dilakukan dalam mencapai target. Oleh karena itu pada penelitian ini akan membahas lebih spesifik mengenai perspektif pimpinan KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda dalam menentukan target penerimaan serta kebijakannya untuk mencapai target tersebut dengan adanya dampak dari kebijakan de minimis value karena dengan membahas hal ini akan memungkinkan adanya pembaruan di penelitian selanjutnya mengenai perspektif lain.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dalam dilakukannya penelitian kualitatif, kealamian merupakan suatu hal utama, oleh karena itu peneliti perlu terjun langsung atau ikut terlibat pada konteks peneliti dan pada penelitan ini yang menjadi konteks peneliti adalah mengenai pembebasan bea masuk atau deminimis value[14]. Kualitatif deskriptif merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menggambarkan, menjelaskan atau menginterpretasikan objek yang diteliti dengan sistematis [15]. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data primer dan data sekunder yang didapat, data primer sendiri merupakan data yang bersifat pokok dalam suatu penelitian, sumber dari data primer merupakan data yang didapat secara langsung melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi serta dokumentasi berupa laporan dalam bentuk dokumen [16]. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data yang didapat atau diperoleh tidak melalui kegiatan atau pengamatan secara langsung [17]. Kedua data ini dipilih dikarenakan perlunya data primer sebagai sumber utama dalam menyimpulkan bagaimana kebijakan dari KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda, dan untuk data sekunder dibutuhkan sebagai data pendukung dari data primer yang sudah didapat.
Dalam mendapatkan sebuah data penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan yang bertujuan untuk mempermudah atau membuat lebih efektif dalam mendapatkan data tersebut. Tahapan atau teknik pengumpulan data merupakan bagian penting dalam berjalannya penelitian karena data yang didapat harus dapat menggambarkan fakta serta realita yang benar-benar terjadi di lapangan, dan untuk itu peneliti akan menggunakan metode wawancara, dokumentasi, serta observasi [18]. Dalam menggunakan metode wawancara ini bertujuan untuk nantinya peneliti akan mendapatkan informasi secara mendalam mengenai apa yang diperlukan oleh peneliti [19]. Pada metode wawancara, peneliti menentukan siapa yang akan menjadi narasumber untuk dilakukannya wawancara, dan yang menjadi narasumber pada penelitian ini tertera pada tabel berikut ini:
No | Nama Informan | Jabatan |
---|---|---|
1 | Made Indah Prayascita Dewi | Pelaksana PKC V |
2 | Fahmi Kurniawan | Pelaksana PKC V |
3 | Ako Rako Kembaren | Kepala Bagian Perbendaharaan |
Pemilihan narasumber ini dilakukan dengan mencari informasi mengenai siapa sajakah pejabat bea dan cukai yang memiliki wewenang dalam memberikan informasi atas apa yang ingin diinginkan oleh peneliti, seperti pemilihan pada Ibu Made Indah Prayascita Dewi dan Bapak Fahmi Kurniawan selaku pelaksana PKC 5 dikarenakan beliau bertugas untuk mengurus salah satu aktivitas impor yaitu aktivitas impor untuk barang kiriman, kemudian Pak Ako selaku kepala seksi perbendaharaan karena beliau adalah kepala bagian pengurus penerimaan. Berdasarkan data informan atau narasumber komponen pertanyaan yang sudah peneliti buat, antara lain sebagai berikut:
Setelah menentukan bagaimana metode pengumpulan data yang dilakukan maka selanjutnya peneliti langsung menerapkan metode pengumpulan data yang dipilih, peneliti meminta izin pada narasumber yang bersangkutan agar nantinya dapat menentukan kapan dan dimanakah kegiatan pengumpulan data melalui wawancara ini dapat dilakukan. Pada tahapan ini memang diperlukan agar terjalinnya hubungan baik antara peneliti dan narasumber, karena jika hubungan dapat berjalan baik maka narasumber dapat menyampaikan dengan baik pula sesuai pertanyaan yang ingin ditujukan peneliti. Dalam melakukan wawancara diperlukannya pertanyaan-pertanyaan yang akan menjadi acuan dalam mencari data yang diinginkan, oleh karena itu sebelum dilakukannya wawancara, peneliti menentukan secara matang mengenai apa saja yang perlu ditanyakan. Untuk teknis wawancara ini peneliti menggunakan bentuk wawancara semi terstruktur yang merupakan bentuk wawancara yang dimulai dari isu penelitian, pada bentuk wawancara ini setiap pertanyaan yang diajukan tidaklah sama setiap narasumber melainkan sesuai dengan jawaban masing - masing narasumber [20].
