Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Philosophy. Psychology. Religion
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.8614

Preschooler Social And Emotional Development During the Covid-19 Pandemic


Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Prasekolah selama Pandemi Covid-19

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pandemic covid-19 Preschool Socioemotional Development

Abstract

Pre-schoolers’ social and emotional development has impacted by Covid-19 pandemic. The pandemic has limited their activities. This study aims to narratively review various articles related to the social and emotional development problems of children affected by the COVID-19 pandemic and to find out its factors. Article reviews is used to collect data related to pre-schoolers social and emotional development and its factors during the pandemic. The result indicates that there are several psychological problems on pre-schoolers, namely anxiety, attachment issues, and maladaptive behaviour. The research also includes pre-schoolers’ social and emotional development moderating factors, namely parent belief, parenting stress, parenting efficacy, and school management. This research implies that boosting parent and school competencies to create playful and connected circumstances can help pre-schoolers’ develop their social and emotional competence.

Highlights:

  • The COVID-19 pandemic has negatively affected pre-schoolers' social and emotional development.
  • Psychological issues, including anxiety and attachment issues, have emerged among pre-schoolers during the pandemic.
  • Parental beliefs, parenting stress, and school management play crucial roles in moderating pre-schoolers' social and emotional development during these challenging times.

Keywords: Pandemic covid-19, Preschool, Socioemotional Development

Pendahuluan

Usia prasekolah merupakan usia dimana anak-anak belajar mengenal lingkungan sosial yang lebih luas. Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kritis karena anak dihadapkan pada situasi sosial yang lebih kompleks [1]. Sebelum mengikuti program di luar rumah baik itu Kelompok Bermain (KB) atau Taman Kanak-Kanak (TK) , anak-anak berinteraksi erat dengan orangtua maupun orang lain yang tinggal bersama mereka. Setelahnya, anak belajar untuk berinteraksi dengan orang baru. Bagi sebagian anak, bertemu orang baru menjadi hal yang menakutkan. Bagi sebagian yang lain, bertemu dengan orang baru menjadi sebuah pengalaman menyenangkan yang ditunggu-tunggu.

Kesempatan berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga menjadi peluang bagi anak prasekolah untuk berkembang lebih baik, khususnya perkembangan sosial dan emosional. Anak prasekolah akan mendapatkan stimulasi yang dibutuhkan untuk perkembangan sosial dan emosional. Anak akan belajar berinteraksi tidak hanya dengan orang dewasa lain, tetapi juga akan berinteraksi dengan teman sebayanya. Interaksi sosial dengan teman sebaya memungkinkan anak berada dalam situasi yang bermanfaat untuk perkembangan sosial dan emosional yang lebih matang [2]. Kesempatan ini akan diperoleh ketika anak berada dalam kelas bermain atau taman kanak-kanak dimana anak secara langsung berinteraksi dengan orang lain, tidak hanya dengan teman sebaya tetapi juga dengan orang dewasa lain.

Pandemi Covid-19 yang terjadi pada akhir tahun 2019 merubah kebiasaan secara signifikan pada berbagai bidang, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Tidak lagi diperbolehkan tatap muka secara langsung dalam kegiatan pembelajaran untuk meminimalkan ya penularan. Pada akhirnya, pembelajaran dilaksanakan dalam jaringan (daring). Seluruh jenjang pendidikan melaksanakan pembelajaran secara daring. Pembelajaran anak usia dini juga dilaksanakan secara daring untuk menjaga kegiatan belajar anak prasekolah. Pembelajaran daring ini ternyata membawa dampak tersendiri bagi orangtua dan anak, dimana pelaksanaannya menjadi sumber stres bagi ibu yang kemudian memengaruhi bagaimana interaksi ibu dengan anak [3]. Kondisi pandemi covid-19 ini disebut sebagai kondisi vulnerability, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA).

