Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Communication
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.5213

Cultural Acculturation Among Students from Outside Java: A Study Beyond Java's Borders


Akulturasi Budaya di Kalangan Mahasiswa dari Luar Jawa: Studi di Luar Batas Jawa

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Cultural Adaptation Non-Javanese Students Intercultural Communication Identity Preservation

Abstract

This study explores cultural acculturation among students from outside Java at Muhammadiyah University Sidoarjo (Umsida). Utilizing qualitative methods, including purposive sampling, interviews, and observations, the research reveals swift adaptation in language, accents, habits, and cuisine. While students embrace Javanese culture through interactions and active participation, they maintain their original identity. This research contributes valuable insights into the nuanced dynamics of cultural assimilation within educational contexts, emphasizing the importance of fostering cultural understanding and inclusivity.

Highlights :

  • Swift Assimilation: Non-Javanese students at Umsida rapidly adapt to local language, accents, habits, and cuisine.

  • Identity Maintenance: Despite cultural assimilation, students consciously retain aspects of their original identity.

  • Educational Dynamics: The study sheds light on the intricate dynamics of cultural exchange within the educational setting, emphasizing the need for inclusivity and cultural understanding.

Keywords: Cultural Adaptation, Non-Javanese Students, Umsida, Intercultural Communication, Identity Preservation

Pendahuluan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo merupakan kampus yang sedang berkembang. Dimana saat ini banyak mahasiswa yang menempuh pendidikan di Umsida. Tidak hanya mahasiswa yang berasal dari Sidoarjo atau pulau Jawa, tetapi juga luar pulau Jawa. Terlihat pada tabel 1 yang menunjukkan data mahasiswa Umsida yang berasal dari luar Jawa.

Daerah 2018 2019 2020 2021 Jumlah
Sumatra 17 14 9 14 54
Kalimantan 15 10 8 4 37
Nusa Tenggara 22 27 11 11 71
Sulawesi 3 16 3 8 30
Papua 0 1 0 1 2
Total 194
Table 1.Data Mahasiswa Baru dari Luar Jawa 2018-2021

Dari data tersebut dapat dilihat jika selain pulau Jawa, asal mahasiswa yang menempuh Pendidikan di Umsida sangat beragam. Ada yang dari Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan juga Papua. Ketika pertama kali berada di Sidoarjo para mahasiswa tersebut akan menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Karena kebudayaan yang ada di Sidoarjo adalah budaya Jawa maka berbeda dengan budaya di tempat mereka berasal, dari penggunaan bahasa, tingkah laku, kebiasaan, tutur kata atau cara berbica dan sebagainya. Budaya lahir karena diciptakan oleh sekelompok masyarakat sebagai identitas atau ciri khas. Sehingga kebudayaan setiap kelompok masyarakat pasti berbeda, tergantung dari kepercayaan, kebiasaan dan yang sangat berpengaruh adalah tempat tinggal. Tempat tinggal atau lingkungan sangat berpengaruh dalam kebudayaan, karena manusia mengikuti pola keseimbangan alam untuk bertahan hidup [1].

Karakter masyarakat di Sidoarjo seperti masyarakat Jawa pada umumnya, yang identik dengan keramahan, sopan santun, memiliki tata karama, sungkan, tidak menyukai keributan sehingga dapat menciptakan lingkungan yang tertib. Selain itu makanan olahan laut yang sangat beragam dan juga adat istiadat yang beraneka ragam[2].

Alasan mereka memilih untuk menempuh pendidikan di Umsida sangat beragam. Karena mereka ingin memperoleh pendidikan seperti yang mereka harapkan. Sehingga banyak mahasiswa yang memilih untuk melanjutkan pendidikan di daerah lain dan memilih untuk sementara waktu meninggalkan daerahnya, mahasiswa seperti ini biasanya disebut dengan mahasiswa rantau. Banyak faktor yang membuat seorang mahasiswa memilih untuk merantau, diantaranya karena faktor ekonomi, keamanan, sistem sosial, pendidikan dan karena sektor pembangunan dan pengembangan yang belum merata di Indonesia dan banyak yang terpusat di kota-kota besar dan pulau Jawa. Sehingga banyak yang memilih untuk merantau ke kota besar atau ke pulau Jawa. Faktor seperti ini yang terjadi pada mahasiswa yang berasal dari daerah terpencil atau bahkan luar pulau demi memperoleh pendidikan yang lebih bagus seperti yang diharapkan[3].

