Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Business and Economics
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.7904

Reimagining Local Broadcasting Unveiling Dynamic Communication


Menata Ulang Penyiaran Lokal dengan Menghadirkan Komunikasi yang Dinamis

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Inventory Management Internal Control Manufacturing Company Qualitative Study Indonesia

Abstract

This qualitative study delves into the communication styles of broadcasters and listeners within the Lontong Balap RRI Surabaya program, aiming to fill gaps in understanding communication dynamics in local radio contexts. Data collection involved non-participant observation and interviews, with purposive sampling selecting informants from both broadcaster and listener demographics. Findings reveal a predominant equalitarian communication style, fostering direct interactions and natural engagement between broadcasters and listeners. The program serves to revive local culture while providing information and entertainment, showcasing the significance of relatable language and direct engagement in enhancing audience participation and program effectiveness within local radio broadcasts.

Hghlight:

  1. Efficient Inventory System: PT. Perdana Sukses Makmur demonstrates effective inventory management practices.
  2. Internal Control Challenges: Addressing function combination enhances organizational oversight.
  3. Production Efficiency Implications: Refining internal controls enhances manufacturing performance.

 

Keywoard: Inventory Management, Internal Control, Manufacturing Company, Qualitative Study, Indonesia

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan suatu fenomena khusus dalam peradaban masyarakat global saat ini yang sangat cepat pergerakannya dan merupakan suatu bagian dari proses. Kemajuan media komunikasi terus berkembang seiring dengan semakin kompleksnya teknologi dalam skala global. Komunikasi adalah elemen integral dalam kehidupan manusia, memfasilitasi interaksi dan sosialisasi melalui berbagai bentuk seperti komunikasi verbal, ekspresi tertulis, dan isyarat non-verbal. Ini adalah fenomena yang diamati di berbagai organisme, meliputi bukan sekadar manusia namun juga tumbuhan dan hewan. Komunikasi adalah bagian yang tak mungkin dipisahkan dari hidup keseharian, membantu memfasilitasi interaksi antara berbagai makhluk hidup. Tak terelakkan bahwa globalisasi telah menjadi konsep yang signifikan di setiap penjuru dunia sedari awal abad ke-21. Globalisasi adalah fenomena yang dipengaruhi oleh berbagai faktor positif dan negatif selama perkembangannya. Perubahan-perubahan ini memiliki dampak kolektif dan berpotensi mempengaruhi individu di berbagai wilayah, negara, dan budaya, yang pada gilirannya memengaruhi pola masyarakat dan ekosistem di sekitarnya.[1]

Gaya komunikasi merujuk pada berbagai perilaku antar pribadi yang berbeda yang dipergunakan pada keadaan khusus. Gaya komunikasi mencakup cara menyampaikan pesan serta penggunaan gaya bahasa. Gaya ini bisa mengambil bentuk verbal atau nonverbal. Gaya komunikasi verbal melibatkan penggunaan kata-kata, sementara gaya nonverbal meliputi isyarat vokal, gerakan tubuh, pengaturan waktu, dan preferensi ruang. Gaya komunikasi mencakup kumpulan praktek-praktek komunikasi yang digunakan untuk mencapai tanggapan tertentu atau hasil yang diharapkan pada keadaan khusus. Keselarasan gaya komunikasi yang dipergunakan memiliki ketergantungan terhadap niat pengirim dan preferensi penerima pesan.[2] Sifat dari gaya komunikasi dapat dilihat sebagai dinamis dan sulit diprediksi, serta relatif. Gaya komunikasi yang dipertimbangkan melibatkan interaksi terus-menerus antara pendengar dan pembicara yang berkomunikasi secara lisan. Raynes (2001) berpendapat bahwa gaya komunikasi ditandai oleh kombinasi elemen-elemen komunikasi lisan dan visual. Ini mencakup penggunaan bahasa lisan dengan pilihan kosakata tertentu yang menentukan gaya komunikasi. Ini juga mencakup penggunaan nada suara dan intensitas dalam setiap ucapan yang diungkapkan. Gaya komunikasi merupakan alat perilaku interpersonal yang khas dan disesuaikan dengan situasi tertentu. Kesesuaian gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada tujuan komunikator dan perkiraan reaksi penerima pesan[3]. The equalitarian style of communication ditandai dengan arus penyebaran pesan verbal yang secara lisan ataupun tertulis yang memiliki sifat dua arah (two-way traffic of communication) di dalam gaya komunikasi ini tindakan yang dilakukan secara terbuka. Dimana, setiap anggota dapat memberikan tanggapannya ataupun gagasan dalam keadaan rileks, dantai, dan lebih informal. Dalam hal ini, lebih memungkinkan setiap anggota organisasi memiliki kesepakatan dan pengertian bersama. Gaya komunikasi the equalitarian style akan memudahkan tindakan komunikasi dalam organisai karena gaya ini paling efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang cukup kompleks.[2]

Radio sebagai bentuk media massa elektronik tertua, telah memiliki sejarah hampir satu abad. Meskipun demikian, dalam era saat ini, radio menghadapi persaingan yang sengit dari berbagai media lain seperti bioskop, kaset, televisi kabel, dan permainan elektronik. Namun, menariknya, radio masih bertahan sebagai media komunikasi yang relevan bahkan di tengah perkembangan teknologi digital, dan masih memiliki pangsa pendengar yang signifikan, termasuk di kalangan generasi milenial. Radio banyak dipergunakan untuk salah satu pelestarian budaya yang ada di Indonesia. Selain itu, radio mampu menemani pendengar disegala situasidan kondisi, bahkan saat pendengar sedang melakukan banyak aktivitas. Radio lahir untuk memberikan kebutuhan informasi untuk masyarakat. Pada konteks ini, radio mempunyai klaim public sebagai saluran komunikasi dalam hubungan social yang lebih berorientasi pada pengembangan dan promosi budaya. Sangat disayangkan jika selama ini program yang bertemakan budaya sangat sedikit, padahal budaya merupakan hal terpenting dalam kehidupan social seseorang.[4] Saat ini, sebagian besar program radio ditandai dengan beragam acara yang fokus pada informasi, berita, dan hiburan regional. Seperti media massa lainnya, radio dianggap sebagai sarana yang mampu memengaruhi emosi individu. Dalam lingkungan penyiaran radio, yang menyediakan platform pendengaran dan menggunakan vokal serta manipulasi pesan melalui nuansa suara, penting untuk memberikan perhatian khusus pada pengaturan suara. Dengan demikian, lembaga penyiaran radio harus memiliki kemampuan untuk mengelola intonasi suara dengan baik agar tetap dapat memberikan pesan dengan cara yang pantas dicontoh.[5]