Tahap selanjutnya setelah wawancara dilaksanakan dan mendapatkan hasil dari wawancara tersebut yang dilakukan peneliti adalah memahami dan mengolah hasil wawancara tersebut secara deskriptif agar nantinya hasil penelitian dapat dipahami dengan baik oleh pembaca. Dalam mengolah hasil wawancara, peneliti memperhatikan bagaimana cara narasumber menjawab seperti dari ekspresi dan intonasi karena hal itu dapat menjadi bahan pertimbangan apakah jawaban narasumber sudah sesuai atau ada yang ditutupi. Dalam pelaksanaan wawancara, peneliti menggunakan handphone sebagai alat untuk merekam pelaksanaan wawancara tersebut.
Data sekunder dari objek ini merupakan hasil dari salah satu metode pengumpulan data yaitu dokumentasi, metode dokumentasi merupakan salah satu metode dalam mengumpulkan data mengenai variabel yang berupa catatan, transkip, agenda, dan lain sebagainya [21]. Data tersebut diperoleh dengan bertanya secara langsung dengan pegawai yang bertanggung jawab pada bagian tertentu sesuai dengan data apa yang di ambil, dan bagian tertentu tersebut yaitu bagian PKC 5 yang menjadi pengurus dari barang kiriman untuk memperoleh data seberapa besar jumlah impor barang kiriman yang ada di KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda. Lalu untuk memperoleh data berupa penerimaan dari impor barang kiriman setelah adanya tarif pembebasan bea masuk 3 USD dilakukan dengan bertanya pada bagian perbendaharaan yaitu pengurus seluruh penerimaan yang ada di KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda.
Selanjutnya untuk metode observasi, observasi merupakan teknik pengumpulan data yang melibatkan aktivitas langsung berupa pengamtan pada objek penelitian yang terlibat dengan topik penelitian [22]. metode ini juga merupakan salah satu bagian penting dalam berjalannya penelitian kualitatif. Observasi penting dilakukan karena dengan melakukan observasi, peneliti dapat memperhatikan atau mendokumentasikan secara sistematis terhadap dilakukannya kegiatan serta interaksi subjek penelitian [23]. Oleh karena itu, supaya observasi ini dapat berjalan dengan baik, peneliti melakukannya dengan datang langsung ke objek penelitian yaitu KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda. Hal ini dapat dilakukan karena peneliti mendapat akses ke objek penelitian dikarenakan adanya program magang Kementerian Keuangan yang berlangsung pada bulan September hingga Desember. Karena kesempatan yang didapat melalui program magang tersebut, peneliti melakukan observasi dengan memperhatikan bagaimana pegawai serta pimpinan pada KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda dalam mencapai target penerimaan mereka.
Dengan dilakukannya beberapa metode pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi dan observasi, peneliti kemudian akan menyimpulkan bagaimana hasil dari ketiga metode tersebut. Dalam memperoleh hasil penelitian, peneliti melakukan olah data menggunakan aplikasi yang bernama NVivo 12 Plus yang merupakan software komputer untuk analisis data yang dapat membantu peneliti kualitatif dalam menganalisis atau memvisualisasikan data yang tidak terstruktur berupa wawancara, respon survei, media sosial, dan lain sebagainya yang memerlukan analisis mendalam pada sebuah data baik dengan volume yang kecil maupun besar [24]. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan software NVivo 12 Plus sebagai wadah untuk membuat suatu kesimpulan berdasarkan hasil dari olah data yang menggunakan data wawancara, yang nantinya data wawancara tersebut akan diolah dalam software tersebut. Dalam pengolahan data tersebut, peneliti membuat coding yang digunakan untuk mengolah data wawancara untuk mempermudah peneliti dalam membuat suatu hasil penelitian dan nantinya juga mempermudah dalam mebuat sebuah kesimpulan. Peneliti juga menggunakan beberapa fitur yang ada pada software NVivo 12 Plus berupa fitur word cloud, dan fitur hierarchy chart yang bertujuan untuk memvisualisasikan hasil data wawancara yang telah dilaksanakan.
Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Umum KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda
KPPBC TMP Juanda merupakan salah satu bagian dari pemerintah yang memiliki tugas untuk memberikan layanan serta mengawasai aktivitas impor maupun ekspor yang ada di daerah Juanda, yang berlokasi di Jalan Raya Bandara Juanda No.KM 3-4, Manyar, Sedati Agung, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Untuk aktivitas impor sendiri terdiri dengan berbagai kategori barang seperti, barang pindahan, barang kiriman, barang bawaan penumpang, serta awak sarana pengangkut. Penelitian ini berfokus pada barang kiriman, yang merupakan barang yang berasal dari aktivitas pengiriman barang melalui pos penyelenggara yang ditunjuk. Aturan de minimis value merupakan salah satu aturan yang ditujukan untuk aktivitas impor barang kiriman, aturan ini bertujuan dalam meningkatkan penerimaan serta mengontrol aktivitas impor yang terjadi di Indonesia dengan diberikan pembebasan bea masuk hanya sebesar 3 USD saja atau sekitar Rp 45.000. Aturan pembebasan bea masuk 3 USD ini tertuang pada PMK 199/PMK/0.10/2019 yang diterapkan sejak tahun 2020.
B. Kebijakan KPPBC Tipe Madya Pabean Juanda dalam Mencapai Target Penerimaan
Penggunaan fitur word cloud ini membantu peneliti untuk memvisualisasikan kata apa yang sering digunakan oleh narasumber, dan diketahui bahwa kata “barang” menjadi kata yang paling sering digunakan yaitu sebesar 5,6 persen dari keseluhuran data wawancara, diikuti oleh kata “impor” dan “kiriman”. Tahapan pembuatan word cloud ini yaitu dengan melakukan input dokumen berisi data wawancara yang telah direkap yang kemudian menggunakan fitur berupa word frequency query yang nantinya dapat menghasilkan visualisasi data berupa word cloud. Selain menggunakan fitur word cloud, peneliti juga memvisualisasikan mengenai komponen pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya yaitu dengan menggunakan fitur hierarchy chart, fitur ini dapat membantu peneliti untuk memudahkan dalam menjelaskan perihal hasil wawancara yang telah dilakukan. Visualisasi data menggunakan fitur hierarchy chart yaitu seperti yang ada dibawah ini:
C. Aktivitas Impor
Berdasarkan hasil peneliltian yang didapatkan dengan menggunakan tahapan yang sudah dibuat, diketahui aktivitas impor di KPPBC TMP Juanda sudah berjalan dengan baik. Kategori barang impor yang ada pada aktivitas impor di Juanda dijelaskan oleh ketiga narasumber yaitu barang kiriman, barang khusus, barang bawaan penumpang. Untuk alur aktivitas impor barang kiriman di Kantor Bea dan Cukai Juanda ini berasal dari pengiriman melalui pengiriman dengan jasa titipan, pemberi jasa titipan contohnya yaitu PPYD (Penyelenggara Pos yang Ditunjuk) dan PJT (Perusahaan Jasa Titipan). Hal ini dinyatakan oleh narasumber yaitu Ibu Indah, berikut hasil wawancaranya.
“Impor barang kiriman di bea cukai juanda ini berjalan lancar ya sesuai aturan menurut saya dan juga importasinya dilakukan oleh beberapa PJT dan PPYD menurut saya sudah lancar sih”.(Wawancara dengan Bu Indah). Hal yang sama disampaikan oleh Bapak Ako selaku kepala perbendaharaan, berikut hasil wawancaranya.
“Untuk di bea cukai juanda ini melakukan layanan impor via udara kalau perak laut, disini udara, bisa melalui importasi yang dibawa langsung oleh penumpang atau bisa melalui jasa titipan”. (Wawancara dengan Pak Ako).