Pendidikan prasekolah idealnya dilakukan secara langsung, dimana anak prasekolah membutuhkan proses belajar yang konkret sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak. Pembelajaran yang dilakukan secara langsung memungkinkan anak belajar lebih mudah melalui contoh. Belajar langsung melalui indera, memungkinkan anak mendapatkan sensasi secara langsung, juga dibutuhkan oleh anak prasekolah dalam proses belajar. Tatap muka secara langsung ini juga dibutuhkan untuk perkembangan sosial dan emosional anak melalui interaksi sosial di taman bermain dan taman kanak-kanak. Namun, proses pembelajaran yang ideal ini tidak terjadi pada saat pandemi. Pandemi covid-19 menyebabkan penurunan aktivitas fisik pada anak secara signifikan, dimana aktivitas fisik dibutuhkan anak prasekolah untuk memastikan perkembangan anak baik itu perkembangan saraf, emosi, maupun perkembangan fisik [4]. Penelitian menunjukkan bahwa pandemi covid-19 memengaruhi perubahan perilaku [5] terutama dengan penggunaan gawai di rumah [6].

Perubahan kebiasaan juga terjadi dalam lingkup keluarga. Pandemi memaksa setiap orangtua bekerja untuk bekerja dari rumah [7]. Interaksi di dalam keluarga menjadi lebih intens karena aktivitas di luar rumah juga menjadi terbatas. Orangtua mendadak mendapatkan tugas tambahan sebagai pendidik di rumah dengan tidak diadakannya tatap muka secara langsung. Tugas tambahan ini menjadi tuntutan tersendiri bagi orangtua. Tidak hanya bagi orangtua bekerja yang mendapatkan tugas tambahan sebagai pendidik, tetapi juga bagi orangtua yang tidak bekerja. Tuntutan ini menjadi sumber stres bagi orangtua. Hubungan diadik antara orangtua dan anak membuat anak dihadapkan pada situasi tidak menyenangkan yang muncul akibat stres orangtua. Dampak terganggunya perkembangan sosioemosional pada anak prasekolah ditemukan pada penelitian yang menyebutkan bahwa sebagian banyak anak prasekolah mengalami peningkatan kecemasan [8] dan kondisi ini terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia yang lain seperti di Saudi Arabia [9] dan di Turki [10].

Kesempatan belajar yang hilang karena ketiadaan pembelajaran tatap muka secara langsung tentu akan berdampak pada perkembangan anak prasekolah, baik itu perkembangan sosial maupun perkembangan emosional. Perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah juga terdampak perubahaan kebiasaan orangtua dengan pertemuan yang semakin intens. Perkembangan sosioemosional pada anak prasekolah yang tidak tertangani akan membawa dampak negatif terhadap kondisi psikologis anak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah selama masa pandemi covid-19.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian reviu literatur dengan menggunakan kerangka PICO (Population, Intervention, Comparation, dan Outcome). Kerangka PICO digunakan untuk mendapatkan artikel yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kata kunci yang digunakan dalam mencari artikel adalah “preschoolers” “social development” “emotional development” dan “pandemic” dalam Bahasa Inggris dan “anak prasekolah” “perkembangan sosial” “perkembangan emosi” dan “pandemi dalam Bahasa Ya. Pencarian dilakukan pada dua database elektronik yaitu ScienceDirect dan google scholar.

Populasi yang digunakan pada penelitian review literatur ini adalah anak prasekolah berusia 3-6 tahun. Penelitian ini hanya mereview artikel dengan metode penelitian kuantitatif non-eksperimen dan penelitian kualitatif. Tahun penelitian dibatasi untuk memastikan kondisi pandemi merupakan pandemi covid-19, sehingga hanya artikel yang terbit tahun 2020 – 2022 saja yang digunakan pada penelitian ini. Hasil dari artikel yang dikumpulkan berupa 1) gambaran perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah dan 2) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah.