Pendengar radio merujuk pada individu yang terlibat dalam tindakan aktif mendengarkan siaran radio. Orang-orang ini memiliki sifat yang mencerminkan simpati dan empati terhadap suatu subjek, menghasilkan rasa ingin tahu, serta mengembangkan perasaan kasih sayang dan minat. Beberapa unsur seperti genre musik, ciri vokal penyiar, keseluruhan sikap yang disampaikan, dan preferensi hiburan dapat mempengaruhi bagaimana pendengar merespon. Pendengar radio dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori. Salah satu kategori adalah pendengar aktif, mengacu pada individu yang secara aktif terlibat dalam percakapan atau wacana yang sedang berlangsung di radio. Di sisi lain, ada pendengar pasif, yang mencakup orang-orang yang mendengarkan tanpa berinteraksi langsung dengan penyiar atau konten yang disampaikan. Kategori pendengar ini tidak memiliki batasan yang ketat, sehingga membedakan individu yang hanya mendengarkan tanpa interaksi lebih lanjut bisa sulit.[6] Pendengar merupakan penerima komunikasi massa melalui siaran radio. Keberhasilan suatu komunikasi dapat diidentifikasi melalui kemampuan untuk menarik perhatian, mempertahankan minat, memfasilitasi pemahaman, dan menghasilkan respons yang diharapkan dari pendengar. Effendi (1990) berpendapat bahwa individu yang mendengarkan radio memiliki keragaman dalam karakteristik mereka, memiliki preferensi pribadi dalam mengonsumsi radio, aktif dalam interaksi dengan media, dan cermat dalam memilih program yang akan mereka dengarkan. Untuk membentuk preferensi individu dalam terlibat dengan konten radio, penting untuk mempertimbangkan dampak keterampilan penyiar radio.[7] Bukti empiris menunjukkan adanya hubungan antara atribut vokal penyiar radio dan tingkat perhatian yang diperlihatkan oleh pendengar. Minat adalah kondisi psikologis yang mencirikan perhatian yang terfokus dan keinginan untuk memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang subjek atau topik tertentu. Efektivitas komunikasi bergantung pada sejauh mana pesan tersebut memengaruhi penerimanya. Dalam hal ini sebagaimana pendengar mendengarkan program siaran tanpa adanya paksaan. Salah satu cara bagaimana menarik agar para pendnegar memiliki ketertarikan kepada program siaran adalah kemampuan kecakapan penyiat melaui suara.[8]

Penyiar merupakan komunikator pada radio memiliki tugas untuk mnyampaikan pesan kepada pendengarnya, hal ini komunikannya yakni seorang pendengar selain mampu menguasai komunikasi, penyiar juga harus memiliki keakraban atau kedekatan dengar pendengarnya. Setiap program acara pada radio tidak terkecuali acara music, penyiar harus mempunyai kemampuan lebih dari sekedar berbicara saja. Meskipun pada kenyataannya pendengar akan tertarik pada acara music, jika penyiar menarik maka pendengar akan lebih jauh tertarik l;agu untuk mendengarkan acara radio tersebut[2]

Media radio menjadi alat komunikasi yang memiliki signifikansi besar karena terbentuknya negara ini belum lama. Salah satu stasiun radio paling tua di Indonesia adalah RRI, yang didirikan di tahun 1945 berdasarkan UU No. Menurut Peraturan No. 32 Tahun 2002 mengenai Penyiaran, RRI dianggap sebagai LPP (Lembaga Penyiaran Publik), yaitu lembaga penyiaran layanan publik yang mengelola anggaran dari APBN untuk stasiun pusat di Jakarta serta menerima dana dari APBN untuk stasiun-stasiun daerah.[9] UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 28 Desember 2004, bersama dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2002 tentang stasiun radio layanan umum dan PP Nomor 12/2005 mengenai Lembaga Penyiaran Layanan Publik Republik Indonesia, telah mengesahkan RRI senagai Lembaga penyiaran publik yang memiliki jaringan nasional dan mampu menjalin kerjasama dengan Lembaga penyiaran layanan publik dari luar negeri. UU penyiaran mengatur bahwa RRI adalah republic radio yang tentunya harus melayani kepentingan public.[10]

RRI Surabaya mempersembahkan empat program siaran dengan identitas uniknya sendiri, yang tidak hanya menghadirkan wawasan tentang kebudayaan nasional, melainkan juga lebih dari itu. Contohnya yaitu program acara Lontong Balap RRI Surabaya, Lontong Balap yang memiliki format majalah udara atau obrolan santai, yang merupaka suatu obrolan santai antara penjual dan pembeli disebuah warung lontong balap (makanan khas Surabaya), dengan bahasa pengantar Suroboyoan, menjadi wadah dialog interaktif antara presenter dan pendengar tentang berbagai hal dalam kehidupan, dan tetap terbungkus dalam konteks budaya misalnya budaya gotong royong, melestarikan tradisi dll. Disajikan dalam format hiburan yang informative dan edukatif, yang adalah kesenian tradisional dari Jawa Timur. Program tersebut diselenggarakan secara rutin setiap enam hari dalam seminggu, dimulai pukul 08.00 samapai dengan pukul 09.00 WIB. Acara Lontong Balap disiarkan melalui frekuensi FM 96,8 MHz dan AM 58,5 KHz, memungkinkan penangkapan siaran dari berbagai wilayah internasional, dengan durasi sekitar 60 menit.[11]

