Abstract
This qualitative research study with a phenomenological approach aims to investigate gratitude among overseas students and identify the factors that influence their experience of gratitude. The study involved two participants who were overseas students at Muhammadiyah University of Sidoarjo. Semi-structured interviews were conducted to collect data, which was then analyzed using data collection, reduction, presentation, and drawing conclusions or verification. The findings revealed three aspects of gratitude: gratitude through the heart, gratitude through words, and gratitude through deeds. Several factors were identified as influencing gratitude in overseas students, including accepting destiny, knowledge, experience, social support, spirituality, establishing relationships, good intentions, religious practice, inner calmness, and positive thinking. The implications of this research contribute to a deeper understanding of gratitude among overseas students and provide insights for fostering a sense of gratitude in this population.
Highlights:
- The study explores gratitude in overseas students and identifies factors influencing their experience.
- The research adopts a phenomenological approach to gain a deep understanding of the phenomenon.
- The qualitative research design utilizes semi-structured interviews for data collection and analysis.
Keywords: Gratitude, Overseas students, Factors, Phenomenological approach, Qualitative research.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan upaya untuk membantu jiwa anak didik baik lahir maupun batin menuju ke arah lebih baik (Sujana, 2019). Mahasiswa rantau adalah mahasiswa sedang menempuh pendidikan diluar dari daerah asalnya (A. N. T. Putri, 2021). Adapun alasan mahasiswa untuk merantau yakni mencari pendidikan yang lebih baik, melatih diri untuk mandiri, menyesuaikan diri lingkungan baru, serta mengetahui adat budaya di daerah lain (Sari, 2018). Dalam menjalani dan menghadapi kesulitan yang dihadapi selama di perantauan, mahasiswa rantau hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri (Sulaeman, 2020). Mahasiswa rantau dibutuhkan kemampuan belajar, mengorganisasi dan beradaptasi yang baik, untuk bisa menghadapi dan melewati kesulitan di kehidupan baru (Sulaeman, 2020). Dari situasi seperti inilah yang dialami oleh mahasiswa rantau, sehingga terdapat dorongan yang dirasakan mahasiswa untuk bersyukur ketika merantau.
Kebersyukuran dalam bahasa Inggris disebut gratitude. Gratitude terbagi menjadi 2 yakni state dan trait. State (keadaan) diartikan sebagai menghargai sesuatu yang telah diterima, sedangkan trait (sifat) diartikan sebagai mampu merasakan syukur dalam hidupnya (Prabowo, 2017). Aspek bersyukur (Wulan, 2018) terdiri dari 3, yaitu syukur melalui hati adalah menghadirkan dzikir kepada Allah, serta menyembunyikan kebaikan dari seluruh makhluk, syukur melalui lisan adalah menunjukkan dengan memuji Allah, syukur melalui perbuatan adalah menggunakan kenikmatan untuk taat kepada Allah, serta takut menggunakan kenikmatan untuk maksiat. Faktor dalam kebersyukuran (Hambali, 2016) yakni menerima takdir baik dari Allah sebagai bentuk penerimaan diri, menerima kondisi dalam hal pengetahuan, pengalaman, dukungan sosial, spiritual, menjalin hubungan hangat dengan orang lain, berupa cinta dan kasih sayang, memiliki niat baik meliputi membantu dan berbagi kepada orang lain, adanya keinginan menjalankan agama sebaik-baiknya dan keinginan mendekatkan diri kepada Allah, cenderung bertindak positif dan nyata didasarkan niat baik, merasakan jiwa yang tenang, dapat berpikir positif dan optimis dalam memandang hidup. Seseorang yang pandai bersyukur adalah senantiasa menikmati nikmat yang diberikan oleh Allah, serta mampu menjaga hubungan baik dengan orang yang menjadi perantara nikmat (Hidayat & Gamayanti, 2020).
Hal ini terlihat dari data Mahasiswa Psikologi UNESA, berjudul Hubungan antara Rasa Syukur dengan Kebahagiaan, bahwa seseorang bersyukur apabila capaian mereka sudah dilakukan dan mereka puas dengan apa yang dimilikinya. Serta bersyukur ketika diberikan kesehatan dan rezeki oleh Allah, bersyukur memiliki banyak teman atau keluarga.
