Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Science
DOI: 10.21070/acopen.9.2024.7993

The Effect of Guided Inquiry Learning Model on Student’s Scientific Communication Skills in SMPN 1 Gempol


Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Komunikasi Ilmiah Siswa di SMPN 1 Gempol

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Guided Inquiry Written Communication Skills Oral Communication Skills

Abstract

One of the important skills to develop is scientific communication skills, communication is very important in everyday life. This research aims to determine the effect of the guided inquiry learning model on the scientific communication skills of class VII students at SMPN 1 Gempol, Pasuruan Regency. This research is a quasi-experiment conducted with a posttest-only design. The research sample was class VII D students as the experimental class and class VII C students as the control class with each class having 32 students. In this study, environmental pollution material was used in the experimental class, which was treated using the guided inquiry learning model, while the control class used the learning model commonly used by teachers at the school. The results of the research show that there are significant differences in value and influence in the guided inquiry learning model on written and oral scientific communication skills.

Highlights:

  • Guided Inquiry Impact: Examines effect on scientific communication skills.

  • Quasi-Experiment Framework: Utilizes posttest-only design for structured assessment.

  • Written and Oral Proficiency: Highlights impact on both communication modes.

Keywords: Guided Inquiry, Written Communication Skills,  Oral Communication Skills

Pendahuluan

Di era Abad ke-21, guru perlu fokus pada pengembangan berbagai keterampilan, termasuk keterampilan dalam memecahkan masalah, berpikir secara kritis, mengembangkan pemikiran kreatif, berkomunikasi dengan baik, dan bekerja secara kolaboratif [1]. Menurut [2] Kemampuan berkomunikasi memiliki signifikansi besar, terutama bagi para pendidik, dalam mentransmisikan gagasan, data, serta pandangan kepada siswa oleh karena itu, penting bagi para pendidik untuk memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar interaksi berlangsung efisien dan menyenangkan. Terutama dalam konteks penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan di lingkungan kelas, keterampilan komunikasi yang baik sangatlah krusial. Demikian pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang pendekatannya menggunakan pendekatan ilmiah seperti mengamati,menanya,mengumpulkan data,menalar dan mengomunikasikan hasil [3]. Dalam proses belajar IPA, siswa perlu memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif, baik secara lisan maupun tulisan, untuk berinteraksi secara langsung dalam pembelajaran [4]. Pendidikan IPA diharapkan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari [5]. Keterampilan komunikasi dalam IPA yaitu keterampilan komunikasi ilmiah dimana keterampilan komunikasi tersebut sangat penting dalam pembelajaran IPA untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran [6].

Komunikasi ilmiah adalah ketika siswa berbagi pengetahuan ilmiah yang mereka peroleh dari penelitian dan analisis dengan berbagai kelompok audiens untuk tujuan tertentu. Bentuk komunikasi ilmiah dapat dilakukan melalui berbicara secara lisan maupun menulis dalam konteks pembelajaran. Siswa dapat dikelompokkan menjadi beberapa tim dan bekerja bersama untuk mengatasi masalah dalam kelompok tersebut [7]. Penyebarluasan informasi ilmiah mengenai berbagai bidang ilmu IPA seperti Biologi, Kimia dan Fisika baik secara lisan maupun tulisan [8]. Indikator komunikasi ilmiah secara lisan yaitu kemampuan menjelaskan hasil percobaan dan mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah berupa pertanyaan mengenai hasil presentasi kelompok lain kemudian indikator komunikasi ilmiah tertulis yaitu terdiri dari pendahuluan,prosedur percobaan,hasil pembahasan dan kesimpulan [5]. Keterampilan berkomunikasi lisan merupakan aspek yang sering digunakan dalam situasi sehari-hari dan juga menjadi keterampilan yang diterapkan dalam konteks pembelajaran untuk menyuarakan pandangan. Kemampuan berkomunikasi secara tertulis tidak sering dilakukan oleh semua orang, biasanya diterapkan oleh individu saat mengekspresikan pemikiran melalui karya tulis ilmiah. Dalam proses pembelajaran, seringkali ditemui siswa yang belum mandiri dalam mencari informasi terkait materi yang diajarkan. Kondisi ini mengakibatkan keterampilan komunikasi siswa dalam konteks pembelajaran IPA masih dinilai rendah, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran [9].