Kriteria inklusi yang digunakan untuk mendapatkan artikel pada penelitian ini adalah 1) populasi atau subyek penelitian adalah anak prasekolah berusia 3-6 tahun, 2) Hasilnya berupa gambaran perkembangan sosial dan perkembangan emosional 3) Menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah, 4) artikel yang ditulis menggunakan bahasa Ya atau Bahasa Inggris, 5) Artikel diterbitkan pada rentang tahun 2020-2022. Kriteria eksklusi 1) populasi atau subyek penelitian adalah orangtua atau guru, 2) Penelitian menggunakan metode kuantitatif-eksperimen, 3) Hasilnya tidak menunjukkan gambaran perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan 4) Artikel tidak menggunakan Bahasa Inggris atau Bahasa Ya, dan 5) Artikel diterbitkan diluar rentang tahun 2020-2022.

Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa dengan menggunakan ulasan naratif sesuai dengan tujuan penelitian. Ulasan naratif akan dilakukan dengan mendeskripsikan berbagai temuan dalam artikel yang sesuai dengan kriteria, yaitu subyek penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian. Hasil ulasan tersebut kemudian dikompilasi dan ditarik kesimpulan tentang bagaimana informasi yang diperoleh dapat digunakan di dalam penelitian ini dan penelitian selanjutnya.

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

Berdasarkan pemeriksaan artikel diperoleh sebanyak 165 artikel dari kata kunci yang digunakan untuk mencari di elektronik database. 165 artikel diperoleh digunakan dua saringan, yaitu tahun terbit dan jenis artikel. Sesuai kriteria inklusi, hanya artikel yang terbit pada rentang tahun 2021-2022 saja yang disertakan. Artikel yang berbentuk riset saja yang disertakan. Selanjutnya artikel diidentifikasi dengan menyesuaikan tujuan penelitian yaitu mengetahui gambaran perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah pada saat pandemi covid-19. Sebanyak 6 studi yang dipertahankan untuk dilakukan review. Seluruh penelitian yang direview merupakan penelitian empirik yang melibatkan tidak hanya anak prasekolah tetapi juga orangtua maupun pengasuh. Lokasi penelitian ditemukan sebanyak 2 penelitian yang berasal dari Indonesia dan sisanya dari luar Indonesia.

No. Judul Penulis Subyek Perkembangan sosioemosional Prediktor
1 Caregivers’ perceived changes in engaged time with preschool-aged children during COVID-19: Familial correlates and relations to children’s learning behavior and emotional distress [11] X. Zhang Pengasuh utama anak prasekolah sebanyak 764 (403 laki-laki, 361 perempuan; usia: M ± SD = 59.07 ± 12.28 bulan) Perilaku belajar yang positif, gejala kecemasan dan menarik diri yang rendah. Persepsi pengasuh
2 COVID-19: Psychological symptoms and coping strategies in preschoolers, schoolchildren, and adolescents[12] E. Delvecchio et al 385 orangtua dari anak prasekolah (3–5 years old; Mage = 4.04, SD = 0.82) Nervousness, restlessness, irritability, perubahan pola tidur Strategi koping anak
3 Family socio-economic status and Chinese Preschoolers’ anxious symptoms during the COVID-19 pandemic: the roles of parental investment, parenting style, home quarantine length, and regional pandemic risk[13] L. Zhang, H. Cao, C. Lin, and P. Ya 16,161 keluarga dengan anak berusia 3–6 tahun (M = 4.89, SD = 0.966) Kecemasan parental investment, Gaya pengasuhan, durasi karantina, dan risiko pandemi regional
4 A predictable home environment may protect child mental health during the COVID-19 pandemic[14] L. M. Glynn, E. P. Davis, J. L. Luby, T. Z. Baram, and C. A. Sandman 169 pasang ibu-anak.Rata-rata usia anak 4.1 tahun dengan rentang usia 2.6 hingga 6.0 tahun Perilaku conduct Rutinitas keluarga
5 Analisis Dampak Pandemi Covid-19 Pada Anak Prasekolah Usia 36-72 Bulan (Studi di KB Kuncup Melati dan TK Pamardi Putra)[15] M. Milawati, E. Y. Kurniawati, and Y. U. Khasanah 19 anak prasekolah dengan usia 36-72 bulan. Low level of anxiety, medium level of stress Gaya pengasuhan Authoritarian
6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Dan Kemandirian Fisik Anak Usia Prasekolah 4-6 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Wilayah Meruyung Kota Depok[16] P. A. Nabila, N. Sukamti, and A. M. Usman 50 pasang orangtua-anak berusia 4-6 tahun. Perkembangan sosial baik (54%) Gaya pengasuhan
Table 1.Hasil Review

