Mica Amanda (1), Tri Wera Agrita (2), Aldino (3)
General Background: Science learning in elementary schools is crucial for building students’ conceptual knowledge and critical thinking. Specific Background: At SDN 201/VI Lubuk Napal, only 29% of fifth-grade students reached the minimum learning mastery in science and social science subjects. Traditional teacher-centered methods created low motivation and poor engagement. Knowledge Gap: Previous studies rarely examined Quantum Teaching specifically in the context of integrated science and social science learning at elementary level, particularly in rural schools. Aims: This study aimed to explore how the Quantum Teaching model supports classroom processes and outcomes in fifth-grade science learning. Results: Conducted as classroom action research in two cycles with 14 students, the findings showed clear progress. Teacher observation scores rose from 70.37% to 88.89%, while student observation increased from 66.67% to 88.89%. Learning mastery improved from 57.14% in the first cycle to 92.86% in the second cycle. Novelty: This research applied the TANDUR framework of Quantum Teaching in a real classroom with low motivation, demonstrating its practical relevance. Implications: The results highlight the potential of Quantum Teaching to create an interactive, enjoyable, and meaningful science learning environment that addresses both cognitive and participatory aspects.
Highlight:
Improved teacher and student participation during classroom activities.
Higher mastery of science learning outcomes across two research cycles.
Practical use of the TANDUR framework in a low-motivation classroom.
Keywords: Quantum Teaching, Science Learning, Elementary Education, Classroom Research, Student Engagement
Pendidikan merupakan segala sesuatu yang dikerjakan untuk mempengaruhi orang lain, baik secara kelompok maupun individu. Sistem pendidikan secara nasional yang telah diatur pada undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 menyatakan bahwa agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya berupa Ketahanan rohani dan keagamaan, disiplin diri, karakter, kecerdasan, moral yang tinggi, dan kemampuan yang dibutuhkan oleh diri sendiri dan masyarakat, bangsa, dan negara, pendidikan adalah usaha yang disengaja dan terencana untuk mewujudkan lingkungan belajar dan proses pembelajaran [1], [2].
Pendidikan sekolah dasar merupakan pendidikan dasar hal ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan kepribadian siswa pada pola pikir peserta didik [3]. Pada jenjang pendidikan sekolah dasar peserta didik di ajarkan berbagai ilmu sebagai pondasi untuk menjalani pendidikan di jenjang selanjutnya contohnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). IPAS merupakan mata pelajaran pokok yang di ajarkan pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Proses pembelajaran sains merupakan kegiatan teknis yang dapat diintegrasikan atau dibagi menjadi beberapa sesi individual. Prinsip ini memberikan fleksibilitas kepada guru kelas dalam hal ini, tetapi tanggung jawab utamanya adalah memastikan siswa memahami materi, dan guru tidak diwajibkan untuk memenuhi permintaan mereka [4], [5].
Menurut [6] menyatakan bahwa proses belajar merupakan proses indvidu mengubah tingkah lakunya dalam upaya memenuhi kebutuhannya artinyaKetika dihadapkan pada suatu kebutuhan, orang akan terlibat dalam kegiatan belajar. Kegiatan ini juga dapat dikarakterisasikan sebagai serangkaian tindakan, seperti menentukan hasil yang diinginkan, merencanakan pencapaian tujuan tersebut, dan memahami keadaan, memerlukan respon dan adanya hasil belajar [7].
Menurut [8] Hasil belajar merupakan wujud pencapaian dari proses yang telah dilewati selama belajar yang dilambangkan dengan satuan angka sebagai penilaiannya.Nilai ini mencerminkan sejauh mana peserta didik telah menguasai materi pembelajaran, baik dari aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Penilaian tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektvitas proses pembelajaran dan sebagai acuan dalam merancang tindak lanjut pembelajaran yang lebih optimal [9], [10].
IPAS merupakan mata pelajaran wajib di sekolah dasar yang bertujuan tidak hanya mengembangkan kognitif, efektif, dan psikomotorik peserta didik juga sebagai bekal peserta didik dalam mengenal lingkungan sekitarnya dan melatih peserta didik mengambil keputusan dalam menyelesaikan suatu masalah. Guru memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut dengan merancang suatu proses pembelajaran yang efektif [11], [12], [13].