Seperti yang disampaikan oleh Sahrul Ali Sandi salah satu mahasiswa yang berasal dari Nusa Tenggara Timur mengatakan bahawa, ketika pertama kali sampai di Sidoarjo ia merasa asing dengan lingkungan Sidoarjo, banyak yang berbeda dengan daerah asalnya. Seperti makanan, bahasa, intonasi, logat, pola pikir, cara pandang dan juga kebiasaan. Hal yang sama juga dirasakan oleh Aina mahasiswi Psikologi yang berasal dari Aceh, ia mengalami kendala dalam berbahasa. Ketika teman-temannya berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa ia sangat tidak mengerti, bahsaa Jawa dan bahasa Aceh sangat berbeda. Selain itu ia sangat terkejut dengan lingkungan barunya, karena orangnya yang halus, ramah, dan sopan santun yang sangat kental. Sedangkan di daerah asalnya masyarakatnya termasuk keras, walaupun ada sopan santun tetapi masyarakat Jawa lebih sopan. Sandi juga menambahakan jika masyarakat Jawa disini ketika berbicara lebih halus dari pada disana, kalau disana berbicara dengan suara keras, lantang dan juga cepat. Karena jarak setiap rumah yang cukup jauh sehingga akan sulit didengar apabila berbicara dengan suara yang halus. Tak jarang ketika berbicara dengan masyarakat Jawa sering mengalami kendala yang terkadang bisa menjadi salah paham.

Komunikasi merupakan salah satu permasalahan utama yang dirasakan oleh mahasiswa yang berasal dari luar Jawa. Komunikasi memiliki beraneka ragam kajian, dan diantaranya adalah komunikasi antarbudaya[4]. Menurut Liliweri komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memiliki perbedaan latar belakang kebudayaan [5]. Perbedaan latar belakang budaya ini bisa berupa bahasa, etnik, adat istiadat, keyakinan, nilai-nilai kebiasaan dan sudut pandang. Interaksi komunikasi antarbudaya seperti ini terbilang unik karena menimbulkan rasa ingin tahu terhadap budaya satu sama lain. Karena dengan mempelajari komunikasi antar budaya dapat mengetahui langkah apa yang akan diambil ketika bertemu dengan seseorang yang berbeda latar belakang. Jika komunikasi berjalan dengan baik, maka mereka dapat dengan mudah melakukan adaptasi. Karena komunikasi merupakan proses sosial yang dapat menjadi alat untuk mengatur, menstabilkan dan memodifikasi kehidupan sosial.

Adaptasi bukanlah hal yang mudah, butuh waktu lama untuk bisa beradaptasi. Terutama ketika beradaptasi dengan lingkungan budaya yang sangat berbeda. Dengan adanya adaptasi tersebut tidak menutup kemungkinan mereka mengalami penetrasi budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Sriyana bahwa penetrasi adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lain sehingga mengalami perubahan. Dengan mengambil beberapan unsur budaya baru tanpa meninggalkan budaya lama atau yang biasa disebut dengan akulturasi. Ada juga Asimilasi yang merubah budaya lamanya menjadi budaya baru tetapi memerlukan waktu yang sangat lama [6]. Dari penetrasi budaya tersebut dapat menjadi asimilasi maupun akulturasi.

Karena tidak semua orang dapat berakulturasi. Seperti yang dialami oleh kelompok Syiah dan kelompok Sunni. Mereka mereka tidak mengalami akulturasi yang bahkan terhambat. Karena adanya persepsi buruk satu sama lain, dan juga terhalang bahasa yang mereka kuasai. Selain itu mereka juga jarang bersosialisasi sehingga mempersulit adaptasi mereka, yang membuat mereka tidak mengalami akulturasi. Adaptasi sangat penting dalam kehidupan sosial mereka. Selain itu dapat membantu adanya akulturasi. Apabila tidak bisa beradaptasi maka bisa saja mereka mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial mereka, yang bisa saja membuat mereka tidak nyaman atau tidak betah [7].

Proses akulturasi merupakan sebuah proses interaktif yang berkembang melalui komunikasi seseorang dengan lingkungan sosial budaya yang baru. Akulturasi menurut Koentjaraningrat (1990) adalah sebuah proses sosial yang timbul ketika seseorang dengan kebudayaan asing yang sedemikian rupa, dimana unsur-unsur yang ada didalam kebudayaan asing tersebut lambat laun bisa diterima dan diproses menjadi kebudayaan tanpa menghilangkan kebudayaannya sendiri [8].

