Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Communication
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.8373

Interpersonal Communication On The Quality Of Spousal Relationship Of Tb Ro Patients - Span Of Treatment Period


Komunikasi Interpersonal Pada Kualitas Hubungan Suami Istri Pasien Tb Ro - Rentang Masa Pengobatan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

interpersonal communication relationship quality husband -wife TB -RO

Abstract

Tuberculosis is an irresistible illness that can go after anybody. The focal point of this examination purposely took instances of TB RO, where TB cases have a longest term of around 2 years contrasted with normal TB with a treatment time of 6 or 9 months. Then, the scientist plans to figure out the relational correspondence among husband and spouse couples, what is the nature of relational correspondence in couples impacted by TB RO illness, on the grounds that the treatment period is long, the nature of the husband and wife relationship might be viewed as in a terrible condition or the other way around, so this examination centers around the quality, for example, receptiveness, compassion, strong demeanor, inspirational perspective and balance found in relational correspondence while as yet focusing on a humanistic viewpoint where the component of humanistic accentuation is a lot of thought about in this point of view.

Highlights : 

  • Extended Treatment Impact: Investigates how the prolonged treatment duration of TB RO (up to 2 years) affects marital relationships, differing significantly from standard TB treatment timelines.
  • Communication Quality: Focuses on key aspects of communication quality in couples, including openness, empathy, supportive attitudes, positivity, and equanimity, amidst the challenges posed by TB RO.
  • Humanistic Approach: Emphasizes the importance of a humanistic perspective in understanding and addressing the psychological and emotional dimensions of coping with TB RO within marital dynamics.

Keywords : interpersonal communication, relationship quality, husband - wife, TB - RO

Introduction

Komunikasi merupakan hal yang penting bagi aktivitas publik manusia. Tanpa adanya komunikasi, tidak ada yang bisa terjadi. Komunikasi merupakan suatu siklus penciptaan, yaitu dari generik ke relasional, yang bermakna adanya perluasan hubungan antar tindakan korespondensi. Seringkali pertemuan relasional dimulai dengan percakapan tentang isu-isu luas, seperti usia, tempat tinggal, pendidikan, daerah asal. Pada akhirnya, diskusi menimbulkan isu-isu khusus lainnya, misalnya kecenderungan dan kecenderungan, keadaan saat ini menunjukkan komunikasi relasional. Komunikasi relasional secara konsisten terjadi selama keberadaan manusia (Saudia, 2011)

Komunikasi antarpribadi / relasional adalah kemampuan untuk menjawab segala kebutuhan secara tegas dalam bidang komunikasi, mampu memandang kepribadian setiap individu tanpa membeda-bedakan dan mampu menyampaikan dengan baik sehingga tidak ada pertimbangan pesimistis dalam proses Komunikasi antarpribadi. Kemampuan relasional juga dapat menyampaikan atau mengirim pesan dengan jelas dan dapat diterima secara umum oleh orang lain, dan dengan asumsi komunikasi antarpribadi dilakukan dengan baik maka juga akan menimbulkan kritik yang besar [1]Bagian dari kemampuan relasional adalah penerimaan, kasih sayang, sikap kuat, cara pandang yang meneguhkan, dan keadilan[2]

Komunikasi relasional terkadang sering menemui kendala, salah satunya disebabkan karena mengalami suatu penyakit, seperti pada pasien tuberkulosis aman obat (TB RO), tuberkulosis aman obat (TB-RO) merupakan perlawanan dari bakteri Mycobacterium tuberkulosis (Mtb). ) mikroba yang disebabkan oleh perubahan kromosom yang tidak dibatasi. Tingkat mikroorganisme Mtb yang telah mengalami perubahan (orang aneh tipe liar yang aman) pada pasien yang belum pernah mendapatkan OAT sangatlah kecil. Pengobatan TBC menyebabkan gangguan khusus pada populasi bakteri Mtb sehingga mikroba halus Mtb terbunuh, sedangkan populasi yang aneh akan bereplikasi dan melakukan perlawanan terhadap OAT (obstruksi didapat). Seperti yang ditunjukkan oleh Nawas (2010), resistensi terhadap obat tuberkulosis (OAT) tuberkulosis pada dasarnya merupakan kekhasan buatan manusia, karena kurangnya pengobatan terhadap pasien tuberkulosis dan penularan dari pasien tuberkulosis-RO. Kurangnya pengobatan umumnya merupakan konsekuensi dari setidaknya satu dari keadaan berikut: a. Rutinitas, pengukuran dan strategi penggunaan yang salah b. Kelainan pasien dan pemberontakan dalam mengkonsumsi obat c. Gangguan aksesibilitas OAT d. Kualitas obat yang buruk. Untuk pasien TBC RO, bantuan pengobatan dilakukan dalam jangka waktu sekitar 2 tahun dengan jangka waktu pengobatan disesuaikan dengan berat badan pasien.

Selain itu, mengacu pada Eisenberg dalam Liliweri , terdapat 4 macam hambatan dalam korespondensi relasional yang kuat, yaitu hambatan siklus, hambatan aktual, hambatan semantik, dan hambatan psikososial[3]. Dimana pasien TB RO yang berstatus berpasangan seringkali mengalami kendala dalam penyampaiannya, terutama hambatan nyata berupa korespondensi non-verbal atau keterbatasan aktual individu. Bagaimanapun. Bagi sebagian orang yang terbiasa berhubungan untuk ngobrol dengan orang lain, kontak-kontak kecil yang membuat seseorang merasa terikat dengan orang lain tentu bisa menimbulkan perasaan tidak beruntung bila tidak bisa melakukan hal tersebut. sebagaimana sepasang suami istri yang banyak melakukan kegiatan secara fisik kemudian dipaksa untuk memberhentikan sementara waktu selama pengobatan akan membuat dampak pada hubungan kualitas pasangan suami istri secara komunikasi dan keseharian sebagai pasangan. Selanjutnya pengaruh dari hambatan psikososial yang mempengaruhi kualitas emosional pasien TB RO dimana masa pengobatan dalam kurun waktu hampir 2 tahun, dimungkinkan mempengaruhi kualitas hubungan suami istri.

Batasan psikososial merupakan penghalang paling kuat dalam komunikasi antarpribadi dimana kondisi pribadi seseorang dapat menentukan apakah pesan yang dikirimkan oleh sumber dapat diterima secara akurat oleh penerima pesan sesuai dengan harapan yang ingin disampaikan. Keadaan temperamental yang mendalam menyiratkan bahwa sifat komunikasi dapat berkurang. Tingkat stres seperti ini dapat membuat seseorang menjadi kesal atau marah, meskipun pada kenyataannya sumber pesan tersebut tidak mengharapkan untuk marah dengan sengaja. Selain itu, jika salah satu kerabat, teman dan keluarga, orang yang dikenal, sahabat atau anggota keluarga tertular penyakit ini, maka hal ini akan membuat seseorang mengalami beberapa perasaan seperti sedih, jengkel, marah, putus asa.