Dasar-dasar kurikulum merdeka salah satunya adalah menggabungkan ilmu sosial dan kursus sains untuk menciptakan kursus Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). Tujuan penggabungan ini adalah untuk dapat mengendalikan lingkungan sosial dan alam bersama-sama. Konsep-konsep yang disajikan dalam mata pelajaran ini berkaitan erat dengan kehidupan siswa di lingkungan sekitar, baik alam maupun sosial. Oleh karena itu, penyajian konsep materi menggunakan strategi kontekstual dianggap lebih optimal. Fenomena ini memperkuat pentingnya pengembangan pembelajaran berbasis muatan lokal. Lebih lanjut, pembelajaran di kelas dapat dikembangkan dengan berfokus pada kekuatan dan keunikan suatu daerah. [14], [15], [16] diharapkan pembelajaran sains yang ideal dapat membantu siswa mempelajari sains secara lebih efektif.
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) sangat penting untuk membantu siswa sekolah dasar mengembangkan pengetahuan konseptual, kesadaran sosial, dan kemampuan berpikir kritis mereka [3]. Namun demikian, observasi yang dilakukan pada tanggal 13 November 2024 di SDN 201/VI Lubuk Napal mengungkapkan sejumlah kendala khusus dalam proses pembelajaran IPAS yang menghambat pencapaian tujuan pembelajaran secara optimal.
Permasalahan pertama adalah kurangnya motivasi siswa. Mayoritas siswa tampak kurang tertarik dan kurang antusias terhadap materi. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya keterlibatan siswa dalam diskusi kelas, keraguan mereka dalam bertanya, dan ketidakpedulian mereka yang cepat selama pembelajaran [17], [18].
Kedua, guru masih menggunakan metodologi tradisional yang berpusat pada guru. Ceramah, membaca, dan mencatat masih menjadi mayoritas kegiatan pembelajaran; teknik yang dapat melibatkan beragam gaya belajar siswa tidak digunakan.\. Akibatnya, pembelajaran terasa monoton dan tidak kontekstual, padahal materi IPAS erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa [19].
Ketiga, suasana kelas cenderung kaku dan tidak mendukung proses belajar yang menyenangkan. Hubungan guru dan siswa belum sepenuhnya hangat dan membangun, sehingga siswa kurang merasa nyaman untuk mengekspresikan pendapat atau mengajukan pertanyaan [13].
Selain itu, guru belum mengoptimalkan pendekatan yang dapat menggabungkan unsur intelektual, emosional, dan fisik siswa secara seimbang. Padahal, pembelajaran IPAS idealnya mengembangkan siswa secara menyeluruhtidak hanya aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik [20], [21]. Permasalahan-permasalahan tersebut menunjukkan perlunya penerapan strategi pembelajaran yang mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, interaktif, dan memotivasi siswa secara menyeluruh [22], [23].
Selain itu, hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPAS juga masih tergolong rendah, dan hanya beberapa orang siswa yang sudah mencapai KKTP (Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembejalaran). Berikut daftar hasil nilai ulangan harian siswa yang disajikan pada tabel 1.1.
Sumber : Wali Kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal
Berdasarkan data hasil belajar pada tabel 1.1 di atas, terdapat 4 peserta didik dengan persentase 29% yang telah mencapai KKTP dengan nilai minimal 70, sedangkan sebanyak 10 peserta didik dengan persentase 71% belum mencapai KKTP tersebut. Artinya persentase ini menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik kesulitan dalam memahami materi yang di ajarkan, di sebabkan oleh berbagai faktor yaitu model pembelajaran yang kurang menarik, rendahnya keterlibatan peserta didik dalam proses belajar, dan kurang nya strategi pembelajaran yang inovatif.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, maka di perlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan peserta didik secara aktif dan menyenangkan, yang menjadi pembelajaran lebih kontesktual dan bermakna. Diantara model pembelajaran yang akan di terapkan adalah Model Quantum Teaching. [24] Quantum Teaching adalah pendayagunaan bermacam-macam interaksi yang ada, baik di dalam maupun di sekitar peristiwa belajar, yang mengubah keterampilan dan bakat bawaan siswa menjadi pengetahuan yang dapat membantu mereka dan orang lain.
