Abstract
This research compares gender equality and feminism in the 1931 Medan Sedar newspaper with Magdalene.co's article 'Wives of Sedar Towards Women's Work in Indonesia: Often Overlooked, Women's Careers Minimally Hopeful.' Grounded in a patriarchal culture fostering workforce gender disparities, Sara Mills' Critical Discourse Analysis is employed. Through documentary analysis and literature review, the findings show alignment between readers' perspectives and narrators. 'Wives of Sedar' reflects radical feminism, while 'Often Overlooked' portrays liberal feminism. In 1931, gender was a social construct rooted in patriarchy, contrasting with 2022's biological stereotype understanding. Presently, gender issues focus on task segregation. The feminist movement in Indonesia aligns with technological progress, advocating for gender equality. The research highlights evolving gender perceptions, offering insights for global scholars in understanding the historical and contemporary dynamics of gender and feminism.
Highlights :
- The study delves into the historical context of gender representation in the 1931 Medan Sedar newspaper and compares it with contemporary perspectives in Magdalene.co's online magazine.
- Utilizing Sara Mills' Critical Discourse Analysis, the research unveils ideological shifts in feminist discourse, highlighting both radical and liberal feminist perspectives.
- The findings emphasize the evolution of gender concepts over time, from social constructs rooted in patriarchal culture to contemporary understandings shaped by technological advancements, offering valuable insights for global scholars.
Keywords: Gender Equality, Feminism, Critical Discourse Analysis, 1931 Medan Sedar Newspaper, Magdalene.co Online Magazine
Pendahuluan
Budaya patriarki sudah mengakar dan sangat kental dengan masyarakat Indonesia. Menurut Sylvia Walby, patriarki adalah sistem struktur dan praktik sosial yang mana laki-laki mendominasi, menindas, dan mengeksploitasi perempuan. Sylvia Walby membagi patriarki ke beberapa struktur, yakni: (1) patriarki dalam rumah tangga yakni pemberian tugas penuh bagi perempuan dalam hal mengasuh anak dan mengerjakan tugas rumah tangga; (2) patriarki dalam pekerjaan dalam perbedaan upah serta pemisahan posisi kerja perempuan dan laki-laki; (3) patriarki dalam negara yakni perempuan yang tidak ada dalam posisi penting dalam pemerintahan, serta terbatas berperan dalam bidang hukum dan politik; (4) patriarki dalam seksualitas yakni perempuan memiliki posisi sebagai pemberi layanan seksual, layanan emosional atau penyedia kasih sayang; (5) patriarki yang berkaitan dengan kekerasan fisik,verbal, dan psikis; (6) patriarki dalam budaya, yang berupa tuntutan menjadi perempuan yang ideal baik dalam keluarga, pendidikan, agama, maupun media massa [1].
Patriarki membawa kekuasaan laki-laki untuk unggul dibanding perempuan dalam berbagai aspek sosial. Mulai dari ranah pembagian kerja, partisipasi dalam kegiatan politik, agama dan ranah publik lainnya. Hal tersebut menyebabkan munculnya ketidakadilan gender, yakni jika satu jenis kelamin tertinggal dari yang lain (perempuan yang tertinggal di bawah laki-laki). Ketidakadilan ini terbagi ke dalam lima bentuk, diantaranya : (1) Marjinalisasi, peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin; (2) Subordinasi, keadaan dimana jenis kelamin tertentu dianggap lebih penting dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya; (3) Stereotipe, pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu menciptakan ketidakadilan; (4) Beban Ganda, keyakinan dalam suatu masyarakat bahwa pekerjaan perempuan adalah semua pekerjaan domestik dan dianggap bukan pekerjan yang produktif; (5) Kekerasan, serangan terhadap kesehatan fisik atau mental seseorang kepada salah satu jenis kelamin, biasanya perempuan, karena kesenjangan gender. [2]
Badan Pusat Statistika menemukan nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia) perempuan tahun 2021 sebesar 69,59, sedangkan IPM laki-laki sebesar 76,25. Sehingga Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia tahun 2021 adalah sebesar 91,27 [3]. Nilai IPG yang masih di bawah 100 artinya masih terjadi kesenjangan. Melalui data The Top Global Gender Gap tahun 2021 Indonesia menduduki peringkat 101 dari 156 negara dengan nilai 0,688 dari 1. Nilai tersebut juga turun dari peringkat 85 dari 153 negara di tahun 2020 [4]. Artinya kesetaraan gender secara empat komponen utama yakni ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik di Indonesia masih belum equal atau setara.
Ketidaksetaraan gender salah satunya terjadi di bidang pekerjaan. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah menuturkan bahwa perempuan yang terjun ke dalam dunia pekerjaan hanya 40 persen dari 140 juta tenaga kerja. Kemudian data TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan per Agustus 2021, menunjukkan 53,34 persen dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 82,27 persen. Angka tersebut masih berada di bawah Vietnam dan Thailand [5]. Cita Puspita Sari dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa masih terdapat perbedaan gender di semua provinsi di seluruh Indonesia pada tahun 2011-2019 dari aspek partisipasi angkatan kerja, diskriminasi upah buruh, pembangunan gender dan pemberdayaan gender [6]. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika upah rata - rata per jam pekerja menurut jenis kelamin (rupiah/jam) tahun 2019-2021 antara laki-laki dan perempuan menunjukkan penurunan dari 15% ke 2% [7]. Hal tersebut masih menunjukkan terjadi diskriminasi upah. Belum pernah ada data yang menampilkan kondisi sebaliknya. Stigma masyarakat yang menganggap laki-laki memiliki upah tinggi merupakan hal wajar sebab laki-laki merupakan pencari nafkah, sehingga layak mendapatkan upah lebih tinggi dibanding perempuan.
Ketidaksetaraan gender yang terjadi mendorong kaum perempuan untuk melakukan gerakan feminis di mana memperjuangkan hak sebagai manusia seutuhnya dengan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki. Alasan mengapa gerakan ini muncul adalah karena ingin mensetarakan hak asasi manusia dengan hak asasi perempuan. Dua hal tersebut bersifat sama dan saling berkaitan. Paham feminisme berusaha merubah cara pandang kita terhadap dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi dan bidang sosial lainnya. Alasan selanjutnya adalah adanya subordinasi, marginalisasi, dan stereotype yang terjadi dapat merugikan kaum perempuan. Kemudian perspektif patriarki yang tersebar luas dan dianggap remeh, serta dibangun dalam hubungan keputusan mengakibatkan [8]. Isu ini masih menjadi fokus perhatian dunia untuk mencapai kesetaraan gender. Gerakan feminis dalam menyebarkan aspirasinya terkait kesetaraan gender selain kampanye secara langsung juga menggunakan media massa untuk menjangkau lebih banyak khalayak.
Organisasi pelopor pergerakan politik perempuan yang jarang disorot serta dibahas yakni Perhimpunan Istri Sedar. Berdiri tahun 1927 dan diresmikan oleh Nona Suwardi Djojoseputro 22 Maret 1930, perhimpunan ini memperjuangkan persamaan hak dan keadilan dan mengupayakan hak perempuan agar masuk ke ranah politik guna membantu menyempurnakan Indonesia merdeka. Selain itu Istri Sedar juga gencar menyuarakan agar perempuan dapat mengenyam pendidikan serta mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak. Perhimpunan Istri Sedar rajin membuat kongres dan pelatihan bagi para perempuan. Mereka juga menuangkan ulang buah pemikirannya melalui surat kabar yang diberi nama “Sedar” [9]. Kemudian ada pula gerakan feminis masa kini yang juga memperjuangkan hak perempuan melalui media massa ialah Magdalene. Didirikan oleh Devi Asmarani, Hera Diani, dan Karima Anjani pada tahun 2013, dengan landasan isu perempuan yang digambarkan dalam media dengan bahasan terlalu ringan atau terlalu berat, serta tidak mendapatkan tempat di media arus utama. Majalah daring ini mempunyai fokus terhadap isu-isu terkait kesetaraan gender, perempuan, pluralism, toleransi, dan pemberdayaan. Isu-isu kesetaraan gender yang dibahas pun bervariasi, mulai dari aspek pendidikan, pekerjaan, medis, tata kota, dan financial [10].
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti teratrik untuk meneliti isu kesetaraan gender dan feminisme dengan menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills, pada teks dalam surat kabar Sedar Medan yang terbit pada 7 Juni 1931 oleh Perhimpunan Istri Sedar, “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia”, serta dalam artikel dalam Magdalene.co yang dipublikasikan tanggal 2 Maret 2022 dengan judul “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan”. Peneliti memilih topik pekerjaan sebab berdasarkan fakta bias gender dalam dunia kerja masih terjadi dan belum memiliki perubahan. Alasan memilih dua Subjek dengan berbeda tahun adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana isu kesetaraan gender dan feminisme dari sudut pandang dan fakta masa lampau dengan masa saat ini.