Sebagai stasiun Radio Republik Indonesia Surabaya RRI terus berusaha memantapkan eksistensinya, menggagas gagasan-gagasan inovatif dan meluaskan cakupan jaringan penyiaran melalui menambah beberapa program yakni Program 1 Penguatan Masyarakat, Program 2 Pusat Penyairan Kreativitas Pemuda dan Program 4 Pusat Penyiaran Budaya. RRI dalam menjalankan fungsinya pun turut ikut andil dalam melestariklan budaya bangsa. di mana dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang dan sangat konsisten baik berupa penyanyi lagu jawa, geguritan, lontong balap, wayang padat,ludrukan, alunan gending dan budaya-budaya daerah lainnya. RRI sebagai platform untuk program siaran budaya memiliki peran penting sebagai faktor penyatuan masyarakat, mendorong perkembangan kebudayaan Indonesia dengan merawat unsur-unsur budaya khas setempat dalam konteks dominasi budaya global yang tengah berlangsung.[12]

Menurut (Littlejohn & Foss, 2009) Teori aksi berbicara menunjukan bahwa pesan dapat mengungkapkan maksud dan seberapa kekuatan untuk mempengaruhi, dan teori ini masuk dalam paradigma sosialkultural. Teori aksi berbicara menjelaskan secara lebih umum bagaimana makna atau maksud dapat dimasukan ke dalam sebuah kata. Orang lain diharapkan untuk memahami apa yang seseorang katakana dan apa maksud seseorang. Ada 2 (dua) aksi dalam teori ini, yaitu aksi dalam melakukan kehendak yaitu aktivitas yang merupakan atensi utama pembaca, yakni untuk memiliki pemahaman atas apa yang dimaksudkan oleh pembicaranya, sementara aksi dalam memberikan pengaruh yakni aktivitas yang diinginkan oleh pembicara. Hal yang paling menarik dari teori ini adalah menurut searle, kebenaran bukanlah hal yang terpenting melainkan pada bagaimana cara untuk mempengaruhi komunikan. Dalam hal ini, pendengar bukan sekadar memahami maksud dan tujuan pembicara, tetapi juga melakukan tindakan nyata berdasarkan dan mempengaruhi maksud dan maksud yang disampaikan oleh pembicara. Perbedaan antara kedua tindakan ini terletak pada tanggapan lawan bicara. Aksi berbicara tidaklah dapat berjalan sukses apabila kehendaknya tidak dimengerti dan mereka bisa diberikan evaluasi atas hubungannya. Hal yang sangat menarik dari teori wicara yaitu bahwasanya kebenaran, tetapi dalam kekuatan untuk mempengaruhi komunikan.[13]

Hasil penelitian terdahulu pada 2023 dari Tita Kurniawati yang berjudul “Gaya Komunikasi Penyiar Radio Songgolangit FM Untuk Menarik Minat Pendengar Live Steaming Pada Program Sendu (Senandung Rindu)” bertujuan untuk mengetahui kendala yang ditemui pada program Sendu (Senandung Rindu) untuk menarik minat yang melibatkan pendengar secara live streaming di radio Songgolangit FM. Dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan tiga gaya komunikasi yaitu, the controlling style, the equalitarian style, dan the relinguishing style[14]. Hasil penelitian terdahulu pada 2022 dari Viana Fatma Anasari yang berjudul “Gaya Komunikasi Penyiar Radio As Syafi’iyah Pada Program Pesono Irama Melayu” penelitian bertujuan untuk menegtahui gaya komunikasi penyiar radio As Syafi’iyah pada program Pesona Irama Melayu, dan bagaimana cara penyiar menyusun pesan dalam siaran program Pesona Irama Melayu. Dengan menggunakan teori logika desain pesan dan metode kualitatif serta pengumpulan data wawancara, dokumentasi, dan observasi serta menggunakan metode deskriptif komparatif guna menganalisis data. Dan menggunakan gaya komunikasi the controlling style, the equalitarian style, logika ekspresif, logika konvensional, serta logika retorika[15]. Hasil penelitian terdahulu pada 2016 dari Syifa Fauziayang berjudul “Pengaruh Pengguna Bahasa Sunda Banten dan Gaya Komunikasi Penyiar Dalam Penyiar Radio Krakatau (93,7 FM) Terhadap Minat Dengar Masyarakat” tujuan penelitian ini untuk mengukur seberapa besar pengaruh pengguna bahasa Sunda Banten dan gaya komunikasi penyiar dalam penyaiarn radio Krakatau terhadap minat dengar masyarakat. Menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey dengan menyebar kuisioner pada 100 responden[16]. Hasil penelitian terdahulu pada 2021 dari Febriyanty, Fadilla Rizky, Oktavini, Femi yang berjudul “Gaya Komunikasi Penyiar Dalam Mempertahankan Eksistensi Radio” penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyiar mempertahankan eksistensi radio dahlia, juga menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan menggunakan teori logika pesan. Hasil dari penelitian ini terdiri dari factor-faktor logika pesan yaitu, logika eksprasif, logika konvensional, dan logika retorika[17]. Hasil penelitian terdahulu pada 2021 dari Firdaus Azwar Ersyad yang berjudul “Gaya Komunikasi Cak Dave Dalam Membentuk Karakteristik Suroboyoan” tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana gaya komunikasi Cak Dave Youtuber Australia dalam membentuk ciri khas Suroboyoan dengan menggunakan teori Speech Code Gerry Philipens gagaran utama terungkap dengan menggabungkan 5 konsep, logat Intonasi, Dialek bahasa, Tempo, dan Mimik. Hasil dari penelitian ini terungkap bahwa telah menggunakan bahsa medok dan gaya komunikasi The Structuring Style, Cak Dave memakai bahasa jawa Suroboyoan dengan nada yang kasar dan tegas. Dimana gaya bahasa ini memungkinkan untuk merencanakan pesan verbal dan nonverbal guna lebih memperkuat tujuan[18].