Berdasarkan penjelasan dari kedua narasumber diatas dapat disimpulkan bahwa untuk pelayanan aktivitas impor terutama barang kiriman, proses pengirimannya akan menjalani proses melalui perusahaan yang bekerja sama dengan pemerintah untuk jalur pengiriman tersebut. Untuk alur aktivitas impor dari masuknya barang hingga nantinya barang tersebut dikenakan pajak dijelaskan secara jelas oleh narasumber saya yang bertugas sebagai pelaksana bagian barang kiriman yaitu Bapak Fahmi Kurniawan, berikut hasil wawancaranya.
“Untuk alur barang kiriman melalui PPYD barang kiriman pertama turun di Bandara Soekarno Hatta yang kemudian dikirim ke Pos Pasar Baru, dan pada saat itu dilakukan aktivitas mensortir barang untuk menentukan dimanakah tujuan dari barang impor tersebut agar dapat diarahkan ke wilayah yang sesuai. Kemudian barang tersebut akan disubmit dokumen berupa CN yang akan diteliti oleh pejabat bea dan cukai apakah barang tersebut dikenakan BM PDRI atau tidak. Setelah dilakukan penetapan tersebut maka akan muncul tagihan yang dikirimkan ke penerima barang, penetapan berupa Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan atau Pajak (SPPBMCP). Setelah SPPBMCP dilunasi, maka barang diserahkan kepada penerima barang. Untuk barang yang melalui PJT pada prosesnya hampir sama hanya beda untuk proses alur awalnya yaitu jika PPYD harus melalui Pos Pasar Baru terlebih dahulu, namun untuk barang yang melalui PJT akan langsung ke Bea dan Cukai Juanda dari penjual yang berada di luar negeri.”(Wawancara dengan Pak Fahmi).
Berdasarkan pernyataan beliau peneliti mengetahui bahwa untuk aktivitas impor khususnya barang kiriman itu perlu dilakukan pemeriksaan yang mendalam oleh petugas bea dan cukai agar nantinya barang tersebut diketahui tujuannya, tipe barangnya, dan nama penerimanya karena dengan hal ini bertujuan untuk mencegah penggelapan barang atau risiko lainnya. Pengenaan atau juga pembebasan pajak bea masuk yang dimaksud dari penjelasan Bapak Fahmi Kurniawan didasarkan pada aturan yang berlaku yaitu mengenai ambang batas pembebasan bea masuk atau de minimis value sebesar 3USD yang tertera pada PMK 199/PMK.010/2019.
D. Optimalisasi Kebijakan
Petugas Bea dan Cukai memiliki tugas untuk mengawasai aktivitas impor yang dengan menerapkan peraturan yang sudah ditetapkan mengenai aktivitas impor yang pada penelitian ini mengenai barang kiriman. Peraturan atau kebijakan yang dijalankan oleh petugas bea dan cukai yang berada di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Juanda seluruhnya mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat, hal ini mengartikan dalam aktivitas yang dijalankan oleh petugas bea dan cukai tidak ada yang berasal dari kebijakan khusus atau kebijakan internal dari kantor bea dan cukai juanda. Mengenai aturan tersebut dijelaskan oleh Ibu Indah dalam sesi wawancara, berikut hasil wawancaranya.
“Aturan itukan PMK 199 kan berlaku serentak ya dari PKC5 tidak ada kebijakan khusus, kita mengikuti pusat yaitu di PMK 199 yang serentak itu, jadi tidak ada kebijakan khusus”.(Wawancara dengan Ibu Indah).
Hal ini mengartikan bahwa petugas bea dan cukai hanya mengikuti aturan yang berlaku, dan apabila aturan tersebut terjadi perubahan maka petugas bea dan cukai akan menyesuaikan. Perubahan yang dimaksud seperti pada awalnya untuk aturan de minimis value sebelumnya sudah terjadi perubahan dari 100 USD menjadi 75 US, kemudian karena aturan tersebut dianggap dapat menyebabkan lonjakan impor dan penerimaan yang didapat sedikit maka dilakukan perubahan lagi dari 75 USD menjadi 3 USD saja dan petugas bea dan cukai diharuskan untuk memahami perubahan tersebut agar pelaksanaan aturan dapat berjalan dengan baik.