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain, penelitian dari Penelitian dari Putri Gita Aulia dengan judul “Akulturasi Mahasiswa Papua di Universitas Sumatra Utara” menunjukkan hasil bahawa akulturasi yang dialami mahasiswa asal Papua di Universitas Sumatra Utara termasuk rendah. Karena tidak semuanya mengalami akulturasi. Yang bisa menjalani kehidupan dengan baik adalah mereka yang telah bisa beradaptasi. Masih ada dari mereka yang kesulitan untuk beradaptasi karena pernah memperoleh diskriminasi. Hingga akhirnya mereka yang mengalami akulturasi dapat menjalankan kehidupan dengan baik. Akulturasi yang mereka rasakan dari bicara yang kasar, makanan khas, gaya hidup yang berbeda dengan di Papua seperti nongkrong di café, menonton bioskop, dan jalan-jalan ke mall. Mereka dapat mengatasi kesulitan akulturasi dengan bersosialisasi [9].

Penelitian lain oleh A Dian Fitriana dengan judul “Pengaruh Akulturasi Dalam Proses Interaksi Antarbudaya Terhadap Kesadaran Budaya Berbahasa Daerah Setempat Bagi Mahasiswa Rantau”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari akulturasi serta kemampuan akulturasi terhadap kesadaran budaya. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif yakni pendekatan Path dan populasi dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa cluster yang di mana di 7 universitas kota Bandung terdapat Organisasi Daerah Mahasiswa Sumsel. Serta terdapat 4 cara yang digunakan untuk memperoleh data yakni dengan menggunakan kuisioner, pengamatan, wawancara ketat dan studi pustaka. Diperoleh hasil bahwa adanya pengaruh yang signifikan pada komunikasi pribadi serta komunikasi sosial pada interaksi antarbudaya dengan presentase sebesar 36,8% dan 48,6% terhadap kesadaran budaya daerah yakni antara mahasiswa yang berasal dai Sulawesi Selatan dan masyarakat asli kota bandung. Sedangkan untuk lingkungan komunikasi sebesar 14,6 [10].

Penelitian terdahulu digunakan sebagai refrensi peneliti dan juga pembanding. Apakah mahasiswa luar Jawa di Umsida juga mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan oleh mahasiswa di Universitas lain. Dengan subjek yang berbeda, lokasi dan juga teori yang berbeda apakah hasilnya akan sama. Dan apabila mereka mengalami akulturasi, akulturasi apa saja yang mereka alami. Sehingga peneliti tertarik untuk memilih penelitian ini.

Dengan menggunakan teori Akulturasi menurut Brent D. Ruben yakni merupakan proses yang terjadi ketika seseorang berinteraksi dengan kebudayaan baru, maka secara perlahan mulai mendekati karena adanya kesamaan dan perbedaan dengan proses saling berhubungan komunikasi persona dan komunikasi sosial, yang terdapat 3 kerangka diantaranya. Komunikasi persona yakni proses mental yang dilakukan untuk mengatur dirinya sendiri dalam lingkungan sosial budaya, dengan mengembangkan cara melihat, mendengar, memahami serta merespon lingkungan. Ini merupakan proses menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komunikasi sosial melalui komunikasi sosial seorang individu memasang perasaan, pikiran, dan perilaku antara satu sama lain. Dan yang terakhir lingkungan komunikasi yaitu kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada komunikasi serta akulturasi yang dirasakan oleh pendatang. Dapat juga menjadi pembuktian bahwa seseorang tetap menjaga kebudayaan dan toleransi di lingkungan barunya [11].

Berdasarkan dari paparan di atas dan cerita dari beberapa mahasiswa luar Jawa, maka penting bagi peneliti untuk mengetahui mahasiswa luar Jawa mengalami akulturasi serta bagaimana akulturasi yang mereka alami selama berada di Sidoarjo. Terutama dalam penelitian ini yakni kehidupan mahasiswa luar Jawa tersebut, apakah mereka selama berada di Sidoarjo juga mengalami perubahan. Maka dari tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akulturasi budaya yang dialami mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dari Luar Jawa dengan budaya Jawa di Sidoarjo.