Dalam praktiknya, tugas komunikasi antar pribadi ialah menjadikannya penting untuk menyelesaikan pengobatan. Landasan persoalan ini kemudian membatasi persoalan-persoalan yang akan direnungkan, khususnya tentang bagaimana sifat komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh pasangan suami istri selama kurun waktu perawatan, dan bagaimana komunikasi antarpribadi dapat memberi ruang pada sifat komunikasi itu sendiri serta hubungan suami istri dengan pasien TB RO dengan menggunakan sudut pandang humanistik.

Metode

Penelitian ini menggunakan teknik subjektif. Sebagaimana dicirikan oleh (Bogdan dan Taylor, 1975), filsafat subjektif adalah sistem eksplorasi yang menghasilkan informasi yang jelas sebagai kata-kata yang tersusun atau diungkapkan secara verbal dari suatu kumpulan dan cara berperilaku yang dapat dikenali . Eksplorasi subyektif ditujukan untuk mencari tahu keanehan-keanehan yang bersahabat menurut cara pandang atau sudut pandang anggota. Anggota-anggota ini adalah individu-individu yang dievaluasi, diperhatikan, diminta memberikan informasi, perasaan, kontemplasi dan penegasan. Metodologi eksplorasi dapat disesuaikan, memanfaatkan berbagai prosedur untuk memperoleh informasi penting[5]. Oleh karena itu, teknik eksplorasi subjektif dilakukan dengan sungguh-sungguh, dokter ikut memperhatikan dan mencatat hal-hal yang pada akhirnya dapat berguna agar siklus pemeriksaan dapat berjalan dengan baik. Dalam pemeriksaan yang diarahkan, prosedur yang digunakan dalam pengumpulan informasi meliputi persepsi, pertemuan subjektif, dan studi tertulis[6].

Penentuan saksi dilakukan dengan prosedur purposif. Metodologi ini mengharapkan sumber-sumber dipilih berdasarkan pertimbangan ahli pada suatu titik tertentu. Mereka dijadikan sumber dengan pemikiran bahwa merekalah yang paling mengetahui data yang akan diselidiki. Saksi dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang terkena dampak TB RO selama masa pengobatan. Penelitian ini dilakukan sebagai alasan untuk membujuk, menjalani dan menyelesaikan suatu perkembangan obat-obatan yang sulit. Terlebih lagi, cara yang paling umum untuk mendatangi saksi dilakukan dengan menggunakan metodologi primer, yaitu spesialis menghubungi beberapa pasangan suami-istri untuk meminta persetujuan dan kesiapan untuk diselidiki. Berdasarkan metodologi utama ini, analis mendapatkan nama-nama pasangan untuk menjadi saksi. Serta metodologi individual (kompatibilitas), dimana ilmuwan mengenal beberapa pasangan suami-istri penderita TB RO dan mengadopsi strategi individual sehingga data dapat diberikan dengan tepat. Kemudian saksi atau narasumber diambil dari perwakilan pasangan suami istri atau salah satu pasangan yang dianalisis sebagai pasien TB-RO di wilayah Sidoarjo. Pemeriksaan informasi yang digunakan adalah memeriksa semua informasi yang sesuai dari hasil pertemuan dengan cara merangkum informasi tersebut menjadi garis besar. Pusat eksplorasi berisi penyelidikan mendasar tentang apa arti korespondensi relasional bagi sifat hubungan pasangan pada pasien TB RO. Eksplorasi ini juga akan mengkaji bagaimana sudut pandang humanistik dapat memberikan langkah. positif diterapkan dalam korespondensi relasional.

Hasil dan Pembahasan

Indonesia berada di peringkat kelima negara dengan tingkat TB yang aman untuk berbagai obat (TB MDR), dengan kejadian sekitar 24.000 kasus setiap tahunnya (Laporan TB Seluruh Dunia WHO, 2019). Drug-safe TB (TB RO) atau TB yang aman terhadap pengobatan dapat terjadi karena pengobatan yang tidak memadai (campuran, porsi, jangka waktu) atau penyakit langsung dari pasien TB RO. Lama pengobatan pasien TBC RO adalah 9-11 bulan (transient treatment mix) atau 18-20 bulan (long haul treatment mix). Jangka waktu pengobatan yang lama ini dapat menimbulkan sensasi kelelahan, kegelisahan, kesedihan, pelepasan, pemecatan, sensasi sia-sia karena kemungkinan kehilangan pekerjaan, tidak mampu dinamis secara sosial atau kehilangan harapan untuk memulihkan diri dan menyelesaikan latihan seperti pada masa lalu. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya informasi pada pasien dan keluarganya mengenai penyakit TBC RO dan pentingnya pengobatan TBC RO (kementerian Kesehatan RI 2020).

Online news dari detik jatim memberitakan Adapun kelima besar dengan kasus TBC terbanyak yakni Surabaya, Kabupaten Jember, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gersik dan Kabupaten sidoarjo dengan terdata sebanyak 5.229 kasus penemuan TBC di tahun 2023 (detikjatim.com), sebab penanganan TBC harus ditemukan dan kemudian dilakukan pengobatan hingga dinyatakan sembuh oleh petugas medis, dan hal ini akan efektif jika dalam rentang masa pengobatan di berikan motivasi dan support penuh oleh orang-orang yang ada disekitar maupun keluarga.

Seperti yang ditunjukkan oleh Studi Kesejahteraan Keluarga (SKRT) tahun 2005, sesuai dengan hipotesis Blum, selain variabel ekologi, ada beberapa faktor yang juga mempengaruhi penyebaran tuberkulosis, termasuk besarnya sumber penularan dan jangka waktu keterbukaan. . Keluarga yang tinggal serumah, baik pasangan, anak, atau orang tua, berisiko tertular TBC. Dibandingkan dengan anak-anak, pasangan menikah mempunyai keterbukaan yang lebih luas terhadap tuberkulosis sehingga mereka mempunyai risiko lebih besar tertular tuberkulosis, maka mengatasi hal tersebut membutuhkan ketepatan pemahaman dan keseriusan melakukan pengobatan, dalam masa pengobatan, dengan rentang masa pengobatan yang berlangsung lama maka membutuhkan suatu dorongan dalam menjalankan pengobatan, sehingga dapat berhasil dengan lancar dan baik, penanganan pengobatan pada pasien yang terdiagnosa TB-RO membutuhkan support system dimana hal tersebut bisa didapat pada keluarga, kerabat maupun pasangan bagi penderita TB -RO yang sudah memiliki pasangan sebagaimana apabila ada pasangan suami istri yang terkena maka pasangan tersebut seharusnya mampu memberikan motivasi, dorongan penuh dalam membantu pengobatan di kurun waktu 2 tahun.

Pada kasus tuberkolosis dengan pasien terdiagnosa dari pasangan suami istri akan membutuhkan waktu dan usaha lebih pada masa pengobatannya. Karena rawan akan munculnya berbagai macam konflik internal pada pasangan, pemenuhan kebutuhan dalam pengobatan salah satunya mengandalkan komunikasi interpersonal dimana komunikasi antarpribadi merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara terus-menerus, dan merupakan suatu cara untuk menyampaikan dan menerima pertimbangan, informasi, pemikiran, sentimen dan perasaan antara dua individu, termasuk pasangan. Sepasang suami istri tentunya menyampaikan secara tatap muka dan dalam jarak dekat atau pribadi/proksemik. Dengan kedekatan ini, diyakini bahwa komunikasi yang berkelanjutan akan lebih kuat dan dapat menjadi alasan bagi cara paling umum untuk memahami hidup berdampingan. Pasangan.