Penelitian ini ditujukan guna mengetahui bagaimana “Gaya Komunikasi Penggemar Radio Pada Program Lontong Balap RRI Surabaya” sehingga temuan penelitian dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk penelitian kedepannya.

METODE

Penelitian ini mengadopsi pendekatan deskriptif kualitatif dalam metodologi penelitiannya. Metode pengumpulan data yang dipergunakan merupakan observasi non-partisipan, yang memfasilitasi pengamatan dan analisis respons dari wawancara.[19] Teknik pengumpulan data yang dijalankan pada penelitian ini menerapkan wawancara sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan informasi. Penentuan informan dilakukan dengan Teknik purposive sampling, adapun syarat informan adalah pendengar Program Lontong Balap di RRI yang pernah melakukan interaktif pada program acara tersebut. Fokus utama dari penelitian ini adalah menginvestigasi Gaya Komunikasi, dengan pusat analisis tertuju pada Program Lontong Balap dari RRI Surabaya. Moleong (2011: 225) juga menegaskan pentingnya tahap seleksi informan tambahan yang dilakukan secara hati-hati, memastikan bahwa mereka memiliki niat yang tepat, representatif, serta sesuai dengan tujuan dan karakteristik penelitian kualitatif.[18] Para informan diharapkan dapat berperan sebagai subjek aktif yang memiliki pemahaman yang mendalam terhadap isu yang diteliti, sehingga terbentuk dasar kepercayaan yang kuat antara peneliti dan informan. Dengan subjek yakni gaya komunikasi dan objek yang digunakan yaitu Program Lontong Balap RRI Surabaya, memiliki informan diantaranya 5 orang penyiar radio yang menjadi Key Informan dan 3 orang penggemar radio menjadi informan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Radio merupakan sarana komunikasi yang sangat efisien bagi masyarakat dikarenakan memiliki jangkauan yang luas serta mampu dengan mudah untuk didengarkan bagi masyarakat. Radio bisa disebut dengan “sahabat” yang dapat menjadi teman saat bekegiatan sehari-hari dimanapun dan kapanpun radio bisa didengarkan, radio bisa menjadi bahan hiburan, penyampaian informasi, dan menjalankan fungsi Pendidikan untuk masyarakat. RRI merupakan salah satu stasiun radio paling tua di Indonesia dan didirikan pada tahun 1945 berdasarkan UU No. Menurut Peraturan No. 32 Tahun 2002. RRI Surabaya merupakan lembaga penyiaran layanan publik yang saat ini dikukuhkan dengan Keputusan Pemerintah No. 11 dan No. 12 Tahun 2005, UU No. 32 Tahun 2002 menyelenggarakan kegiatan penyiaran layanan masyarakat yang bukan sekadar menyajikan informasi yang nyata, akurat dan tepercaya, tetapi juga mentransmisikan nilai pendidikan, misalnya menyediakan bagian untuk siaran kebudayaan dan pendidikan. RRI Surabaya juga menyiarkan program nilai budaya dan seni serta budaya bangsa Surabaya yang dibungkus dalam sajian yang menarik.

RRI Surabaya memiliki 3 tiga saluran yakni Pro 1, Pro 2, dan Pro 4 di dalam saluran tersebut berbagai macam genre acara yang menjelaskan Pro 1 menyiarkan pemberitaan daerah yang ada di daerah Surabaya dan sekitarnya dan juga membahas politik yang ada Indonesia. Pada Pro 2 lebih mengarah pada penyiaran yang menjurus pada anak muda jaman sekarang yang menyajikan obrolan-obrolan menarik yang dikemas secara ceria dan menyajikan music-musik masa kini yang banyak didengarkan oleh anak muda. Pada Pro4 memiliki format music daerah dan budaya daerah yang menyajikan siaran acara yang banyak melibatkan tokoh budaya daerah dengan acara seperti Lontong balap, Ludruk, Musik campursari, Parikan dan Informasi daerah. Sebagai salah satu stasiun radio yang menyiarkan program budaya lokal, Radio RRI Surabaya, yang bertujuan untuk menjadi sumber utama informasi siaran budaya di Indonesia, pembawa acara program Lontong Balap tentu harus mencicipi budaya bahasa ketika memilih gaya bahasa yang mendukung kemampuan menyampaikan pesan kepada para penggemarnya sesuai dengan budaya yang telah terbangun. Oleh karena itu, gaya komunikasi presenter sangat penting selama penayangan acara, karena acara lebih menarik dengan pengisi acara yang berkualitas dan pesan yang disampaikannya dapat diterima secara baik oleh pendengar.

Lontong Balap yang memiliki format majalah udara atau obrolan santai antara penjual dan pembeli disebuah warung lontong balap (makanan khas Surabaya), dengan bahasa pengantar Suroboyoan, menjadi tempat untuk berdialog interaktif antara presenter dan pendengar tentang berbagai hal dalam kehidupan, dan tetap terbungkus dalam konteks budaya misalnya budaya gotong royong, melestarikan tradisi, dll. Disajikan dalam format hiburan yang informative dan edukatif. Program ini disiarkan 6 hari dalam seminggu di pukul 08.00 hingga 09.00 WIB. Program acara lontong balap ditayangkan dalam frekuensi Fm 96,8 MHz dan Am 58,5 KHz yang dapat didengarkan hingga ke mancanegara dan memiliki durasi di kisaran 60 menit. Banyak dari kalangan pendengar yang berusia 30 tahun hingga 55 tahun yang setia mendengarkan dan berpartisipasi dalam acara Lontong Balap.