Isu yang memerlukan perhatian adalah keterampilan komunikasi ilmiah, yang menjadi sorotan utama dalam konteks ini [10]. Meskipun siswa mungkin memahami materi, tidak selalu berarti siswa mampu mengomunikasikan pengetahuan tersebut kepada orang lain. Ketidakmampuan ini menandakan bahwa keterampilan komunikasi ilmiah siswa masih perlu diperbaiki. Penelitian di SMP Negeri 27 Semarang menunjukkan bahwa banyak siswa, sekitar 55,5%, memperoleh nilai rendah dalam komunikasi ilmiah, menandakan bahwa siswa belum sepenuhnya mampu mengkomunikasikan pengetahuan tersebut kepada orang lain [11]. Temuan serupa juga ditemukan di SMP Negeri 1 Gempol, dimana siswa masih memerlukan peningkatan dalam komunikasi ilmiah [11]. Hal ini terbukti dari hasil observasi melalui proses tanya jawab dengan guru mengenai kemampuan siswa dalam komunikasi ilmiah baik secara lisan maupun tulisan di kelas VII, Dari hasil tanya jawab dengan guru di dapatkan hasil bahwa di mana siswa sering kesulitan dalam menyusun laporan praktikum terutama dalam menentukan hipotesis serta variabel dalam percobaan yang masih salah dan siswa masih belum dapat mempresentasikan hasil percobaan dengan sistematis. Dalam situasi ini, diperlukan pendekatan pembelajaran yang mendorong partisipasi aktif siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi ilmiah. Salah satu pendekatan yang mungkin adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing [11].

Model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah metode yang memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa untuk menciptakan pemahaman melalui penelitian [12]. Pendekatan ini membantu meningkatkan kemampuan berpikir divergen siswa, memungkinkan siswa mencari solusi untuk berbagai masalah. Dengan fokus pada kemampuan berpikir dan pengolahan informasi siswa, model inkuiri terbimbing juga dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengamati, mengemukakan solusi masalah, menginterpretasi data, dan menyimpulkan hasil ketika siswa terbiasa berkomunikasi ilmiah, baik secara lisan maupun tulisan, siswa menjadi lebih percaya diri dalam menyampaikan ide dan hasil diskusi [12]. Siswa juga lebih mampu menulis laporan hasil percobaan atau praktikum dengan benar [11]. Dalam model inkuiri terbimbing, guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan arahan dalam mencari solusi masalah [13], pendekatan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi ilmiah siswa melalui berbagai tahap, termasuk menentukan hipotesis dan menyajikan hasil penelitian.

Bukti penelitian menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri terbimbing memiliki dampak positif terhadap kemampuan komunikasi ilmiah siswa [12]. Penelitian lain juga mengindikasikan bahwa inkuiri terbimbing mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam observasi dan penyajian jawaban terhadap masalah [6] [14] Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap kemampuan komunikasi ilmiah.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif eksperimen [15]. Pendekatan ini mengadopsi Quasi Experimental Design peneliti menggunakan desain tersebut karena dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel dari luar yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti [16]. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental design dan menggunakan model posttest-only design with nonequivalent groups. Pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol hanya diberikan tes posttest untuk mengetahui keadaan kelompok setelah diberikan perlakuan. Pada penelitian ini kelompok eksperimen pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing dan untuk kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Struktur penelitian ini terlihat dalam Tabel 1 yang menggambarkan rancangan penelitian.

Figure 1.Rancangan Penelitian posttest-only design with nonequivalent groups

Keterangan:

O1 : Kelompok yang diberi perlakuan (eksperimen)

O2 : Nilai post test kelompok yang tidak diberi perlakuan (kontrol)

X : Perlakuan Model Inkuiri Terbimbing

Populasi yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII sebanyak 128 siswa dalam tahun akademik 2022/2023. Sampel diambil dari dua kelas, yaitu kelas VII-C sebagai kelompok kontrol dengan 32 siswa, dan kelas VII-D sebagai kelompok eksperimen dengan 32 siswa. Metode pengambilan sampel adalah Purposive sampling, dipilih berdasarkan keterampilan komunikasi ilmiah siswa yang paling rendah di kelas VII-C dan VII-D. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa mempertimbangkan faktor lain dalam populasi. Data dikumpulkan melalui observasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi komunikasi lisan dan lembar observasi komunikasi tertulis. Teknik analisis data menggunakan statistika inferensial dengan uji t dilakukan dengan mengambil data kemampuan komunikasi ilmiah siswa melalui lembar observasi. Kemampuan komunikasi ilmiah diukur melalui komunikasi tertulis dan lisan dengan mengacu pada indikator kemampuan, seperti menyusun laporan secara sistematis, menyampaikan laporan hasil percobaan, mendiskusikan hasil percobaan, dan memberikan pertanyaan.