Data lain yang diperoleh Mahasiswa Universitas Sriwijaya, berjudul “Saya Bersyukur Setiap Saat”: Bagaimana Kebersyukuran Berhubungan Dengan Aktualisasi Diri. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 104 mahasiswa perantauan dengan rentang usia 19-21 tahun dengan jumlah 71 mahasiswa laki-laki dan 33 mahasiswi perempuan, dengan kriteria subjek mahasiswa aktif semester 3 yang telah meninggalkan kampung halaman dan berdomisili tinggal di kos serta tidak memiliki keluarga di Palembang. Dari hasil pengujian dan analisa data menunjukan bahwa ada hubungan antara kebersyukuran dengan kemampuan aktualisasi diri pada mahasiswa perantauan (r = 0,460; p = 0,000). Semakin tinggi tingkat rasa kebersyukuran maka semakin tinggi kemampuan mahasiswa untuk melakukan aktualisasi diri. Sebaliknya, semakin rendah tingkat rasa kebersyukuran maka semakin rendah juga kemampuan mahasiswa untuk menunjukan kemampuan melakukan aktualisasi diri.
Data selanjutnya yang diperoleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, berjudul Kebersyukuran dan Perilaku Prososial pada Mahasiswa Rantau yang Terdampak Bencana, bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara kebersyukuran terhadap perilaku prososial pada mahasiswa rantau yang terdampak bencana (f= 181,875; p= 0,000). Semakin tinggi rasa kebersyukuran maka semakin tinggi pula perilaku prososial pada kalangan mahasiswa. Begitu juga sebaliknya, jika semakin rendah kebersyukuran maka semakin rendah perilaku prososial mahasiswa tersebut. Dari hasil penelitian menunjukkan jika rasa kebersyukuran yang tinggi menjali salah satu faktor terhadap perilaku prososial pada mahasiswa terutama mahasiswa rantau yang terdampak bencana. Hal tersebut dikarenakan kebersyukuran dipengaruhi oleh frequency yang berarti individu yang memiliki rasa syukur akan merasakan perasaan bersyukur setiap harinya dan dati rasa syukur itu menimbulkan dan mendukung tindakan atau kebaikan yang sederhana, salah satunya menolong satu dengan yang lainnya (McCullough et al., 2002).
Berdasarkan wawancara kepada dua mahasiswa rantau UMSIDA terkait kebersyukuran dalam menjalani kehidupan perantauan, menunjukkan adanya rasa bersyukur dan ada juga yang kurang bersyukur. Hal ini terlihat dari kurang mampu bersyukur ketika menghadapi kejadian yang tidak terduga dalam merantau, subyek cenderung belum siap ketika menghapi situasi merantau, hal tersebut tidak sesuai aspek bersyukur dengan lisan, dimana individu kurang mampu bersyukur, individu tidak menampakkan pujian kepada-Nya.
Seseorang merasakan syukur dalam dirinya, senantiasa mengambil hal positif, mampu melihat pemberian Tuhan maupun orang lain, mampu melihat kebaikan dan membalas kebaikan kepada orang lain (Prabowo, 2017). Berdasarkan latar belakang diatas yang melatarbelakangi pentingnya peneliti untuk membahas secara ilmiah mengenai Kebersyukuran pada Mahasiswa Rantau.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan metode fenomenologi. Subjek penelitian berjumlah 2 mahasiswa rantau. Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive untuk menentukan sampel penelitian, dengan karakteristik tertentu yakni mahasiswa rantau berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, berusia 18-25 tahun, sedang menempuh kuliah di UMSIDA. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara semi-terstruktur. Dalam melakukan uji keabsahan data, penelitian ini menggunakan kriteria credibility (uji kepercayaan) dengan triangulasi teori. Dalam menganalisa dalam penelitian ini menggunakan data collection data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Berdasarkan perbandingan pada deskripsi penemuan, peneliti menemukan analisis dari data subjek.