Pro4 Radio RRI Surabaya menawarkan upaya untuk memperluas pengaruh budaya Jawa dalam perkembangan live streaming melalui aplikasi RRI Playgo. Radio RRI menerapkan metode transmisi baru yang tidak lagi bergantung pada bumi (digunakan pemancar dengan frekuensi tertentu), karena sudah ada platform media komunikasi untuk mendukung transmisi tersebut. Di Pro4, RRI Surabaya juga menggunakan lagu-lagu Jawa seperti Campursari sebagai bagian dari budaya yang dikenal di luar negeri yang berjuang melawan produk budaya Barat dan Timur seperti Epicenter (Barat) dan New Epicenter (Cina, India, Korea, Jepang dan Taiwan). Hingga saat ini Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang masih dianggap sebagai negara yang jauh dari produksi budaya. Siaran Budaya Jawa RRI Surabaya merupakan gerakan budaya sebagai kritik terhadap globalisasi. Pertunjukan Lontong Balap juga berperan memperkuat jati diri bangsa di tengah arus budaya asing yang masuk. Tayangan Lontong Balap di channel RRI Surabaya memanfaatkan kekuatan masyarakat Indonesia yang sangat mencintai budaya lokalnya.

Wawancara dilakukan kepada pembawa acara RRI radio Pro4 bertempatan di Jalan Pemuda Nomor. 82-90, Embong Kaliasin kec.Genteng, Surabaya, Jawa Timur tempat peneliti melakukan wawancara kepada informan sedangkan wawancara dengan penggemar dilakukan menggunakan panggilan telepon. Dalam kerangka penelitian ini, peran peneliti adalah sebagai seorang pengamat yang bertujuan utama untuk mengumpulkan data terkait dengan elemen visual dalam media radio, serta mengamati bagaimana cara berkomunikasi para pembawa acara penggemar Pro4 dalam bersiaran dengan menggunakan Bahasa Suroboyoan pada saat bergabung dalam siaran Lontong Balap. Fokus data yang dikumpulkan setelah dilakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang merupakan pembawa acara program RRI, bukan hanya sekedar mendengarkan program tersebut, namun juga mengamati cara komunikasi para pembawa acara RRI Surabaya dalam siaran dengan menggunakan Bahasa Suroboyoan.

Sesuai dengan indikator yang ditetapkan peneliti, peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa whistleblower yang adalah penyiar Lontong Balapi dan penggemar berat RRI Surabaya sebagai berikut, yang terdiri dari lima penyiar bernama Pubandari, Dini Wardani, Imaniawidi, Harianto dan Ami Sanjaya, dan ada pula informan yakni penggemar setia Lontong Balap RRI Surabaya yakni Pak Totok “Sampai Jumpa”, Pak Wandi, dan Ning Yanti.di antara mereka yang juga merupakan penggemar RRI Surabaya.

Penelitian mewawancarai langsung beberapa pembawa acara dan penggemar acara selama 1 (satu) minggu Lontong Balap. Program ini dibawakan oleh dua presenter yang saling melengkapi dengan menanggapi ide atau permasalahan pendengar, dan presenternya berganti setiap hari. Kesuksesan seorang presenter diukur dari sejauh mana penyiar dapat membujuk pendengar setianya untuk mendengarkan acara tersebut. Dalam konteks program Lontong Balap, pendengar yang mendengarkan dan melakukan interaksi dengan pembawa acara dengan cepatmahami isi yang dibahas. Sebagai seorang representatif yang mengandalkan keterampilan suara dan berbicara, keterampilan diperlukan untuk mempresentasikan acara tersebut. Oleh karena itu, selain menjaga suara, kemampuan berbicara juga harus dijaga. Menjadi seorang host bukanlah tugas yang ringan, mengharuskan seseorang memiliki pengetahuan yang luas dan konsisten dalam mengikuti perkembangan berita setiap harinya untuk memastikan pembaruan informasi terkini. Para karyawan harus mampu menyampaikan program sesuai jadwal yang telah dijadwalkan dengan baik. Sebelum siaran dimulai, presenter harus menyiapkan materi atau topik yang akan dibahas selama siaran. Seperti apa menurut penyiar mengenai beberapa penggemarnya yang memiliki keunikan “Banyak penggemar yang memiliki ciri khas tersendiri dalam menyapa dan menyampaikan pesan mereka, dan ada juga penggemar yang bukan hanya asli orang Surabaya melainkan beliau asli orang Makassar yang tinggal di Surabaya. Beliau bergabung menggunakan Bahasa Indonesia akan tetapi beliau sangat banyak sekali ikut serta dalam siaran Lontong Balap ini. Ya, tapi rata-rata mereka semua menggunakan Bahasa Suroboyoan yang santai” (Imaniawidi, 2023). Dan “Ada juga penggemar yang memiliki pembuka dan penutup yang sangat unik dari segi suara mereka. Sampai-sampai saat beliau membuka panggilan telepon kita langsung tahu dengan siapa kita berbicara. Seperti Pak Totok, beliau memiliki tagline “Sampai Jumpa” karena diakhir panggilan beliau selalu mengatakan hal tersebut” (Harianto, 2023). Bisa dikatakan presenter adalah ujung tombak pada siaran radio. Lembaga penyiaran memiliki kemampuan untuk menciptakan beragam konten, yang dimulai dari stasiun radio dan kemudian menjangkau khalayak yang luas. Ini memungkinkan mereka untuk membangun citra merek perusahaan dan akhirnya memenuhi kebutuhan para pengiklan. Effendy (seperti yang dikutip dalam Saraswati dkk., 2018) menekankan bahwa lembaga penyiaran perlu memiliki identitas yang khas agar dapat menarik minat audiens dengan efektif. Dalam konteks penyiaran radio, aksen daerah menjadi indikator penting dalam membangun ikatan emosional antara pembawa acara dan pendengar berdasarkan pemahaman demografis mereka.