Metode

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Menurut Creswell penelitian kualitatif adalah sebuah pendekatandi dalam penelitian yang diawali dengan asumsi, penafsiran lalu studi permasalahan riset mengenai permasalahan sosial ataupun kemanusiaan suatu individu atau kelompok [12]. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini dapat memberikan deskripsi atau gambaran mengenai akulturasi budaya yang dialami oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang berasal dari luar jawa mengenai budaya yang ada di lingkungan mereka saat ini yakni Sidoarjo.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang berasal dari luar jawa dan saat ini bertempat tinggal di Sidoarjo. Dan objek pada penelitian ini berfokus pada akulturasi budaya antara budaya asal dari mahasiswa luar jawa dengan budaya yang ada di lingkungan mereka saat ini yakni budaya Jawa di Sidoarjo. Penelitian ini berlokasi di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. kelurahan Pucanganom. Peneliti memilih lokasi ini karena di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo terdapat mahasiswa yang berasal dari luar Jawa yang sedang menempuh pendidikan. Selain itu mereka yang berasal dari luar Jawa harus tinggal di Sidoarjo untuk memudahkan proses perkuliahan. Sehingga mereka harus menyeseuaikan diri dengan lingkungan saat ini.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, Dimana informan yang dipilih dapat menguasai serta memahami informasi dan fakta dari mengenai suatu objek penelitian. Maka dari itu diperlukan informan yang sesuai dengan karakteristik yang ditentukan guna mendukung penelitian[13]. Informan dalam penelitian ini terdiri dari mahasiswa yang berasal dari Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara ataupun Sulawesi, yang telah lebih dari 2 tahun tinggal di Sidoarjo. Yang setiap daerah diambil masing-masing 2 mahasiswa. Sehingga ditentukan jumlah informan sebanyak 8 mahasiswa.

Sumber data yang diperoleh langsung dari lapangan atau yang menjadi tempat penelitian. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari observasi dan wawancara secara mendalam dan juga terbuka, sehingga lebih leluasa dan objektif [14].Sedangkan data sekunder adalah data tambahan yang dugunakan peneliti. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa jurnal, buku, internet dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan akulturasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yakni melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan menggunakan model analisis Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan [15].

Hasil dan Pembahasan

Menurut Brent D. Ruben, Ada 3 kerangka konseptual yang berguna untuk menganalisis akulturasi yaitu:

A. Komunikasi Persona

Komunikasi persona mengacu pada proses mental yang dilakukan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dalam lingkungan sosial budaya, dengan mengembangkan cara melihat, mendengar, memahami serta merespon lingkungan. Proses akuturasi pertama yang dilakukan oleh seorang individu adalah komunikasi persona yang dilakukan oleh dirinya sendiri ketika menghadapi lingkungan sosial budaya. Seperti yang dijelaskan oleh Ruben, bahwa seseorang akan mengalami komunikasi pertamanya ketika pertamakali tinggal di Sidoarjo. Diperlukan usaha untuk mereka dapat beradaptasi dengan sekitarnya. Dan setiap dari merka memiliki pengalam yang berbeda.

Pengalaman yang dimiliki mahasiswa luar Jawa berpengaruh pada perilakunya terhadap orang-orang disekitarnya. Ada yang dari mereka merasa senang karena bisa bertemu dan mempelajari banyak hal baru. Ada juga yang merasa takut tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya dan ada yang merasa menyesal karena belum bisa beradaptasi dan belum memiliki teman.. Ketika pertama kali mereka tiba di Sidoarjo, permasalahan pertama yang mereka alami adalah cara berkomunikasi seperti bahasa, logat, serta intonasi yang berbeda. Mereka yang belum mengerti bahasa Jawa mengalami kebingungan. Selain itu terdapat beberapa kata Jawa yang memiliki beberapa makna, sehingga membuat mereka yang belum mengerti bahasa Jawa menjadi lebih bingung. Meskipun bahasa Jawa bukanlah bahasa utama yang bisa digunakan, mengingat ada bahasa Indonesia yang bisa digunakan. Akan tetapi masih membuat mereka terbetas untuk berinteraksi dengan orang lain di lingkungan komunikasi barunya.