Pembahasan
Syukur adalah menampakkan nikmat kepada siapapun tanpa terkecuali (Takdir, 2018). Aspek bersyukur (Wulan, 2018) terdiri dari 3, yaitu Syukur melalui hati, syukur melalui lisan, dan syukur melalui perbuatan. Berdasarkan aspek-aspek kebersyukuran, Subjek I dan Subjek II memiliki persamaan pada aspek syukur melalui lisan. Syukur melalui lisan adalah mengucapkan secara terang kalimat alhamdulillah sebagai ungkapan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada Allah yang telah memberikan nikmat luar biasa (Takdir, 2018). Hal ini dibuktikan dengan adanya rasa syukur melalui lisan yang dirasakan oleh kedua subjek yakni mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh berupa kalimat hamdalah atau alhamdulillah, menghadirkan dzikir sebagai bentuk wujud rasa syukur atas diberikan solusi oleh Allah ketika menghadapi permasalahan, menghadirkan dzikir menjadikan hati merasa tenang, menghadirkan dzikir sebagai bentuk ungkapan atau pujian untuk terus mengingat Allah, atas kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah.
Disisi lain, Subjek I dan II memiliki perbedaan subjek dalam aspek syukur melalui hati dan syukur melalui perbuatan. Syukur melalui hati adalah mengakui dan menyadari sepenuhnya segala nikmat yang diperoleh berasal dari Allah dan tiada seorang pun selain Allah yang dapat memberikan nikmat yang tidak terbatas ini (Takdir, 2018). Subjek I bersyukur dengan kehidupan yang sederhana di perantauan, merasakan adanya kenikmatan kemudahan oleh Allah ketika melakukan apapun selama di perantauan, sehingga merasakan lebih tenang, melakukan evaluasi pada dirinya sendiri sebagai bentuk mengingat kenikmatan yang sudah diberikan selama ini oleh Allah. Sedangkan Subjek II menyadari atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya berupa rezeki maupun kesehatan sehingga membuatnya merasakan syukur, berterima kasih kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepada dirinya.
Syukur melalui perbuatan adalah melibatkan anggota badan dalam mengekspresikan bentuk ketaatan dan pengabdian secara total kepada Allah (Takdir, 2018). Subjek I melakukan pendekatan kepada Allah, seperti puasa, shalat jamaah di masjid sebagai bentuk ungkapan rasa syukur ketika mendapatkan nikmat, merasa takut menggunakan kenikmatan Allah untuk melakukan kemaksiatan. Sedangkan Subjek II mendekatkan diri kepada Allah karena adanya kemudahan selama merantau serta diberi kecukupan oleh Allah selama hidup merantau, melakukan ketaatan kepada Allah seperti shalat 5 waktu, ngaji setelah maghrib atau isya’ sebagai bentuk wujud rasa syukur, serta merasa takut menggunakan nikmat Allah untuk melakukan maksiat.
Kebersyukuran yang dialami individu dilatarbelakangi oleh faktor yang berbeda. Berikut ini gambaran faktor yang mempengaruhi kebersyukuran kedua subjek. Subjek I bersyukur karena dapat menerima keadaan yang saat ini karena keluarga masih sehat semua walaupun jauh dari orangtua, serta subjek merasakan ikhlas dalam menjalani hidup. Sedangkan Subjek II bersyukur karena dapat menerima keadaan yang saat ini dengan kemandirian, serta karena nikmat yang diberikan oleh Allah melalui hal kecil, seperti masih bisa makan, tidur, dan lain-lain. Subjek II juga melakukan perenungan diri sebagai upaya yang dilakukan untuk menerima keadaan yang jauh dari orangtua. Hal ini didukung teori (Rahmawati, 2018) mengatakan bahwa penerimaan diri didefinisikan sebagai memiliki pandangan positif tentang diri sendiri, mengakui, dan menerima yang ada pada dirinya serta memandang positif terhadap kehidupan yang telah dijalaninya.
Subjek I bersyukur karena memiliki pengetahuan baru, didunia perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Sedangkan Subjek II bersyukur karena memiliki pengetahuan baru, tak haya di bangku perkuliahan akan tetapi salah satunya di IMM. Subjek II juga bersyukur karena mendapatkan pengetahuan kultur baru yang ada di Sidoarjo, salah satunya perbedaan bahasa Sidoarjo dengan daerah asalnya. Hal ini didukung teori (Pitri, 2020) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terjadap objek melalui indra yang dimilikinya.