Hasil kemampuan komunikasi ilmiah diukur dengan menghitung rasio antara total skor yang diperoleh oleh setiap siswa dengan skor maksimal dari seluruh indikator, dengan skala 100. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Independent Sample T-test menggunakan SPSS untuk mengevaluasi perbedaan kemampuan komunikasi ilmiah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tujuannya adalah untuk menilai dampak model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi ilmiah siswa [17].

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Gempol dengan menetapkan dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas VII D dipilih sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 32, sedangkan kelas VII C menjadi kelompok kontrol dengan jumlah siswa yang sama, yaitu 32 siswa. Kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan yang berbeda, di mana kelas eksperimen menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing, sementara kelas kontrol menggunakan model pembelajaran discovery learning yang biasa digunakan oleh guru di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil keterampilan komunikasi ilmiah siswa secara tertulis dan lisan di kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah data yang diperoleh dalam penilaian keterampilan komunikasi ilmiah siswa secara tertulis dan lisan di kelas eksperimen dan kelompok kontrol, sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan:

Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Eksperimen
N 32 32 32 32 32 32
Minimum 9 10 11 11 11 11
Maksimum 13 14 14 14 14 14
Rata-rata 11.22 12.16 12.16 12.75 12.16 12.75
Standar Deviasi 21.263 1.448 1.191 1.298 1.191 1.298
Table 1.Uji Deskriptif Komunikasi Ilmiah Tertulis

Berdasarkan hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan nilai dari masing-masing praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan indikator komunikasi ilmiah tertulis yaitu: Menyusun laporan secara sistematis dengan memperhatikan aspek yang dinilai antara lain: Pendahuluan,Prosedur percobaan, Hasil dan pembahasan, dan Kesimpulan. Hasil posttest kelas kontrol pada praktikum pencemaran udara, diperoleh nilai minimun 9, nilai maksimum 13, nilai rata-rata 11.22, nilai standar deviasi 1.263. Hasil posttest kelas eksperimen nilai minimum 10, nilai maksimum 14, nilai rata-rata 12.03, nilai standar deviasi 1.448. Hasil posttest kelas kontrol pada praktikum pencemaran tanah, diperoleh nilai minimum 11, nilai maksimum 14, nilai rata-rata 12,16, nilai standar deviasi 1.191. Hasil posttest kelas eksperimen nilai minimum 11, nilai maksimum 14, nilai rata-rata 12.75, nilai standar deviasi 1.298. Hasil posttest kelas kontrol pada pencemaran air nilai minimum 11, nilai maksimum 14, nilai rata-rata 12.16, nilai standar deviasi 1.298. Hasil posttest kelas eksperimen nilai minimum 14, nilai maksimum 14, nilai rata-rata 12.75, nilai standar deviasi 1.298.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai keterampilan komunikasi siswa tertulis yang diajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibanding dengan model pembelajaran discovery learning. Nilai standar deviasi hasil posttest praktikum pencemaran udara pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman nilai keterampilan komunikasi pada kelas dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibanding model pembelajaran discovery learning. Nilai standar deviasi hasil posttest praktikum pencemaran tanah pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman nilai keterampilan komunikasi pada kelas dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibanding model pembelajaran discovery learning. Nilai standar deviasi hasil posttest praktikum pencemaran air pada kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa tingkat keseragaman nilai keterampilan komunikasi pada kelas dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi dibanding model pembelajaran discovery learning. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan nilai keterampilan komunikasi ilmiah pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran discovery learning oleh karena itu, model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih efektif untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar daripada model discovery learning.

