Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Communication
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.5155

Public Reception of Dr Tirta Opinion About Vaccination on Instagram


Resepsi Masyarakat Terhadap Opini dr. Tirta Tentang Vaksinasi di Instagram

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Instagram Vaccination Public Perception Social Media Influence Qualitative Study

Abstract

This qualitative study investigates the public acceptance of Doctor Tirta's opinions on vaccination, disseminated through his personal Instagram account, amidst a backdrop of increasing social media users, reaching 88 million on Instagram in May 2021. Employing in-depth interviews, the research explores how individuals' experiences, backgrounds, and interests influence their reception of the doctor's vaccination discourse. The results categorize informants into three hegemonic groups: dominant, negotiated, and opposition. This study contributes valuable insights into the nuanced dynamics shaping public perceptions of vaccine-related information on social media, with potential implications for public health communication strategies.

Highlights :

  • Social Media Dynamics: This study delves into the intricacies of public reception of vaccination-related content on Instagram, acknowledging the platform's role in shaping opinions.

  • Individual Factors: Examining how personal experiences, backgrounds, and interests influence the way individuals interpret and accept information about vaccinations shared by Doctor Tirta on his personal Instagram.

  • Hegemonic Categories: The research categorizes informants into dominant, negotiated, and opposition groups, providing a nuanced understanding of the diverse public responses to vaccination discourse on social media.

Keywords: Instagram, Vaccination, Public Perception, Social Media Influence, Qualitative Study

Pendahuluan

Sosial media Instagram merupakan salah satu dari sekian aplikasi berjejaring berbasis daring yang sangat populer di seluruh belahan dunia. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui survei yang telah dilakukan oleh We Are Social yang mencatat bahwa jumlah pengguna media sosial tersebut meningkat setiap tahunnya. Pada Januari 2021, angka pengguna sosial media Instagram mencapai 4,2 miliar atau tumbuh 13,2% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. We Are Social juga memberikan penjelasan bahwa rata-rata lebih dari 1,3 juta pengguna baru di media sosial setiap harinya sejak tahun 2020. Angka tersebut setara dengan 155 ribu pengguna baru setiap detik. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa Instagram merupakan platform media sosial yang memiliki jumlah paling banyak nomor 5 setelah Facebook, Youtube, Whatsapp, dan Facebook Messenger per tanggal 23 Januari 2021. Dengan adanya data dari survei yang telah dilakukan tersebut dapat dikatakan bahwa Instagram merupakan salah satu aplikasi sosial media yang banyak digunakan untuk berbagi informasi antara pengguna satu dengan pengguna lainnya. Selain itu, lembaga atau institusi pemerintah sering kali menggunakan Instagram sebagai media untuk menyebarkan informasi terkait edukasi vaksin kepada masyarakat yang sekarang sedang dalam tahap pelaksanaan.

Dengan adanya masa pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia saat ini, maka pemerintah membuat program vaksinasi yang tujuannya adalah untuk menumbuhkan imunitas kepada masyarakat Indonesia agar tingkat penularan atau keterjangkitan virus corona dapat ditekan mundur. Akan tetapi, tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang menolak pemberian vaksinasi akibat adanya kesalah-pahaman dan berita-berita simpang siur yang beredar di media. Berita-berita tersebut memberikan dampak negatif kepada masyarakat karena menghambat proses pemberian vaksin untuk menambah imunitas terhadap virus corona. Vaksin virus corona secara resmi tiba di Indonesia pada 6 Desember 2020 dan orang pertama yang mendapatkan suntikan dari vaksin virus corona buatan Sinovac adalah Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Januari 2021. Pada saat yang sama, sejumlah pejabat, tokoh agama, organisasi profesi serta perwakilan masyarakat juga turut serta mengikuti program vaksinasi. Meskipun Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang menerima suntikan vaksin untuk memberikan pembuktian bahwa vaksin corona adalah aman bagi kesehatan, tidak menjadikan seluruh masyarakat Indonesia mempercayai manfaat vaksin tersebut.