Teori analisis wacana Sara Mills dipilih karena analisis ini fokus pada kajian feminisme. Menurut Sara Mills teks sastra maupun non sastra seperti, iklan, foto, hingga berita bias dalam menampilkan perempuan. Mills membagi analisisnya menjadi tiga tingkat : (1) Analisis Tingkat kata, menelaah penggunaan kata benda generik atau kata ganti, efek negatif tertentu dicapai dalam pandangan perempuan. Bagaimana suatu teks menggunakan bahasa seksisme, bahasa yang mempromosikan atau mengeksploitasi perbedaan yang tidak adil atau tidak relevan atau tidak sepantasnya antara jenis kelamin; (2) Kemudian analisis tingkat kalimat, analisis ini menelaah dengan utuh suatu makna dalam teks sebagai sebuah kalimat. Hal ini dilakukan agar tidak tejadi salah penafsiran. Karena ketika menelaah kalimat utuh, tidak hanya menafsirkan kata-kata tertentu tetapi juga melihat kata-kata dan kaitannya dengan konteks dalam bingkai pengetahuan tertentu. Menurut Mills, ada tiga tahapan yang dapat digunakan untuk menelaah sebuah kalimat, yakni melalui peribahasa, metafora, dan ideologi. Bagaimana pemilihan kalimat dalam bentuk peribahasa, metafora atau ideologi yang mewakili suatu makna dalam teks; (3) Analisis wacana, Tingkat wacana mencakup analisis atas karakter/peran, fragmentasi, fokalisasi, dan skemata. Karakter, kata-kata yang dipahami oleh pembaca dengan mengacu pada pengetahuan stereotip. Penjelasan karakter dalam teks dijabarkan secara singkat, sehingga pembaca memahami interpretasi karakter tersebut berdasarkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Fragmentasi, mengacu pada tubuh yang tidak digambarkan secara utuh, terutama perempuan. Fokalisasi, untuk mengetahui dari sudut pandang siapa teks tersebut ditulis serta bagaimana cara teks menggambarkan objek. Skema, merupakan kerangka yang paling luas karena berhubungan dengan siapa yang melakukan pembentukan wacana tersebut, solusi yang ditawarkan serta komentar yang muncul. [11]
Konsep inti analisis Mills adalah bagaimana posisi Subjek (pencerita) dan Objek (yang diceritakan) serta posisi penulis dan pembaca dalam suatu teks. Bagaimana gagasan atau peristiwa,suatu pihak atau kelompok digambarkan serta bagaimana khalayak menerima makna tersebut. Sebab menurut Mills suatu wacana merupakan hasil negosiasi antara penulis dan pembaca, terjadi proses transaksi pesan sehingga pembaca menangkap apa yang dimaksud oleh penulis. [11]
Penelitian ini didukung oleh penelitian dari Diah Ariani dan Sunarto, memiliki hasil bahwa akun @indonesiabutuhfeminis meluruskan adanya stigma tentang gerakan feminis hanya membuat perempuan jauh dari kodratnya dan sulit ditata, padahal kesetaraan yang dimaksud oleh feminisme adalah setara bagi perempuan maupun laki-laki dalam mengekspresikan apa yang mereka pilih dan bebas dari tekanan dari pandangan orang lain. Kesetaraan gender yang disuarakan oleh akun @indonesiabutuhfeminis ialah tentang memahami bahwa perempuan dan laki-laki bebas menentukan pilihan dan hidupnya selama tidak melanggar hukum yang berlaku. Posisi pembaca pada akun @indonesiabutuhfeminisme ialah pembaca yang memiliki ketertarikan dengan feminisme dan kesetaraan gender. Kemudian posisi subjeknya idalah @indonesiabutuhfeminis. Posisi objek ditampilkan sebagai sosok yang memiliki karakter dalam penilaian orang lain, dapat diadili, dan diatur [12]. Didukung pula penelitian dari Nila Puspitorukmi dan memiliki hasil bahwa perempuan jarang diposisikan sebagai subjek dan lebih sering diposisikan sebagai objek dalam pemberitaan di media, terutama pada headline berita perempuan sering kali dijadikan sebagai hiasan demi sebuah rating. Kemudian @magdaleneid mencoba membenahi mengenai yang diperjuangkan oleh kaum feminisme yakni perempuan bukan ingin menjadi di atas laki-laki atau menjadi laki-laki, melainkan perempuan ingin mendapatkan persamaan hak misalnya dalam akses pendidikan dan informasi. Dari analisis wacana diketahui posisi pembaca sebagai orang yang ikut merasakan apa yang disampaikan dalam unggahannya dengan menggunakan kata “Kamu”. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada teknik analisis data dan objek yang diteliti mengenai isu feminisme [13] dan penelitian dari Tiara Andesti yang memiliki hasil bahwa Wacana tentang perwujudan pendisiplinan perempuan yang dilakukan oleh AILA Indonesia sebagai subjek penelitian tersebut terwujud dalam 4 isu utama, yaitu relevansi perempuan dan moralitas, memposisikan perempuan sebagai objek yang dinilai dan dikendalikan, pembahasan kedaulatan tubuh, dan yang terakhir adalah penggambaran reviktimisasi. Melalui keempat isu tersebut, AILA Indonesia memaparkan pemahaman tentang perwujudan perempuan sesuai dengan pandangannya. Selain itu, dalam penelitian juga ditemukan penggambaran karakter dan peran yang tidak seimbang dan penggunaan kata dan kalimat persuasif yang mampu pihak pembaca dengan posisi tertentu [14].
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana komparasi isu kesetaraan gender dan feminisme digambarkan oleh surat kabar Sedar Medan 1931 dengan majalah daring Magdalene.co.
Metode
Penelitian ini memakai metode penelitian kualitatif deskriptif, menggambarkan, meringkas berbagai situasi, kondisi atau variabel dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian [14]. Dalam penelitian ini subjeknya adalah pidato pada surat kabar Sedar Medan edisi 7 Juli 1931 berjudul, “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” dengan artikel Magdalene.co berjudul, “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan” yang dipublikasikan 2 Maret 2022. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah isu kesetaraan gender dan feminisme. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan dokumenter. Peneliti dalam menentukan dan mengidentifikasi isu kesetaraan gender dan feminis yang terdapat dua media feminis ini adalah tentang bias gender, isu feminis pada dan adanya budaya patriarki dalam ranah pekerjaan.Teknik analisis penelitian ini menggunakan analisis wacana Sara Mills. Analisis wacana Sara Mills terbagi ke dalam tiga tingkat analisis (Sara Mills, 2005:62-156), yaitu 1) Tingkat kata; 2) Tingkat kalimat; 3) Tingkat wacana, yang meliputi karakter/peran, fragmentasi, fokalisasi, dan skema.
Hasil dan Pembahasan
Berikut merupakan gambaran umum dari kedua teks yang akan diteliti : (1) Teks dalam surat kabar Sedar Medan yang terbit pada 7 Juni 1931 oleh Perhimpunan Istri Sedar, “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” yang disampaikan oleh Saudara Moedinem. Inti dari isi tulisan tersebut adalah adanya diskriminasi gender terhadap perempuan dalam dunia kerja seperti pemberian upah yang tidak layak, tempat tinggal yang tidak layak, hingga penganiayaan di tempat kerja. Menurutnya perempuan berhak untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan yang ia mau dengan keterampilan yang ia kuasai. Pekerjaan perempuan bukan hanya menikah dan bekerja dirumah. Selain itu, Saudari Moedinem juga menjelaskan bahwa banyak orang tua yang tidak menyetujui anak perempuannya bersekolah dan bekerja, karena akan sia-sia. Sebab jika ada laki-laki yang meminangnya semua hal tersebut akan ditinggalkan, dan pada akhirnya anak perempuannya bekerja dirumah. Orang tua memiliki pemikiran bahwa tugas perempuan ialah berbakti dan melayani laki-laki. Adapun Saudari Moedinem menjelaskan fakta yang terjadi terhadap perempuan yang bekerja sebagai buruh, baik buruh jahit hingga membatik, kemudian kuli, dan pedagang, yang mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan. Seperti upah yang dibayarkan tidak sebanding dengan beratnya pekerjaan, tidak diberikan tempat tidur yang layak, tidak diberi kebebasan dan harus tinggal ditempat majikan dan boleh keluar jika tidak benar-benar sekarat, hingga kekerasan yang dilakukan oleh majikannya. Kerisauan saudari Moedinem dan Istri Sedar ialah bukan menginginkan perempuan menjadi laki-laki, tetapi hanya ingin perempuan mendapatkan keadilan dan hak kebebasan untuk dapat mengatur dirinya sendiri, tanpa dibebankan oleh aturan kuno atau budaya yang mengikat mereka.