Model Quantum Teaching akan menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna, karena peserta didik dapat mengalami apa yang sedang di pelajari bukan hanya sekedar melihat atau menghafal. Pembelajaran Quantum Teaching dengan kerangka TANDUR (Tumbuh, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) peserta didik di latih untuk menjadi imajinatif dan energik sehingga efektif dan psikomotorik peserta didik bisa tumbuh. Selain itu model ini lebih menekankan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, peneliti memilih model Quantum Teachingkarena efektif dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan serta menciptakan pembelajaran yang nyata.Peneliti memilih model Quantum Teaching di kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal, karena dalam model Quantum Teaching ini menciptakan interaksi antara guru dan peserta didik serta kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Karena peneliti menganggap kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik.
pentingnya pendidikan dasar, kondisi pembelajaran IPAS di lapangan, hingga pemilihan model Quantum Teaching sebagai solusi. Namun, akan lebih meyakinkan dan memperkuat posisi kebaruan (novelty) jika penulis mempertegas “gap” penelitian, yaitu celah yang belum banyak dikaji dalam penelitian terdahulu. Misalnya, penulis bisa menambahkan bahwa penelitian sebelumnya belum banyak menguji efektivitas model Quantum Teaching secara spesifik dalam konteks mata pelajaran IPAS di sekolah dasar, terutama di wilayah seperti Lubuk Napal. Penekanan pada aspek ini akan membuat kontribusi ilmiah dan kebaruan penelitian menjadi lebih jelas dan kuat, serta membedakannya dari studi-studi sejenis.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memfokuskan penelitian dengan judul “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPAS Menggunakan Model Quantum Teaching di Kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal”. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya dalam penerapan model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa sekolah dasar.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya dalam penerapan model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa sekolah dasar sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat memperoleh hasil yang baik.
Penelitian yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. [25] menyatakan penelitian tindakan kelas adalah latihan pemecahan masalah dilakukan secara siklus untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas, dengan tujuan meningkatkanproses dan hasil pembelajaran. penelitian tindakan kelas merupakan pemeriksaan metodis atas inisiatif yang diambil oleh sekelompok orang untuk meningkatkan standar prosedur pendidikan melalui tindakan yang bermanfaat dilakukan dan merefleksi hasil tindakannya. Dalam penelitian PTK ini terdapat 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi [26].
Desain PTK yang digunakan peneliti adalah model dari KemmisdanMcTaggart [27]. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, dengan setiap siklusnya meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, dimana Kedua, pendekatan konvensional yang berpusat pada guru masih digunakan oleh para pendidik. Sebagian besar kegiatan pembelajaran masih berupa ceramah, membaca, dan mencatat; strategi yang dapat mengakomodasi beragam preferensi belajar siswa belum diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Tahap-tahap dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan perencanaan (planning), tindakan (action), mengobservasi (observation), serta melakukan refleksi (reflecting), dan seterusnya. Apabila sudah mencapai indikator keberhasilan maka siklus dihentikan.
1. Kegiatan Pembelajaran Aspek Pendidik
Berdasarkan hasil observasi, kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik pada Siklus II menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan Siklus I. Guru mampu mengelola pembelajaran dengan baik melalui penerapan model Quantum Teaching, yang menekankan prinsip “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Pendekatan ini memungkinkan guru mengaitkan materi dengan pengalaman nyata siswa, memanfaatkan sumber daya pendidikan yang menarik, serta menciptakan suasana kelas yang aktif dan menyenangkan.
Refleksi dari Siklus I menunjukkan bahwa terdapat beberapa aspek yang perlu diperbaiki, seperti peningkatan apersepsi, penguatan pada penjelasan materi, serta pemberian umpan balik positif kepada siswa. Pada Siklus II, guru melakukan perbaikan tersebut tanpa mengubah modul, lesson outline (LO) guru dan siswa, maupun instrumen tes yang telah disiapkan. Hal ini sejalan dengan pendapat [19] bahwa Quantum Teaching bukan sekadar metode mengajar, melainkan orkestra pembelajaran yang memadukan interaksi, strategi, dan suasana kelas untuk membangkitkan minat serta keterlibatan siswa.