Sesuai dengan data survei yang telah dirilis oleh Lembaga Indikator Politik Indonesia, mayoritas masyarakat masih menolak untuk melakukan penyuntikan vaksin dan alasan yang paling banyak diungkapkan oleh masyarakat yang menolak vaksin adalah adanya kemungkinan efek samping yang belum ditemukan atau tidak aman, kemudian disusul dengan alasan bahwa vaksin tidak efektif. Survei ini dilaksanakan pada 30 Juli-4 Agustus 2021 dengan responden sebanyak 1.220 yang dipilih secara acak. Terdapat 67,5% responden yang mengetahui adanya program vaksinasi dari pemerintah Indonesia akan tetapi belum melakukan vaksin. Dari 67,5% responden tersebut, terdapat 56,9% mayoritas responden yang tidak bersedia melakukan vaksinasi Covid-19.

Dari data yang telah ada, maka dapat disimpulkan informasi terkait efek samping yang akan dialami setelah melakukan vaksinasi tidak tersampaikan secara baik sehingga menimbulkan pertanyaan atau keraguan dalam pikiran masyarakat akan efek samping yang masih belum diketahui. Meski begitu, pemerintah sampai sekarang tak henti untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait vaksinasi Covid-19.

Tak hanya pemerintah yang berusaha untuk menyebarkan informasi-informasi penting terkait vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat. Akan tetapi, beberapa publik figur juga secara aktif memberikan edukasi dan informasi kepada para pengikut Instagramnya. Salah satunya adalah dr. Tirta, beliau seringkali memposting atau berbagi informasi terkait vaksinasi dan juga dampak positifnya. Tak sampai disitu, dr. Tirta juga memberikan pelayanan untuk konsultasi gratis kepada masyarakat yang ingin bertanya tentang penyakit yang dideritanya serta tentang pencegahan penularan Covid-19 secara gratis. Dr. Tirta dikenal masyarakat sebagai seorang publik figur yang memiliki dasar ilmu kedokteran dan akun Instagram miliknya memiliki pengikut sejumlah 2,3 Juta. Postingan-postingan yang berada dalam akun Instagramnya seringkali membahas tentang Covid-19 dan juga program vaksinasi pemerintah dengan gaya yang santai dan lebih ringan sehingga mudah untuk dipahami oleh para pengikutnya.

Dengan adanya temuan data diatas, maka hal tersebut menarik untuk diteliti bagaimana masyarakat dalam berinteraksi dengan opini yang disampaikan oleh dokter Tirta di tentang vaksinasi. Dengan menggunakan teori resepsi, peneliti ingin bagaimana seseorang memberikan pernyataan terhadap suatu informasi yang didapatkan dengan mempertimbangkan latar belakang dari seseorang tersebut.

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptis karena ingin menggali informasi lebih mendalam mengenai bagaimana resepsi masyarakat terhadap opini dokter Tirta tentang vaksinasi di Instagram. Metode kualitatif pada penelitian ini berfokus pada penggunaan data yang berupa kata-kata tertulis atau secara lisan dari informan yang telah diamati. Penelitian ini memakai teori resepsi Encoding-Decoding milik Stuart Hall. Teori resepsi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui resepsi masyarakat terhadap opini dokter Tirta tentang vaksinasi di Instagram.

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah resepsi masyarakat. Peneliti ingin mengetahui bagaimana masyarakat memberikan tanggapannya pada opini yang ada di Instagram dokter Tirta. Kemudian objek yang dipilih peneliti adalah opini yang disampaikan dokter Tirta pada tanggal 6 Januari dan 11 Januari 2022 di akun Instagram @dr.tirta. Informan pada penelitian ini ditentukan menggunakan teknik purposive sampling.

