Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Medicine
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.6159

Insights from a Cross-sectional Study on Nutritional Status in Children


Wawasan dari Studi Cross-sectional mengenai Status Gizi pada Anak

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Nutrition Children Diet Medical History Cross-sectional Study

Abstract

This study investigates the relationship between diet, medical history, and nutritional status in 48 children aged 3-5 from Kindergarten Tegalasri Village, Blitar Regency. Using observational analysis with a cross-sectional approach, data on eating habits and medical records were collected. The results, analyzed using chi-square tests, indicated no significant correlation between diet or viral disease history and the children's nutritional status. These findings suggest that factors beyond diet and infections may play a more significant role in determining the nutritional status of children in this demographic, highlighting the need for further research and targeted interventions to promote better nutritional outcomes

 

Highlight: 

  1. Children's Nutrition: Diet and Medical History Impact on Well-being.
  2. Cross-sectional Study: Understanding Factors Influencing Nutritional Status in Young Children.
  3. Key Keywords: Nutrition, Children, Diet, Medical History, Cross-sectional Study.

 

Keyword:  Nutrition, Children, Diet, Medical History, Cross-sectional Study

Pendahuluan

Anak-anak antara usia satu dan lima tahun dianggap sebagai balita, dan kebutuhan gizi mereka paling tinggi selama ini karena pertumbuhan dan perkembangannya yang cepatberkualitas[1]. Kelompok usia balita rentan terhadap gangguan gizi akibat kurang energi protein (KEP) dan penyakit, karena masa ini merupakan masa transisi pola makan dari makanan bayi ke makanan dewasa[2]. Status gizi adalah gambaran keadaan fisik yang dapat diukur dan merupakan dampak dari asupan makanan. Faktor langsung mencakup hal-hal seperti riwayat penyakit menular keluarga dan kebiasaan makan, sedangkan faktor tidak langsung mencakup hal-hal seperti aksesibilitas makanan di rumah, gaya pengasuhan, pendapatan orang tua, akses ke perawatan kesehatan, dan kualitas lingkungan[3].

Diet adalah cara seseorang atau kelompok berperilaku untuk memuaskan kebutuhan mereka, dan itu termasuk sikap, kepercayaan, dan preferensi diet mereka yang telah mereka tetapkan sebagai konsekuensi dari pengaruhfisiologi, psikologi, budaya dan social[4]. Masih banyak orangtua atau ibu atau pengasuh menerapkan pola makan yang kurang baik atau kurang sesuai dengan kebutuhan gizi balitanya. Pola makan yang baik dapat memberikan gambaran asupan gizi mencakup jenis, jumlah, dan jadwal dalam pemenuhan nutrisi[4].Jenis makanan yang diberikan haruslahberaneka ragam makanan, mulai dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, hingga sayur – sayuran dan buah – buahan karena saat inilah kita dapat mengetahui apakah anak pilih – pilih makanan atau tidak.Porsi makan untuk balita menurut Angka kecukupan gizi (AKG), balita membutuhkan kalori rata – rata 1.125 kalori per hari. Sedangkan untuk jadwal makan yang baik yaitu, 3 kali makan (pagi, siang dan malam), 2kali selingan atau camilan sehat (diantara makan pagi dan makan siang, diantara makan siang dan makan malam)[4]. Pola makan yang tidak tepat dapat mempengaruhi gizi pada balita karena kurangnya asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh mengakibatkan gizi kurang atau gizi buruk.

Penyerapan asupan gizi dapat terganggu akibat penyakit infeksi yang menyerang balita, sehingga berakibat gizi kurang atau gizi buruk. Reaksi yang terjadi karena infeksi yaitu balita memiliki nafsu makan yang lebih rendah, yang membuat mereka sulit makan atau membuat mereka enggan melakukannya, yang menyebabkan tubuh kurang mendapat nutrisi.. Terdapat malnutrisi dan penyakit menular berkorelasi terbalik, dengan masalah gizi membuat kerentanan anak terhadap penyakit menular menjadi lebih buruk dan penyakit menular membuat masalah gizi menjadi lebih buruk.[5]. Kondisi gizi balita dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi seperti demam dengan gejala mirip flu dan batuk, bronkitis, diare, cacingan, campak, dan flu Singapura, serta penyakit bawaan seperti kelainan jantung, kelainan bawaan, dan gangguan jiwa. masalah. [5]

Bukti dari laporan State of Food and Nutrition in America's Toddlers (SSGBI)prevalensi status gizi kurang mengalami peningkatan dari 16,3% (2019) menjadi 17% (2021).Untuk Jawa Timur mengalami penurunan dari 26,86% (2019) menjqdi 23,5% (2021). Sedangkan di kabupaten Blitar pada tahun 2020 prevalensi status gizi buruk mengalami peningkatan yaitu mencapai 0,17%, dimana di tahun 2019 hanya mencapai 0,033%. Berdasarkan data di puskesmas Wlingi terdapat 1,2% status gizi kurang pada tahun 2019, dan 1,4% di tahun 2020.Berdasarkan data tersebut ada peningkatan anak-anak yang tidak cukup makan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan kebiasaan makan anak dan paparan penyakit infeksi di masa lalu dengan kondisi gizi mereka saat ini sebelum usia lima tahun.