Dengan skor 88,89%, hasil observasi menunjukkan bahwa keterlibatan guru berada pada rentang sangat baik. Baik secara individu maupun kelompok, guru dapat menginspirasi siswa untuk aktif dengan memberikan stimulus pembelajaran. Hasil ini sejalan dengan penelitian [28] yang menunjukkan bahwa penerapan model Quantum Teaching meningkatkan keterlibatan guru dari 73% pada siklus I menjadi 91% pada siklus II, yang merupakan kualifikasi sangat baik. Hasil ini sejalan dengan teori belajar konstruktivis yang menyatakan bahwa pengetahuan akan lebih bermakna jika dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman belajar yang aktif, kolaboratif, dan kontekstual (Piaget, 1972). Dengan Quantum Teaching, siswa tidak hanya menerima materi secara pasif, tetapi juga mengalami proses penemuan konsep, sehingga pemahaman menjadi lebih mendalam dan tahan lama."
Peningkatan antusiasme siswa dalam pembelajaran ini diduga kuat karena pendekatan Quantum Teaching yang diterapkan mampu menciptakan suasana belajar yang lebih hidup dan relevan. Guru membuat pembelajaran lebih relevan dan kurang abstrak dengan "membawa dunia mereka ke dunia kita, dan membawa dunia kita ke dunia mereka," yang menghubungkan materi dengan situasi dan pengalaman nyata siswa. Strategi ini lebih menarik dan mengakomodasi beragam gaya belajar siswa dibandingkan metode tradisional, yang biasanya satu arah dan hanya berfokus pada penyampaian materi. Hasilnya, siswa merasa lebih dihargai dan terinspirasi untuk berkontribusi sepenuhnya. Selain itu, interaksi yang intens dan penggunaan berbagai strategi pembelajaran dalam Quantum Teaching membangkitkan minat serta keterlibatan siswa secara keseluruhan, sehingga suasana kelas menjadi lebih kondusif dan dinamis.
"Penelitian [28] juga menunjukkan bahwa penerapan Quantum Teaching dapat meningkatkan minat belajar dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa, di mana aktivitas siswa naik dari 70,53% menjadi 86,25% dan aktivitas guru dari 73% menjadi 91%. Data tersebut memperkuat bukti bahwa peningkatan proses pembelajaran melalui model ini memberikan pengaruh nyata terhadap hasil belajar IPA."
2. Proses Belajar Peserta Didik
Pada Siklus II, proses belajar peserta didik mengalami peningkatan yang jelas dibandingkan Siklus I. Siswa terlihat lebih antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, aktif bertanya, menjawab pertanyaan, serta berpartisipasi dalam diskusi kelompok. Prinsip TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan) dalam Quantum Teaching membuat siswa lebih mudah memahami materi dan berani mengemukakan pendapat.
Jika pada Siklus I keterlibatan siswa masih berada pada kategori “cukup” hingga “baik”, maka pada Siklus II meningkat menjadi “sangat baik”. Siswa lebih cepat merespons instruksi guru, terlibat aktif dalam pengamatan, serta mampu mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2012) bahwa keaktifan belajar siswa adalah salah satu indikator penting keberhasilan pembelajaran, karena pembelajaran yang efektif memerlukan partisipasi aktif siswa secara fisik, mental, maupun emosional.
Kesimpulan ini diperkuat oleh penelitian [29] yang menunjukkan bahwa penggunaan Quantum Teaching meningkatkan keterlibatan belajar siswa dalam sains dari 56,92% pada akhir Siklus I menjadi 85,76% pada akhir Siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa strategi ini berhasil memotivasi siswa untuk berpartisipasi lebih aktif dan giat dalam pembelajaran mereka.
Pendekatan Pengajaran Kuantum, yang menggabungkan konsep pembelajaran holistik, juga berperan penting dalam peningkatan minat dan pembelajaran aktif siswa, di samping pengenalan model pembelajaran baru. Misalnya, prinsip TANDUR menawarkan beragam kesempatan belajar, seperti mendorong rasa ingin tahu, pengalaman langsung, pengulangan, dan pengakuan atas pencapaian, untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Siswa berada di inti pembelajaran aktif dan mandiri dengan Pengajaran Kuantum, berbeda dengan pendekatan tradisional yang seringkali repetitif dan berpusat pada guru. Siswa merasa lebih dihargai dan nyaman bereksplorasi serta berinteraksi dalam suasana ini, yang meningkatkan motivasi belajar alami mereka.
3. Hasil Belajar IPA
Peningkatan aktivitas guru dan siswa berdampak positif terhadap hasil belajar IPA pada Siklus II. Persentase ketuntasan belajar siswa meningkat secara signifikan dibandingkan Siklus I. Siswa yang mencapai nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah maupun rata-rata nilai kelas.