Pendekatan pada komunikasi antarpribadi dengan mengandalkan prespektif humanistic Carl rogers dan Abraham Maslow dua tokoh dalam psikologi humanistic berpendapat bahwa empati dan peneriman serta penghargaan positif. Selanjutnya prespektif humanistic juga menekankan pentingnya pengalaman pribadi, pertumbuhan pribadi dan pecapaian potensi manusia dalam memahami kehidupan dan manusia itu sendiri, sekaligus menekankan pada perkembangan yang positif dan berfokus pada potensi manusia (Joseph De Vito). Jadi korespondensi relasional dimulai dari lima ciri umum yang dipikirkan, yaitu penerimaan khusus, simpati, kekuatan, inspirasi, dan keseimbangan[7].

Keterbukaan (openess) Transparansi atau keterbukaan adalah kunci utama untuk berhasil menghadapi kesulitan dan mengatasi permasalahan dalam kehidupan pernikahan. Pasangan harus terbuka satu sama lain dan mengungkapkan perasaan dan keinginan mereka secara terbuka. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu dapat mengomunikasikan kerinduan dan perasaannya yang mendalam tanpa rasa takut atau jera. Dengan asumsi pasangan saling bersedia satu sama lain, pernikahan akan jauh dari perjuangan karena akan terhindar dari kesan yang salah. Penerimaan adalah kunci di mana pasangan bertukar pikiran dan mengakui ide satu sama lain[8]. Dengan korespondensi terbuka, diyakini tidak ada yang ditutup-tutupi, sehingga apa yang ada dalam diri pasangan juga diketahui istri, begitu pula sebaliknya. Seiring dengan sikap kepercayaan bersama dan mentalitas yang mantap, disposisi terbuka memberi energi pada pemikiran bersama, penghargaan bersama dan khususnya - peningkatan umum dalam sifat hubungan relasional[9]. Meskipun menyampaikan adalah salah satu kebiasaan dan latihan kita sepanjang hidup, hal ini tidak bertahan selamanya dan akan menghasilkan hasil yang sesuai dengan keinginan. Sama halnya dengan pasangan yang benar-benar terisolasi, bias dan keraguan muncul pada pasangannya, namun hal ini bisa dihindari jika ada transparansi bersama antara suami dan pasangan.

Keterbukaan pada suami atau istri penderita tuberculosis tercermin pada pasangan suami istri pertama, yang mana masih tergolong pasangan muda di usia 27 tahun usia suami dan 25 usia istri, dimana sang suami yang terkena TB RO dan sedang menjalani masa pengobatan berjalan 6 bulan dan ditemani oleh istrinya, dan berikut wawancara pada suami istri pada saat suami menceritakan jika dirinya terkena TB RO kepada istrinya:

“Sebelum saya memberitahu istri tentang ini (TB RO), jujur ada ketakutan pada diri saya jika istri nanti akan meninggalkan saya karena penyakit ini lama sembuhnya, dan saya masih baru menjalani pernikahan sekitar 3 tahun anak juga masih bayi, namun dari orang tua (kandung) mensupport saya supaya mengatakan yang sejujurnya karena pernikahan itu harus terbuka satu sama lain, maka saya mengambil Keputusan untuk mengutarakan yang sejujurnya kepada istri saya, dan alhadulillah setelah saya mengatakannya istri saya bisa menerima saya dan membantu selama masa pengobatan dari awal hingga sekarang”.

Berbeda dengan pasangan suami istri kedua yang berikutnya juga merupakan pasangan dengan rentang waktu pernikahan selama 15 tahun dan sudah dikarunai 2 anak yang sudah remaja. Pada awalnya sang istri yang terkena TB RO tidak langsung menyampaikan kepada suami dikarenakan pada saat itu Tengah terjadi permasalahan pada rumah tangga mereka, dan berikut petikan hasil wawncara yang diambil pada saat pasien melakukan pengobatan di puskesmas:

jadi pada awalnya saya tidak mau cerita dengan suami dan saya ingin pendam sendiri kalua saya terkena penyakit ini (TB RO), karena saat itu saya dan suami sedang mengalami goncangan dalam rumah tangga dan hampir mengambil Keputusan untuk berpisah, namun entah kenapa saya merasa jika saya sedang membutuhkan suami saya untuk mendampingi saya melakukan pengobatan, karena menjalankan pengobatan jika sembunyi- sembunyi itu berat dan sulit, maka saya putuskan untuk memberitahu dan jujur tentang saya yang terkena penyakit ini, dan ternyata berjalan 3 bulan pengobatan saya dan suami rumah tangga kami kembali normal, mungkin berkah dari penyakit ini, sehingga saya juga memutuskan untuk lebih terbuka lagi untuk hal lainnya dalam rumah tangga saya mbak”.

Wawancara selanjutnya dari pasangan suami istri ketiga yang dua - duanya terkena penyakit RB RO secara bersamaan dengan usia perkawinan sekitar 40 tahun, dan pada saat pengobatan diantar oleh anak mereka, dan berikut petikan wawancaranya:

“Saya dan istri terkena penyakit ini dari anak saya (mantu) yang bekerja menjadi buruh pabrik, pada awalnya saya tidak tahu kalau penyakit ini berbahaya dan membutuhkan pengobatan yang lama dan karena anak saya juga tidak menggunakan masker ketika di rumah, saya dan istri juga anak mantu cucu saya kan satu rumah mbak, dan ternyata mantu saya baru cerita setelah dia sembuh, lalu saya, istri anak dan cucu saya melakukan pemeriksaan TB oleh petugas puskesmas dan hasilnya yang terkena adalah saya dan istri saya saja, pada saat itu yang mengambil hasil lab adalah saya ditemani anak saya dan istri masih dirumah menjaga cucu, sebenarnya saya dalam hati juga menyayangkan kenapa hanya saya dan istri saja yang terkena, namun ya sudahlah mbak Namanya saja taqdir, tapi saya bagaimana harus memberitahu istri saya karena istri saya kan orangnya gampang nelongso”.

“Sampai dirumah saya ndak langsung ngasih tahu istri mbak saya ajak ngomong berdua di kamar, saya kasih tahu pelan-pelan dan alhamdulillah istri bisa Nerima dengan kondisinya, akhirnya yaa saya dan istri melakukan pengobatan sampai sekarang berjalan 5 bulan mbak”.