Enam studi yang direview melibatkan anak prasekolah dengan rentang usia 2,6-6 tahun. Pengambilan data melibatkan orangtua, pengasuh, dan guru. Dari hasil ditemukan gambaran perkembangan sosioemosional anak prasekolah pada masa pandemi covid-19 berupa:

1. Kecemasan, kegelisahan, dan kegugupan.

2. Perilaku menentang, perilaku agresif.

3. Perubahan pola tidur

4. Perilaku belajar yang positif.

5. Perilaku lekat meningkat

Sementara itu, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan sosioemosional anak prasekolah pada masa pandemi covid-19, yaitu:

1. Persepsi pengasuh

2. Gaya pengasuhan

3. Strategi koping anak

4. Rutinitas Keluarga

5. Durasi Karantina dan Risiko Pandemi Regional

B. Pembahasan

Hasil review dari enam artikel publikasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa pandemi covid-19 yang terjadi berdampak pada perkembangan sosioemosional anak prasekolah. Hal ini menunjukkan bahwa covid-19 adalah kondisi VUCA yang menjadi tantangan dalam perkembangan sosioemosional pada anak prasekolah [17]. Pendekatan perkembangan psikopatologi menyebutkan bahwa tahap perkembangan anak yang tidak tuntas akan menjadi jalan menuju berkembangnya psikopatologi. Tuntas tidaknya tahap perkembangan anak bergantung pada lingkungan yang memengaruhi [18]. Disini, pandemi covid-19 menjadi faktor risiko terganggunya tahap perkembangan anak prasekolah, khususnya pada perkembangan sosioemosional. Adapun perkembangan sosioemosional yang ditemukan dalam enam penelitian yang direview meliputi gejala emosional dan gejala perilaku.

Gejala emosional yang umum muncul pada anak prasekolah selama pandemi adalah kecemasan, yang muncul pada penelitian 1, 2, 3, dan penelitian 5. Anak-anak menunjukkan gejala cemas pada beberapa level. Gejala cemas pada anak prasekolah tampak pada sikap mudah tersinggung, mudah jengkel, dan mudah marah. Anak prasekolah juga menunjukkan sikap gelisah ketika berada di rumah sepanjang hari. Selain itu, kegugupan juga menjadi gejala yang ditunjukkan oleh anak prasekolah pada saat pandemi. Kondisi ini terjadi di Indonesia dan negara non-Indonesia. Permasalahan emosi menjadi tantangan pada masa prasekolah, dimana pada masa ini anak sudah mulai mengenali emosi namun masih banyak yang perlu mereka pelajari [19]. Dimana lingkungan memengaruhi bagaimana anak mampu atau tidak mengenali emosi diri dan emosi orang lain dalam berinteraksi [20], termasuk pola ekspresi emosi ibu, bagaimana ibu menanggapi ekspresi emosi anak, dan bagaimana lingkungan merespon ekspresi emosi anak. Pandemi covid-19 dengan segala situasinya menimbulkan tekanan pada orangtua yang kemudian akan memengaruhi interaksi antara orangtua-anak [3].