Hasil ini sejalan dengan teori belajar konstruktivis yang menyatakan bahwa pengetahuan akan lebih bermakna jika dibangun sendiri oleh siswa melalui pengalaman belajar yang aktif, kolaboratif, dan kontekstual (Piaget, 1972). Dengan Quantum Teaching, siswa tidak hanya menerima materi secara pasif, tetapi juga mengalami proses penemuan konsep, sehingga pemahaman menjadi lebih mendalam dan tahan lama.
Penelitian [28] juga menunjukkan bahwa penerapan Quantum Teaching dapat meningkatkan minat belajar dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa, di mana aktivitas siswa naik dari 70,53% menjadi 86,25% dan aktivitas guru dari 73% menjadi 91%. Data tersebut memperkuat bukti bahwa peningkatan proses pembelajaran melalui model ini memberikan pengaruh nyata terhadap hasil belajar IPA.
Dengan demikian, pembahasan ini menunjukkan bahwa perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan pada Siklus II, meskipun tetap menggunakan modul, LO guru dan siswa, serta instrumen tes yang sama, berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran dari aspek pendidik, proses belajar peserta didik, hingga hasil belajar IPA. Peningkatan yang terjadi konsisten dengan teori pembelajaran dan penelitian terdahulu, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan Quantum Teaching efektif dalam meningkatkan mutu pembelajaran IPAS di kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal.
peningkatan hasil belajar ini mengindikasikan bahwa Quantum Teaching mampu mengatasi kelemahan metode pembelajaran tradisional yang cenderung pasif dan hanya menekankan pada penghaPfalan. Dengan melibatkan siswa dalam proses penemuan dan pengalaman belajar yang kontekstual, siswa lebih mampu menginternalisasi konsep-konsep IPA secara mendalam. Selain itu, suasana pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif dapat mengurangi stres dan kecemasan belajar, meningkatkan motivasi, serta mendorong siswa untuk berani mengemukakan ide dan bertanya, yang pada akhirnya memperkuat pemahaman dan daya ingat mereka terhadap materi pelajaran.
Informasi kuantitatif disajikan secara komprehensif dan mudah dipahami, termasuk persentase pencapaian KKTP sebelum dan sesudah penerapan model, skor observasi aktivitas guru dan siswa, serta hasil tes akhir. Hal ini memberikan gambaran yang meyakinkan kepada pembaca tentang seberapa efektif model Pengajaran Kuantum dalam meningkatkan proses dan hasil pembelajaran sains di kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal.
Data empiris dan landasan teori yang terintegrasi dengan baik juga dipastikan dengan dukungan referensi teori dan penelitian terdahulu yang relevan. Keaslian dan keandalan data yang disajikan dalam artikel ini diperkuat dengan penggunaan tabel untuk menunjukkan hasil pembelajaran dan deskripsi kualitatif karakteristik pendidik dan siswa.
Temuan penelitian ini telah dihubungkan secara efektif oleh penulis dengan teori konstruktivisme, yang menyoroti pentingnya pengalaman aktif siswa dalam menciptakan pengetahuan, sebagaimana dijelaskan oleh Piaget (1972). Berdasarkan gagasan ini, penggunaan model Pembelajaran Kuantum, yang memberi siswa kesempatan untuk terlibat dalam pembelajaran eksperiensial, mendorong pemahaman ide yang lebih mendalam dan tahan lama.
Selain itu, penulis juga merujuk pada beberapa penelitian relevan yang menunjukkan hasil serupa, seperti penelitian [28] dan [29], yang menguatkan temuan bahwa Quantum Teaching dapat meningkatkan aktivitas belajar guru dan siswa serta hasil belajar siswa.
Namun, agar tinjauan akademis menjadi lebih komprehensif dan seimbang, penulis disarankan untuk menambahkan perbandingan dengan penelitian-penelitian yang menunjukkan hasil berbeda atau kurang mendukung efektivitas Quantum Teaching. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang kondisi keberhasilan maupun keterbatasan model pembelajaran tersebut. Hal ini juga akan memperkuat kredibilitas akademis artikel dan memberikan ruang untuk diskusi kritis terkait penerapan Quantum Teaching dalam konteks pembelajaran IPAS di sekolah dasar.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui dua siklus pada pembelajaran IPAS dengan penerapan model Quantum Teaching di Kelas V SDN 201/VI Lubuk Napal, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kualitas pembelajaran guru meningkat signifikan. Pada siklus I pertemuan pertama, nilai observasi guru mencapai 70,37% (kategori cukup), meningkat menjadi 77,78% (baik) pada pertemuan kedua siklus I, lalu naik ke 85,19% dan 88,89% (sangat baik) pada pertemuan pertama dan kedua siklus II. Hal ini menunjukkan penguasaan model Quantum Teaching oleh guru semakin baik, terutama dalam aspek apersepsi, penggunaan media pembelajaran, dan penguatan siswa.