Tujuan dari pemberlakuan kebijakan atau aturan de minimis value memiliki tujuan utama berupa mengawasi aktivitas impor khususnya impor barang kiriman serta menaikkan penerimaan dari sektor tersebut, karena sebelum terjadi perubahan menjadi 3USD, penerimaan dari aktivitas impor barang kiriman hanya sedikit yang hal ini telah dijelaskan oleh Bapak Fahmi Kurniawan, berikut hasil wawancaranya.
“Untuk meningkatkan penerimaan karena sebelumnya yaitu pada saat masih menggunakan batas barang kiriman dibebaskan bea masuk jika nilai FOB≤75 USD membuat jumlah barang kiriman yang dibebaskan bea masuknya sangat tinggi sejumlah 98% dari total impor barang kiriman yang artinya pemasukan menjadi 2% saja, oleh karena hal itu, dengan perubahan tersebut diharapkan juga untuk meningkatkan pemasukan dari barang kiriman”. (Wawancara dengan Pak Fahmi). Tujuan dari peberlakukan de minimis value juga dijelaskan oleh Bapak Ako Rako Kembaren selaku kepala bagian perbendahaaran, berikut hasil wawancaranya.
“…dengan diterapkannya pmk tersebut terkait penerimaan diharapkan lebih banyak lagi…”. (Wawancara dengan Pak Ako).
Berdasarkan pernyataan dari ketiga narasumber terkait tujuan dari penerapan de minimis value. Peneliti memahami bahwa inti dalam perubahan aturan tersebut yaitu dari 75 USD menjadi 3 USD saja itu dikarenakan pemerintah ingin mengontrol aktivitas impor khususnya pada barang kiriman serta meningkatkan penerimaan. Dengan penerapan de minimis value juga diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat khusunya UMKM agar dapat lebih dilihat oleh masyarakat sehingga persaingan antar produk lokal dan luar negri lebih adil.
Upaya dalam meningkatkan penerimaan tentunya juga diperlukannya kontribusi dari petugas dari Kantor Bea dan Cukai yang dalam penelitian ini yaitu Kantor Bea dan Cukai Juanda. Upaya yang dapat dilakukan oleh petugas bea dan cukai adalah dengan menerapkan sebaik mungkin aturan yang berlaku yang dalam hal ini disampaikan oleh Bapak Ako. Berikut hasil wawancaranya.
“Kita melakukan pengawasan untuk pemungutan bea masuk dari pjt atau yang dibawa penumpang atau barang yang dibawa penumpang.” (Wawancara dengan Pak Ako).
Jika mendengarkan dari pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Ako, peneliti memahami bahwa upaya yang dapat dilakukan oleh petugas bea dan cukai yaitu untuk lebih teliti dalam mengawasi aktivitas impor khususnya barang kiriman, dengan memperhatikan hal-hal yang perlu diteliti seperti dokumen impor dan lain sebagainya, karena hal ini jika dapat berjalan dengan baik maka pengenaan pajak bea masuk untuk barang impor menjadi lebih tepat dan nantinya akan berdampak baik pada penerimaan dari pajak bea masuk tersebut. Salah satu hal yang menjadi dampak baik dari penerapan de minimis value 3USD telah disampaikan oleh Bapak Ako, berikut hasil wawancaranya.
“Terkait penerimaannya menjadi lebih mudah mencapai target karena pembebasan 3 dolar itu menjadi bea masuk”. (Wawancara dengan Pak Ako).