Dalam penelitian ini menggunakan model inkuiri terbimbing dengan praktikum. Model inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna mencapai hasil belajar yang optimal. Dengan adanya praktikum untuk membuat laporan secara sistematik yang didiskusikan bersama kelompok siswa dapat melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran, seperti yang dikatakan [5] mengatakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidikki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Variab el N Minimal Maksimal Rata-rata Standar Deviasi
Kontrol 32 9 16 13.59 1.434
Eksperimen 32 14 19 16.41 1.794
Table 2.Uji Deskripttif Komunikasi Ilmiah Lisan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif diatas menunjukkan nilai komunikasi ilmiah lisan dimana, hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi lisan siswa pada kelas kontrol lebih tinggi daripada pada kelas kontrol. Pada kelas kontrol nilai minimum 9, nilai maksimum 16, nilai rata-rata 13.59, nilai standar deviasi 1.434 sedangkan, pada kelas eksperimen nilai minimum 14, nilai maksimum 19, nilai rata-rata 16.41, nilai standar deviasi 1.794. Keterampilan komunikasi lisan siswa diukur dengan menggunakan laporan observasi saat presentasi serta proses bertanya siswa. Indikator keterampilan komunikasi lisan dibedakan menjadi dua yaitu indikator presentasi dan indikator bertanya. Indikator prsentasi diuraikan menjadi beberapa sub indikator yaitu kejelasan suara, kepercayaan diri, ekspresi diri, kelancaran, dan proses tanya jawab.

Pada kelas eksperimen didapatkan nilai komunikasi lisan lebih tinggi dikarenakan siswa memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi, ekspresi diri yang relevan, kelancaran pada saat penyampaian hasil secara jelas, suara yang jelas dalam menyampaikan argumentasi ke siswa lain atau bahkan saat bertanya ke guru, dan proses tanya jawab hal ini siswa masih belum terbiasa untuk melakukan proses tanya jawab sejalan dengan penelitian [18] yang menunjukkan bahwa proses tanya jawab merupakan sub indikator komunikasi lisan yang paling rendah. Beberapa sub indikator tersebut telah dilatihkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dimana siswa diharuskan mampu menyampaikan laporan hasil praktikum dengan baik seperti dalam merumuskan masalah, membuat hipotesis, membuat variabel, prosedur percobaan. Selaras dengan penelitian [19] yang menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk melatih kemampuan komunikasi lisan dengan adanya praktikum pada tahapan mengumpulkan data dan menganalisis data, sehingga siswa memiliki kemampuan berkomunikasi lisan meningkat. Secara keseluruhan maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat melatihkan keterampilan berkomunikasi siswa daripada pada kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning. Dibuktikan dengan nilai rata-rata dan nilai standar deviasi keseluruhan indikator komunikasi ilmiah lisan antara kelas kontrol dan eksperimen ada peningkatan.

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kelas Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelas_Kontrol ,259 32 ,000 ,829 32 ,001
Kelas_Eksperimen ,271 32 ,000 ,829 32 ,000
Table 3.Hasil Uji Normalitas Komunikasi Ilmiah Tertulis

Berdasarkan informasi yang tercatat pada Tabel 1, tampak bahwa dalam kelompok eksperimen, nilai Sig. pada bagian uji Kolmogorov-Smirnov adalah 0,000, sementara pada uji Shapiro-Wilk adalah 0,000. Di sisi lain, pada kelompok kontrol, nilai Sig. pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah 0,000 dan pada uji Shapiro-Wilk adalah 0,001. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa nilai Sig. memiliki nilai yang lebih kecil dari 0,05, menunjukkan bahwa distribusi data tidak bersifat normal. Namun, dalam hal keterampilan komunikasi ilmiah tertulis, data tampak homogen. Oleh karena itu, untuk melakukan uji perbedaan, digunakan uji Mann Whitney U dengan bantuan perangkat lunak SPSS, dan hasil dari uji ini dijelaskan dalam Tabel 3.

Levene Statistic df1 df2 Sig.
Based on Mean 1.427 1 62 ,237
Based on Median ,169 1 62 ,682
Base on Median and with ,169 1 6,182 ,682
Adjusted 1 62
Based on trimmed mean 1,234 1 62 ,271
Table 4. Hasil Uji Homogenitas Komunikasi Ilmiah tertulis

Dasar pengambilan keputusan dalam Uji Homogenitas, yaitu:

Jika nilai Sig. pada Based on Mean > 0,05 maka data homogen

Jika nilai Sig. pada Based on Mean < 0,05 maka data penlitian tidak homogen

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas komunikasi ilmiah tertulis pada tabel diatas maka diperoleh informasi sebagai berikut: Nilai Sig. pada Based on Mean yaitu 0.237 maka > 0.05, berdasarkan hasil tersebut maka dapat diputuskan data homogen atau dari populasi memiliki varian yang sama atau homogen.