2. Aktivitas dan partisipasi siswa meningkat nyata. Pada siklus I, keterlibatan siswa bervariasi dan belum merata. Setelah perbaikan di siklus II, siswa lebih aktif dalam diskusi, menjawab pertanyaan, pengamatan, dan presentasi hasil kerja kelompok, yang tercermin dalam peningkatan skor observasi secara konsisten.
3. Ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan signifikan. Pada pra-siklus, hanya 29% siswa mencapai nilai di atas KKTP (≥70). Setelah penerapan Quantum Teaching, ketuntasan naik menjadi 61% di siklus I dan 93% di siklus II. Hal ini menunjukkan model ini efektif membantu siswa memahami materi IPAS, terutama topik sifat cahaya, indra penglihatan, sumber bunyi, dan sifat bunyi.
4. Model Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan bermakna. Melalui kerangka TANDUR dan pendekatan holistik, model ini mendorong kolaborasi, pengalaman langsung, dan keterlibatan emosional siswa, yang esensial dalam pembelajaran IPAS yang kontekstual.
5. Rekomendasi praktis: Model Quantum Teaching layak diterapkan di sekolah dasar lain yang menghadapi permasalahan rendah motivasi dan hasil belajar. Guru perlu dilatih mengintegrasikan prinsip-prinsip model ini dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
6. Saran untuk penelitian selanjutnya: Disarankan untuk mengembangkan dan menguji Quantum Teaching di mata pelajaran lain atau jenjang kelas berbeda, serta mengeksplorasi dampak jangka panjang model ini terhadap kemandirian belajar dan pengembangan karakter siswa guna menjamin keberlanjutan manfaatnya.
Ucapan Terima Kasih
Artikel jurnal ini tidak akan mungkin terwujud tanpa ketekunan, dukungan, dorongan, dan doa dari banyak orang. Dengan rasa hormat yang sebesar-besarnya, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing saya atas semua saran, masukan, dan suntingan yang bermanfaat yang telah meningkatkan proses penulisan hingga tugas ini selesai.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kemdikbud, Judul buku atau pedoman yang relevan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, hlm. 16.
S. B. Djamarah dan A. Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2014.
D. Viqri, L. Gesta, M. F. Rozi, A. Syafitri, A. M. Falah, K. Khoirunnisa, dan R. Risdalina, “Problematika Pembelajaran IPAS dalam Kurikulum Merdeka,” Jurnal Inovasi, Evaluasi Dan Pengembangan Pembelajaran (JIEPP), vol. 4, no. 2, hlm. 310–315, 2024. [Online]. Available: https://doi.org/10.54371/jiepp.v4i2.419
M. Ariyanto, “Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Kenampakan Rupa Bumi Menggunakan Model Scramble,” Jurnal Profesi Pendidikan Dasar, vol. 3, no. 2, hlm. 134–140, Des. 2016. [Online]. Available: http://journals.ums.ac.id/index.php/ppd/article/view/3844
F. N. Isti`adah, Teori-Teori Belajar Dalam Pendidikan, R. Permana, Ed., vol. 1. Edu Publisher, 2020.
Ihsana, Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017.
A. Damayanti, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Peserta Didik Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 2 Tulang Bawang Tengah,” Prosiding SNPE FKIP Universitas Muhammadiyah Metro, vol. 1, no. 1, hlm. 99–108, 2022.
F. Kustanto, “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Metode Participatory Learning Pada Materi Keliling Dan Luas Bangun Datar,” Jurnal Ilmiah Mitra Swara Ganesha, vol. 2, no. 2, hlm. 63–76, 2015.