Dalam penelitian ini, terdapat dua sumber data yang dipergunakan yakni data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini merupakan data yang didapatkan melalui wawancara mendalam secara terstruktur terhadap informan yang merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan unggahan pada akun Instagram dokter Tirta yaitu @dr.tirta pada tanggal 6 Januari dan 11 Januari 2021. Data sekunder pada penelitian ini didapatkan melalui observasi, unggahan sosial media, berita dan dokumentasi literatur yang memiliki kaitan dengan topik penelitian.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara terstruktur, observasi, dan studi pustaka. Wawancara terstruktur dilakukan dengan mahasiswa aktif dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dengan menggunakan pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya dan sesuai dengan tema penelitian. Observasi dilakukan di sosial media Instagram dokter Tirta dan juga pada informan penelitian dalam memberi tanggapan terhadap pertanyaan yang disampaikan. Studi pustaka dilakukan sebagai pembanding penelitian sehingga data yang dikumpulkan berupa berita terkait program vaksinasi yang ada di Indonesia dan bagaimana penyebaran atau penerimaan vaksin di masyarakat.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam melakukan analisis data yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pada tahap reduksi data, peneliti akan mencatat ulang segala bentuk informasi yang diterima dari hasil wawancara, mencari bukti ilmiah berdasar pada literasi dan studi pustaka. Kemudian pada tahap penyajian, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks yang berisi susunan informasi yang bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam menjabarkan informasi pada uraian dari analisa informasi. Penarikan kesimpulan dilakukan apabila data yang dibutuhkan dalam penelitian telah berhasil terkumpul dan juga telah selesai dilakukan analisis data sehingga dapat dilihat hasi dari penelitian.

Hasil dan Pembahasan

Resepsi atau pemaknaan khalayak pada pesan atau teks media merupakan adaptasi dari model encoding-decoding milik Stuart Hall yang dikemukakan pada 1973. Pada dasarnya model komunikasi ini membahas tentang bagaimana makna dikodekan oleh pengirim dan kemudian diterjemahkan oleh penerima dan bahwa makna encoding dapat diterjemahkan menjadi hal yang berbeda oleh penerima. Makna suatu pesan dapat hilang atau tidak diterima sama sekali oleh suatu kelompok tertentu karena mereka memberikan interpretasi dengan cara berbeda.

Makna yang terkandung dalam informasi media bersifat terbuka dan memungkinkan khalayak untuk bertindak opoisisi . Resepsi menempatkan khalayak tidak semata pasif namun dapat merepresentasikan makna dari informasi yang ditawarkan . Dengan adanya pemaknaan yang berbeda ini, muncul kemudian ideologi yang berlawanan di masyarakat [13].

Analisis resepsi dengan menggunakan teori milik Stuart Hall mengelompokkan hasil reduksi makna yang dilakukan informan ke dalam tiga kelompok hegemoni yakni Dominan, Negotiated, dan Opposition. Hegemoni Dominan ialah situasi dimana media menyampaikan pesan dan khalayak menerima dan menyetujui dengan makna yang dikehendaki tanpa ada penolakan. Selanjutnya pada Hegemoni Negotiated, khalayak akan menerima pesan media tapi akan menolak menerapkannya jika terdapat perbedaan dengan kebudayaan mereka. Pada Hegemoni Oppositional, khalayak akan menolak makna yang diberikan oleh media dan menggantikannya dengan makna pemikiran mereka sendiri. Penggunaan teori resepsi dalam penelitian terhadap khalayak sesungguhnya bertujuan untuk menempatkan khalayak sebagai agen kultural yang memiliki kuasa dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media.

Penelitian ini membahas tentang analisis resepsi masyarakat terhadap opini tentang vaksinasi di Instagram pribadi dokter Tirta. Penyampaian pesan atau informasi yang dilakukan dokter Tirta yakni opininya merupakan proses decoding sesuai dengan model analisis resepsi milik Stuart Hall. Pada proses pengambilan data dari informan, peneliti menggunakan wawancara mendalam yang bertujuan agar informasi yang didapatkan bisa menjadi sebuah data yang berguna untuk penelitian.

A. Resepsi Masyarakat Terkait Opini Tentang Vaksinasi di @dr.tirta

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini terdapat beragam cara informan dalam berinteraksi dengan pesan atau informasi yang disampaikan melalui media. Sajian data informan yang telah dianalisis dan dikelompokkan sesuai dengan teori resepsi Stuart Hall yakni sebagai berikut.