Gejala perilaku juga muncul sebagai bentuk perkembangan sosioemosional yang muncul berupa perilaku maldaptif, seperti yang ditemukan di penelitian 1, 2, dan penelitian 4. Perilaku maladaptif yang muncul adalah perilaku menentang. Pada beberapa situasi dimana anak diharapkan untuk melakukan sesuatu, mereka tidak mau melakukannya. Mereka menunjukkan ketidakmauan mereka terhadap apa yang diminta. Perilaku eksternalisasi juga teridentifikasi muncul pada anak prasekolah di masa pandemi. Anak-anak menjadi lebih agresif sepanjang berada di dalam rumah dengan orangtua dan tidak punya kesempatan untuk keluar rumah. Selain itu, terjadi juga perubahan pola tidur pada anak prasekolah. Perilaku maladaptif didefisinikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungannya, yang berkebalikan dengan perilaku adaptif [21]. Termasuk di dalam perilaku maladaptif ada perilaku internalisasi, perilaku eksternalisasi, dan perilaku lain di luar keduanya. Temuan ini sesuai dengan penelitian di Amerika Serikat [22] yang menemukan peningkatan perilaku eksternalisasi, perilaku internalisasi, dan disregulasi emosi pada anak selama dan sesudah pembatasan dilakukan. Penelitian di Perancis [23] juga menemukan perubahan emosi dan perilaku pada anak prasekolah dan kondisi yang lebih berat pada anak berusia 7-13 tahun.

Temuan menarik pada penelitian ini adalah perkembangan sosioemosional yang positif pada anak prasekolah di masa pandemi covid-19. Pada penelitian tersebut, tidak hanya dampak negatif yang digambarkan muncul pada perkembangan sosioemosional anak prasekolah selama pandemi covid-19. Anak prasekolah tidak memiliki tingkat kecemasan yang mengkhawatirkan seperti yang ditemukan pada penelitian 5, anak prasekolah juga ditemukan menunjukkan perkembangan sosial yang baik seperti tertulis pada penelitian 6. Perbedaan temuan ini menunjukkan bahwa lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan sosioemosional anak, seperti yang ditekankan pada teori ekologi perkembangan dari Bronfenbrenner [24]. Bagaimana anak bisa menuntaskan tahapan perkembangan juga dipengaruhi oleh faktor protektif dan faktor risiko yang dimiliki oleh anak, sejalan dengan kerangka perkembangan psikopatologi [25], yang dibuktikan dengan perbedaan dampak pandemi covid-19 pada anak dengan dan tanpa faktor risiko [26]. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan sosioemosional anak prasekolah ditemukan dari hasil review enam studi di dalam penelitian ini, yaitu persepsi pengasuh (1), gaya pengasuhan (3,5,6), strategi koping anak (2), rutinitas keluarga (4), dan durasi karantina dan risiko pandemi di masing-masing daerah (3).

a. Persepsi Pengasuh

Pandemi menyebabkan perubahan kebiasaan di rumah. Pengasuh utama menjadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan anak prasekolah. Apabila pengasuh merasa lebih banyak banyak menghabiskan waktu di rumah dengan permainan edukatif dengan anak, ditambah dengan tingkat pendidikan yang memadai, akan mendorong perilaku adaptif pada anak. Tingkat pendidikan pengasuh yang memungkinkan mereka menemukan beragam strategi beraktivitas dengan anak, mendukung orangtua untuk merasa lebih baik menghabiskan waktu bersama anak di dalam rumah. Temuan ini didukung dengan penelitian yang menemukan bahwa persepsi dalam pengasuhan memengaruhi stress pengasuhan [27], dimana ketika persepsi pengasuhan orangtua positif maka stress pengasuhan yang dirasakan akan rendah. Ketika stress rendah, maka pengasuhan yang diberikan akan positif dan berdampak baik terhadap perkembangan anak.

b. Gaya Pengasuhan

Gaya pengasuhan merupakan gaya yang diterapkan oleh orangtua dalam mengasuh anak. Setiap orangtua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda dalam mengasuh anak. gaya pengasuhan akan mempengaruhi bagaimana orang tua berkomunikasi dengan anak dan bagaimana orangtua menerapkan aturan. Pola asuh demokratis menjadi gaya pengasuhan yang paling mendukung perkembangan sosial anak prasekolah. Sebaliknya, pola asuh autoritatif menjadi gaya pengasuhan yang kurang mendukung perkembangan sosial anak prasekolah, khususnya pada masa pandemi. Orangtua dengan pola asuh autoritatif membuat anak prasekolah merasa lebih tertekan pada masa pandemi karena menuntut mereka dengan aturan-aturan yang diterapkan. Kurangnya kesempatan untuk bermain di luar ditambah dengan aturan yang ketat menjadi sumber stres anak prasekolah pada masa pandemi. Gaya pengasuhan menjadi faktor yang paling banyak muncul, yaitu di tiga (3, 5, dan 6) dari enam studi yang direview pada penelitian ini. Gaya pengasuhan menjadi topik utama penelitian berkaitan dengan perkembangan anak. Sejak tahun 2020 saja, ditemukan sebanyak 16.000 penelitian terkait gaya pengasuhan dan perkembangan anak yang dipublikasikan berdasarkan hasil penelusuran menggunakan google scholar.