Mann-Whitney U 331,500
Wilcoxon W 859,500
Z -2,447
Asymp. Sig. (2-tailed) ,014
Table 5.Hasil Uji Man Whitney U

Berdasarkan tabel 3 diketahui hasil uji Man Whitney U pada komunikasi ilmiah tertulis, dimana pada komunikasi ilmiah tertulis data tidak terdistribusi normal tetapi data homogen. Sehingga dilakukan uji Man Whitney U untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara nilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil tes statistics diatas diketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,014 < nilai probabilitas sebesar 0,05. Artinya terdapat perbedaan kemampuan komunikasi ilmiah siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan model inkuiri terbimbing terhadap komunikasi ilmiah siswa SMP.

Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kelas Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kelas_Kontrol ,161 32 ,035 ,936 32 ,057
Kelas_Eksperimen ,152 32 ,058 ,943 32 ,088
Table 6.Hasil Uji Normalitas Komunikasi Ilmiah Lisan

Berdasarkan data dalam tabel di atas, terlihat bahwa derajat kebebasan (df) untuk kelas 1 (kelompok kontrol) adalah 32, sementara untuk kelas 2 (kelompok eksperimen) juga adalah 32. Fakta ini mengindikasikan bahwa jumlah sampel data yang digunakan dalam penelitian ini berada di bawah 50. Oleh karena itu, keputusan untuk menggunakan metode uji Shapiro-Wilk dalam menganalisis tingkat kenormalan data dalam penelitian ini adalah langkah yang sesuai.

Hasil dari uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa nilai Sig. untuk kelas kontrol adalah 0,057, sedangkan nilai Sig. untuk kelas eksperimen adalah 0,088. Karena kedua nilai Sig. ini melebihi nilai signifikansi 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa data yang berkaitan dengan hasil keterampilan komunikasi ilmiah secara lisan memiliki distribusi yang bersifat normal. Oleh karena itu, data ini dapat dijalankan dengan uji Independent Sample T-test dalam analisis selanjutnya.

Levene Statistic df1 df2 Sig.
Based on Mean 1,552 1 62 ,217
Based on Median 1,099 1 62 ,299
Base on Median and with 1,099 1 52,839 ,299
Adjusted
Based on trimmed mean 1,618 1 62 ,208
Table 7.Hasil Uji Homogenitas Komunikasi Ilmiah Lisan

Dasar pengambilan keputusan dalam Uji Homogenitas, yaitu:

Jika nilai Sig. pada Based on Mean > 0,05 maka data homogen

Jika nilai Sig. pada Based on Mean < 0,05 maka data penlitian tidak homogen

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas komunikasi ilmiah siswa lisan pada tabel diatas maka diperoleh informasi sebagai berikut: Nilai Sig. pada Based on Mean yaitu 0.217 maka > 0.05, berdasarkan hasil tersebut maka dapat diputuskan data homogen atau dari populasi memiliki varian yang sama atau homogen.

F Sig. t df Sig (2- tailed) Mean Difference Std.Error Difference Lower Uper
Equal variances Assumed 1,427 ,237 2,987 62 ,004 4,96875 1,66350 1,64346 8,29404
Equal variances not Assumed 2,987 61,527 ,004 4,96875 1,64295 1,64295 8,29455
Table 8.Hasil Uji Independent Sample T-tes Komunikasi Ilmiah Lisan

Berdasarkan hasil uji independent sample t-test pada tabel diatas karena data tersebut homogen maka dapat dilihat pada bagian Equal variances assumed nilai Sig. (2-tailed) didapatkan 0,004 < 0,05 maka dapat diambil keputusan H0 ditolak dan Ha diterima.

Ada perbedaan antara kelas kontrol dan eksperimen pada keterampilan komunikasi ilmiah siswa secara lisan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran guru di sekolah tersebut. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki dampak yang signifikan terhadap keterampilan komunikasi ilmiah siswa dalam bentuk lisan.

Model Pembelajaran Komunikasi Tertulis Komunikasi lisan
Sig α Sig α
Model Inkuiri Terbimbing dan Model Discovery learning 0,014 0,05 0,004 0,05
Table 9.Hasil Analisis Inferensial

Analisis inferensial dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi ilmiah siswa baik secara tertulis dan lisan. Analisis inferensial dilakukan melalui uji man whitney pada komunikasi tertulis dikarenakan data tidak normal dan uji t (independent sample t-test) pada komunikasi lisan. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 10.