1. Hegemoni Dominan.

Terdapat dua orang informan yang berada dalam kategori ini yaitu Kholilurrohman dan Irsyad. Alasan terpilihnya kedua informan dalam kategori ini adalah pada seluruh jawaban dari pertanyaan yang diajukan saat wawancara mendalam dan pernyataan yang dikemukakan informan menyetujui seluruh opini yang disampaikan oleh dokter Tirta. Adanya kesamaan pada frame of reference baik secara asumsi, sikap dan keyakinan menjadi alasan kuat kedua informan masuk pada kategori ini.

2. Hegemoni Negotiated

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan adanya tiga orang informan yang masuk ke dalam kategori ini yakni Faiz, Feliaz dan Viranda yang merupakan mahasiswa aktif di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Alasan yang menjadi faktor kuat bahwa ketiga orang informan masuk pada kategori ini adalah dari beberapa pernyataan yang terlihat bahwa tidak sepenuhnya menyetujui informasi yang didapatkan akan tetapi melakukan perbandingan dengan sumber lain agar mendapat informasi tambahan atas opini yang telah disampaikan oleh dokter Tirta.

3. Hegemoni Opposition

Dalam kategori ini terdapat adanya satu informan yakni Yodik yang juga mahasiswa aktif dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Alasan mengapa informan Yodik masuk ke dalam kategori ini ialah masih adanya keraguan informasi yang didapatkan melalui sosial media. Informan lebih memilih untuk percaya pada sumber informasi lain seperti milik pemerintahan daripada melalui media sosial dokter Tirta.

Berdasarkan pernyataan yang telah disampaikan informan saat dilakukannya wawancara mendalam, secara mayoritas memberikan penilaian bahwa unggahan yang berisi opini dari dokter Tirta cenderung memiliki kesamaan, yakni mereka menilai bahwa opini yang disampaikan menarik karena dibawakan dengan gaya yang terkesan tegas. Akan tetapi, secara mayoritas informan akan tetap melakukan riset sederhana melalui sumber lain sebagai bentuk pembuktian bahwa yang telah disampaikan sesuai dengan fakta di lapangan.

Simpulan

Pada penelitian ini, peneliti dapat memberikan kesimpulan bahwa penilaian yang disampaikan informan didapat dari membandingkan pengalaman pribadi mereka ketika mengakses media sosial seperti Instagram dan melihat akun Instagram influencer lain yang juga mengunggah opini serupa terkait vaksinasi.

Setiap informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini memiliki cara dan pemahaman tersendiri dalam menentukan makna terhadap opini dokter Tirta melalui unggahannya. Secara mayoritas informan akan melakukan pencarian pada sumber lain untuk membuktikan informasi dari sumber pertama adalah informasi yang valid dan dapat dipercaya.

References

  1. We Are Social, "Jumlah Pengguna Media Sosial di Dunia," Katadata Indonesia, Jakarta, 2021.
  2. Lembaga Indikator Politik Indonesia, "Temuan Survei Nasional: Evaluasi Publik Terhadap Kinerja Penanganan Pandemi, Vaksinasi dan Peta Elektoral Terkini," Jakarta, 2021.
  3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ITAGI, UNICEF, WHO, "Survei Penerimaan Vaksin COVID-19 di Indonesia," Jakarta, 2020.
  4. L. Moleong, "Metodologi Penelitian Kualitatif," Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
  5. S. Hall, "Encoding/Decoding The Cultural Studies Reader," London: Routledge, 1993.
  6. Sugiyono, "Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D," Bandung: Alfabeta, 2018.
  7. S. Arikunto, "Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik," Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
  8. J. Creswell, "Qualitative Inquiry & Research Design," Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2013.
  9. S. Hall, "Encoding and Decoding in the television discourse," in Council of Europe Colloquy, 1973.
  10. Madyawati, "Analisis Resepsi Militerisme Dalam Film 3 Pada Forum Komunikasi Putra Puti Purnawirawan Indonesia," Unpublished, pp. 17, 2017.
  11. T. N. Adi, "Mengkaji Khalayak Media dengan Metode Penelitian Resepsi," Acta di Urna, pp. 26-27, 2012.