c. Strategi Koping

Strategi koping yang digunakan oleh anak prasekolah berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosional mereka selama masa pandemi. Anak prasekolah yang menerapkan avoidance-orientedstrategy tidak terlalu terpengaruh dengan perubahan. Mereka ini menganggap pandemi tidak ada dan tetap berkegiatan sesuai dengan minat meskipun terdapat keterbatasan. Berbeda dengan anak prasekolah yang menggunakan problem-focusedstrategy. Anak prasekolah dengan emotion-focusedstrategy lebih mudah mengalami perubahan mood. Fakta bahwa problem-focusedstrategylebih bermanfaat dalam menghadapi tekanan pandemi covid-19 dibuktikan pada penelitian pada anak prasekolah di Italia, Portugal, dan Spanyol [12].

d. Rutinitas Keluarga

Perubahan menjadi salah satu tantangan terbesar pada anak prasekolah. Mempertahankan kebiasaan di rumah menjadi salah satu strategi mempertahankan kesehatan mental anak prasekolah. Dengan menjaga kebiasaan, anak memiliki senseofcontrol terhadap lingkungan dimana mereka berada. Senseofcontrol ini membantu anak prasekolah mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang lebih baik. Rutinitas dalam keluarga yang terjaga akan memiliki efek jangka panjang pada masa pandemi apabila ditambah dengan pendapatan orangtua, orangtua yang lengkap, keterjagaan suplai makanan, dan kesehatan mental orangtua. Perubahan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari berdampak pada kondisi psikologis orangtua, yang pada akhirnya akan membuat anak-anak terpapar risiko menurunnya kesehatan mental anak [28]. Hal ini berarti, rutinitas di dalam keluarga juga berdampak pada orangtua dan tidak hanya pada anak, yang pada akhirnya juga akan berpengaruh pada perkembangan anak.

e. Durasi Karantina dan Risiko Pandemi Regional

Durasi karantina and risiko pandemi menjadi moderator faktor pada gejala cemas pada anak prasekolah di masa pandemi. Keduanya mempengaruhi bagaimana kondisi ekonomi dan gaya pengasuhan orangtua. Semakin panjang durasi karantina yang dihadapi oleh orangtua, semakin buruk kondisi ekonomi, yang kemudian menjadi sumber stres orangtua. Kondisi stres orangtua ini akan mempengaruhi bagaimana orangtua mengasuh anak prasekolah. Pengasuhan orangtua telah disebutkan dapat mempengaruhi nuansa emosi anak prasekolah. Temuan ini didukung penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang menemukan orangtua mengalami stress sepanjang pandemi [29], yang salah satunya dipicu oleh kekhawatiran akan dampak covid-19.

Simpulan

Pandemi yang terjadi membawa perubahan di dalam keluarga. Perubahan ini mempengaruhi perkembangan sosial dan perkembangan emosional anak prasekolah. Anak prasekolah menunjukkan perubahan emosi dan perilaku dalam berinteraksi sosial selama masa pandemi. Kecemasan menjadi kondisi emosi yang paling banyak muncul pada anak prasekolah pada masa pandemi dengan gejala gelisah, mudah tersinggung, mudah jengkel, dan mudah marah. Perubahan perilaku yang muncul mengarah pada perilaku maladaptif, seperti perilaku agresi, perilaku menentang, dan perubahan pola tidur. Perubahan yang terjadi tidak hanya membawa dampak negatif, tetapi juga membawa perubahan positif. Anak prasekolah mengembangkan perilaku belajar yang lebih baik selama pandemi.