Membuka diri merupakan hal yang penting dalam komunikasi antarpribadi, hal ini karena menginisialisasi diri merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk menjalin persahabatan yang lebih dekat. Johnson[10] mengatakan membuka diri adalah mengungkapkan sebuah situasi baik dimas yang lalu maupun yang sedang dihadapi, dengan pengungkapan terlihat bahwa membuka diri memiliki dua sisi, yakni bersikap apa adanya terhadap orang lain dan bersikap transparent bagi yang lain. Dan biasanya terbuka akan lebih efektif dan berkualitas jika tidak dalam keadan formal sebagaimana pasangan suami istri yang melakukan percakapan deeptalk. Maka dari ke 3 pasangan suami istri dalam wawancara tersebut unsur keterbukaan dalam rumah tangga sangat penting dan membantu perjalanan kesembuhan pasien TB RO, dengan keterbukaan maka suami istri bisa saling mengungkapkan bagaimana awal terdampak TB dan dengan keterbukaan membantu suami istri bersikap untuk lebih jujur dan mempercayai pasangan. Hal ini yang menjadikan rumah tangga bagi pasangan pasien TB RO akan berjalan lebih harmonis hal ini tercermin sebagaimana pada wawancara.

kepercayaan akan membuka diri adalah poin penting dalam menjaga sebuah pernikahan. Kepercayaan merupakan asumsi positif tentang cara berperilaku orang lain. Kurangnya kepercayaan akan membuat lingkungan pernikahan tidak diinginkan. Kedekatan akan hilang seiring dengan kepuasan suami-istri. Keraguan tidak hanya mencakup keteguhan hati seorang kaki tangan. Namun juga percayakan pasangan sesuai pekerjaan mereka. Jika kepercayaan tidak muncul maka akan muncul bias dan rasa saling benci. Keluarga saat ini bukanlah tempat yang menyenangkan bagi pasangan dan suami. Jika salah satu pasangan memiliki pandangan curiga terhadap pasangannya, mereka akan merasa gemetar dan terluka parah. Hal ini menyebabkan perkawinan yang telah diusahakan menjadi terpuruk. Oleh karena itu, pasangan suami istri harus transparan terhadap pasangannya. Sehingga kepercayaan yang sudah dibangun sejak awal pernikahan tidak akan hilang dalam jangka panjang. Hal ini sesuai dengan Representative Connection Hypothesis karya George Herbert Mead yang menyatakan bahwa kapasitas untuk memanfaatkan gambar-gambar yang memiliki kepentingan sosial yang sama, dimana setiap individu harus memupuk pertimbangannya melalui kolaborasi dengan orang lain. Dengan demikian, pasangan harus mengembangkan rasa percaya diri pada pasangannya untuk memiliki pernikahan yang bahagia.

Terlebih lagi, komunikasi antarpribad pada pasangan suami istri adalah bahwa Empatiterhadap pasangan merupakan sesuatu yang dilakukan pasangan suami istri dalam menjalankan sebuah keluarga. Hasilnya adalah pasangan atau istri memperhatikan pasangannya dengan penuh perhatian dan akan menerima pesan dari pasangannya[11]. Ini penting untuk membuat korespondensi yang baik. Kasih sayang adalah cara pasangan menjawab pasangannya seolah-olah mereka juga menghadapi apa yang pasangannya hadapi. Compassion adalah titik di mana seseorang dapat merasakan perasaan orang lain. Hal ini sesuai dengan Hipotesis Kerja Sama Emblematik George Herbert Mead yang menyatakan bahwa kemampuan untuk mempertimbangkan diri setiap individu dari evaluasi sudut pandang atau perasaan orang lain, dan hipotesis interaksionisme representatif adalah bagian dari hipotesis humanistik yang berbicara tentang diri sendiri dan orang lain serta dunia luar dirinya.

Empati adalah reaksi emosional yang muncul karena menangkap atau memahami keadaan dekat atau kondisi lain dan seperti sensasi orang lain Eisenberg dalam liliweri[3]. Belas kasih juga dicirikan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam situasi orang lain dan mampu melihat nilai dalam pertemuan orang lain. Aristocrat dan Byrne (2005) mengartikan bahwa simpati adalah kemampuan untuk merasakan kedekatan dengan orang lain, merasa bijaksana dan berusaha untuk menentukan, serta menerima sudut pandang orang lain. Dengan mempunyai rasa simpati, orang dapat membangun pergaulan yang baik dengan orang lain. Hurlock (1991) menjelaskan bahwa belas kasih adalah kapasitas individu untuk memahami sentimen dan perasaan orang lain tanpa henti dan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri menghadapi sentimen sebagai individu tersebut. Mengingat beberapa kesimpulan yang diungkapkan di atas, cenderung beralasan bahwa belas kasih adalah reaksi emosional terhadap perasaan dekat dengan keadaan rumah orang lain, merasa bijaksana, memiliki pilihan untuk menempatkan diri dalam situasi orang lain untuk melihat nilai di dalamnya. wawasan individu lain. Pada pasangan suami istri berikut ini terdapat 2 pasangan menikah, keempat dan kelima, yang memuat bagaimana rasa simpati memegang peranan utama dalam sifat hubungan suami istri dengan korban TB RO.

Pada pasangan suami istri ke 4 menggambarkan tentang istri yang tetap memberikan perhatian meskipun banyak tetangga dan orang tua yang meminta mereka untuk berpisah karena penyakit TB RO, namun karena sang istri mencintai suami dengan sangat dalam maka hal tersebut tidak pernah terjadi dan pada rentang pengobatan di bulan 13, berikut petikan wawancaranya:

“Jadi saya adalah tulang punggung keluarga dan hal ini memberikan pengaruh yang buruk bagi keluarga saya terutama untuk istri saya, masih ingat saya ketika saya menyampaikan hal ini saya melihat istri saya menangis, jujur di awal saya khawatir bagaimana kelanjutan rumah tangga saya namun mbak meskipun setelah istri saya mengetahuinya tetap mencintai saya sebagaimana biasanya dan malah perhatiannya lebih besar dari sebelumnya, meskipun banyak sekali tetangga dan orangtua (mertua) meminta kami untuk berpisah karena penyakit ini, namun istri saya tetep pada pendiriannya untuk selalu membantu saya melewati masa pengobatan”.

Pernah suatu ketika karena efek pengobatan yang keras kulit saya mengelupas dan istri saya tidak jijik sekalipun pada saya, dan alhamdulillah sekarang sudah mulai membaik, mangakannya saya sangat berterimakasih dengan istri saya karena hanya dia yang mau merawat saya di titik saya benar- benar membutuhkan seseorang”..

Kemudian empati juga tergambar pada pasangan suami istri ke 5, dimana sang istri yang terkena TB RO juga mengidap struk. Sehingga suami berupaya lebih ketika membawa istri berobat dan mendampingi pada rentang masa pengobatan yang lama. Berikut petikan wawancaranya:

“alhamdulillah mbak suami saya orang yang sangat sabar dan pengertiannya sangat luar biasa, saya merasa beruntung dicintai dan disayang seperti itu, saya kan kena struk ringan mbak jadi selama saya struk dan kena TB RO ini semua yang ngatur yaa suami saya, walaupun saya juga ditinggal bekerja mbak namun sebelum ditinggal saya mesti di siapkan makanan, buah dan cemilan itu yang gak pernah ketinggalan mb selama saya hampir masa pengobatan 15 bulan ini, jadi saya yaa makin cinta mbak sama suami saya”

Empati dalam Islam dapat diartikan sebagai kapasitas yang dibutuhkan seseorang untuk membantu, merasakan pertimbangan, dan mendengarkan perasaan orang lain dengan tulus dan sungguh-sungguh. Simpati bukan hanya sekedar merasakan kesusahan orang lain, tapi juga merasakan kesenangannya. Simpati yang diberikan kepada orang lain harus didasarkan pada kejujuran, yang menyiratkan bahwa ketika membantu dan memfasilitasi beban pada orang lain, simpati tersebut harus disertai dengan tujuan yang sungguh-sungguh sebagai tujuan cinta, bukan berpikiran sempit. Dirujuk dalam QS. Al-Maidah pasal 85 (Maka Allah memberi mereka pahala atas ucapan yang mereka ucapkan, (lebih spesifiknya) surga yang di dalamnya mengalir aliran-aliran air, sedangkan mereka kekal di dalamnya. Selanjutnya itulah pahala (bagi) orang-orang yang berprestasi sesuatu yang berguna (yang benar) keyakinannya). Sebagaimana petikan 2 wawancara pasangan suami istri ke 4 dan ke 5 maka perbuatan yang dilakukan oleh masing-masing pasangan dinilai adalah keikhlasan yang muara asalnya adalah dari rasa empati yang besar terhadap pasangannya masing-masing.