Program Lontong Balap merupakan program yang menyatukan masyarakat. Hal ini dapat ditunjukkan di saat pendengar bergabung lalu mengungkapkan pendapatnya atau keinginan mereka dan semua macam pertanyaan mengenai budaya atau topik yang diangkat dalam program tersebut. Setelah itu, pemateri juga bisa menjawab semua pendapat dan pertanyaan audiens. Penelepon biasanya menyapa penelepon lain, baik penelepon yang tersambung maupun yang tidak tersambung. Penelepon yang mengucapkan salam ini biasanya meniru karakteristik suara yang digunakan oleh penelepon lain dan penelepon berikutnya. bahasa merupakan kebiasaan. Makin umum suatu bahasa dipergunakan, makin signifikan bahasa tersebut pada kelompok sosial dan sebaliknya. Jika bahasa Suroboyo jarang digunakan maka akan hilang dari masyarakat Surabaya terutama di kalangan generasi muda.[20]

Lontong Balap yang memiliki kaitan dengan bahasa Suroboyoan, adalah sebuah tradisi yang kental. Keberdayaan sebuah bahasa secara sosial sejalan dengan sejauh mana bahasa tersebut digunakan dalam berbagai aspek linguistik. Namun, berkurangnya penggunaan bahasa Suroboyoan menunjukkan penurunan penggunaan bahasa tersebut, terutama di kalangan generasi muda. Saat penerima terlibat dalam percakapan telepon dan pertukaran pesan dengan pengirim, penerima lain dapat merasakan makna yang disampaikan dalam pesan tersebut. Proses ini kemudian membentuk pandangan bersama terhadap realitas, sesuai dengan teori konvergensi simbolik. Teori ini nampak tercermin dalam konteks pesan-pesan budaya dalam situasi tertentu seperti ini, khususnya penggunaan bahasa Suroboyoan dalam program Lontong Balap, dapat menciptakan kesadaran simbolik bersama antara operator radio, khususnya penyiar, dan pendengar untuk melestarikan bahasa Suroboya. Program Lontong Balap secara sosiologis dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa hidup membutuhkan orang lain. Interaksi sosial yang signifikan pada kelompok sosial untuk mempromosikan dan mempertahankan identitas sebagai warga Surabaya dengan budaya dan nilai kearifan lokal yang tinggi. Lontong Balap berisi berbagai macam konten budaya. Program Lontong Balap berperan penting dalam mensosialisasikan budaya lokal Surabaya. Dalam hal ini, sosialisasi bukan sekadar mentransmisikan budaya yang hampir usang, tetapi juga mentransmisikan nilai-nilai budaya. Kesadaran dan kehadiran budaya lokal di daerah tersebut menciptakan rasa kepemilikan kolektif yang lebih besar, sehingga ruang ini menciptakan rasa kepemilikan kolektif yang lebih besar. Kondisi ini juga mengarah pada perilaku yang bertujuan untuk saling menjaga, menciptakan rasa persatuan untuk melestarikan budaya lokal.

A.Analisis Gaya Komunikasi

Tiap individu mempunyai perbedaan gaya komunikasi, yang difungsikan untuk alat dalam penyampaian pesan secara sesuai dengan preferensi masing-masing. Pendekatan ini terlihat baik dalam komunikasi lisan maupun non-lisan, termasuk bahasa tubuh. Menurut Widjaja (2010), cara orang berkomunikasi tidak hanya meningkatkan kelancaran komunikasi, tetapi juga membangun hubungan yang lebih dekat antara individu. Konsep gaya komunikasi merujuk pada beragam bentuk interaksi antarpribadi yang digunakan dalam konteks tertentu, berfungsi sebagai cara efektif untuk menyampaikan kemampuan berbahasa. Gaya ini bisa diwujudkan dalam bentuk komunikasi lisan maupun non-lisan. Gaya komunikasi lisan ditandai dengan penggunaan kosa kata yang kaya, sementara gaya non-lisan disampaikan melalui simbol-simbol yang tercermin dalam bahasa tubuh, pola waktu, dan jarak fisik. Gaya komunikasi adalah pola perilaku yang digunakan untuk mencapai respons yang diinginkan dalam situasi khusus. Keselarasan gaya komunikasi yang dipergunakan memiliki ketergantungan atas niat pengirim dan antisipasi penerimanya. Gaya Equalitarian adalah salah satu komponen penting dari gaya komunikasi ini, menekankan pada persamaan. Komponen ini juga dibedakan oleh adanya komunikasi dua arah. Dalam situasi seperti ini, komunikasi cenderung kurang terbatas, sehingga membatasi kemampuan setiap anggota organisasi untuk dengan bebas mengungkapkan pemikiran atau opini mereka dalam suasana santai tapi juga formal. Oleh karena itu, dalam organisasi, individu-individu dapat mencapai rasa saling kohesi dan pemahaman. Gaya komunikasi Equalitarian dalam suatu organisasi menciptakan lingkungan yang mendukung interaksi pribadi yang baik dengan mendorong pembangunan empati dan kerja sama, terutama dalam situasi pemecahan masalah yang kompleks, dan juga memastikan pertukaran informasi yang berkelanjutan antar anggota organisasi. [2]

Program Lontong Balap adalah satu diantara banyaknya program radio Pro4 FM yang tidak sedikit pendengarnya dan tidak pernah mengalami sepi pendengar. Berikut model komunikasi yang terjadi dalam program Lontong Balap yang adalah salah satu faktor dibalik tingginya permintaan suporter. Kajian ini menggunakan media radio sebagai acuan untuk lebih mengenal komunikasi siaran Pro4 RRI Surabaya guna melestarikan budaya Surabaya di era digitalisasi. Banyak hal yang perlu dicermati lebih lanjut, termasuk gaya komunikasi antara pengumuman dan penggemar yang mengutamakan budaya Surabaya. Penelitian ini menggunakan media penyiaran sebagai standar untuk memahami komunikasi penyiaran RRI Surabaya dalam menjaga budaya Jawa Suroboyo pada era digital. Banyak aspek yang perlu ditelaah lebih detail, antara lain komunikasi penyiar RRI Surabaya dalam menyelenggarakan program-program yang mengedepankan budaya Suroboyola. Dalam penelitian ini, penyiar diwawancarai dan hasil penelitian disajikan secara tertulis dengan beberapa pertanyaan.