Pernyataan dari Bapak Ako tersebut yaitu mengenai penerimaan di Kantor Bea dan Cukai dapat mudah mencapai target penerimaan dapat dibuktikan berdasarkan data penerimaan dan data target penerimaan yang telah didapat oleh peneliti, yang diolah pada grafik berikut:
Berdasarkan grafik 2 yang memvisualisasikan mengenai jumlah penerimaan dan target penerimaan, mengartikan bahwa pernyataan yang telah disampaikan oleh Bapak Ako Rako Kembaren mengenai adanya de minimis value dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan penerimaan adalah benar. Seperti pada grafik 2 terjadi peningkatan setiap tahunnya untuk penerimaan dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Juanda, serta penerimaan yang diperoleh KPPBC TMP Juanda selalu dapat mencapai target penerimaan yang sudah ditentukan oleh DJBC (Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Hal ini mengartikan bahwa penerapan de minimis value berjalan sesuai apa yang diharapkan untuk meningkatkan penerimaan pada aktivitas yang sudah dijalankan oleh petugas bea dan cukai KPPBC TMP Juanda.
E. Risiko Kecurangan
Dalam perubahan aturan bea masuk dari 75USD menjadi 3USD ternyata terdapat komplain dari pengguna jasa, komplain tersebut disebabkan perubahan yang sangat jauh mengenai pembebasan bea masuk tersebut yang mengakibatkan masyarakat kaget karena merasa barang yang mereka impor akan banyak dikenakan biaya bea masuknya. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Ibu Indah yang dalam hasil wawancaranya sebagai berikut.
“Kalau kendala komplen banyak pada saat peralihan itu terutama pada masa perlahihan tersebut karena kan agak jomplang ya dari 75 ke 3 jadi banyak kendala atau komplen dari masyarakat mungkin itu bisa dibilang kendala tapi non teknis”. (Wawancara dengan Ibu Indah).
Komplain yang diberikan masyarakat pada dasarnya juga akan mengakibatkan risiko kecurangan yang mungkin dilakukan masyarakat. Kecurangan yang mungkin dilakukan masyarakat juga dijelaskan oleh IBU Indah selaku Pelaksana, berikut hasil wawancaranya.
“Melakukan spit barang jadi barangnya displit beberapa pengiriman supaya nilainya dibawah 3 USD bagaimana caranya supaya bebas gitu supaya bebas, kembali lagi tugas bea cukai sebagai salah satunya pengawasan disini pentingnya peran bea cukai untuk melakukan peangawasan terkait kecurangan yang dilakukan ini”. (Wawancara dengan Ibu Indah). Mengenai kecurangan berupa split barang serta apa yang perlu dilakukan petugas bea dan cukai disampaikan juga oleh Pak Fahmi, berikut hasil wawancaranya.
“Sebelum terjadinya perubahan de minimis value menjadi FOB<3USD yaitu FOB<75USD membuat risiko kecurangan cukup tinggi, contohnya terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pemilik barang dengan melakukan split barang tersebut, yaitu dengan merubah nama dari pemilik barang yang sebenarnya pemilik barang tersebut adalah satu orang, hal ini membuat barang yang sebenarnya dikenakan bea masuk menjadi dibebaskan bea masuk, untuk upayanya yaitu dengan melakukan pemutusan dokumen secara lebih teliti lagi, yaitu dengan meminimalisir terjadinya split CN dengan membandingkan alamat pengirim yang sama pada hari yang sama dan penerima yang sama, apabila didapati mengenai hal tersebut maka akan dilakukan pemutusan CN dengan nilai yang seharusnya sebelum dilakukan splitting.”. (Wawancara dengan Pak Fahmi).
Berdasarkan pernyataan dari Ibu Indah dan Pak Fahmi dapat dipahami bahwa dengan adanya risiko kecurangan yang mungkin terjadi yaitu split barang meskipun kecil kemungkinannya karena sudah ada perubahan mengenai pembebasan bea masuk, akan tetapi petugas bea dan cukai perlu selalu mengawasi aktivitas impor khususnya dalam hal ini impor barang kiriman agar pengenaan bea masuk pada barang tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga nantinya semakin kecil komplain dari masyarakat yang membeli produk-produk impor dan penerimaan dari aktivitas impor barang kiriman dapat mengalami kenaikan.