Perubahan emosi dan perilaku anak prasekolah yang terjadi pada masa pandemi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh adalah strategi koping yang digunakan oleh anak prasekolah. Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak prasekolah pada masa pandemi adalah persepsi pengasuh, gaya pengasuhan, rutinitas keluarga, durasi karantina dan risiko pandemi regional

References

  1. M. von Salisch, K. Voltmer, R. Miller-Slough, J.-C. Chin, and S. Denham, “Emotions and Social Development in Childhood,” in The Wiley-Blackwell Handbook of Childhood Social Development, John Wiley & Sons, Ltd, 2022, pp. 631–650. DOI: 10.1002/9781119679028.ch34.
  2. Q. Y. H. Sukatin, A. A. Alivia, and R. Bella, “Analisis psikologi perkembangan sosial emosional anak usia dini,” Bunayya J. Pendidik. Anak, vol. 6, no. 2, pp. 156–171, 2020.
  3. R. Damri, “Rintangan Tak Terduga Berujung Stres: Peran Psikologi Positif pada Kesehatan Mental di Era VUCA,” Proceeding Conf. Psychol. Behav. Sci., vol. 2, no. 1, Art. no. 1, Nov. 2023.
  4. G. Khera, R. Chandrika Yelisetty, G. M. Spence, W. D. M. H. AlAhbabi, and V. B. Dadzie, “Impact of the COVID-19 pandemic on the well-being of preschoolers: A parental guide,” Heliyon, vol. 9, no. 4, p. e14332, Apr. 2023. DOI: 10.1016/j.heliyon.2023.e14332.
  5. N. Hasanah and R. Drupadi, “Perilaku Prososial Anak selama Pandemi Covid-19,” BUANA Gend. J. Studi Gend. Dan Anak, vol. 5, no. 2, pp. 97–107, 2020.
  6. A. S. Wijaya and N. Nugroho, “Dampak Gawai terhadap Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19,” J. Keperawatan Silampari, vol. 5, no. 1, pp. 103–114, 2021.
  7. J. S. H. Terapan, “School from home (SFH): Perjuangan para orang tua siswa usia dini di masa pandemi COVID-19,” J. Sos. Hum. Terap., vol. 3, no. 2, 2021.
  8. S. Suyami, C. Elsera, and S. F. Cahyaningrum, “Children’s Anxiety During The Covid-19 Pandemic: Literature Review,” presented at the Prosiding University Research Colloquium, 2021, pp. 1009–1020.
  9. R. A. Khoja, B. F. Abualhamay, A. A. Alanazi, and S. M. NoorWali, “The impact of COVID-19 pandemic on school-age children’anxiety level in Jeddah, Saudi Arabia,” [Year Missing].
  10. A. Solmaz, H. Karataş, T. M. F. Ercan, T. Erat, F. Solmaz, and H. Kandemir, “Anxiety in Paediatric Patients Diagnosed with COVID-19 and the Affecting Factors,” J. Trop. Pediatr., vol. 68, no. 2, p. fmac018, 2022.
  11. X. Zhang, “Caregivers’ perceived changes in engaged time with preschool-aged children during COVID-19: familial correlates and relations to children’s learning behavior and emotional distress,” Early Child. Res. Q., vol. 60, pp. 319–331, 2022.
  12. E. Delvecchio et al., “COVID-19: Psychological symptoms and coping strategies in preschoolers, schoolchildren, and adolescents,” J. Appl. Dev. Psychol., vol. 79, p. 101390, 2022.
  13. L. Zhang, H. Cao, C. Lin, and P. Ye, “Family socio-economic status and Chinese Preschoolers’ anxious symptoms during the COVID-19 pandemic: The roles of parental investment, parenting style, home quarantine length, and regional pandemic risk,” Early Child. Res. Q., vol. 60, pp. 137–149, 2022.