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini diikuti oleh 91 siswa dan wali murid dari TK Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, menghasilkan 48 sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu siswa usia 3-5 tahun, orang tua bersedia menjadi responden, pendidikan terakhir wali siswa maksimal SMA/sederajat, keluarga dengan <2 orang anakbalita, dan penghasilan bulanan Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000. Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Alat ukur penelitian ini adalah kuesioner yang digunakan untuk menilai kebiasaan makan dan riwayat penyakit balita. Saat menilai status gizi balita berdasarkan berat badan dan tinggi badan, segera dilakukan pengukuran dengan menggunakan timbangan dan alat pengukur tinggi badan. Data dianalisis secara univariat untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dan secara bivariat untuk menjelaskan pola makan dan riwayat penyakit dalam hubungannya dengan status gizi balita. Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji chi square dengan taraf signifikansi α<0,05 untuk mengetahui hubungan antar variabel..

Hasl dan Pembahasan

Responden pada penelitian berjumlah 48 ibu dan balita, adapun distribusiKarakteristik responden disajikan pada Tabel 1.

Karakteristik N %
Usia Ibu
< 20 1 2,1
21-35 27 56,2
>35 20 41,7
Pendidikan Ibu
Dasar (SD, SMP) 43 89,5
Menengah (SMA) 5 10,5
Pekerjaan
Tidak Bekerja 46 95,8
Bekerja 2 4,2
Usia Anak
36-47 bulan 2 4,2
48- 60 bulan 46 95,8
Table 1.Distribusi frekuensi karakteristik responden

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu (56,2%) berusia antara 21 – 35 tahun, hampir seluruhnya berpendidikan dasar (89,5%),hampir seluruhnyaibu tidak bekerja (95,8%), dan hampir seluruhnya balitanya berusia 48-60 bulan (95,8%).

Kategori N %
Pola pemberian makanan
Tepat 40 83,3
Tidak Tepat 8 16,7
Riwayat Penyakit Infeksi
Ada 41 85,4
Tidak ada 7 14,6
Status gizi Balita
Normal 40 83,3
Kurang 8 16,7
Table 2.Distribusi frekuensi pola pemberian makan, riwayat penyakit dan status gizi balita

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hampir seluruhnya(83,3%) ibu telah memberikan pola makan dengan tepat pada balitanya,memiliki riwayat penyakit infeksihampir seluruhnya (85,4%), dan hampir seluruhnya status gizi balita normal(83,3%).

Pola Pemberian Makan Status Gizi Total P value
Normal Kurang
Tepat 35 (87,5%) 5 (12,5%) 40 (100%) 0,083
Tidak Tepat 5 (62,5%) 3(37,5%) 8 (100%)
Total 40 8 48
Table 3.Hubungan Pola Pemberian Makanan dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa balita sehat yang mengonsumsi makanan yang benar memiliki status gizi yang lebih baik (87,5%) dibandingkan balita yang salah makan (62,5%). Jika dibandingkan balita dengan kebiasaan makan normal (12,5%), balita dengan kebiasaan makan tidak sesuai (37,5%) menunjukkan status gizi yang lebih buruk. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai p 0,083 > 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kesehatan gizi balita dengan kebiasaan makan balita. ketika kesehatan gizi anak-anak tidak terpengaruh oleh kebiasaan makan yang benar atau tidak tepat.

Riwayat Penyakit Infeksi Status Gizi Total P value
Normal Kurang
Ada 34 (82,9%) 7 (17,1%) 41 (100%) 0,855
Tidak 6 (85,7%) 1 (14,3%) 7 (100%)
Total 40 8 48
Table 4.Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa status gizi balita normal lebih banyak terdapat pada balita yang tidak memiliki riwayat infeksi (85,7%) dibandingkan dengan balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi (82,9%). Sebaliknya pada status gizi balita kurang lebih banyak terdapat pada balita yang memiliki riwayat penyakit (17,1%) daripada yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi (14,3%). Setelah dilakukan uji statistikdidapatkan hasil p value 0,855 > α (0,05) artinya tidak ada korelasi antara riwayat penyakit menular masa kanak-kanak dan kondisi pola makan balita. Ada atau tidaknya balita memiliki riwayat sakit tidak banyak berdampak pada kesehatan gizi anak.