Subjek I bersyukur karena memiliki pengalaman baru, seperti bertemu dengan orang-orang Sidoarjo. Sedangkan Subjek II bersyukur karena memiliki pengalaman baru, seperti dapat mengontrol uangnya sendiri selama di perantauan. Subjek II juga bersyukur mendapatkan pengalaman dengan cara bertukar pengalaman dengan orang lain. Subjek II juga bersyukur karena mendapatkan pengalaman kesempatan untuk mengajar ngaji kembali, yang sebelumnya di daerah asal pernah mengajar ngaji. Hal ini didukung teori (Margolang, 2018) mengatakan bahwa pengalaman diartikan sesuatu yang pernah dialami, dijalani, maupun dirasakan, baik itu lama maupun baru terjadi.
Subjek I bersyukur karena mendapatkan dukungan sosial diluar dari daerah asalnya. Subjek menceritakan bahwa teman-teman yang ada di Sidoarjo orangnya baik-baik. Sedangkan Subjek II bersyukur karena mendapatkan dukungan sosial, seperti mendapatkan teman-teman Pondok yang mendorong dirinya untuk mengajar ngaji adik-adik di Yayasan. Hal ini didukung teori (Meilianawati, 2015) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah dukungan yang diberikan kepada individu, khususnya sewaktu dibutuhkan dari orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat.
Subjek I mengadu hanya kepada Allah yang telah memberikan nikmat dan kemudahan selama merantau sehingga membuatnya merasakan syukur. Sedangkan Subjek II bersyukur karena mendapatkan kesempatan mengajar ngaji kembali, serta bersyukur karena Allah memberikan nikmat orderan kue banyak di perantauan sehingga mewujudkan rasa syukur tersebut dengan shalat. Hal ini didukung teori (Ardian, 2016) mengatakan bahwa spritualitas adalah konsep yang luas dengan berbagai dimensi dan perspektif ditandai adanya perasaan keterikatan kepada suatu yang lebih besar dari kita, disertai usaha pencarian makna dalam hidup atau sebagai pengalaman yang bersifat universal dan menyentuh.
Subjek I bersyukur bisa menjalin hubungan hangat dengan teman yang tidak in-group, teman rasa saudara. Sedangkan Subjek II bersyukur bisa menjalin hubungan hangat dengan kakak tingkat perempuan di IMM, karena dirinya tidak pernah merasakan memiliki sosok kakak perempuan, dirinya anak tunggal. Subjek menceritakan bahwa perlakuan kakak tingkat kepada dirinya seperti adik sendiri. Hal ini didukung teori (Attaymini, 2014) mengatakan kemampuan komunikasi antar pribadi yang dimiliki dapat menjadi aset untuk membina hubungan yang baik tersebut. Hubungan baik dapat terjadi bila terjalin interaksi yang bersifat memuaskan dan sehat bagi mereka yang terlibat didalamnya.
Subjek I menolong orang lain secara spontan serta dari pertolongan tersebut ternyata bisa bermanfaat untuk orang lain sehingga subjek merasakan bersyukur. Sedangkan Subjek II bersyukur karena dirinya diluar dugaan bisa membantu orang lain walaupun dengan bantuan kecil, ternyata bermakna buat orang lain, sehingga subjek merasakan bersyukur. Hal ini didukung teori (Abdullah, Rachmad Risqy K, 2021) mengatakan bahwa niat menurut pandangan ulama Hambali, niat adalah perwujudan dari maksud dan tempat dari maksud, jika seseorang memiliki keyakinan maka dia telah niat sebelum melakukan sesuatu.
Subjek I bersyukur karena diberi hidayah oleh Allah untuk menjalankan agama dengan sebaik-baiknya walaupun masalalu kurang baik. Sedangkan Subjek II bersyukur karena selama di perantauan ibadah lebih tertata dengan rapi, apalagi memiliki teman kos yang dari pondok, ketika adzan diingatkan untuk shalat & ngaji bareng, serta sebelum tidur membaca surah al-mulk, dan mendengarkan murrotal, sekaligus shalat shubuh tepat waktu dengan menggunakan alarm. Hal ini didukung oleh teori (Budi, 2019) mengatakan bahwa menurut Nashih Ulwan, saat anak terpaut dengan ibadah, membiasakan diri untuk mengerjakannya, dan berusaha menjaga ketaatan kepadanya, senantiasa berjalan pada syariatnya, maka ketika itu anak menjadi manusia yang memiliki keselarasan dalam hidupnya.