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapati mengenai 3 hal penting yaitu mengenai aktivitas impor, optimalisasi kebijakan dalam mencapai target penerimaan serta risiko kecurangan. Untuk aktivitas impor sendiri dapat disimpulkan bahwa aktivitas impor khususnya impor barang kiriman melalui proses yang cukup panjang yaitu dari barang masuk melalui Bandara Soekarno Hatta hingga nantinya barang tersebut diketahui apakah akan dikenakan bea masuk atau tidak. Kemudian mengenai optimalisasi kebijakan di KPPBC TMP Juanda diketahui bahwa dalam aktivitas yang dilakukan petugas bea dan cukai selalu mengacu pada aturan yang berlaku karena tidak diperkenankannya ada kebijakan internal sendiri. Untuk mencapai target penerimaan, KPPBC TMP Juanda juga mendapatkan dampak positif dari diterapkannya perubahan pembebasan bea masuk dari 75 USD menjadi 3 USD berupa tercapainya target penerimaan dengan mudah yang dibuktikan dengan data penerimaannya. Dalam penerapan de minimis value terdapat komplain dari masyarakat yang mengakibatkan munculnya risiko kecurangan berupa split barang yang meskipun setelah terjadi perubahan dari 75 USD menjadi 3 USD saja yang menjadikan risiko tersebut berkurang, akan tetapi petugas bea dan cukai juga harus selalu teliti dalam mengawasi aktivitas impor dengan memperhatikan dokumen barang yang masuk ke indonesia untuk mengetahui secara jelas mengenai identitas barang tersebut yang nantinya dapat membuat risiko kecurangan semakin sedikit dan secara tidak langsung akan meningkatkan penerimaan karena barang kiriman yang masuk ke indonesia dapat dikenakan pajak sesuai semestinya.
References
- Rozak, "Kebijakan Pendidikan di Indonesia," J. Islam. Educ., vol. 3, no. 2, pp. 197-208, 2021.
- E. Yuliah, "Implementasi Kebijakan Pendidikan," J. At-Tadhir Media Huk. dan Pendidik., vol. 30, pp. 129-153, 2020.
- Suhelayanti, "Analisis Kebijakan Pendidikan," Al-Riwayah J. Kependidikan, vol. 14, no. 2, pp. 177-187, 2022, doi: 10.47945/al-riwayah.v14i2.696.
- R. Tumbel and B. K. R. Mambo, "Dampak Kebijakan Program Bantuan Langsung Tunai dengan Kondisi Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Talikuran Kecamatan Kawangkoan Utara Kabupaten Minahasa," Dampak Kebijak. Progr. Bantu. Langsung Tunai Dengan Kondisi Ekon. Masy. Di Kelurahan Talikuran Kec. Kawangkoan Utara Kabupaten Minahasa, vol. iii, no. 110, pp. 79-92, 2021.
- H. Kusumastito, "Rekonstruksi Regulasi Fasilitas Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Kendaraan Bermotor Angkutan Barang Umum Berbasis Nilai Keadilan," 2022.
- G. P. Hodijah, Siti, and Angelina, "Analisis Pengaruh Ekspor dan Impor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia," J. Manaj. Terap. dan Keuang., vol. 10, pp. 53-62, 2022, doi: 10.55047/transekonomika.v2i6.275.
- Pemerintah, "Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199 /Pmk.010/2019 Tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, Dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman," pp. 1-67, 2019.
- N. F. Deyanputri, "Pengaruh Kebijakan Penurunan Ambang Batas Pembebasan Bea Masuk Nilai Impor Barang Kiriman (De Minimis) terhadap Volume Impor Barang Kiriman Indonesia (PMK No 199/PMK.10/2019)," Transparansi J. Ilm. Ilmu Adm., vol. 3, no. 2, pp. 149-159, 2020, doi: 10.31334/transparansi.v3i2.1088.
- F. Y. Alvin Asfareza, "Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/Pmk.010/2019 Tentang Ketentuan Kepabean, Cukai, Dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman di Kota Batam," J. Cross-Border, vol. 5, no. 2, pp. 949-970, 2022.
- F. Khoiriyah, N. Imamah, and A. Fattah, "Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Pesaing dan Inovasi terhadap Pendapatan Pengrajin Reog di Ponorogo," Bharanomics, vol. 1, no. 2, pp. 61-66, 2021, doi: 10.46821/bharanomics.v1i2.154.