SikapMendukung akan berhasil bila ada yang merangkum cara berperilaku yang kuat. Ini menyiratkan bahwa satu sama lain menawarkan bantuan untuk pesan yang disampaikan. Sikap kuat adalah watak yang menurunkan cara pandang dalam berkorespondensi yang bisa terjadi karena faktor individu seperti rasa gentar, gugup, dan lain sebagainya yang menyebabkan korespondensi relasional menjadi pendek[12] , . Sikap hati-hati dapat menghambat proses korespondensi relasional karena individu yang dijaga akan lebih melindungi dirinya dari bahaya yang mereka jawab dalam situasi korespondensi dibandingkan dengan menangkap pesan orang lain[13] . Menurut [14] dan Rakmat , penanda tersebut terdiri dari (1) ekspresif atau non-evaluatif, (2) kedekatan (3) proposisionalisme.

Kekuatan Sikap mendukung dapat diberikan melalui disposisi yang dapat memberi makna secara gamblang, bukan menilai. Pernyataan bantuan juga bisa tidak dibatasi dan tulus dalam menawarkan sudut pandang mereka dan bersikap liberal terhadap kesenjangan yang ada di pihak lain. Provosionalisme merupakan sebuah konsep atau pendekatan yang menekankan pada kebutuhan untuk menjaga kestabilan atau mempertahankan status quo atau kondisi yang tidak pasti,maka menerima saran dan secara bersama-sama mencari solusi terhadap masalah yang sedang dialamai juga merupakan salah satu wujud sikap mendukung. Mendukung pasangan akan menjadikan pernikahan akan lebih positif. Hal ini sesuai dengan Teori Hubungan Dialektik Leslie A. Baxter bahwa dialog memberikan peluang untuk mencapai kesatuan dalam perbedaan. Sikap mendukung akan menyatukan pasangan suami istri yang berbeda namun mereka saling mendukung satu sama lain hingga mencapai titik kesatuan. Maka pada ke 5 pasangan suami istri pasien TB RO mengambil sikap mendukung pasangan masing – masing untuk melakukan pengobatan dengan memberikan pendampingan dari awal hingga berakhirnya masa pengobatan. Dan hal tersebut tergambar pada saat pendampingan ketika mengambil obat di puskesmas, dimana pada saat pengambilannya di damping oleh masing-masing dari ke lima pasangan suami istri tersebut.

Bernalar positif adalah mempunyai cara berperilaku yang positif, yaitu bernalar secara spesifik dan tegas terhadap diri sendiri maupun orang lain. Nalar positif bagi pasangan suami istri menjadikan semangatnya semakin tenteram dan tenteram. lihatlah kebaikan, sifat-sifat pasanganmu, jangan mencari-cari keburukan, kekurangan, kelemahan dan hal-hal negatif pada pasanganmu. Jika pasangan atau istri pada umumnya berpikiran buruk, maka mereka akan terus-menerus melihat kekurangan dan kekurangan pasangannya. Tidak ada individu yang ideal di planet ini. Setiap orang mempunyai kekurangan, begitu pula mereka mempunyai kualitas. Setiap orang mempunyai kekurangan, begitu pula ia juga menikmati kelebihan. Terlepas dari apakah Anda melihat ada hal-hal yang kurang atau tidak berdaya pada diri pasangan Anda, sudah menjadi kewajiban pasangan untuk melakukan perbaikan dan membinanya, agar bisa menjadi lebih baik dan membumi. Tidak boleh dikutuk, dideformasi, dimarahi, dan diputuskan atas kekurangan dan kelemahan diri sendiri. Oleh karena itu, pasangan suami istri tidak boleh menjadikan kekurangan sebagai sudut pandang utama saat memeriksa pasangannya.

Jadikanlah sifat-sifat dan kekurangan itu sebagai sudut pandang, sehingga berbagai kekurangan yang ada lebih memuaskan, untuk direvisi dan dibawa ke tingkat berikutnya. Meningkatkan pandangan dalam komunikasi antarpribadi dalam dua cara; (1) mengomunikasikan perspektif yang inspiratif dan (2) meyakinkan individu yang terhubung dengan kita. Pandangan yang menggembirakan mengacu pada dua bagian korespondensi intrapersonal[15]. Pertama-tama, komunikasi antarpribadi dikembangkan jika individu memiliki perspektif yang positif terhadap diri mereka sendiri. Individu yang memiliki pandangan pesimis terhadap dirinya sendiri umumnya menyampaikan sentimen tersebut kepada orang lain, yang kemudian dapat menumbuhkan sentimen suram serupa. Sebaliknya, individu yang memiliki sudut pandang positif terhadap dirinya sendiri akan menyampaikan sentimen-sentimen tersebut kepada orang lain, yang kemudian mencerminkan sentimen-sentimen baik tersebut. Kedua, kasih sayang yang baik terhadap lingkungan korespondensi secara keseluruhan merupakan dasar untuk bergaul dengan sukses. Penghiburan yang baik ini menjunjung tinggi gambaran kita sendiri dan menyemangati kita[16].

Mampu bersikap positif selama rentang waktu pengobatan adalah hal yang harus dilakukan oleh masing- masing pasangan dengan caranya masing-masing sehingga pada saat energi yang tampak pada pasangan adalah energi yang positif.