Menurut temuan penelitian, tidak ada hubungan antara kebiasaan makan balita dan paparan penyakit menular di masa lalu dengan kesehatan gizi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pola pemberian makan dan riwayat penyakit infeksi bukan satu – satunya faktor mempengaruhi status gizi balita. Ada beberapa faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi status gizi yang tidak bisa kita kendalikan dalam penelitian ini yaitu lingkungan. Kebersihan lingkungan yang kurang baik dapat menyebabkan gangguan status gizi balita, karena dapat membuat makanan yang tersedia tercemar oleh bakteri. Balita yang mengkonsumsi makanan yang telah tercemar mengakibatkan terjadinya penyakit infeksi pada balita. Selain itu, tindakan anggota keluarga, seperti menggunakan obat nyamuk bakar dan merokok di dalam ruangan, berdampak pada seberapa cukup makan anak-anak.[6]. Faktor lain yang mempengaruhi status gizi yaitu fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatanyang memadai dan terjangkau dapat memudahkan ibu untuk mendapatkan informasi kesehatan dan pencegahan penyakit infeksi yang benar melalui penyuluhan ataupun konseling untuk meningkatkan status gizi balitanya[7].

Penyebab yang memiliki dampak sekunder pada diet lainnya yaitu ketersediaan bahan pangan. Kebutuhan gizi dapat terpenuhi jika ketersediaan bahan pangan suatu keluarga itu baik. Namun ketersediaan bahan pangan yang cukup dalam suatu keluarga atau masyarakat tidak menjamin bahwa kebutuhan diet setiap orang akan terpenuhi. Karena kebutuhan gizi tiap anggota keluarga berbeda – beda, terutama balita. Dimana balita memerlukan asupan gizi yang seimbang atau lebih untuk mempertahankan status gizinya agar baik dan dapat meningkatkan daya tahun tubuhnya terhadap penyakit infeksi[8].

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pemberian makan dan riwayat penyakit infeksi tidak mempengaruhi status gizi balita karena dari karakteristik ibu terdapat sebagian besar ibu berusia antara 21 – 35 tahun, berpendidikan terakhir SD/SMP, dan ibu tidak bekerja (IRT).Hal ini membuktikan bahwa balita yang menjadi responden sudah memiliki asupan makan yang baik. Meskipun ibu hanya berpendidikan dasar SD/SMPtidak serta merta kurang mampu menyiapkan makanan bergizi dibandingkan ibu lain dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena bahkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah, ibu masih dapat menjadi lebih berpengetahuan tentang gizi jika mereka memperhatikan konseling gizi[9]. Balita tetap bergantung pada orang tua untuk menyediakan kebutuhan makanan mereka. Oleh karena itu, perhatian orang tua sangat penting untuk menyediakan, memperhatikan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan anak, terutama kebutuhan makanannya. Ibu yang tidak bekerja dapat mengatur nutrisinya dan memikul berbagai tanggung jawabbalitanya danmemperhatikan, merawat dan mencegah balitanya terinfeksi penyakit[10].

Balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi dapat dicegah agar tidak terkena lagi dengan cara meningkatkan konsumsi zat gizi melalui makanan bergizi. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk memantau pola makan balita mereka untuk memastikan bahwa anak mereka memiliki sistem kekebalan tubuh yang sehat dan mencegah penyakit umum pada masa kanak-kanak.[11].Arifin (2016) pola makan yang baikmeliputi bentuk, jumlah, dan waktu makanan yang dikonsumsi. Apabila pola makan yang baik ini diterapkan, maka dapat menghasilkan status gizi normal pada balita[4]. Sebagian besar responden telah menerapkan pola pemberian makan yang tepat pada balitanya. Pola makan yang tepat meliputi konsumsi makanan yang berkualitas sehat dan bervariasi, serta kuantitas yang cukup sesuai kebutuhan balita dan juga menerapkan jadwal makan yang benar, sehingga menghasilkan status gizi balita yang normal[12].Menurut Elisabeth (2021), gizi balitadapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi, akan tetapi apabila gizi balita terpenuhi dengan baik, maka tubuh balita tersebut akan memiliki cukup kemampuan untuk bertahan terhadap penyakit infeksi.[5] Penyakit infeksi mempengaruhianak-anak memiliki status gizi yang rendah karena sistem kekebalan tubuh dan kesehatan mereka secara keseluruhan menderita kekurangan makanan saat mereka sedang tidak sehat..[11]

Simpulan

Simpulan hasil penelitian menunjukkan balita dengan pola makan sehat lebih cenderung memiliki status gizi normal, dan balita tanpa riwayat penyakit infeksi lebih cenderung memiliki status gizi normal secara keseluruhan. Kondisi gizi balita tidak berhubungan dengan kebiasaan makan atau riwayat penyakit infeksi. Status gizi balita lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai variabel lain..