(2) Kemudian Artikel dalam Magdalene.co yang dipublikasikan tanggal 2 Maret 2022 dengan judul “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan”, ini berisi mengenai cerita perempuan-perempuan sebagai pegawai pada suatu perusahaan yang mendapatkan ketidakadilan, serta bagaimana perempuan dilekatkan pada stigma kurang produktif, manja, dan rentan. Perusahaan menganggap perempuan kurang cekatan dan menghambat pekerjaan. Pernyataan yang dijelaskan adalah ketika perempuan cuti hamil dan melahirkan, akan membuat perusahaan kesulitan jika menambah pegawai. Sehingga terjadi pembatasan-pembatasan dalam tugas di perusahaan. Hal ini menyulitkan perempuan dalam mengembangkan karier dan potensinya di bidang pekerjaan.
Adanya fenomena budaya patriarki yang menjadi salah satu peneyebab ketidakadilan gender, berikut merupakan hasil temuan berdasarkan pembagian patriarki menurut Sylvia Walby, yakni rumah tangga, pekerjaan, negara, seksualitas, kekerasan, dan budaya. Berikut merupakan analisis bagaimana budaya patriarki yang terjadi dalam kedua artikel :
Surat Kabar Sedar Medan 1931“Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” | ||
Jenis Patriarki | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
Patriarki dalam rumah tangga dan budaya. | “Si orang toea memantjing kepada jang akan meminang anaknja dan siapa sadja jang dikiranja baik diterima sahadja. Ia merasa senang melihat si anak telah mendapat pentjaharian dan merasa ta’ oesah memikirkan dan mengoeroeskan lagi. Ia merasa sajang mengeloearkan oeang oentoek memberi peladjaran bagi pentjaharian kepada si anak, sebab kalau si gadis nanti ada jang meminangnja, ia toch akan meninggalkan pentjaharian atau pekerdjaan itoe atau ia memandang ta’ pantas djikalau anak perempoean mempoenjai fikiran jang lain, selainnja dari berbakti dan berboedak pada satoe lelaki” .“Tapi jang lebih mengherankan lagi jaitoe dari fihak orang fanatiek koeno jang masih banjak ta’ menjetoedjoei pekerdjaan perempoean di loear roemah, sebab, siapakah jang akan bekerdja diroemah. Bagaimanakah anak2 jang ditinggalkan diroemah, kalau bapa dan iboenja semoeanja tidak ada di roemah, dan pergi ke kantor2 ? ? ! ! boekankah anak2 akan ketelangsara? !” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel. |
Patriarki dalam pekerjaan | ”Pekerdjaan perempoean ! Apa jang haroes dinamakan pekerdjaan perempoean itoe? Apa jang boleh dianggap pekerdjaan perempoean, apa pekerdjaan lelaki? Di beberapa tempat di India soedah mendjadi kebiasaan dan tidak dipandang aneh lagi, djikalau kaoem lelaki menjoelam, membikin renda oentoek sapoetangan2 soetra, dan kaoem perempoean haroes memikoel balok2 jang berat oentoek membikin roemah2. Di Amerika dan negeriDjerman kaoem perempoean telah banjak terdapat memoekoel besi panas dengan paloe jang berat sekali. Dan perempoean jang mendjadi matros2, toekang silam, toekang terbang dll.! . Walaupun tjonto2 jang tadi saja seboetkan boekan pekerdjaan jang sehari-hari dikerdjakan oleh kaoem perempoean, akan tetapi kita sekarang bisa mendapat kejakinan, bahwa pekerdjaan kaoem perempoean itoe boekan sadja di dalam roemah, dan menimboelkan pertentangan jang heibat dengan pendapatan, bahwa kaoem perempoean itoe hanja kawin dan bekerdja di dalam roemah sadja.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel. |
Patriarki yang berkaitan dengan kekerasan fisik | “Perempoean2 itoe selaloe mendjadi korban ketjidraan dan pengisapan. Dendaan oewang jang ta’ adil, penganiajaan atas dirinja, kekedjian jang diperboeat atas dirinja pengobeng-pengobeng jang sedikit tjantik roepanja oleh si madjikan atau anak2nja jang lelaki dan sama sekali ta’ disedikan tempat oentoek tidoer” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel. |
Pernyataan diatas menggambarkan bagaimana budaya patriarki membelenggu perempuan untuk tetap bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga dan tidak memiliki kebabasan untuk menuntut ilmu. Kemudian menunjukkan pula bahwa pekerja perempuan sering kali mengalami tindak kekerasan dan pelecehan. Saudari Moedinem menjelaskan keadaan para buruh perempuan yang tidak mendapatkan keadilan dan mengalami kekerasan serta pelecehan seksual saat bekerja oleh majikan laki-lakinya. Apabila ditarik pada pembagian ranah patriarki, maka termasuk ke dalam patriarki ranah rumah tangga dan budaya, dalam pekerjaan, dan kekerasan fisik.
Selanjutnya merupakan analisis budaya patriarki yang terjadi dalam artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” :
Majalah Daring Magdalene.Co“Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” | ||
Jenis Patriarki | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
Patriarki dalam pekerjaan | “Bahkan sebagai pekerja di divisi pemasaran, Agni tidak diberikan kesempatan untuk terjun ke lapangan bertemu klien.Di balik alasan keamanan tak jarang klien meminta bertemu di malam hari, sedangkan perusahaan ingin pekerja perempuan lebih banyak bekerja di kantor. Maka dari itu, ia lebih berperan sebagai data dan analis.”“Dalam proses rekrutmen, secara spesifik mereka hanya merekrut pekerja laki-laki, dengan alasan beban kerja yang terlalu berisiko bagi perempuan” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Pernyataan diatas menjelaskan bagaimana pemisahan posisi kerja perempuan dan laki-laki dalam perusahaan. Perempuan diidentikkan dengan pekerjaan yang berperan dalam mengolah data dan analisis. Perempuan dianggap tidak cocok mempunyai pekerjaan dengan beban kerja yang berisiko. Apabila ditarik pada pembagian ranah patriarki, maka termasuk ke dalam patriarki ranah pekerjaan.
Ketidaksetaraan gender terbagi dalam lima bentuk, yakni marjinaliasai, subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja ganda. Berikut merupakan analisis bentuk kesenjangan gender yang tergambar dalam kedua artikel :
Surat Kabar Sedar Medan 1931“Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” | ||
Jenis Patriarki | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
Subordinasi | “Djoega kaoem perempoean haroes bekerdja di loear rumahnja dan pendapatan bahwa perempoean haroes tinggal di roemah ada kosong sekali dan paling bisa hanja dikenakan pada perempoean kaoem ningrat dan jang kaja sadja, djadi hanja oentoek bagian ketjil dari antero perempoean kita.”“menimboelkan pertentangan jang heibat dengan pendapatan, bahwa kaoem perempoean itoe hanja kawin dan bekerdja di dalam roemah sadja.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Kekerasan | “Perempoean2 itoe selaloe mendjadi korban ketjidraan dan pengisapan. Dendaan oewang jang ta’ adil, penganiajaan atas dirinja, kekedjian jang diperboeat atas dirinja pengobeng-pengobeng jang sedikit tjantik roepanja oleh si madjikan atau anak2nja jang lelaki dan sama sekali ta’ disedikan tempat oentoek tidoer” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Pernyataan diatas menjelaskan bagaimana perempuan dianggap lebih cocok bekerja sebagai ibu rumah tangga dan hanya sebagian kecil perempuan yang bisa bekerja diluar rumah, yakni perempuan yang kaya dan mempunyai jabatan sosial saja. Kemudian ketidakadilan gender berupa kekerasan juga terjadi kepada perempuan dalam bentuk eksploitasi dan kekerasan fisik.