Pada implementasi siaran radio, pendengar memegang peranan penting, karena tujuan utamanya adalah pelayanan yang memuaskan, karena efektivitas format program tercermin dari jumlah pendengarnya. Pendengar radio bukan sekadar menikmati program guna kepuasan pribadinya, tetapi juga secara aktif menyampaikan apresiasi, kritik atau saran pada program yang didengarkannya terhadap stasiun pembawa program tersebut. Reaksi pendengar terhadap acara radio Lontong Balap banyak yang disampaikan melalui telepon langsung hingga datang langsung ke studio. Respon penggemar kebanyakan terkait kesenian tradisional, kebanyakan Suroboyoan, ada yang menggunakan bahasa Jawa dengan tata bahasa yang baik, ada pula yang menggunakan Suroboyoan yang biasanya sulit. Banyak jawaban menunjukkan minat atau kesenangan yang besar pada acara yang disajikan, grup ini menggunakan sumber daya ini untuk mendapatkan informasi yang sangat berguna. Tanggapan masyarakat terhadap acara ini juga sangat baik, dengan banyak penggemar yang ingin bergabung untuk berbagi informasi dan pemikiran. Selain melalui telepon, fans terkadang juga ikut atau datang langsung ke RRI untuk berinteraksi langsung dengan para penyiar, para penyiar dan fans juga memiliki grup Whatsup sendiri untuk saling menyapa.

B.Gaya Komunikasi Penggemar

Dalam siaran radio yang secara langsung atau on air penyiar mengambil tema yang berjudul “Bagaimana Memilih Teman”. Disini penyiar memberikan berbagai macam pembicaraan yang sangat mudah untuk ditangkap dan memberikan lemparan pertanyaan untuk rekan kerjanya bagaimana cara mereka bisa memilih teman yang baik untuk diri mereka sendiri bukan hanya baik dalam tongkrongan saja akan tetapi dalam berbagai segi aspek yang mereka kerjakan. Dalam siaran on air tersebut ada kurang lebih 6 (enam) penelepon yang ikut bergabung dalam siaran tersebut, penggemar yang bergabung banyak sekali memberikan informasi yang ingin mereka sampaikan dan banyak sekali wawasan yang didapat. Dalam setiap panggilan telepon penelepon memberikan salam-salam bagi masyarakat atau penggemar yang biasanya ikut bergabung dalam siaran Lontong Balap.

Seperti yang dilakukan oleh Pak Totok, dalam melakukan panggilan telepon ia memiliki ciri khas tersendiri untuk menyapa para penyiar dan pendengar, dan Bahasa yang dipergunakan bukan sekadar menggunakan Bahasa Indonesia melainkan banyak menggunakan Bahasa suroboyoan yang cenderung lebih kasar bahasanya akan tetapi bisa dipahami oleh pendengar yang lainnya. Tidak hanya penggemar saja yang menggunakan Bahasa suroboyoan penyiar pun juga menggunakan Bahasa suroboyoan untuk Bahasa yang wajib digunakan dalam siaran Lontong Balap tersebut. Bukan hanya apa yang dibahas oleh penyiar penggemar harus memahami, tetapi dalam menyampaikan pesan penggemar juga harus memahami dan dipahami.

Terkait teori aksi berbicara, terdapat perbedaan antara tindakan kemauan dan tindakan persuasif. Fokus utama seorang penyiar adalah memastikan bahwa pendengar memahami tujuan dari tindakan awal yang dimaksudkan. Ketika seorang penyiar ingin menyampaikan pesan dengan tujuan tertentu, ia berusaha mengkomunikasikan maksud untuk tindakan di masa depan, dengan harapan bahwa pendengar lainnya akan memahami harapan dan peringatan yang diungkapkan oleh penyiar tersebut. Selain itu, tindakan pengaruh adalah tindakan yang disengaja di mana penyiar mengantisipasi bahwa audiensnya tidak hanya akan memahami pesan yang dimaksud, tetapi juga akan merespons sesuai dengan pesan tersebut. Dalam konteks ini, penyiar berusaha mempengaruhi pendengar untuk tidak hanya memahami pesan, tetapi juga mengambil tindakan yang sesuai dengan apa yang disampaikan.. Seorang penyiar radio akan menjadi sorotan, apa yang ia bicarakan dan apa yang dibicarakan membuat para penggemarnya khawatir. Penyiar dengan mudah menyampaikan pesan yang sesuai dengan topik, tidak hanya yang diketahuinya, tetapi juga memperdalam apa yang dibicarakan, setiap penyiar yang menyiarkan suatu program dapat membuktikan hal tersebut dan bahwa penyiar juga bisa mempengaruhi. Yakni, tindakan yang diambil bisa saja biasa-biasa saja, atau sebaliknya menimbulkan masalah.

Terdapat tiga persyaratan yang perlu dipenuhi oleh komunikator, yakni yang Pertama, menghasilkan suatu wacana, dalam sebuah siaran acara radio penyiar akan membahas tema apa yang akan dibawakan. Ketika penyiar akan melakukan siaran dengan tema yang akan dibawakan penyiar harus meriset terlebih dahulu tema tersebut, sehingga nantinya apa yang akan dibahas bisa dilakukan secara teratur dan mudah diterima oleh penggemar. Tentunya para penyiar juga menggunakan teori aksi berbicara dalam melakukan hal tersebut, seperti melakukan aksi untuk mempengaruhi penggemar agar tertarik apa yang akan dibahas pada program tersebut. Semakin menariknya temanya yang akan dibahas akan banyak sekali penggemar yang ikut andil dalam program tersebut. Hal itu bisa dilihat dalam program Lontong Balap, ketika penyiar mengangkat tema yang menarik perhatian pastinya bakal ada banyak penggemar yang ikut serta pada panggilan telepon, dan yang menjadi daya tarik pada program Lontong Balap yakni gaya Bahasa yang digunakan baik penyiar dan penggemar. Kedua, memberikan penegasan mengenai sesuatu atau melaksanakan suatu aksi usulan, ada banyak sekali usulan yang diberikan dalam sebuah program acara radio. Karena dari situ program acara akan menilai seberapa menariknya dan seberapa banyak nilai yang akan dikembangkan kembali. Sebagai penyiar akan menerima sekali segala macam usulan yang akan diterima. Ketiga, memenuhi niat untuk aksi berkehendak, seperti pada poin (A) apapun yang akan dibawakan penyiar harus terlebih dahulu meriset tema yang akan dibahas dalam sebuah program acara. Seperti memberikan tema yang akan dibawa pastinya penyiar mengerti apa yang akan dimaksud nantinya, dana pa yang akan dipahami oleh pendengar, hal itu akan menjadi point penting pada program acara.