Subjek I bersyukur karena dengan tidak meninggalkan shalat, subjek merasa tenang karena merasa ada Allah yang telah menjaga dirinya. Sedangkan Subjek II bersyukur karena dengan kesendirian membuat subjek merasa lebih nyaman dan tenang, dengan kesendirian juga merasa lebih khusyu’ dalam beribadah, dan bisa mengevaluasi dirinya sendiri dalam beribadah. Hal ini didukung oleh teori (Widodo, 2019) mengatakan bahwa menurut Najati terwujudnya keseimbangan antara fisik dan ruh pada manusia merupakan syarat penting untuk mencapai kepribadian harmonis yang menikmati kesehatan jiwa, yaitu jiwa yang oleh Al-Qur’an dinamakan jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah).
Subjek I bersyukur karena dapat berpikir positif karena masih bisa komunikasi baik dengan ibunya selama di perantauan, sehingga membuat subjek merasakan syukur. Sedangkan Subjek II tidak dapat berpikir positif jika konteks keluarga, karena dirinya jauh dari orangtua. Akan tetapi dirinya harus berpikir positif karena di perantauan memiliki misi untuk membanggakan orangtua yakni mendapatkan gelar sarjana. Subjek II dipermudah selama merantau serta mendapatkan restu orangtua untuk merantau sehingga membuat dirinya bersyukur dan dapat berpikir positif. Hal ini didukung oleh teori (Rohmah, 2012) mengatakan bahwa berpikir positif diartikan cara berpikir yang berangkat dari hal-hal baik, yang mampu menyulut semangat untuk melakukan perubahan menuju taraf hidup lebih baik.
Subjek I bersyukur karena dapat berpikir optimis dalam memandang hidup karena subjek memiliki mindset Allah memberikan kemudahan dalam hidup selama di perantauan, sehingga membuat subjek merasakan bersyukur. Sedangkan Subjek II bersyukur karena dapat berpikir optimis dalam memandang hidup karena subjek memiliki misi ingin menangkat derajat orangtua, sehingga membuat dirinya bersyukur kepada Allah yang menemani proses langkah menuju capaian. Hal ini didukung oleh teori (A. R. Putri & NRH, 2015) mengatakan bahwa optimisme adalah suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal yang baik, dan mudah memberikan makna bagi diri.
Simpulan
Maka simpulan dari penelitian ini yakni mahasiswa rantau memiliki kebersyukuran yang dirasakan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa syukur diwujudkan melalui hati, lisan, dan perbuatan. Syukur melalui hati meliputi bersyukur dengan kehidupan sederhana di perantauan, merasakan kenikmatan kemudahan oleh Allah ketika melakukan apapun selama di perantauan, melakukan evaluasi pada diri sendiri sebagai bentuk mengingat kenikmatan diberikan oleh Allah, menyadari atas nikmat Allah berupa rezeki atau materi. Syukur melalui lisan meliputi mengucap kalimat hamdalah atau alhamdulillah, dan menghadirkan dzikir sebagai bentuk ungkapan atau pujian untuk terus mengingat Allah atas kenikmatan yang telah diberikan. Syukur melalui perbuatan meliputi pendekatan kepada Allah seperti puasa, shalat 5 waktu, shalat jamaah di masjid, dan ngaji sebagai wujud atau bentuk ungkapan rasa syukur ketika mendapatkan nikmat, serta merasa takut menggunakan kenikmatan untuk melakukan kemaksiatan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebersyukuran pada mahasiswa rantau dalam penelitian ini, meliputi dapat menerima keadaan dengan kemandirian walaupun jauh dari orangtua, ikhlas dalam menjalani hidup, merasakan nikmat dari Allah seperti masih bisa makan & tidur, memiliki pengetahuan baru baik itu didunia perkuliahan maupun luar perkuliahan salah satunya yakni perbedaan bahasa & kultur baru, mendapatkan pengalaman baru seperti bertemu dengan orang baru yang bukan dari daerah asalnya, serta pengalaman dapat mengontrol keuangan selama di perantauan, mendapatkan dukungan sosial diluar dari daerah asalnya, menerima kondisi dalam hal spiritual yakni mendapatkan kemudahan selama merantau dan mendapatkan nikmat selama di perantauan, menjalin hubungan hangat dengan orang lain seperti teman rasa saudara, memiliki niat baik kepada orang lain, menjalankan agama sebaik-baiknya, merasakan jiwa yang tenang, dan berpikir positif dan optimis dalam memandang hidup karena memiliki misi ingin mengangkat derajat orangtua dengan cara mendapatkan gelar.