Selanjutnya merupakan analisis ketidaksetaraan gender yang terjadi dalam artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” :
Majalah Daring Magdalene.Co“Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” | ||
Jenis Patriarki | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
Stereotipe | “Perempuan, tuh rentan dan manja. Kalau diberikan jabatan bakal cepat resign karena enggak betah atau menikah” “Ada beberapa penyebab yang mendorong, seperti tuntutan mengurus keluarga, ekspektasi masyarakat untuk tidak terlibat dalam dunia kerja, stigma perempuan kurang produktif, dan eksklusivitas di bidang kerja tertentu.”“Cuti tiga bulan lumayan panjang ya, either kita nambah orang atau kasih beban itu ke partner kerjanya. Kan kasihan” ujar Ahmad.“Citra”, 24, admin media sosial dan penulis konten di perusahaan percetakan di Jakarta. Terlepas dari tugas-tugasnya, ia sering diminta membersihkan ruangan kerja. Padahal, ada 12 pekerja di kantornya, 10 di antaranya laki-laki. Alasannya, perempuan biasanya lebih rapi.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Subordinasi | “Terlebih menurut HRD, tidak ada kesempatan bagi pekerja perempuan mengikuti asesmen untuk menjabat petinggi pemasaran.”“Di balik alasan keamanan tak jarang klien meminta bertemu di malam hari, sedangkan perusahaan ingin pekerja perempuan lebih banyak bekerja di kantor. Maka dari itu, ia lebih berperan sebagai data dan analis”“Irwan, pernah bekerja sebagai staf senior di perusahaan retail. Meskipun telah mengajukan kenaikan jabatan ke level manajerial, jajaran pejabat perusahaan yang didominasi perempuan itu membuatnya terperangkap dalam jabatan tersebut. “Enggak usahlah naik level. Kemampuan visual merchandising kalian belum bagus. Karena itu, laki-laki dipekerjakan di gudang untuk mengangkat dan mengatur barang.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Pernyataan diatas menggambarkan adanya stereotipe bahwa perempuan dicap sebagai makhluk yang manja, rentan, dan kurang produktif akibat melahirkan, yang mengharuskan perempuan untuk break atau cuti selama tiga bulan. Hal itu dirasa menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Selain itu perempuan digambarkan sebagai makhluk yang rapi, maka dari itu sering kali perempuan mendapatkan beban kerja lebih. Kemudian menunjukkan pula adanya subordinasi dalam pekerjaan. Di mana laki-laki dianggap lebih penting dalam posisi pemasaran yang dirasa lebih fleksibel dalam hal waktu dibanding perempuan. Sedangkan disisi lain, laki-laki pun dianggap tidak cocok menduduki posisi manajerial dengan alasan bahwa kemampuan untuk memaksimalkan penyajian produk belum bagus.
Setelah menemukan budaya patriarki dan bentuk ketidaksetaraan gender, selanjutnya merupakan hasil analisis dan pembahasan mengenai isu kesetaraan gender dan feminisme dalam artikel “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Perempoean di Indonesia” dengan artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” :
1. Analisis Tingkat Kata dan Kalimat
Isu Kesetaraan Gender
Untuk mendeskripsikan objek penelitian yang tergolong dalam isu kesetaraan gender, kemudian dijelaskan dalam tabel berikut :
No | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
1. | “kaoem perempoean itoe hanja kawin dan bekerdja di dalam roemah sadja.”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “kaum perempuan ituhanya kawin dan bekerja di dalam rumah saja” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
2. | “Tapi jang lebih mengherankan lagi jaitoe dari fihak orang fanatiek koeno jang masih banjak ta’ menjetoedjoei pekerdjaan perempoean di loear roemah, sebab, siapakah jang akan bekerdja diroemah.”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “Tapi yang lebih mengherankan lagi yaitu dari pihak orang fanatik kuno yang masih banyaktidak menyetujui pekerjaan perempuan di luar rumah, sebab, siapakah yang akan bekerja di rumah.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
3. | "Si orang toea memantjing kepada jang akan meminang anaknja dan siapa sadja jang dikiranja baik diterima sahadja. Ia memandang ta’ pantasdjikalau anak perempoean mempoenjai fikiran jang lain, selainnja dari berbakti dan berboedak pada satoe lelaki”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “Si orang tua memancing kepada yang akan meminang anaknya dan siapa saja yang dikiranya baik diterima saja. Ia memandang tidak pantas jika anak perempuan mempunyai pikiran yang lain, selain dari berbakti dan berbudak pada satu laki-laki.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
4. | “Perempoean2 itoe selaloe mendjadi korban ketjidraan dan pengisapan. Dendaan oewang jang ta’ adil, penganiajaan atas dirinja, kekedjian jang diperboeat atas dirinja pengobeng-pengobeng jang sedikit tjantik roepanja oleh si madjikan atau anak2nja jang lelaki dan sama sekali ta’ disedikan tempat oentoek tidoer”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “Perempuan-perempuan itu selalu menjadi korban kecederaan dan pemerasan. Dendaan uang yang tidak adil, penganiayaan terhadap dirinya, kekejian yang dilakukan terhadap pengobeng-pengobeng (Pekerja atau perajin pada perusahaan batik) yang sedikit cantik wajahnya oleh si majikan atau anak-anak laki-lakinya. Dan sama sekali tidak disediakan tempat untuk tidur” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Berdasarkan analisis kata, ditemukan beberapa kata satire yang digunakan Saudara Moedinem melalui tulisannya dalam surat kabar sedar Medan 1931, untuk mengkritik pemahaman mengenai peran gender dalam budaya. Kata-kata tersebut merujuk kepada bagaimana posisi perempuan sebagai objek yang diatur, dinilai dan menjadi korban atas tindakan eksploitasi. Pada kata “hanya”, “tidak menyetujui”, dan “tidak pantas”, merujuk kepada adanya penolakan terhadap sesuatu. Dalam konteks ini, merujuk kepada peranan orang lain dan budaya yang merasa bertanggung jawab untuk mengatur dan menilaiatasaktivitas yang dilakukan perempuan. Selanjutnya pada kata “tidak adil”, “korban”, “kecederaan”, “pemerasan”, “penganiayaan”, dan “kekejian”, merujuk kepada sesuatu yang mengalami kerugian.Di mana dalam konteks ini, pekerja perempuan yang mengalami hal merugikan tersebut secara fisik maupun materil.
Apabila ditarik dan dianalisis ke dalam kalimat secara menyeluruh, Saudara Moedinem dalam surat kabar medan 1931, dengan judul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia”, berusaha untuk menyuarakan isu kesetaraan gender dalam ranah pekerjaan dan kekerasan yang dialami perempuan. Saudara Moedinem mengkritik adanya doktrin dalam budaya yang turun-temurun dipercaya oleh orang tua, yang mana tidak menyetujui perempuan untuk bekerja diluar rumah, karena adanya stigma yang tertanam mengatakan bahwa, perempuan hanya mempunyai tugas berbakti dan melayani satu laki-laki. Kemudian pula adanya tindak eksploitasi berupa kekerasan hingga tindakan hina yang kotor, yang terjadi terhadap perempuan ketika bekerja di luar rumah.
Ideologi yang tergambar dalam isu kesetaraan gender pada artikel berjudul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia”, jika diamati melalu kalimat-kalimat terpilih, dapat disimpulkan bahwa adanya ideologi yang menempatkan perempuan sebagai sosok yang diatur dan dikontrol oleh suatu pihak dengan berlandaskan budaya demi terciptanya rumah tangga yang terkendali. Namun di sini Subjek atau pencerita, Saudara Moedinem menyampaikan hal ini dengan maksud untuk menolak adanya tindakan yang mengekang kebebasan perempuan ini.