References

  1. A. S. Lubis, "Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Desa Padang Kahombu Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2021," 2022.
  2. L. Cheng and Z. Liang, "Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi Kabupaten Polewali Mandar," Journal of Health Informatics and Medical Research, vol. 3, no. 1, pp. 51–56, 2017.
  3. A. W. Z. Oktarindasarira and N. I. Qariati, "Hubungan Pengetahuan, Pekerjaan Ibu, dan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tapin Utara," Journal of Chemical Information and Modeling, vol. 11564 LNCS, no. 9, p. 41, 2019.
  4. Z. Arifin, "Gambaran Pola Makan Anak Usia 3-5 Tahun dengan Gizi Kurang di Pondok Bersalin Tri Sakti Balong Tani Kecamatan Jabon –Sidoarjo," Midwiferia, vol. 1, no. 1, p. 16, 2016, doi: 10.21070/mid.v1i1.345.
  5. E. G. Cono, M. P. M. Nahak, and A. M. Gatum, "Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita Usia 12-59 Bulan di Puskesmas Oepoi Kota Kupang," Chmk Health Journal, vol. 5, no. 1, p. 16, 2021.
  6. S. Mona, "Sereal Untuk," Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, vol. 8, no. 1, p. 51, 2021.
  7. N. Anggraeni and O. W. K. Handayani, "Pola Asuh dan Pelayanan Kesehatan pada Masa Pandemi Terhadap Kejadian Stunting Balita di Kabupaten Kendal," Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, vol. 1, no. 1, pp. 101–113, 2021, [Online]. Available: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN.
  8. A. Alimuddin, "Gambaran Ketersediaan Pangan dan Pendapatan Rumah Tangga Terhadap Status Gizi Balita dari Keluarga Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang Kelurahan Tamangapa Kota Makassar Tahun 2012," pp. 1–63, 2012.
  9. J. Jumiatun, "Hubungan Pola Pemberian Makanan dengan Status Gizi Balita Umur 1-5 Tahun di Desa Ngampel Kulon Kecamatan Ngampel Kabupaten Kendal," Journal of Midwifery Harapan Ibu Pekalongan, vol. 6, no. 5, pp. 218–224, 2019, doi: 10.37402/jurbidhip.vol6.iss2.58.
  10. N. A. A. S. Muhammad, "Penyakit Infeksi dan Pola Makan dengan Kejadian Status Gizi Kurang Berdasarkan BB/U pada Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Sepenggal," Kementerian PPN/Bappenas Journal, vol. 7, no. 1, p. 66, 2018.
  11. M. Puspitasari, "Literature Review: Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Balita," Journal of Health, vol. 14, no. 1, pp. 18–22, 2021, doi: 10.32763/juke.v14i1.250.
  12. G. Sari, G. Lubis, and E. Edison, "Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Usia 3-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang 2014," Journal of Andalas Health, vol. 5, no. 2, pp. 2014–2017, 2016, doi: 10.25077/jka.v5i2.528.
  13. M. S. Setiyani, "Pengaruh Pola Pemberian Makan Terhadap Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Astanajapura Kabupaten Cirebon Tahun 2019," vol. 5, no. 4, pp. 1–9, 2020.
  14. D. A. Ofori et al., "Peraturan Menkes RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak," Molecules, vol. 2, 2020.
  15. M. S. Putri, N. Kapantow, and S. Kawengian, "Hubungan Antara Riwayat Penyakit Infeksi dengan Status Gizi pada Anak Batita di Desa Mopusi Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow," Journal of e-Biomedik, vol. 3, no. 2, pp. 1–5, 2015, doi: 10.35790/ebm.3.2.2015.8461.
  16. T. A. E. Permatasari, "Pengaruh Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap Kejadian Stunting pada Balita," Journal of Andalas Community Health, vol. 14, no. 2, p. 3, 2021, doi: 10.24893/jkma.v14i2.527.
  17. S. G. Yeni Novianti, "Begini Pola Makan Sehat Anak Usia 1-3 Tahun yang Tepat," 2022.
  18. C. Khairunnisa and R. S. Ghinanda, "Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Puskesmas Banda Sakti Tahun 2021," Journal of Pendidikan Tambusai, vol. 6, no. 1, pp. 3436–3444, 2022, [Online]. Available: https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/download/3412/2906.
  19. R. S. Anggari et al., "Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap Status Gizi pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 Tahun) di Desa Tegalharjo," Journal of Nutrition and Health, 2020.
  20. M. Retnowati, "Hubungan Antara Status Gizi Balita dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada Balita di Puskesmas Karanglewas," Viva Medica: Journal of Health, Midwifery, and Nursing, vol. 12, no. 1, pp. 97–106, 2019, [Online]. Available: http://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/article/download/500/43.