K. N. Ikhsan, “Sarana Pembelajaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar,” ACADEMIA: Jurnal Inovasi Riset Akademik, vol. 2, no. 3, hlm. 119–127, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.51878/academia.v2i3.1447
Sulthon, “Pembelajaran IPA yang Efektif dan Menyenangkan Bagi Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI),” STAIN Kudus, vol. 4, no. 1, hlm. 38–54, 2016.
A. Dewi dan R. Susanto, “Analisis Pengaruh Pembelajaran Quantum terhadap Proses dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA Kelas VA di SDN Joglo 04 Petang (studi pre-eksperimen),” Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa: Jurnal Penelitian Pendidikan Dasar, vol. 4, no. 2, hlm. 230–243, 2018.
H. Missa dan A. B. Baunsele, “Pembelajaran Quantum Teaching Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Katolik Sint Aloysius Niki-Niki Kabupaten Timor Tengah Selatan,” EduMatSains Jurnal Pendidikan, Matematika Dan Sains, vol. 5, no. 2, hlm. 93–104, 2021.
N. M. Yulia, D. N. Fithriyah, dan L. N. Faizah, “Modul Pembelajaran IPAS Kelas IV Berbasis Kearifan Lokal Pada Kurikulum Merdeka,” Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata, vol. 5, no. 2, hlm. 222–229, 2024. [Online]. Available: https://doi.org/10.51494/jpdf.v5i2.1307
D. Meylovia dan A. Julianto, “Inovasi Pembelajaran IPAS pada Kurikulum Merdeka Belajar di SDN 25 Bengkulu Selatan,” Jurnal Pendidikan Islam Al-Affan, vol. 4, no. 1, hlm. 84–91, 2023. [Online]. Available: https://doi.org/10.69775/jpia.v4i1.128
Kemendikbudristek, Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran, 2022. [Online]. Available: http://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/02/Kajian-Akademik-Kurikulum-untuk-Pemulihan-Pembelajaran.pdf
S. Nurqaidah dan A. Hendra, “Persepsi Siswa tentang Efikasi Guru dan Tingkah Laku dengan Hasil Belajar Siswa,” Education: Jurnal Pendidikan, vol. 1, no. 1, hlm. 158–166, 2022.
M. Noorrahmah, “Implementasi Model Limit Dan Media Pop Up Book Untuk Meningkatkan Aktivitas, Hasil Belajar Dan Keterampilan Memecahkan Masalah Di Kelas 4 Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Sosial Dan Konseling, vol. 1, no. 3, hlm. 974–983, 2023. [Online]. Available: https://doi.org/10.47233/jpdsk.v1i2.15
E. Siregar dan F. D. Ramadhani, “Game Edukatif Berbasis Powerpoint untuk Mata Pelajaran IPS Kelas V Sekolah Dasar,” Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, vol. 6, no. 2, hlm. 240–247, 2022.
B. DePorter, dkk., Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas (Ary Nilandari). Bandung: Kaifa, 2014.
Z. Zubaili dan S. Mahmud, “Penerapan Quantum Teaching dalam Pembelajaran Siswa MIN 13 Nagan Raya,” Jurnal Jendela Pendidikan, vol. 4, no. 4, hlm. 425–432, 2024. [Online]. Available: https://doi.org/10.57008/jjp.v4i04.1062
N. P. Sari dan D. Sudirman, “Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Melalui Strategi Pembelajaran Quantum Teaching Dengan Penggunaan Media Lingkungan,” Eksakta: Jurnal Penelitian dan Pembelajaran MIPA, vol. 6, no. 1, hlm. 62–68, 2021.
Suyanto, Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2018, hlm. 25.
Malawi, dkk., Pembaharuan Pembelajaran. Jawa Timur: CvAe Media Grafika, 2018.
M. Megawati dan R. N. Sari, “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Quantum Learning di Sekolah Dasar,” Jurnal Muara Pendidikan, vol. 7, no. 2, hlm. 369–377, 2022. [Online]. Available: https://doi.org/10.52060/mp.v7i2.981
A. Susanto, Teori Belajar Pembelajaran Di Sekolah Dasar, Cet. 4. Jakarta: Kencana, 2016.
S. Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2019.
L. F. Dewi, Model Quantum Teaching untuk Meningkatkan Minat Belajar IPAS Siswa Kelas V MIS Nurul Yaqin. Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2025.
E. P. Julianty, Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Peserta Didik pada Mata Pelajaran IPAS Kelas IV SDN 198/I Pasar Baru. S1 Thesis, Universitas Jambi, 2023.