Berikutnya merupakan analisis tingkat kata dan kalimat pada artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” :
No. | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
1. | “Setiap menyapu pandangan, ruangan kerjanya didominasi laki-laki. Hal inilah yang meninggalkan segudang pertanyaan di kepala” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
2. | "Bahkan tidak menyarankan Agni mengejar karier di bidang pemasaran, karena perkembangannya sulit untuk perempuan." | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
3. | "Terlebih menurut HRD, tidak ada kesempatan bagi pekerja perempuan mengikuti asesmen untuk menjabat petinggi pemasaran." | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
4. | “Katanya laki-laki lebih fleksibel dan pembicaraannya lebih luas, sebaliknya, perempuan main perasaan” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
5. | “Sejumlah perusahaan masih enggan merekrut pekerja perempuan. Alasannya beragam, dari faktor keamanan, kurang potensial, hingga menghambat kemajuan.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
6. | "Irwan, pernah bekerja sebagai staf senior di perusahaan retail. Meskipun telah mengajukan kenaikan jabatan ke level manajerial, jajaran pejabat perusahaan yang didominasi perempuan itu membuatnya terperangkap dalam jabatan tersebut. “Enggak usahlah naik level. Kemampuan visual merchandising kalian belum bagus. Karena itu, laki-laki dipekerjakan di gudang untuk mengangkat dan mengatur barang.” ucapnya, meniru perkataan atasannya.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
7. | “Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 tentang Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), pekerja laki-laki lebih tinggi sebesar 82,41 persen. Sementara, pekerja perempuan berjumlah 53,13 persen. Artinya, perempuan belum mendapatkan kesempatan kerja secara menyeluruh.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
8. | “Lebih dari itu, dalam proses rekrutmen mereka memanfaatkan software untuk mendeteksi uraian tugas dalam lowongan pekerjaan tidak menonjol ke sifat perempuan atau laki-laki. Sehingga tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Berdasarkan analisis kata, Saudara Aurelia menggunakan beberapa kata dalam menjelaskan isu kesetaraan mengenai bagaimana posisi perempuan dan laki-laki sebagai objek yang dinilai dan diatur oleh stereotipe yang dipercaya dalam konstruksi sosial, dalam mengembangkan potensi atau bakat mereka. Pada kata “didominasi”, mempunyai makna penguasaan pihat tertentu. Dalam konteks ini, pekerja laki-laki mendominasi pekerja perempuan. Selanjutnya kata “tidak menyarankan”, “tidak ada kesempatan”, “enggan”, dan “tidak usah”, mempunyai makna yang merujuk kepada penolakan atau larangan terhadap sesuatu. Dalam konteks ini, pekerja perempuan dan laki-laki dilarang atau tidak diperbolehkan untuk mengejar karier yang dirasa tidak cocok dengan gender mereka. Selanjutnya pada kata “lebih dan sebaliknya”, dalam bahasa Indonesia digunakan sebagai kata perbandingan. Dalam konteks ini, pekerja laki-laki dinilai dapat berbicra dan mempunyai waktu lebih leluasa, dibanding perempuan yang memakai perasaan. Kemudian pada kata “sulit”, “kurang”, “menghambat”, “belum bagus”, dan “belum mendapatkan”, mempunyai makna yang merujuk kepada penilaian terhadap sesuatu. Dalam konteks ini, penilaian terjadi kepada pekerja perempuan dan laki-laki yang dianggap mempunyai aspek yang tidak cocok dalam pekerjaan tertentu. Yang terakhir kata “diskriminasi”, Saudara Aurelia menggunakan kata ini untuk menyuarakan peraturan dalam ranah pekerjaan yang masih banyak mendiskriminasi pekerja perempuan dan laki-laki untuk mengembangkan karier mereka.
Apabila ditarik dan dianalisis ke dalam kalimat secara menyeluruh, Saudara Aurelia dalam majalah daring Magdalene.co, dengan judul “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan”, menyuarakan isu kesetaraan gender dalam ranah pekerjaan. Bukan lagi menyoal bahwa perempuan cocok menjadi Ibu rumah tangga, tetapi lebih merujuk kepada karier perempuan diatur berdasarkan stereotipe yang melekat, yakni perempuan itu lemah, menghambat pekerjaan, kurang potensial, tidak fleksibel, sehingga tidak cocok dengan pekerjaan yang berat dan membutuhkan waktu banyak, sehingga dalam proses rekruitmen tak jarang perempuan dinomorduakan dan memiliki peluang kecil untuk diterima pada bidang tertentu. Saudara Aurelia juga menjelaskan bagaimana pekerja laki-laki juga dinilai tidak pantas menjabat dalam posisi manajerial, karena dinilai laki-laki belum mempunyai kemampuan visual merchandising (mengoptimalkan penyajian produk dan layanan agar lebih menonjolkan fitur dan manfaatnya) yang bagus karena kemampuan ini lebih banyak dipunyai perempuan, serta laki-laki dinilai lebih cocok dalam pekerjaan dengan beban berat.Sehingga perusahaan-perusahaan condong menempatkan posisi pekerjaan kepada perempuan atau laki-laki berdasarkan setereotipe yang melekat.
Ideologi yang tergambar dalam isu kesetaraan gender dalam majalah daring Magdalene.co, dengan judul “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan”, adalah adanya ideologi yang menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai sosok yang diatur dan dikontrol oleh suatu pihak dengan berlandaskan stereotipe demi terciptanya pekerjaan yang sempurna. Namun di sini Subjek atau pencerita, Saudara Aurelia menyampaikan hal ini dengan maksud untuk menolak adanya tindakan yang mengekang kebebasan perempuan ini dengan memberikan contoh perusahaan yang tidak mengotak-kotakkan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, sebagai sindiran bagi perusahaan-perusahaan yang masih menjalankan sistem ini.
2 . Analisis Tingkat Kata dan Kalimat Isu Feminisme
Isu Feminisme
Untuk mendeskripsikan objek penelitian yang tergolong dalam isu feminisme, kemudian dijelaskan dalam tabel berikut :
No. | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
1. | “Indonesia dan teroetama perempoean Indonesia akan insjaf pada kepentingannja soal pekerdjaan bagi kaoem perempoean Indonesia, dan kesoekaran dan keboesoekan jang terdapat dalam berdjenis-djenis peratoeran pekerdjaan”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “Indonesia dan terutama perempuan Indonesia akan insyaf/sadar pada kepentingannya soal pekerjaan bagi kaum perempuan Indonesia, dan kesukaran dan kebusukkan yang terdapat dalam jenis-jenis peraturan pekerjaan. | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
2. | “kita sekarang bisa mendapat kejakinan, bahwa pekerdjaan oleh kaoem perempoean itoe boekan sadja di dalam roemah”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “kita sekarang bisa mendapatkan keyakinan, bahwa pekerjaan oleh kaum perempuan itu bukan saja di dalam rumah” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
3. | “Banjak anak2 perempoean memboroskan hidoepnja kepada schijnarbeid, pekerdjaan jang ta’ bergoena. Sesoedahnja berenti sekola, ia membantoe didalam roemah tangga, jang sebetoelnya tidak perloe, sebab soedah banjak boejang2, lantas ia merasa tjapai, tjapai dari perasaan jang ta’ memoeaskan hatinja, tjapai karena hidoep jang ta’ berisi, hidoep jang kesel, dari sebab ta’ ada kewadjiban sehari-hari jang jakin, tjapai oleh karena ta’ mempoenjai toedjoean hidoep jang soetji.”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini : “Banyak anak-anak perempuan memboroskan hidupnya kepada schinarbeid (merupakan bahasa Belanda yang berarti kerja palsu) pekerjaan yang tidak berguna. Sesudahnya berhenti sekolah, ia membantu di dalam rumah tangga, yang sebetulnya tidak perlu, sebab sudah banyak anak muda yang merasa capai, capai dari perasaan yang tiak memuaskan hatinya, capai karena hidup yang tidak berisi, hidup yang capai, dari sebab tidak ada kewajiban sehari-hari yang yakin, capai oleh karena tidak mempunyai hidup yang suci” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
4. | “Saja merasa heran sekali bahwa sampai sekarang ini, waktoe dimana bangsa kita semoea memperbaiki keadaan2 jang boesoek dan ta’ pantas oentoek meninggikan deradjat soewatoe rajat soepaja sempoerna, hal2pekerdjaan perempoean, jang toch djoega masoek atau terhitoeng kedalam hal2 bangsa, ta’ difikirkan atau barangkali beloem sahadja didalam pergerakan2 perempoean. Dan djikalau soal ini dibitjarakannja, jang dibitjarakan hanja pekerdjaan jang dikerdjakan oleh perempoean jang boekan kaoem Marhaen. Tetapi hanja pekerdjaan jang dikerdjakan oleh kaoem perempoean pertengahan atau tinggi sahadja, seperti di kantor2, dan di pergoroean2.Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini :“Saya merasa heran sekali bahwa sampai sekarang ini, waktu di mana bangsa kita semua memperbaiki keadaan-keadaan yang busuk dan tidak pantas untuk meninggikan derajat suatu rakyat supaya sempurna, hal-hal pekerjaan perempuan, yang toh juga masuk atau terhitung ke dalam hal-hal bangsa, tidak dipikirkan atau barangkali belum saja di dalam pergerakan-pergerakan perempuan. Dan jika soal ini dibicarakan, yang dibicarakan hanya pekerjaan yang dikerjakan oleh perempuan yang bukan kaum Marhaen. Tetapi hanya pekerjaan yang dikerjakan oleh kaum perempuan pertengahan atau tinggi saja. Seperti di kantor-kantor dan di perguruan-perguruan. | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
5. | “Saudara-saudarakoe, siapakah antara kamoe sekalijan jang masih berani membilang bahwa kewadjiban kaoem perempoean itoe : tinggal di roemah, memasak nasi oentoek laki dan anak, memperhiasi roemah dll, djika roemah ini hanja kamar jang ketjil, atapnya botjor, gelap dan sesak, sedangkan anak-anaknja mendjerit2, minta makan, pakaian robek2?”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini :“Saudara-saudaraku, siapakah antara kamu sekalian yang masih berani mengatakan bahwa kewajiban kaum perempuan itu, tinggal di rumah, memasak nasi untuk suami dan anak, menghias rumah dll, jika rumah ini hanya kamar yang kecil, atapnya bocor, gelap dan sesak, sedangkan anak-anaknja menjerit-jerit, minta makan, pakaian yang robek-robek?” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
6. | “Siapakah antara moe sekalijan, jang mengakoe bekerdja oentoek rajat Indonesia, masih berani membilang, bahwa perempoean jang haroes berkoeli dan bekerdja di loer roemahnja ini ada seorang perempoean jang ingin mendjadi lelaki, jang ingin meniroe-niroe perempoean Barat? Boekankah oleh karena keiboean jang soetji dan ketjintaan pada anaknja jang menjoeroeh si Iboe keloear dari roemahnja oentoek mentjahari makan?”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini :“Siapakah antara kamu sekalian yang mengaku bekerja untuk rakyat Indonesia masih berani mengatakan bahwa perempuan yang harus berkuli dan bekerja di luar rumahnya ini adalah seorang perempuan yang ingin menjadi laki-laki, yang ingin meniru-niru perempuan Barat? Bukankah oleh karena keibuan yang suci dan kecintaan pada anaknja jang menyuruh si Ibu keluar dari rumahnya untuk mencari makan?” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
7. | Segala anggauta dari bangsa ini haroes bekerdja, ta’ boleh lagi melihat pada deradjat atau keperempoeanan”Terjemahan ke dalam tata bahasa Indonesia saat ini :“Segala anggota dari bangsa ini harus bekerja, tidak boleh lagi melihat pada derajat atau keperempuanan” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Berdasarkan analisis kata Saudara Moedinem menggunakan beberapa kata dalam menjelaskan isu feminisme yang berani dan menentang adanya ketidaksetaraan yang dialami perempuan dan menuntut keadilan. Kata-kata terpilih di atas merupakan kata yang merujuk kepada perlawanan, penolakan dan permohonan untuk orang-orang yang berkuasa dan yang mengatur pekerjaan perempuan untuk membebaskan perempuan dalam mendapatkan hak nya bekerja di luar rumah, serta tidak membeda-bedakan pekerjaan dari derjat maupun jenis kelamin.