Menentukan Hipotesis

H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan pada pembelajaran model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi siswa

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan pada pembelajaran model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi siswa

Dasar Pengambilan Keputusan

Jika sig. < 0,05, maka Ha di terima dan H0 di tolak

Jika sig. > 0,05, maka Ha di tolak dan H0 di terima

Berdasarkan hasil analisis inferensial diketahui bahwa nilai signifikansi yang diperoleh untuk keterampilan komunikasi tertulis sebesar 0,014 < 0,05 dan komunikasi lisan sebesar 0,004 < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi siswa.

Keterampilan komunikasi ilmiah didefinisikan sebagai kapabilitas untuk meningkatkan interaksi antara siswa selama proses pembelajaran. Dalam rangkaian penelitian ini, pemanfaatan keterampilan komunikasi ilmiah, baik dalam aspek tulisan maupun lisan, dijelaskan. Ketika merujuk pada komunikasi ilmiah tertulis, para siswa memiliki kemampuan untuk menggambarkan hasil percobaan yang diperoleh dari praktikum yang dilakukan dalam konteks pembelajaran. Laporan ini mencakup elemen-elemen seperti pengantar, prosedur eksperimen, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan. Pada sisi lain, dalam komunikasi ilmiah lisan, para siswa mampu menyajikan hasil percobaan di hadapan kelas, dengan memperhatikan aspek-aspek seperti kualitas suara saat berbicara, tingkat keyakinan diri, ekspresi individu, dan kelancaran dalam menyajikan materi. Melalui komunikasi ilmiah, siswa tidak hanya mampu belajar tentang kemampuan menganalisis dan menyelesaikan masalah bersama dalam kelompok, tetapi juga mengasah kemampuan merespons pandangan siswa lain melalui interaksi ilmiah ini. Di kelas eksperimen, siswa didorong untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran karena model inkuiri terbimbing mendorong mereka untuk memperkuat keterampilan komunikasi ilmiah. Mereka juga terlatih dalam mencari jawaban secara independen bersama kelompok ketika menghadapi permasalahan yang diajukan oleh guru. Sementara itu, di kelas kontrol, pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang umumnya digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Proses pembelajaran dimulai dengan langkah awal yaitu mengajukan pertanyaan atau permasalahan terkait fenomena sehari-hari. Melalui observasi dan identifikasi, siswa diberikan pertanyaan untuk didiskusikan bersama guna mencari solusinya. Langkah berikutnya adalah memberikan rumusan masalah kepada siswa, dengan panduan untuk memahami rumusan masalah serta pertanyaan yang diberikan. Tujuan dari langkah ini adalah mengarahkan siswa ke materi yang diajarkan dan membantu mereka merumuskan hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan menjadi dasar bagi siswa untuk melakukan percobaan, yang kemudian diakhiri dengan kesimpulan. Pada tahap menuliskan hipotesis, siswa mendapatkan penjelasan tentang konsep hipotesis sebelum mereka menggagasnya. Langkah selanjutnya adalah merencanakan langkah-langkah percobaan untuk menguji hipotesis, ini melibatkan diskusi kelompok dan pemilihan variabel percobaan yang sesuai dengan hipotesis. Siswa juga disiapkan dengan alat dan bahan untuk melaksanakan percobaan. Dalam fase pelaksanaan, mereka melakukan eksperimen pencemaran lingkungan sesuai dengan rencana yang telah disusun, dengan dukungan bimbingan untuk bekerja secara kolaboratif dan menghargai rekan satu tim. Hasil percobaan dicatat dalam lembar kerja yang disediakan. Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Siswa harus mampu menganalisis hasil percobaan pencemaran lingkungan dan menjawab pertanyaan analisis yang tertera dalam lembar kerja. Pada akhirnya, tahap terakhir melibatkan pembuatan kesimpulan. Guru memberikan klarifikasi atas presentasi percobaan yang dibawakan siswa, dan kemudian mereka bersama-sama merumuskan hasil pembelajaran melalui peta konsep materi pencemaran lingkunga