Karena menyadari banyak sekali orang di lingkungan komunikasinya yang menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya teman-teman mahasiswa lokal mereka. Maka dari itu demi mempermudah untuk berkomunikasi serta beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sehingga mereka memilih untuk membiasakan diri dengan menjalaninya, dan mempelajari bahasa Jawa. Dengan mengamati serta meniru apa yang dilakukan oleh sekitarnya, sering berkumpul dengan teman-teman. Sehingga mereka memilih mempelajari dengan terjun secara langsung di lingkungan tersebut.

1 . Kognitif

Kompleksitas kognitif merupakan pengetahuan seorang pendatang mengenai pola dan aturan pada sistem komunikasi masyarakat lokal. Mengetahui sistem komunikasi masyarakat lokal merupakan bagian penting dalam meningkatkan partisipasi pendatang dalama jaringan komunikasi anatarpesona dan komunikasi massa yang ada di dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Ditinjau dari sudut pandang mahasiswa yang berasal dari luar Jawa, tidak banyak yang mereka ketahui tentang Sidoarjo. Beberapa dari mereka hanya mengetahui jika Sidoarjo merupakan salah satu kota di pulau Jawa. Karena minimnya informasi yang mereka ketahui pada awalnya membuat mereka kesulitan. Karena yang mereka tahu hanya sebatas bagian dari Jawa Timur dan menggunakan bahasa Jawa. Beberapa dari mereka sebelumnya belum mengetahui bahkan belum sempat mencari tahu, mereka baru mengetahui tentang Sidoarjo ketika telah tiba dan tinggal di Sidoarjo.

2. Citra diri

Citra diri seorang pendatang berhubungan tentang citra mengenai masyarakat lokal maupun lingkungannya. Adanya perasaan asing, rendah diri maupun masalah psikologis lainnya yang dirasakan oleh pendatang karena adanya jarak konseptual yang besar antara pendatang dengan masyarakat lokal.

Logat serta intonasi yang berbeda menjadi salah satu hal yang mencolok, sehingga dapat disadari oleh orang lain bahwa mereka bukanlah orang Jawa. Meskipun menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi logat mereka mencolok dan berbeda dengan orang Jawa. Serta beberapa dari mereka ketika berinteraksi dengan orang lain terkadang tidak sengaja menggunakan bahasa daerah atau kata imbuhan yang berasal dari daerah mereka. Tak jarang hal seperti ini dapat menunjukkan siapa mereka dan daerah asal mereka.

Sehingga orang lain di lingkungan barunya ini telah memiliki persepsi mengenai citra mereka. Persepsi tersebut bersumber dari interaksi sosial yang mereka lakukan dengan mahasiswa luar Jawa tersebut. Pada dasarnya orang lain akan dengan mudah dapat menerima mereka. Karena perbedaan dialek bukan menjadi masalah yang besar. Terlebih masih dalam satu negara yang sama. Dan perilaku mereka yang baik dan juga mereka berusaha untuk menyesuaikan dengan pola komunikasi di lingkungan komunikasi saat ini. Mekipun itu semua tidak dapat dipelajari dalam waktu singkat.

Pandangan dan penilaian tersebut dipengaruhi oleh citra diri mereka dari mana daerah mereka berasal. Yang kemudan berpengaruh pada penilaian yang diberikan oleh orang di lingkungan komunikasi mereka.

3. Motivasi akulturasi

Motivasi akulturasi seorang pendatang sangat berfungsi dalam proses akulturasi, karena akulturasi mengacu pada kemauan pendatang untuk mempelajari, serta berpartisipasi dalam sistem sosial budaya masyarakat lokal. Salah satu motivasinya dapat dilihat dari bagaimana upaya mereka untuk mempelajari dan bahkan menggunakan bahasa Jawa dalam interaksi sehari-hari.

Dengan mempelajari bahasa Jawa akan mempermudah mereka untuk memahami serta berinteraksi dengan orang lain. Karena kebanyakan teman mereka menggunkan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ketika ada yang tidak mereka mengerti mereka bisa bertanya ke temannya, dan mereka juga bisa menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi mereka juga ingin mempelajari bahasa Jawa.

Selain itu mereka memang memiliki keinginan untuk sebisa mungkin menggunakan bahasaJawa ketika berinteraksi dalam kesehariannya. Sehingga menjadikan partisipasi komunikasinya terus meningkat. Biasanya mempelajarinya ketika berkumpul dengan teman-temannya. Selain bahasa masih banyak yang ingin mereka ketahui serta pelajari mengenai kebudayaan Jawa. Karena banyak yang membuat mereka tertarik, seperti sopan santun, imtonasi berbicara, sifat penyabar. Meskipun beberapa dari mereka saat ini sudah bisa bahasa Jawa akan tetapi mereka juga ingin mempelajari bahasa Jawa krama. Sehingga membuat proses akulturasi mereka semakin berjalan dengan baik.