Apabila ditarik dan dianalisis ke dalam kalimat secara menyeluruh, Saudara Moedinem dalam surat kabar medan 1931, dengan judul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia”, berusaha untuk menyuarakan isu feminisme dalam ranah pekerjaan. Saudara Moedinem tidak hanya memperjuangkan hak perempuan dalam kebebasan bekerja, tetapi juga kelayakan peraturan-peraturan khususnya bagi pekerja perempuan. Ia juga meluruskan terkait perspektif masyarakat yang menganggap perempuan ingin menjadi laki-laki. Menurutnya, perempuan hanya ingin hak kebebasan yang sama dengan laki-laki dalam mewujudkan cita-citanya dan mensejahterakan hidup keluarganya. Adapun bila ada diskusi mengenai perbaikan peraturan untuk pekerja perempuan, pemerintah hanya berfokus kepada pekerjaan yang dijalankan bukan oleh kaum Marhaen. Pada saat itu Indonesia memang memiliki kesenjangan sosial yang sangat curam, bahkan untuk urusan pendidikan dan pekerjaan, orang-orang yang berkeluarga mampu dan mempunyai kepentingan yang bisa menikmati aspek tersebut.
Idelogi feminisme yang tergambar pada artikel berjudul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean”, jika diamati melalu kalimat-kalimat terpilih sesuai isu feminisme, dapat disimpulkan bahwa Perhimpunan Istri Sedar memiliki ciri-ciri sesuai dasar Feminisme Radikal, yakni aliran feminisme yang tertindas oleh budaya patriarki. Hal ini terbukti dalam beberapa kalimat, di mana Saudara Moedinem berulang kali menentang budaya yang mengatur perempuan untuk tidak memiliki kepentingan lain selain mengurus pekerjaan rumah, anak-anak, dan suami, serta mencoba meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kekerasan terhadap perempuan.
Berikutnya merupakan analisis tingkat kata dan kalimat pada artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” :
No. | Kalimat terpilih | Lokasi temuan |
1. | “Keresahan akan situasi di perusahaan yang “dikontrol” satu gender, tidak hanya dialami Agni. “Irwan” pernah bekerja sebagai staf senior di perusahaan retail. Meskipun telah mengajukan kenaikan jabatan ke level manajerial, jajaran pejabat perusahaan yang didominasi perempuan itu membuatnya terperangkap dalam jabatan tersebut” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
2. | “Kerapkali perlindungan perempuan digunakan sebagai alasan untuk tidak mempekerjakan mereka atau tidak meletakkan pekerja perempuan di posisi tertentu. Meskipun intensinya terlihat baik, tindakan ini justru membatasi perempuan dalam mengeksplorasi potensinya dengan maksimal” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
3. | “Lebih dari itu, dalam proses rekrutmen mereka memanfaatkan software untuk mendeteksi uraian tugas dalam lowongan pekerjaan tidak menonjol ke sifat perempuan atau laki-laki. Sehingga tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun.” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
4. | “Karenanya, inklusivitas (keterbukaan suatu komunitas terhadap toleransi dan penghormatan terhadap budaya dan keragaman, tanpa campur tangan atau penilaian oleh mayoritas) juga diterapkan di kalangan mitra, merchant, hingga konsumen. Dengan demikian, seluruh bagian perusahaan akan terangkul dan terbentuk lingkungan yang aman” | Pernyataan ini terdapat di dalam artikel |
Berdasarkan analisis kata Saudara Aurelia menggunakan beberapa kata dalam menjelaskan isu feminisme, yang merujuk kepada tuntutan keadilan tanpa membatasi hal-hal tertentu dan tidak membeda-bedakan sesuatu. Dalam konteks ini, Saudara Aurelia menyuarakan pendapatnya soal keadilan antara laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dalam ranah pekerjaan.
Apabila ditarik dan dianalisis ke dalam kalimat secara menyeluruh, Saudara Aurelia dalam majalah daring Magdalene.co, dengan judul “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan”, menyuarakan isu feminisme dalam ranah pekerjaan.Saudara Aurelia menjelaskan bahwa ada pengotak-kotakan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin di beberapa perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya stereotipe yang melekat pada masing-masing jenis kelamin, yang dianggap memengaruhiproses pekerjaan. Melalui tulisan ini, Saudara Aurelia mencoba menyampaikan bahwa hal semacam itu seharusnya tidak terjadi. Karena dengan adanya pengotak-kotakan pekerjaan ini, dapat membatasi gerak pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan untuk mengembangkan potensinya dalam berkarier.
Idelogi feminisme yang tergambar dalam dalam majalah daring Magdalene.co, dengan judul “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan”, jika diamati melalu kalimat-kalimat terpilih sesuai isu feminisme, dapat disimpulkan bahwa Magdalene.co memiliki ciri-ciri sesuai dasar Feminisme Liberal, yakni perempuan harus mempunyai kebebasan individu sesuai dengan yang mereka inginkan, karena memang laki-laki dan perempuan diciptakan setara.
3 . Analisis Tingkat Wacana
1) Surat kabar Sedar Medan 1931 dengan judul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean”
a. Karakter
Perempuan dilekatkan dengan stereotipe sebagai sosok yang diidentifikasikan cocok dengan pekerjaan rumah. Perempuan yang bekerja di luar rumah dianggap meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang mengurus anak-anaknya dan suaminya, seharusnya perempuan itu tidak boleh mempunyai pikiran yang lain selain berbakti kepada suaminya. Selain itu perempuan juga digambarkan sebagai karakter yang dapat dijadikan sebagai objek eksploitasi. Maka stereotipe ini muncul akibat adanya budaya yang mengatur peran manusia berdasarkan gender
b) Fragmentasi
Perempuan yang sedikit berwajah cantik menurut laki-laki, dijadikan sebagai bahan objektifikasi dan dieksploitasi
c ) Fokalisasi
Artikel “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean” ini merupakan tulisan dan pendapat yang dikemukakan dari sudut pandang perempuan, yakni Saudara Moedinem dari Perhimpunan Istri Sedar. Artikel ini menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang diopresi budaya oleh orang-orang yang mempercayai dan melakukannya. Pasalnya Saudara Modinem tidak hanya menggambarkan keadaan perempuan yang tertindas dengan adanya budaya ini, tetapi Saudara Moedinem juga menjelaskan pendapat orang-orang yang menganut sistem budaya ini.