Pendekatan inkuiri terbimbing digunakan dalam pembelajaran siswa pada pertemuan pertama, tetapi pada awalnya, perhatian siswa terhadap materi pelajaran masih terbatas, dan mereka sering kali terlibat dalam candaan saat melakukan diskusi dan penelitian. Ini mengakibatkan peneliti, yang juga berperan sebagai guru, masih memiliki kendali penuh atas kelas pada tahap awal ini. Meskipun kontennya belum sepenuhnya terkait dengan materi pelajaran dan menggunakan bahasa yang kompleks, beberapa siswa mulai mengekspresikan ide mereka dengan lebih percaya diri dan mengajukan pertanyaan. Ada semangat yang meningkat di antara siswa untuk melanjutkan pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Mereka mulai terlibat dalam diskusi kelompok untuk merumuskan hipotesis, variabel, dan prosedur percobaan terkait materi pencemaran lingkungan setelah kelompok-kelompok terbentuk dan guru memperkenalkan permasalahan. Walaupun ada beberapa siswa yang masih menghadapi kesulitan, peneliti yang berperan sebagai guru berperan sebagai rekan belajar siswa dengan memberikan bimbingan. Ini mencakup membantu merumuskan kalimat-kalimat yang lebih jelas dan lebih dipahami ketika siswa menyampaikan ide-ide mereka, sehingga siswa terbiasa menggunakan bahasa yang dapat dipahami ketika menjelaskan materi. Selain itu, banyak siswa yang sudah menguasai materi, dan mereka mampu menjelaskan temuan penelitian dengan rinci, jelas, dan dengan bahasa yang sederhana ketika diminta untuk merangkum dengan pemahaman mereka sendiri.

Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki dampak positif terhadap kemampuan komunikasi ilmiah siswa. Penelitian sebelumnya, seperti yang disebutkan dalam referensi [20], juga menunjukkan adanya keterkaitan antara model inkuiri terbimbing dengan keterampilan komunikasi. Sumber lain, yaitu [21], mendukung temuan ini dengan mengemukakan bahwa model inkuiri terbimbing memberikan peluang bagi siswa untuk mengungkapkan pandangan dan sikap mereka dalam proses pembelajaran, yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan rasa percaya diri siswa dan penghargaan terhadap siswa. Temuan lainnya dari [22], juga menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan tingkat partisipasi siswa dalam pembelajaran. Selain itu, hasil penelitian [23] juga mengungkapkan bahwa penerapan metode inkuiri terbimbing mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui proses pengumpulan data, analisis, serta berinteraksi dengan rekan-rekan mereka. Selama proses pertukaran ide, siswa secara kritis menilai sudut pandang teman sekelasnya, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang lebih kritis.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui ada perbedaan hasil kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menunjukkan ada pengaruh signifikan yang terjadi. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian hipotesis berdasarkan signifikan yang menunjukkan ada perbedaan dari nilai komunikasi tertulis dan lisan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran discovery learning dan pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan komunikasi ilmiah siswa baik secara tertulis dan lisan.