Tanggungjawab, dalam keberadaan sebuah pasangan ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh keduanya. Mengatur tanggung jawab di antara tanggung jawab tersebut adalah sesuatu yang penting yang dilakukan secara teratur agar kehidupan sehari-hari menjadi sibuk, tugas-tugas terkoordinasi, dan tujuan-tujuan keluarga yang terhormat tercapai dengan mudah. Membuat keluarga terlibat, sistematis dan mencapai tujuan terhormatnya adalah salah satu kewajiban pasangan. Kewajiban suami istri diatur oleh peraturan dan agama. Sebagaimana tanggung jawab suami, khususnya untuk menampung, mendidik dan membimbing keluarga agar tidak terjadi penyimpangan, maka tanggung jawab istri adalah melayani istri, tunduk kepada pasangannya dan selanjutnya mendidik dan membesarkan anak-anak dengan baik. Hal ini sesuai dengan Hipotesis Hubungan Persuasif Leslie A. Baxter, khususnya pertukaran adalah pembicaraan, yaitu korespondensi spesifik tentang rencana. Kewajiban memahami kemungkinan pengaturan keluarga agar pernikahan semakin bahagia karena setiap pasangan fokus pada kewajiban tersebut[17]. Pada kasus ke lima pasangan suami istri tanggungjawab dipikul oleh masing-masing pasangan yang tidak terdampak TB RO dan masih dapat beraktifitas sebagaimana biasanya. Sebagaimana tampak pada hasil wawancara berikut:

Pasangan pertama, pasangan muda yang terkena TB RO adalah suami:

“karena suami saya yang terkena penyakit maka otomatis kalau mau dapur ngepul yaa harus kerja, jadi saya coba jualan kecil-kecilan di depan rumah, kebetulan depan rumah saya ada sekolah SD Negri kalau pagi – siang dan sore alhamdulillah ada TPQ jadi lumayan pemasukannya, cukup buat kebutuhan”.

Pasangan kedua, pasien TB RO adalah istri:

“yang terkena penyakit TB RO adalah istri saya, jadi karena saya alhamdulillah sehat utk kebutuhan rumah tangga tetap saya yang memenuhi kewajiban dan berjalan seperti biasanya saja. Jadi tidak ada maslah selama ini untuk pemasukan, yang jadi maslah adalah waktu pengambilan obat karena biasanya terbentur dengan jam kerja, jadi harus ijin terlebih dahulu kalau terlambat atau kadang sampai ijin ndak masuk, alhamdulillahnya lagi kantor mengerti mbak”.

Pasangan ketiga, pasangan suami istri yang keduanya terpapar TB RO :

“kalau kami karena sudah lama tidak bekerja maka anak dan mantu kami yang bekerja, kami jaga cucu di rumah saja”.

Pasangan keempat, suami yang terkena TB RO:

“kalau saya mbak karena harus jaga dan dampingi suami terus mangkanya saya jualan tapi online mbak lewat whatsapp, facebook, Instagram, pokoknya sebisanya mbak yang saya jual juga banyak mbak, jadi dirumah itu penuh dagangan saya, alhamdulillah memenuhi kebutuhan keluarga mbak dan saya ndak capek-capek buka toko”.

Pasangan kelima, istri yang terkena TB RO:

“Alhamdulillah saya bekerja mbak walaupun serabutan namun tetap bisa memenuhi kebutuhan keluarga, selain itu terus mendampingi istri berobat juga mbak”

Komitmen adalah hal paling dasar dalam membina hubungan rumah tangga. Komitmen merupakan hal yang patut dipegang teguh oleh pasangan suami istri. Masing-masing pasangan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat hubungan mereka membuahkan hasil, masalah dapat diselesaikan, dan tidak hanya memikirkan keuntungan mereka sendiri. Ketika sebuah pertanyaan terjadi di antara pasangan, ada begitu banyak keputusan dalam menjawabnya. Jika pasangan suami istri benar-benar fokus pada perkembangan hubungan mereka, setiap kali terjadi perselisihan mereka akan mengingat kembali tujuan dasar dari awal hubungan. Jadi pasangan yang mempertimbangkan untuk menjaga hubungan mereka agar bisa bertahan selamanya, tidak akan memperpanjang masalah. Tanggung jawab membutuhkan kerja keras dan mengesampingkan sisi batin masing-masing pasangan yang menikah. Tanggung jawab sangat dekat dengan kebutuhan pernikahan. Jika pasangan berusaha untuk memenuhi tanggung jawab mereka dan fokus pada pernikahan mereka, pernikahan mereka akan terhindar dari perjuangan dan menjadi lebih bahagia. Hal ini sesuai dengan Hipotesis Hubungan Rasionalis Leslie A. Baxter, khususnya bahwa pertukaran adalah pembicaraan, artinya, suatu tanggung jawab harus diperiksa sejak hubungan keluarga dibangun. Tanpa tanggung jawab, keluarga tidak akan berjalan dengan baik.

Dari kelima pasangan suami istri terdapat kasus dimana pada pasangan ke empat yang dipaksa untuk berpisah dari pasangannya oleh orangtua dan tetangganya namun dengan adanya komitmen yang kuat dari sang istri maka pernikahan tersebut masih tetap harmonis. Dan berikut petikan wawancara pada pasangan keempat:

“sebenarnya pada saat saya diminta untuk meninggalkan suami oleh orang tua dan tetangga saya sebenarnya ada perasaan dilemma dan bimbang, namun bagaimanapun suami saya adalah ayah dari anak – anak saya dan kita sudah 15 tahun berumah tangga maka saya Kembali memantapkan diri untuk tidak akan berpisah dengan sumai saya, dan tetap mendampingi saat masa pengobatan berlangsung, karena sebenarnya saya teringat waktu perjuangan suami mendapatkan saya mbak, mangkanya itu yang membuat saya bertekad untuk terus membina rumah tangga saya lebih baik lagi dan ndak menghiraukan jika ada permintaan untuk meninggalkan suami saya”.

Kesetaraan (equality) adalah pengakuan bahwa masing-masing pihak yang bernilai dan mulia. Selain itu, kesetaraan juga merupakan sikap menjadikan orang lain dengan kriteria, yakni (1) komunikasi timbal balik dan (2) mengakui kehebatan orang lain atau diluar dirinya. Kesetraan dalam mengambil keputusan dinilai penting, seperti keputusan keuangan, anak-anak dan hal besar lainnya, pasangan suami istri harus memiliki keputusan bersama dan mendiskusikan hal-hal penting bersama, termasuk tentang pasangan yang terkena penyakit TB RO harus diputuskan secara bersama bagaimana membagi tugas sehingga kesetaraan berpendapat dalam diskusi akan tetap terlaksana.

Dalam hubungan relasional yang digambarkan dengan keseragaman, konflik dan bentrokan lebih dianggap sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada dibandingkan sebagai peluang untuk menjatuhkan pihak lain. Pemahaman akan keadaan, kondisi dan konflik sangat mempengaruhi sifat korespondensi antar pasangan. Selain itu, faktor-faktor dalam diri kedua pihak, seperti penerimaan dan kepercayaan, berperan dalam membuat dan menyelesaikan perselisihan yang sebenarnya. Sebagaimana dipahami di balik layar masalah ini, korespondensi relasional mencakup faktor keseimbangan yang akarnya adalah penerimaan. Ketika pasangan mulai terbuka dan memberikan kenyamanan, pernyataan cinta akan muncul.

Ekspresicinta merupakan respon terbesar manusia dalam menyampaikan rasa cintanya kepada pasangannya. Seringai, tatap mata, dan yang mengejutkan, hubungan seksual adalah artikulasi kasih sayang antara dua individu yang saling mencintai. Tak hanya itu, penebusan dosa, memaafkan pasangan Anda jika pasangan Anda melakukan kesalahan, pengabdian adalah hal yang diurutkan sebagai ungkapan pemujaan. Tidak mengherankan jika pernyataan cinta adalah artikulasi cinta terbaik untuk suatu hubungan. Hal ini sesuai dengan Hipotesis Dewan Keamanan Korespondensi Sandra Petronio, yang secara spesifik menyatakan bahwa dari satu sudut pandang, individu tetap diam mengenai data rahasia. Ekspresi cinta terkesan bersifat pribadi karena lebih banyak hal dekat yang disampaikan melalui ekspresi kasih sayang. Hal ini menjadikan pernikahan semakin membahagiakan karena rasa manis pernikahan tidak hilang.