B . Komunikasi Sosial

Menunjukkan Komunikasi sosial dapat dikategorikan dalam komunikasi antarpersonal dan komunikasi massa yang dilakukan secara langsung maupun melalui media. komunikasi antarpersonal atau komunikasi sosial ini dapat memberikan pengaruh atau respon secara langsung seperti tingkah laku dari penerima dan memanfaatkan pesan verbal maupun non verbal.

Komunikasi sosial yang dialami oleh mahasiswa luar Jawa dapat dikatakan terjalin dengan baik. Dapat diketahui dari komunikasi sosial yang mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari mereka. Hampir keseluruhan berjalan dengan baik, meskipun pada awalnya mereka mengalami kendala dalam bahasa. Terlebih teman-teman mereka mayoritas menggunakan bahasa Jawa. Selain itu logat yang berbeda dan intonasi yang mereka yang tinggi juga menjadi salah satu kendala.

Akan tetapi kendala tersebut tidak menjadi permasalahan besar. Karena saat ini mereka bisa mengatasinya dengan mempelajari bahasa Jawa. Selain itu mereka selalu berusaha untuk aktif, baik itu di proses perkuliahan di dalam kelas ataupun kegiatan lainnya. Dengan mereka berbaur bersama teman-teman mahasiswa lokal lainnya dapat mempermudah mereka untuk beradaptasi. Selain itu teman-teman yang mereka temui bisa mempermudah mereka untuk belajar menggunakan bahasa Jawa.

Hal lain yang dapat menunjukkan bahwa komunikasi antarpersonal mereka berjalan dengan baik dapat dilihat dari turut sertanya mereka dalam mengikuti kegiatan serta organisasi, UKM atau bentuk perkumpulan lainnya yang ada di kampus. Terdapat banyak organisasi yang mereka ikuti, dari Himpunan mahasiswa prodi, BEM, DPM, IMM, PSM, LSMK, kewirausahaan, dan sebagainya. Alasan dari mereka mengikuti kegiatan organisasi ini karena mereka ingin menambah teman, pengalaman, serta relasi. Selain itu mereka juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan mereka yang bisa berkuliah jauh dari tempat mereka dengan hanya kuliah-pulang saja.

C. Lingkungan Komunikasi

Lingkungan komunikasi terdiri dari komunikasi persona dan komunikasi sosial yang dilakukan oleh seorang pendatang di lingkungan sosial barunya. Yang mana fungsi komunikasi tersebut tidak dapat dipahami jika tidak dihubungkan dengan lingkungan komunikasi. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi proses akulturasi. Interaksi yang mereka lakukan dapat berlangsung dengan optimal, tergantung pada lingkungan komunikasi dan dengan siapa mereka berinteraksi. Apabila seorang pendatang dapat menyesuaikan dengan lingkungan barunya, maka dapat mempercepat akulturasi. Begitu juga sebaliknya, apabila tidak ada komunikasi yang terjalin antara kedua belah pihak di lingkungan kebudayaan yang berebda ini maka dapat memperlambat terjadinya akulturasi.

Masyarakat lokal tidak memaksa seorang pendatang untuk harus mengikuti kebudayaan masyarakat lokal atau yang lebih dominan, akan tetapi masyarakat memberikan kebebasan kepada para pendatang untuk bertaham dengan kebudayaan masing-masing. Pada lingkungan komunikasi yang ditemui mahasiswa luar Jawa, mereka menemui banyak orang yang ramah, dari tetangga, teman, ataupun dosen. dan hubungan mereka berjalan dengan baik. Terkadang mereka yang memulai interaksi terlebih dahulu, kadang juga tetangga, teman, atau dosen mereka.

Meskipun saat ini mahasiswa luar Jawa sering menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Bahkan saat ini bahasa Jawa telah menjadi bahasa kedua mereka yang mereka gunakan di Sidoarjo, karena saat ini mayoritas dari mereka sudah mengerti bahasa Jawa, bahkan ada yang sudah lancar berbahasa Jawa. Selain itu lingkungan juga mempengaruhi bahasa mereka, karena ada dari mereka yang kata dalam bahasa Jawa pertama mereka ketahui berupa kata kotor atau misuh. Akan tetapi mereka tidak memperoleh paksaan dari lingkungan mereka untuk menggunakan bahasa Jawa. Itu semua karena memang keinginan dari mereka sendiri. Ketika ada orang dalam lingkungan komunikasi mereka berinteraksi dengan menggunakan bahasa Jawa mereka sudah mengerti.