- Chaerina and I. A. Vidada, "Pengaruh Nilai Impor Dan Realisasi Penerimaan Bea Masuk Terhadap Target Penerimaan Bea Masuk Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean A Kota Tangerang Selatan," vol. 1, no. 4, 2023.
- G. Suharto, "Penerapan De Minimis Value Dalam Proses Penetapan Nilai Pabean Barang Kiriman Impor Pada Kppbc Tmp B Pekanbaru," J. Acitya Ardana, vol. 1, no. 2, pp. 164-174, 2021, doi: 10.31092/jaa.v1i2.1369.
- F. N. V. Juliatama, "Perubahan Tarif De Minimis Pembebasan Barang Kiriman Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Jember," Digit. Repos. Univ. Jember Digit. Repos. Univ. Jember, 2020.
- Y. Yusanto, "Various Qualitative Research Approaches," J. Sci. Commun., vol. 1, no. 1, pp. 1-13, 2020.
- V. V. Sinuhaji, N. S. S. Siregar, and B. Jamil, "Aktivitas Komunikasi Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karo Dalam Meningkatkan Kunjungan Wisatawan (Studi Deskriptif Kualitatif Wisata Bukit Gundaling Berastagi)," J. Ilmu Pemerintahan, Adm. Publik, dan Ilmu Komun., vol. 1, no. 2, pp. 105-118, 2019, doi: 10.31289/jipikom.v1i2.159.
- F. A. N. J. Mahani, "Analisis Implementasi Pengawasan Ekspor Impor Barang Pada KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan," Ekon. Bisnis Manaj. dan Akunt., vol. 3, no. 8.5.2017, pp. 298-304, 2022.
- A. Marisya and E. Sukma, "Konsep Model Discovery Learning pada Pembelajaran Tematik Terpadu di Sekolah Dasar Menurut Pandangan Para Ahli," J. Pendidik. Tambusa, vol. 4, no. 3, p. 2191, 2020.
- M. Anshar Syamsuddin, F. Abdillah, F. Yulianto, and P. Keuangan Negara Stan, "Analisis Dampak Implementasi De Minimis Value Pada Kantor Pelayanan Utama Bea Dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta," vol. 2, no. 4, p. 2022, 2022.
- N. Sitompul and Z. M. Nawawi, "Peran Bea Cukai dalam Efektivitas Pelayanan Ekspor Impor (Studi pada KPPBC TMP C Teluk Nibung) The Role of Customs in the Effectiveness of Export-Import Services (Study on KPPBC TMP C Teluk Nibung)," J. Kolaboratif Sains, vol. 5, pp. 290-296, 2022.
- S. H. Sahir, "Buku ini di Tulis oleh Dosen Universitas Medan Area Hak Cipta di Lindungi oleh Undang-Undang Telah di Deposit ke Repository UMA pada tanggal 27 Januari 2022," 2022.
- I. Sutardi, "Analisis Persepsi Konsumen Tentang Labelisasi Halal Pada Pembelian Produk Makanan Impor Dalam Kemasan Ditinjau Perspektif Ekonomi Syariah Di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis," IQTISHADUNA J. Ilm. Ekon. Kita, vol. 8, no. 1, pp. 77-88, 2019, doi: 10.46367/iqtishaduna.v8i1.153.
- Ardiansyah, Risnita, and M. S. Jailani, "Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian Ilmiah Pendidikan Pada Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif," J. IHSAN J. Pendidik. Islam, vol. 1, no. 2, pp. 1-9, 2023, doi: 10.61104/ihsan.v1i2.57.
- J. Prastyorini and F. A. Syaputra, "Penukaran Delivery Order Online dan E-Container Equipment Interchange Receipt Terhadap Impor Barang Menggunakan Petikemas," Maj. Ilm. Bahari Jogja, vol. 18, no. 1, pp. 57-70, 2020, doi: 10.33489/mibj.v18i1.228.
- R. WD Tuti, "Analisis Implementasi Kebijakan Work From Home Pada Kesejahteraan Driver Transportasi Online di Indonesia," Transparansi J. Ilm. Ilmu Adm., vol. 3, no. 1, pp. 73-85, 2020, doi: 10.31334/transparansi.v3i1.890.