Seks bukan hanya tentang keintiman nyata, tetapi juga pribadi dengan semangat pasangan Anda. Selain itu, seks bukan hanya tentang menjalin hubungan yang nyaman, pasangan juga dapat terlibat secara fisik melalui kontak dan bermesraan. Kontak nyata dalam hubungan pribadi menghadirkan pasangan dengan cara yang lebih jauh. Seks adalah hubungan yang mengandung tanggung jawab. Ketika pasangan mempunyai hubungan pribadi, hal ini penting untuk kesatuan kewajiban untuk saling menyerahkan diri dan menjaga satu sama lain. Hubungan seksual pun membuat pasangan suami istri semakin bahagia. Hal ini sesuai dengan Hipotesis Dewan Keamanan Korespondensi Sandra Petronio, khususnya dari satu sudut pandang, individu menutup mulut tentang data rahasia karena hubungan seksual adalah masalah yang sangat rahasia dalam keluarga dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan publik. . Menurut Griffin, perlindungan adalah kecenderungan bahwa seseorang memiliki data rahasia yang kuat (kecenderungan bahwa seseorang memiliki pilihan untuk mengklaim data pribadi)[18]. Sementara itu, Louis Cognacs dalam[19] mengatakan bahwa keamanan adalah pilihan untuk menjauhkan diri dari orang lain, hak yang paling menyeluruh, dan hak yang paling dihargai oleh orang-orang yang berakulturasi. Menurut Sobur, untuk mengakui keamanan, orang mengontrol ruang secara terstruktur, secara sosial dan mental[20]. Keamanan sangat penting karena memungkinkan seseorang merasa terisolasi dari orang lain. Keamanan juga menyebabkan seseorang merasa bahwa mereka benar-benar memiliki data. Lebih jauh lagi, menurut Petronio, ada risiko yang dapat terjadi ketika seseorang melakukan paparan individu kepada individu yang tidak dapat diterima, atau mengungkapkan pada waktu yang tidak dapat diterima, melewati batas tentang dirinya sendiri, atau terlalu meragukan orang lain[21].

Ketika pasangan suami istri terdampak TB RO mengekspresikan cinta maka ada beberapa kesulitan dalam melakukan hal tersebut, seperti ekspresi cinta yang digambarkan lewat wajah dengan senyuman hal ini akan menjadi sulit jika para pasien TB RO dituntut untuk selalu menggunakan masker sebagai pengaman dalam kesehariannya, selanjutnya adalah ekspresi cinta melalui hubungan intim sebagaimana aktifitas pribadi yang dikerjakan suami istri, maka demikian petikan wawancara dari kelima pasangan tersebut:

Pasangan pertama, pasangan muda yang terkena TB RO adalah suami:

“di awal saya menderita penyakit ini jujur saya selama pengobatan di 3 bulan pertama tidak melakukan hubungan suami istri sebagaimana biasanya, karena efek obat yang sangat dahsyat sehingga untuk melakukan hal tersebut sangat tidak mungkin, lagipula menurut bu dokter ada kemungkinan penularan ketika melakukan hubungan intim dikarenakan virus masih aktif, dan alhamdulillah istri sangat pengertian meskipun tidak diberikan nafkah batin namun tetap mendampingi saya”

Pasangan kedua, pasien TB RO adalah istri:

“jadi karena saya sudah menjalani pernikahan selama 15 tahun maka puasa sedikit juga tidak apa- apa, yang penting istri sembuh dulu, anak-anak sehat dan saya tetap bisa bekerja memenughi kebutuhan rumah tangga saya, kasian mbak kalau dipaksakan melayani saya, sementara istirahat dulu, nanti kalau sudah berhasil sembuh baru mulai lagi, dan alhamdulillah saya ndak pernah njajan loh mbak, inget perjuangan istri terus”

Pasangan ketiga, pasangan suami istri yang keduanya terpapar TB RO :

“saya sama istri ini sudah tua mbak dan kadang memang kepingin mbak tapi inget resikonya sangat besar mangkanya saya sama istri tahan saja, kami kepengen cepat sembuh mbak jadi saya dan istri sepakat akan melakukan hubungan intim ketika sudah dinyatakan sembuh”

Pasangan keempat, suami yang terkena TB RO:

“sebelum saya diberitahu suami yang terkena TB RO hubungan kami sudah hampir diujung tanduk karena permasalahan rumah tangga, dan ini yang menyebabkan kami jarang ngobrol bahkan berhubungan intim sebulan bisa dihitung jari, jadi saya sudah terlatih ketika suami ndak ngasih jatah saya, dan alhamdulillah di perjalanan ke 13 bulan ini karena virus sudah mati maka saya dan suami bisa melakukan hubungan intim dengan syarat tetap menggunakan masker sebagai pengaman agar saya tidak tertular suami, berat memang mbak namun yaa bagaimana lagi saya tetap harus melayani kebutuhan suami dan tidk boleh nolak kan mbak, nanti berdosa dilaknat malaikat”.

Pasangan kelima, istri yang terkena TB RO:

“istri itu kena 2 macam penyakit, struk ringan sama TB RO, jadi saya musti hati-hati ketika minta melayani saya, yang saya ingat di awal tahu istri saya terkena TB RO saya tidak berani menyentuh istri saya untuk berhuungan intim karena saya lihat sendiri ketika efek minum obat sampai seperti orang teler dan karena minum obat rutin sebelum tidur mangkanya saya juga ndak mau, bayangin mbak ketika sakit masih dipaksa memenuhi permintaan saya rasane kok gak enak, gak enak di istri saya dan saya juga kurang enak mbak”

Pernikahan yang sehat membuat pasangan suami istri semakin bahagia. Hal ini membuat pasangan suami istri kuat secara intelektual, karena mereka memahami bahwa pasangannya mendukung mereka sepenuhnya. Pernikahan yang bahagia artinya mencakup segala sudut pandang, yaitu penerimaan terhadap pasangan, kasih sayang terhadap pasangan, mental kuat, berpikir positif, memiliki rasa tanggung jawab, tanggung jawab dan menumbuhkan rasa percaya diri pada pasangan. Banyaknya perspektif ini saling terkait erat satu sama lain. Dalam pernikahan yang bahagia, masing-masing pihak akan berusaha menjauhi perselisihan dan lebih menghargai satu sama lain. Pasangan yang sudah menikah dengan bahagia pun tidak akan berpikiran sempit. Pasangan yang menikah bisa fokus pada kepentingan keluarga dan saling membantu di setiap pintu yang terbuka. Dalam pernikahan yang bahagia, semua sudut pandang didukung oleh komunikasi verbal, namun juga didukung oleh sudut pandang non-verbal. Segala sudut mulai dari kontak, nyengir, artikulasi, pelukan, ciuman dan seks. Gambar non-verbal juga membuat kepribadian kita terlihat dengan mata telanjang. Melalui cara berperilaku non-verbal, seseorang dapat mengetahui keadaan dekat pasangannya. Segala hal dan sudut pandang yang terkandung dalam gambaran non-verbal suatu pasangan akan mempengaruhi pernikahannya. Jika suatu pasangan mempunyai keinginan untuk memuaskan pernikahannya, maka pada saat itu, semua manfaat yang terkandung dalam gambaran non-verbal dan gambaran verbal harus digarisbawahi.