Pihak yang membangun wacana atas isu kesetaraan gender dan isu feminsme ini adalah Saudara Moedinem dari Perhimpunan Istri Sedar dalam menanggapi masalah ketimpangan gender yang disebabkan oleh budaya kuno dan orang-orang yang mempercayai dan menjalankannnya. Karenanya yang menyebabkan perempuan tidak mendapatkan keadilan dalam memiliki atau melakukan pekerjaan di luar rumah.
Solusi yang ditawarkan oleh Saudara Moedinem ialah perbaikan peraturan di Indonesia agar memperhatikan nasib perempuan untuk dapat memiliki pekerjaan di luar rumah, serta memperhatikan semua nasib perempuan yang sudah memiliki pekerjaan tanpa pandang bulu berdasarkan kasta atau jenis kelamin. Artikel ini tidak ada akses untuk pembaca lain berkomentar seperti media sosial yang terdapat fitur komentar.
Tulisan ini awalnya adalah pidato yang digelar dalam kongres Perhimpunan Istri Sedar, dengan dihadiri oleh para pengurus dan anggotanya. Kemudian terdapat beberapa kata “kita” yang menimbulkan perasaan kepada pembaca bahwa pembaca tersebut menjadi bagian dari isu yang dibahas. Maka, posisi pembaca dalam melihat isu ini berada di dalam kelompok yang pro atau setuju atas pernyataan Saudara Moedinem.
2) Majalah daring Magdalene.co, dengan judul “Kerap Dinomorduakan Karier Perempuan Minim Harapan”
a) Karakter
Perempuan dilekatkan dengan stereotipe sebagai sosok yang lemah, kurang potensial, kurang produktif, dan main perasaan. Sedangkan laki-laki dilekatkan dengan stereotipe sebagai sosok yang tidak cocok dengan pekerjaan yang berhubungan dengan visual dan kerapihan, karena dianggap belum mempunyai kemampuan tersebut. Maka terdapat stereotipe yang ada di dalam kehidupan masyarakat, sehingga terbentuk adanya pembagian peran manusia dalam ranah pekerjaan berdasarkan gender.
b ) Fragmentasi
Digambarkan sebagai manusia yang rentan dan kurang produktif di banding dengan laki-laki. Penggambaran tersebut didasari oleh bahwa perempuan itu melahirkan dan mengurus anak, serta adanya stereotipe yang mengaitkan perempuan tidak bisa mengemban pekerjaan berat karena fisiknya yang rentan.
c ) Fokalisasi
Saudara Aurelia selaku penulis menggunakan sudut pandang seorang pegawai perempuan bernama Agni dalam menceritakan ketidakadilan gender yang dialaminya, serta rekannya yang lain dalam dunia kerja. Artikel ini menggambarkan perempuan dan laki-laki sebagai makhluk yang diatur dan disubordinasi oleh orang-orang yang mempercayai dan melakukannya. Artikel ini berfokus kepada penyampaian isu kesetaraan gender yang tidak hanya dialami oleh perempuan tetapi juga laki-laki.
d ) Skema
Pihak yang membangun wacana atas isu kesetaraan gender dan isu feminsme ini adalah Saudara Aurelia dari sudut pandang pegawai perempuan bernama Agni, dalam menanggapi masalah ketimpangan gender yang disebabkan oleh stereotipe dan orang-orang yang mempercayai dan menjalankannnya. Stereotipe tersebut yang dimaksud ialah kepercayaan masyarakat terhadap bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, kurang potensial, kurang produktif, emosional, dan menghambat pekerjaan, sehingga jarang dipekerjakan. Stereotipe lainnya adalah perempuan itu rajin dan rapih, sehingga ditempatkan pada pekerjaan yang berhubungan dengan data, kerapihan, dan keindahan. Sebaliknya, laki-laki dianggap lebih memiliki waktu yang fleksibel, tidak main perasaan, dapat mengerjakan hal-hal yang berat, dan tidak mempunyai keterampilan yang berdasarkan pada kerapihan dan keindahan. Sehingga, laki-laki ditempatkan pada pekerjaan yang berhubungan dengan beban berat, yang bebas waktu, dan tidak mengatur atau mempercantik sesuatu. Karenanya yang menyebabkan perempuan dan laki-laki tidak mendapatkan keadilan dalam mengembangkan potensinya dalam berkarier.
Solusi yang ditawarkan oleh Saudara Aurelia ialah perusahaan diharapkan dapat menciptakan inklusivitas yang mana tidak memilah pegawai berdasarkan jenis kelamin, melainkan berdasarkan kepada potensi dan kemampuannya di bidang tersebut. Artikel ini tidak ada akses untuk pembaca lain berkomentar seperti media sosial yang terdapat fitur komentar. Pembaca majalah daring Magdalene.co ialah yang tertarik dan memiliki posisinya masing-masing dalam feminisme dan kesetaraan gender. Maka, posisi pembaca dalam melihat isu ini berada di dalam kelompok yang pro atau setuju atas pernyataan Saudara Aurelia.
Berdasarkan hasil penemuan di atas, berikut ini merupakan pembahasan kedua artikel dalam isu kesetaraan gender dan isu feminisme :
1. Isu Kesetaraan Gender
Artikel berjudul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” dalam Surat Kabar Sedar Medan 1931, menyinggung mengenai hak serta tuntutan perempuan atas kebebasan dalam mempunyai dan menjalankan pekerjaan di luar rumah, dengan jaminan keamanan untuk menghindari adanya tindakan eksploitasi tanpa membeda-bedakan status sosial. Ideologi yang coba disampaikan dalam artikel ini adalah perempuan sebagai sosok yang diatur dan dikontrol oleh suatu pihak dengan berlandaskan budaya demi terciptanya rumah tangga yang terkendali. Budaya patriarki ini yang menyebabkan hak perempuan dirampas sehingga tidak bebas melakukan hal-hal yang dimau. Saudara Moedinem selaku Subjek (pencerita) menolak ideologi tersebut dengan menjelaskan ulang makna gender kepada pembaca, bahwa tidak ada yang namanya pekerjaan perempuan maupun laki-laki.
Kesetaraan gender yang digunakan oleh Saudara Moedinem dalam artikel ini adalah keadilan untuk perempuan agar dapat bekerja selain menjadi Ibu rumah tangga dengan berdasarkan kemampuannya masing-masing untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Persoalan ini disampaikan secara terbuka melalui kongres Perhimpunan Istri Sedar, yang kemudian disebarkan melalui surat kabar. Hasil yang ingin didapat adalah aspirasi mengenai kesetaraan gender dapat dicapai oleh masyarakat luas.
Selanjutnya artikel dalam Magdalene.co berjudul,“Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan”. Artikel ini menyinggung mengenai hak perempuan dan laki-laki dalam ranah pekerjaan yang dirampas oleh pihak tertentu dengan berdasarkan stereotipe dalam masyarakat. Sehingga baik perempuan maupun laki-laki terperangkap dalam bidang pekerjaan yang sama tanpa diberikan kesempatan untuk berkembang. Terlebih lagi perempuan yang sering dihiraukan ketika proses rekruitmen dengan alasan bahwa perempuan kurang produktif dan rentan keluar pekerjaan, karena melahirkan dan mengurus anak.
Ideologi yang coba disampaikan dalam artikel ini adalah perempuan dan laki-laki sebagai sosok yang diatur dan dikontrol oleh suatu pihak dengan berlandaskan stereotipe demi terciptanya pekerjaan yang sempurna. Saudara Aurelia selaku Subjek (pencerita) menolak ideologi tersebut dengan menjelaskan ulang makna gender kepada pembaca, bahwa perempuan dan laki-laki berhak mencapai atau mempunyai pekerjaan dibidang yang dimau dan sesuai dengan potensi mereka. Saudara Aurelia tidak dengan gamblang menolak ideologi ini, Ia menolak melalui pemberian contoh nyata perusahaan yang tidak melakukan diskriminasi gender, serta memberikan data-data adanya bias gender yang terjadi di Indonesia dalam ranah pekerjaan, setelah menceritakan ketidakadilan-ketidakadilan yang dialami perempuan dan laki-laki. Persoalan ini disampaikan secara terbuka majalah daring dalam domain magdalene.co. Hasil yang ingin didapat adalah aspirasi mengenai kesetaraan gender dapat dicapai oleh masyarakat luas.