Analisis dapat dilakukan berdasarkan teori aksi berbicara yang dikemukakan oleh Searle. Penggemar dan penyiar dapat dianggap sebagai contoh konkret dari gagasan Searle tentang tindak tutur. Selanjutnya, analisis awal menunjukkan bahwa penyiar berhasil memenuhi tiga kriteria yang ditetapkan dalam teori tindak tutur Searle. Ketiga, menurut penafsiran penulis, lembaga penyiaran dapat dianggap sebagai contoh dari individu yang berpendapat bahwa tujuan utamanya bukan hanya untuk menyampaikan fakta, tetapi juga untuk mempengaruhi audiens melalui tindakan penyampaian salam kepada penonton.

KESIMPULAN

Pada bab sebelumnya, berdasarkan pembahasan gaya komunikasi radio di Lontong Balap RRI Surabaya dan analisis data penelitian ini banyak mempergunakan the equalitarian style dikarenakan banyaknya interaksi langsung antara pendengar dan penyiar, di mana sejumlah besar individu memulai pertukaran interaktif dengan penyiar, sehingga memungkinkan mereka untuk terlibat dalam sapaan langsung dan percakapan dekat tanpa memerlukan pertemuan fisik. Program yang dibawakan bertujuan untuk membangkitkan kembali budaya local yang ada di Surabaya dengan memberikan masik ataupun hiburan daerah dimulai pada pagi hari. Dalam melakukan siaran pemilihan kata juga sangat berperan penting untuk menyampaikan pesan kepada pendengar. Bahwasannya penyiar menginginkan adanya pengaruh dan kehendak yang diberikan yang akan dilakukan oleh pendengar dan penyiar seolah-olah memiliki interaksi yang natural baik langsung ataupun tidak langsung. Itu bisa muncul dari pendengar yang bereaksi terhadap pendapat sebelumnya dengan pendapat baru yang memiliki relevansi namun menarik untuk dibahas secara komprehensif.

References

  1. S. Surahman, "Dampak Globalisasi Media Terhadap Seni Dan Budaya Indonesia," Year Of Publication Missing.
  2. R. Hardeanto, "Gaya Komunikasi Penyiar Acara Musik Di Radio Ramaloka Fm," 2017.
  3. R. Yanti, "Gaya Komunikasi Penyiar Acara Musik Ngopi Asyik Di Radio Toss Fm," 2020.
  4. E. Christiyanti And W. Muktiyo, "Rri Dan Media Pelestarian Budaya," Year Of Publication Missing.
  5. B. Gama And H. S. Kusumawati, "Radio Broadcasting Training Smansaman At Sma Negeri 1 Manyaran Wonogiri," Year Of Publication Missing.
  6. K. S. Ermayanti, N. W. S. Suprapti, And I. P. G. Sukaatmadja, "Efek Mediasi Kepuasan Pendengar Dalam Hubungan Kualitas Layanan Dengan Loyalitas Pendengar Radio Cassanova Bali," 2015.
  7. G. Zebua, "Karakteristik Penyiar Dan Mendengar (Studi Korelasional Karakteristik Suara Desta Dan Gina Sebagai Penyiar Terhadap Minat Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Mendengar Acara Desta And Gina In The Morning Di Radio Prambors)," 2017.
  8. M. A. Azis, "Minat Pendengar Radio Terhadap Karakter Suara Penyiar," 2021.
  9. A. Nurprabandari, "Strategi Radio Republik Indonesia (Rri) Banten Dalam Membangun Eksistensi Sebagai Lembaga Penyiaran Publik," 2015.
  10. "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia," 2007.
  11. F. M. Mahdi, "Kesenian Ludruk Dalam Studio Radio," 2015.
  12. A. Gozali, "Strategi Komunikasi Penyiar Radio Republik Indonesia (Rri) Di Bandar Lampung," 2019.
  13. F. Yanuar And D. Ekayanthi, "Analisis Teoritis Pesan Komunikasi Jerinx-Sid Terkait Idi Dan Covid-19 Dan Penerimaan Pesannya Oleh Masyarakat Menurut Teori Aksi Berbicara Dan Teori Penilaian Sosial," 2020.
  14. T. Kurniawati, "Gaya Komunikasi Penyiar Radio Songgolangit Fm Untuk Menarik Minat Pendengar Live Streaming Pada Program Sendu (Senandung Rindu)," 2023.
  15. V. F. Anasari, "Gaya Komunikasi Penyiar Radio As Syafi’iyah Pada Program Pesona Irama Melayu," 2022.
  16. S. Fauzia, "Pengaruh Penggunaan Bahasa Sunda Banten Dan Gaya Komunikasi Penyiar Dalam Penyiaran Radio Krakatau (93,7 Fm) Terhadap Minat Dengar Masyarakat," 2016.
  17. F. Febriyanty And F. Oktavini, "Gaya Komunikasi Penyiar Dalam Mempertahankan Eksistensi Radio," 2021.
  18. F. A. Ersyad, "Gaya Komunikasi Cak Dave Dalam Membentuk Karakteristik Suroboyoan," 2021.
  19. K. Zein And S. I. Dewi, "Peran Program Rojhek Cingur Radio Nada Fm Dalam Melestarikan Budaya Lokal Di Sumenep Madura," Jkn, Vol. 1, No. 1, Pp. 25–33, Jul 2019.
  20. P. Nirwana And O. Purnamasari, "Komunikasi Siaran Radio Untuk Mempertahankan Budaya Betawi Di Era Digital," Vol. 4, No. 1, 2020.