  14. L. M. Glynn, E. P. Davis, J. L. Luby, T. Z. Baram, and C. A. Sandman, “A predictable home environment may protect child mental health during the COVID-19 pandemic,” Neurobiol. Stress, vol. 14, p. 100291, 2021.
  15. M. Milawati, E. Y. Kurniawati, and Y. U. Khasanah, “Analisis Dampak Pandemi Covid-19 Pada Anak Prasekolah Usia 36-72 Bulan:(Studi di KB Kuncup Melati dan TK Pamardi Putra),” J. Ilmu Kebidanan, vol. 8, no. 1, 2021.
  16. P. A. Nabila, N. Sukamti, and A. M. Usman, “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Dan Kemandirian Fisik Anak Usia Prasekolah 4-6 Tahun Di Taman Kanak-Kanak Wilayah Meruyung Kota Depok,” MAHESA Malahayati Health Stud. J., vol. 2, no. 2, pp. 224–233, 2022.
  17. F. S. Che Yob et al., “VUCA And Sustainable Well-Being: Impact On B40 Children’s Socio-Emotional Development,” Eur. Proc. Multidiscip. Sci. [Year Missing].
  18. R. Eme, “Developmental psychopathology: A primer for clinical pediatrics,” World J. Psychiatry, vol. 7, no. 3, pp. 159–162, Sep. 2017. DOI: 10.5498/wjp.v7.i3.159.
  19. D. E. Papalia, S. W. Olds, and R. D. Feldman, Human development. McGraw-Hill, 2007.
  20. S. A. Denham and L. Grout, “Socialization of emotion: Pathway to preschoolers’ emotional and social competence,” J. Nonverbal Behav., vol. 17, pp. 205–227, 1993.
  21. N. Daulay, “Perilaku Maladaptive Anak dan Pengukurannya,” Bul. Psikol., vol. 29, no. 1, pp. 45–63, 2021.
  22. E. C. Hanno, J. Cuartas, L. W. Miratrix, S. M. Jones, and N. K. Lesaux, “Changes in children’s behavioral health and family well-being during the COVID-19 pandemic,” J. Dev. Behav. Pediatr., vol. 43, no. 3, pp. 168–175, 2022.
  23. B. Landman et al., “Emotional and behavioral changes in French children during the COVID-19 pandemic: a retrospective study,” Sci. Rep., vol. 13, no. 1, Art. no. 1, Feb. 2023. DOI: 10.1038/s41598-023-29193-9.
  24. U. Bronfenbrenner, “Ecological models of human development,” Int. Encycl. Educ., vol. 3, no. 2, pp. 37–43, 1994.
  25. D. Cicchetti and D. J. Cohen, “Perspectives on developmental psychopathology,” 1995.
  26. C. Cantiani, C. Dondena, E. Capelli, E. M. Riboldi, M. Molteni, and V. Riva, “Effects of COVID-19 Lockdown on the Emotional and Behavioral Profiles of Preschool Italian Children with and without Familial Risk for Neurodevelopmental Disorders,” Brain Sci., vol. 11, no. 4, Art. no. 4, Apr. 2021. DOI: 10.3390/brainsci11040477.
  27. M. Respler-Herman, B. A. Mowder, A. E. Yasik, and R. Shamah, “Parenting Beliefs, Parental Stress, and Social Support Relationships,” J. Child Fam. Stud., vol. 21, no. 2, pp. 190–198, Apr. 2012. DOI: 10.1007/s10826-011-9462-3.
  28. M. Cusinato et al., “Stress, Resilience, and Well-Being in Italian Children and Their Parents during the COVID-19 Pandemic,” Int. J. Environ. Res. Public. Health, vol. 17, no. 22, Art. no. 22, Jan. 2020. DOI: 10.3390/ijerph17228297.
  29. E. L. Adams, D. Smith, L. J. Caccavale, and M. K. Bean, “Parents Are Stressed! Patterns of Parent Stress Across COVID-19,” Front. Psychiatry, vol. 12, 2021. [Online]. Available: https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyt.2021.626456.