2. Isu Feminisme
Artikel berjudul “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” dalam Surat Kabar Sedar Medan 1931, tergambar praktik budaya patriarki yang ada di masyarakat. budaya patriarki yang dimaksud adalah perempuan yang harus bekerja di rumah sebagai Ibu rumah tangga, karena harus mengurus anak dan suaminya. Jika istri bekerja, siapa yang akan mengurus suami dan anak-anaknya. Doktrin yang diberikan oleh pihak yang menganut budaya patriarki ini membatasi gerak perempuan. Perhimpunan Istri Sedar melalui surat kabar Sedar Medan, merupakan gerakan feminisme dengan menyuarakan bahwa perempuan tidak boleh tertindas oleh doktrin patriarki. Sejalan dengan pemikiran feminis radikal, mereka mencoba menghapuskan segala bentuk dominasi laki-laki. Khususnya dalam artikel ini bentuk dominasi laki-laki dalam ranah pekerjaan.
Selanjutnya artikel dalam Magdalene.co berjudul,“Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan”, tergambar pula praktik patriarki. Bedanya terletak pada konsep patriarki yang dimaksud, yakni lebih kepada anggapan perempuan yang kurang cocok pada bidang tertentu dibanding laki-laki. Namun, artikel ini tidak sepenuhnya membahas konsep patriarki, tetapi membahas stereotipe yang dilekatkan baik kepada permpuan maupun laki-laki. Oleh karena itu, pemikiran dalam artikel ini sejalan dengan feminisme liberal. Konsep feminisme liberal adalah perempuan harus mempunyai kebebasan individu sesuai dengan yang mereka inginkan, karena memang laki-laki dan perempuan diciptakan setara. Kebebasan individu di dalam feminis liberalis diantaranya, bebas dalam mengambil keputusan, bebas untuk mengontrol reproduksinya, bebas untuk berpartisipasi dalam ranah politik, bebas dalam menentukan karier, dan bebas dari budaya patriarki. Dalam artikel ini, kebebasan individu yang coba disampaikan adalah bebas untuk menentukan karier sesuai potensinya tanpa dibeda-bedakan.
Simpulan
Setelah melakukan analisis dan menguraikan artikel yang dilakukan peneliti menggunakan teori analisis wacana Sara Mills dalam isu kesetaraan gender dan feminisme di dua artikel yakni surat kabar Sedar Medan 1931 berjudul, “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” dan majalah daring Magdalene.co berjudul, “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” peneliti dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Persamaan :
a. Muncul Ideologi yang mengatur dan mengontrol perempuan yang menyebabkan tidak mendapatkan kebebasan hak, yakni dalam mengembangkan potensinya dalam berakarier. Subjek atau pencerita sama-sama menolak adanya ideologi tersebut.
b. Objek digambarkan sebagai seseorang yang diatur, dikontrol, bahkan diopresi oleh budaya dan stereotipe yang ada dan dipercaya oleh masyarakat.
c. Posisi pembaca memiliki pendapat yang sama dengan Subjek (pencerita).
2. Perbedaan :
a. Konsep gender pada tahun 1931 adalah hasil dari konstruksi sosial berdasarkan budaya patriarki yang membuat batasan ruang gerak perempuan. Sedangkan konsep gender pada tahun 2022 adalah hasil dari konstruksi sosial berdasarkan stereotipe yang berkembang di masyarakat tentang peran gender yang dibagi berdasarkan keadaan biologis perempuan dan laki-laki.
b. Perspektif kesetaraan gender pada tahun 1931 adalah kesetaraan bagi perempuan untuk mendapatkan haknya dalam bekerja dan membebaskan perempuan dari tindakan eksploitasi saat bekerja. Sedangkan perspektif kesetaraan gender pada tahun 2022 adalah kesetaraan bagi siapa saja untuk melakukan hal-hal yang diinginkan tanpa ada marjinaliasai dan subordinasi yang membatasi gerak baik perempuan maupun laki-laki, khususnya dalam ranah pekerjaan .
c. Pada surat kabar Sedar Medan 1931 berjudul, “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” Saudara Moedinem selaku Subjek (pencerita) menempatkan dalam sudut pandang perempuan. Sedangkan majalah daring Magdalene.co berjudul, “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan”, Saudara Aurelia membangun wacana dari sudut pandang netral. Meski Subjek (pencerita) dan sumber cerita adalah perempuan, namun di dalam argumen-argumen yang dibangun, terdapat cerita dari sudut pandang laki-laki pula. d. Konsep feminisme pada tahun 1931 berdasarkan artikel “Istri Sedar Terhadap Pada Pekerdjaan Kaoem Perempoean di Indonesia” adalah feminisme radikal, yakni dengan mencoba menghilangkan segala bentuk dominasi laki-laki. Sedangkan konsep feminisme pada tahun 2022 berdasarkan artikel “Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan” adalah feminisme liberal, yakni menjunjung tinggi hak-hak kebebasan manusia untuk mengekspresikan dirinya sendiri tanpa ada batasan.
3. Pada tahun 1931 subordinasi pekerjaan berfokus dengan pembebasan perempuan untuk dapat bekerja di luar rumah. Sedangkan saat ini meski sudah banyak perempuan yang terjun untuk bekerja, namun tingkat partisipasi kerja perempuan masih rendah serta masih ada stereotipe-stereotipe yang membatasi laki-laki dan perempuan untuk mengembangkan karier mereka.
4. Gerakan feminisme di Indonesia saat ini sudah lebih maju mengikuti arus perubahan teknologi yang semakin canggih. Dengan adanya teknologi yang berkembang, maka aspirasi yang disampaikan saat ini tidak lagi sebatas surat kabar dan kampanye secara langsung, tetapi sudah merambah ke media baru dengan jangkauan masyarakat yang lebih luas dan bisa diakses kapan saja.
References
- S. Walby, "Theorizing Patriarchy," Wiley-Blackwell, 1990, pp. 20.
- R. Nugroho, "Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia," Pustaka Pelajar, 2008, pp. 10-13.
- B. Pusat Statistik, "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Jenis Kelamin 2020-2021," Badan Pusat Statistika, 2021. [Online]. Available: https://www.bps.go.id/indicator/40/462/1/indeks-pembangunan-manusia-ipm-menurut-jenis-kelamin.html. [Accessed: June 23, 2022].
- W. Economic Forum, "Global Gender Gap Report 2021," World Economic Forum, March 2021. [Online]. Available: www.weforum.org. [Accessed: June 23, 2022].
- I. Media, "Webinar PLN Women Empowerment, Stronger Than Before Gender Shaming di Dunia Kerja," Indonesia Media, January 19, 2022. [Online]. Available: https://youtu.be/vjRJrhCaH4o. [Accessed: June 25, 2022].
- C. Puspita Sari, "Gender Inequality: Dampaknya terhadap Pendapatan Per Kapita (Studi Kasus 33 Provinsi di Indonesia 2011-2019)," JESI, vol. 1, no. 1, pp. 47-52, April 2021.
- B. Pusat Statistik, "Upah Rata - Rata Per Jam Pekerja Menurut Jenis Kelamin (Rupiah/Jam), 2019-2021," Badan Pusat Statistika, 2021. [Online]. Available: https://www.bps.go.id/indicator/19/1174/1/upah-rata---rata-per-jam-pekerja-menurut-jenis-kelamin-html. [Accessed: June 23, 2022].
- S. Pujileksono, "Pengantar Sosiologi," Intrans Publishing, 2018, p. 107.
- J. Dahlan, "Perhimpunan Istri Sedar (1927-1942): Pengejawantah Pergerakan Politik Perempuan Indonesia Pertama," Museum Kebangkitan Nasional, August 18, 2018. [Online]. Available: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/mkn/perhimpunan-istri-sedar-1927-1942-pengejawantah-pergerakan-politik-perempuan-indonesia-pertama/. [Accessed: October 27, 2021].
- A. Gracia, "Kerap Dinomorduakan, Karier Perempuan Minim Harapan," Magdalene.co, March 2, 2022. [Online]. Available: https://magdalene.co/story/kerap-dinomorduakan-karier-perempuan-minim-harapan. [Accessed: October 27, 2021].
- S. Mills, "Feminist Stylistics," Taylor & Francis e-Library, 2005, pp. 62-156.
- D. Ariani and Sunarto, "Construction of Feminism and Gender Equality in Social Media," BIRCI-Journal, vol. 4, no. 4, pp. 12203-12214, 2021.
- N. Puspitorukmi, "Konstruksi Feminisme Dalam Media Sosial (Analisis Wacana Kritis Tentang Feminisme Pada Akun @magdaleneid di Instagram)," Kommas, pp. 1-20, 2019.
- T. Andesti, "Wacana Pendisiplimam Kebertubuhan Perempuan (Analisis Wacana Sara Mills dalam Dekonstruksi 'Tubuhmu Bukan Milikmu' pada Akun Instagram AILA Indonesia)," Connected, vol. 2, no. 1, pp. 11-30, 2021.