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas menunjukkan jika mahasiswa luar Jawa di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengalami akulturasi. Mereka berusaha untuk secepatnya melakukan adaptasi dengan lingkungan yang ada di Sidoarjo. Karena pada awalnya mereka mengalami kesulitan. Sehingga mereka berusaha untuk memahami bahasa selain bahasa Indonesaia yaitu bahasa Jawa. Yang membuat mereka dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Dengan demikian mereka dapat melakukan interaksi dengan orang lain di lingkungan komunikasinya saat ini, baik itu di kampus maupun di tempat tinggal mereka.

Dengan banyaknya interaksi dengan masyarakat sekitar. Sehingga mengalami perubahan-perubahan dalam akulturasi. Mereka mengalami perubahan dari intonasi, logat, kebiasaan serta makanan. Akan tetapi mereka tidak merubah kebudayaan aslinya. Mereka menggunakan bahasa Jawa, namun logat atau intonasi mereka masih logat atau intonasi daerah asalnya. Akan tetapi mereka selalu berupaya mempelajari bahasa Jawa, sehingga saat ini mereka juga sudah bisa berbahasa Jawa. Lingkungan juga sangat mempengaruhi proses akulturasi yang mereka alami. Tak terkecuali teman-teman mereka. Selain membantu Ketika mengalami kesulitan juga memberikan pengaruh kepada mereka, sehingga mereka mengalami akulturasi.

Minimya pengetahuan mahasiswa luar Jawa mengenai Sidoarjo sempat membuat mereka kesulitan. Mereka mengatasinya dengan aktif dalam kegiatan perkuliahan maupun kegiatan organisasi yang ada lingkungan kampus, dan sering berkumpul dengan teman-teman. Sehingga mempermudah mereka untuk beradaptasi dan memahami bahasa Jawa. Mereka juga ingin mempelajari bahasa Jawa Krama, penyabar, intonasi dan sopan santun. Meskipun tidak ada paksaan dari lingkungannya.

References

  1. I. Hasan, "Fungsi Budaya Dalam Kehidupan Masyarakat," 2021. [Online]. Available: https://www.merdeka.com/jateng/fungsi-budaya-dalam-kehidupan-masyarakat-wajib-dipahami-kln.html
  2. A. Liliwei, "Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya." Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
  3. S. Sriyana, "Antropologi Sosial Budaya." Yogyakarta: Lakeisha, 2020.
  4. D. Hariyanto, D. M. B. Utomo, and R. Astari, "Sunni and Shi’ah in Cultural Acculturation (Inter-Cultural and Religious Communication of Sunni and Shia Groups in Shelters)," in Proc. 1st Paris Van Java Int. Semin. Heal. Econ. Soc. Sci. Humanit. (PVJ-ISHESSH 2020), vol. 535, pp. 304–306, 2021. doi: 10.2991/assehr.k.210304.066.
  5. D. Hariyanto and F. A. Dharma, "Buku Ajar Komunikasi Lintas Budaya." Umsida Press, 2020.
  6. P. G. Aullia, "Akulturasi Mahasiswa Papua Di Universitas Sumatera Utara," 2018.
  7. D. A. Fitriana, "Pengaruh Akulturasi dalam Proses Interaksi Antarbudaya terhadap Kesadaran Budaya Berbahasa Daerah Setempat Bagi Mahasiswa Rantau," Komunida, vol. 8(1), pp. 40–50, 2018.
  8. D. Mulyana and J. Rahmat, "Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya." Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
  9. J. W. Creswell, "Penelitian Kualitatif & Desain Riset." Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
  10. S. Satori, D. Djama'an, and A. Komariah, "Metode Penelitian Kualitatif." Bandung: Alfabeta, 2011.
  11. Pawito, "Penelitian Komunikasi Kualitatif." Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007
  12. J. W. Creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
  13. A. K. Satori Djam’an, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2011.
  14. R. . Indrawan, R, & Yaniawati, Metodologi Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. 2016.
  15. Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007.