Dengan adanya komunikasi antarpribadi yang dimulai dengan 5 kualitas secara umum sebagaimana dibahas sebelumnya maka untuk menjaga komunikasi interpersonal tetap stabil juga harus memahami konflik yang biasa terjadi pada saat melakukan komunikasi interpersonal terutama pada saat komunikasi dengan pasangan suami istri, dimana salah satu pasangan ataupun keduanya terkena penyakit TB RO. konflik merupakan suatu ciri khas perselisihan yang diciptakan oleh orang-orang atau perkumpulan karena mereka yang terlibat mempunyai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai atau kebutuhan yang berbeda-beda[3]. Bagaimanapun perjuangan juga mempunyai dampak positif karena merupakan cara kewaspadaan manusia, dalam mengatasi dan menentukan permasalahan dalam pergaulan kita dengan orang lain[10].

Untuk mengurai suatu pertikaian diperlukan 2 hal: (1). Kita harus memikirkan tujuan kita sebaik-baiknya, (2) kita juga harus fokus pada kompromi dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain dan tidak menyakiti orang lain[10]. , kompromi pada hakikatnya berarti merekonstruksi pemulihan. identitas internal dan lebih mengembangkan asosiasi dengan orang lain. Selain itu, kegunaan dari menyelesaikan perselisihan relasional adalah untuk menghilangkan ketegangan yang dihadapi, membangun kehidupan yang bersahabat, melahirkan kehidupan yang bahagia, membiasakan diri untuk dapat mengakui perbedaan dan persamaan dengan orang lain, membiasakan diri untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. , mengarang surat menyurat yang lebih baik[22].

Maka ketika ada pertikaian atau selisih yang menimpa pada suami istri diharapkan dapat memberikan peluang untuk memberikan efek positif dan makin mendewasakan pasangan terutama untuk kualitas hubungan yang semakin berkembang baik dan lebih dewasa terutama tantangan pada masa pengobatan. Sebagaimana efek yang ditimbulkan pada saat pengobatan dapat bermacam-macam dan disini kualitas hubungan suami istri diuji apakah dapat menyelesaikan masalah yang ada atau apakah larut dalam masalah tersebut. Dari kelima pasangan suami istri terdampak TB RO, kesemuanya mampu mengatasi konflik yang terjadi, meskipun di awal terjadi krisis kepercayaan diri untuk bersikap terbuka dan cenderung menutup diri, bahkan ada pasangan yang hampir berpisah dikarenakan konflik internal rumah tangga namun kesemua mampu mengubah konflik menjadi peluang hingga keluar dari permasalahan tersebut dan berakhir dengan harmonis.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada lima pasangan suami istri yang terkena penyakit TB RO pada salah satu pasangan ataupun keduanya, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa kualitas hubungan suami istri pada rentang masa pengobatan selama kurun waktu dua tahun meskipun mengalami beberapa kendala terkait komunikasi dan kesulitan dalam menjalin hubungan sebagaimana layaknya hubungan pasangan suami istri sebelum terdampak TB RO maka dengan adanya pendekatan menggunakan prespetif humanistic yang ditandai dengan adanya kualitas umum tentang komunikasi antar pribadi : transparansi/keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Dimana kelima hal tersebut berdampak sangat besar bagi seluruh pasangan suami istri terdampak TB RO.

Selanjutnya penanganan konflik juga dibutuhkan pada pasangan suami istri dikarenakan dengan adanya manajemen konflik pada suatu hubungan maka secara positif akan diberikan penekanan tentang semakin berkualitas dan berkembangnya potensi diri manusia, terutama tentang kualitas hubungan suami istri, sehingga akan lebih mudah untuk saling memahami, saling mengerti dan akhirnya ekspresi cinta akan menjadi wujud kualitas dari pasangan suami istri.

References

  1. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi . Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2006.
  2. “persepsi dukungan....”.
  3. Alo Liliweri, Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta : LKIS , 2009.
  4. Moleong. L.J, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2017.
  5. N.S Sukmadinata, Curriculum Development: Theory and Practice. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
  6. J W Creswell, Step in conducting a scholarly mixed methods study . 2013.
  7. M Rubani, Psikologi Komunikas . Pekanbaru : CV Witra Izani, 2011.
  8. R . Cherni, “Strategi Komunikasi dalam meningkatkan konflik rumah tangga mengenai perbedaan tingkat penghasilan di RT 29 Samarinda Semarang,” E Jurnal UDIKSHA, 2013.
  9. A. Masturu, “Melalui Komunikasi Empatik. Jurnal dakwah dan Komunikasi ,” ejurnal.iainpurwokerto , 2010.
  10. A. Supratikya, Tinjauan Psikologi Komunikasi Antarpribadi . Yogyakarta : Kanisus, 1995.
  11. Etika Sari and A Herawati, “Komunikasi Keluarga (studi kasus komunikasi interpersonal suami istri dalam proses cerai di kantor urusan agama kecamatan Gamping Sleman, Yogjakarta ),” jurnalbimasislam.kemenag.go.id, 2017.
  12. A Rahayu, “Komunikasi Interpersonal Pegawai Pada Dinas. jurnal administrasi pendidikan ,” ejurnal.unp.ac.id, vol. 3, pp. 905–913, 2015.
  13. R. Jalaludin, Psikologi Komunikasi . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1998.
  14. A. Joseph Devito, Komunikasi Antar Manusia , vol. 5. Jakarta : Karisma, 1997.
  15. B N Londa, “Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi Dalam Meningkatkan Kesuksesan Sparkle Organizer ,” media.neliti.com, 2014.
  16. F. Y Panggabean, “Analisis Literasi Keuangan terhadap Keberlangsunga usaha kuliner kota medan,” pp. 139–147, 2018.
  17. N Asmarina dan Lestari M, “Gambaran Kepercayaan, komitmen pernikahan dan kepuasan hubungan seksual pada istri dengan suami yang bekerja di kapal pesiar,” jurnal psikologi udayana , pp. 239–149, 2018.
  18. E M Griffin, A First Look at Communication Theory, Special Consultant Glen McGraw Hill. 2003.
  19. H David Holtzzman, Privacy Lost: How Technology Is Endengering your privacy, USA: Jossey Bass. 2006.
  20. Alex Sobur, “Pers, Hak Privasi dan Hak Publik,” jurnal Mediator , vol. 1, 2001.
  21. petronio and sandra, “Boundaries of Privacy: Dialectics of disclousure, New York: state university of new york press,” new york press, 2002.
  22. Silfia Hanani, Komunikasi Antarpribadi (Teori dan Praktik). Yogjakarta : Ar- Ruzz Media, 2017.