Diharapkan penelitian lain mengembangkan penelitian dengan menggunakan tipe penelitian berbeda dan menambahkan variabel lain. Serta kiranya perlu penelitian lanjutan pada mahasiswa luar jawa guna menggali rasa syukur pada mahasiswa rantau.
References
- Abdullah, Rachmad Risqy K, P. D. (2021). Pentingnya Menghadirkan Niat Secara Benar Dalam Hal Bermuamalah. Journal of Economics and Business Innovation, 1–9.
- Ardian, I. (2016). Konsep Spiritualitas Dan Religiusitas Dalam Konteks Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Keperawatan Dan Pemikiran Ilmiah, 1–9.
- Attaymini, R. (2014). Upaya Membangun Komunikasi Antar Pribadi Yang Efektif Antara Siswa & Guru. Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
- Budi, U. P., Sumatera, S., & Sumatera, S. (2019). Strategi Penanaman Kebiasaan Beribadah Pada Anak. Jurnal Agama Dan Pendidikan Islam, 11(2), 324–343.
- Hambali, A., Meiza, A., & Fahmi, I. (2016). Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Kebersyukuran Pada Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus Perspektif Psikologi Islam. Jurnal Ilmiah Psikologi, 2, 94–101. https://doi.org/10.15575/psy.v2i1.450
- Hidayat, I. N., & Gamayanti, W. (2020). Dengki, Bersyukur Dan Kualitas Hidup Orang Yang Mengalami Psikosomatik. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 7(1), 79–92. https://doi.org/10.15575/psy.v7i1.6027
- Margolang, N. (2018). Pengalaman Pasien Di Puskesmas Datuk Bandar Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai. Universitas Sumatera Utara.
- McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002). The Grateful Disposition: A Conceptual and Empirical Topography. Journal of Personality and Social Psychology, 82(1), 112–127. https://doi.org/10.1037/0022-3514.82.1.112
- Meilianawati. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial Orangtua Dengan Minat Melanjutkan Pendidikan Perguruan Tinggi Pada Remaja Di Kecamatan Keluang Musi Banyuasin. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang.
- Prabowo, A. (2017). Gratitude Dan Psychological Well-being Pada Remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 135(January 2006), 989–1011.
- Pitri, T. (2020). Pengaruh Pengetahuan Dan Pengalaman Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada CV. Ria Busana. Jurnal Ekonomedia, 9(2), 37–56.
- Putri, A. N. T. (2021). Hubungan Antara Homesickness Dengan Motivasi Belajar Pada Mahasiswa Rantau.
- Putri, A. R., & NRH, F. (2015). Self Esteem Dan Optimisme Raih Kesuksesan Karir Pada Fresh Graduate. Jurnal Empati, 4(4), 15–19.
- Rahmawati, S. (2018). Pengaruh Religiusitas Terhadap Penerimaan Diri Orangtua Anak Autis di Sekolah Luar Biasa. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, 4(1), 17. https://doi.org/10.36722/sh.v4i1.248
- Rohmah, L. (2012). Hubungan Antara Berfikir Positif Dengan Kepatuhan Pada Aturan: Studi Pada Santri Di Pondok Pesantren Putri Al-Amanah Tambakberas Jombang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
- Sari, A. A. (2018). Kontrol Diri Mahasiswa Perantau Dalam Menjaga Kepercayaan Orangtua. 1–28.
- Sujana, I. W. C. (2019). Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 4(1), 29. https://doi.org/10.25078/aw.v4i1.927
- Sulaeman, A. M. (2020). Pengaruh Kebersyukuran Terhadap Resiliensi Mahasiswa Rantau Akibat Pandemi Covid-19. In Galang Tanjung (Issue 2011).
- Takdir, M. (2018). Psikologi Syukur. PT Gramedia.
- Widodo, A. (2019). Konsep Jiwa Yang Tenang Dalam Surat Al Fajr 27-30. Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 1, 219–236.
- Wulan, S. I. M. (2018). Pengaruh Syukur Terhadap Psychological Well-Being Pada Lansia Di Dukuh Karang Desa Jati. Universitas Islam Syarif Negeri Walisongo.