References

  1. Y. S. Makiyah, I. R. Mahmudah, D. Sulistyaningsih, and E. Susanti, “Hubungan Keterampilan Komunikasi Abad 21 Dan Keterampilan Pemecahan Masalah Mahasiswa Pendidikan Fisika,” J. Teach. Learn. Phys., vol. 6, no. 1, pp. 1–10, 2021, doi: 10.15575/jotalp.v6i1.9412.
  2. N. Duţă, “From Theory to Practice: The Barriers to Efficient Communication in Teacher-Student Relationship,” Procedia - Soc. Behav. Sci., vol. 187, pp. 625–630, 2015, doi: 10.1016/j.sbspro.2015.03.116.
  3. M. T. S. Putri and N. Masyithoh, “Penerapan Pendekatan Saintifik Pada Mata Pelajaran IPA Di MTS Putri Nurul Masyithoh Lumajang Siti Rohmawati 1 , Sihkabuden 2 , Susilaningsih 3,” pp. 205–212, 2018.
  4. A. R. Zulfa and Z. Rosyidah, “Analysis of Communication Skills of Junior High School Students on Classification of Living Things Topic,” INSECTA Integr. Sci. Educ. Teach. Act. J., vol. 1, no. 1, p. 78, 2020, doi: 10.21154/insecta.v1i1.2078.
  5. H. Pramono and N. Nana, “Upaya Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Komunikasi Ilmiah Siswa Kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Ciamis Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry,” Diffraction, vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2019.
  6. P. S. Dewi, “Perspektif Guru Sebagai Implementasi Pembelajaran Ilmiah Dalam Pembelajaran Sains,” vol. 01, no. 2, pp. 179–186, 2016.
  7. A. A. Rosiah, N. S. A, D. T. Rahardjo, and B. Mulyono, “Peningkatan Komunikasi Ilmiah Siswa Kelas X MIA Melalui Model Pembelajaran SSCS (Search , Solve, Create, Share) pada Materi Alat-alat Optik,” Perpust. UNS, pp. 1–20, 2016.
  8. S. Zubaidah, “ Mengenal 4C: Learning And Innovation Skills Untuk Menghadapi Era Revolusi 4.0,” no. 2015, pp. 1–18, 2018.
  9. R. A. Wardani and F. N. Pertiwi, “Efektivitas Model Pembelajaran Inquiry Berbasis Pendekatan Scientific Literacy Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Siswa SMP,” J. Tadris IPA Indones., vol. 1, no. 2, pp. 118–128, 2021, doi: 10.21154/jtii.v1i2.166.
  10. A. Islamiyah and F. E. Wulandari, “The Effect of STEM Integrated PBL Model to Practice Students ’ Scientific Communication Skills,” vol. 10, no. 4, pp. 865–871, 2022.
  11. E. Sugiarti, S. H. Susanto, and Khanafiyah, “ Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Berbasis Metode Pictorial Riddle Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Ilmiah Siswa SMP,” vol. 3, no. 4, pp. 95–101, 2015.
  12. I. Y. Rizki, M. Surur, and I. Noervadilah, “Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Terhadap Keterampilan Komunikasi Siswa,” Visipena, vol. 12, no. 1, pp. 124–138, 2021, doi: 10.46244/visipena.v12i1.1433.
  13. K. Bagas, “Implementasi Model Inkuiri Terbimbing dalam Meningkatkan Keterampilan Komunikasi dan Kepuasan Belajar Mahasiswa PGSD Undaris,” Waspada J. Wawasan Pengemb. Pendidik., vol. 9, no. 2, pp. 23–33, 2021, [Online]. Available: https://ejournal.undaris.ac.id/index.php/waspada/article/view/23 - 33
  14. I. W. L. Lewa, H. Susanto, and P. Marwoto, “Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika dan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP,” UPEJ Unnes Phys. Educ. J., vol. 7, no. 2, pp. 44–51, 2018, doi: 10.15294/upej.v7i2.27467.
  15. N. Fajri, A. Yoesoef, and M. Nur, “ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Dengan Strategi Joyful Learning Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII Mts Meuraxa Banda Aceh,” vol. 1, 2016.
  16. H. Nufus, H. Herizal, and F. Atika, “Pengaruh Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Berbantuan Software Autograph Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa …,” J. Pembelajaran Dan vol. 7, no. 2, pp. 75–84, 2021, [Online]. Available: http://jurnal.ulb.ac.id/index.php/sigma/article/view/2237
  17. O. B. Pramesti, S. Supeno, and S. Astutik, “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Ilmiah dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA,” J. Ilmu Fis. dan Pembelajarannya, vol. 4, no. 1, pp. 21–30, 2020, doi: 10.19109/jifp.v4i1.5612.
  18. E. Aristianti, H. Susanto, and P. Marwoto, “Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Ilmiah Siswa SMA,” UPEJ Unnes Phys. Educ. J., vol. 7, no. 1, pp. 67–73, 2018.
  19. A. Rahman, M. Meliyana, and I. Rifqiawati, “Pengaruh Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning (Pogil) Terhadap Kemampuan Komunikasi Siswa Pada Subkonsep Urinaria Kelas Xi Di Ma,” BIOEDUKASI (Jurnal Pendidik. Biol., vol. 9, no. 2, p. 132, 2018, doi: 10.24127/bioedukasi.v9i2.1621.
  20. N. Faizah, Penerapan Pembelajaran Guided Inquiry Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Komunikasi Ilmiah Siswa SMA Kelas X. 2016.
  21. A. K. Jayadinata, D. Gusrayani, and H. N. Azizah, “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Energi Bunyi,” J. Pena Ilm., vol. 1, no. 1, pp. 51–60, 2016.
  22. D. Muchindasari, “Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Ipa Pada Siswa Kelas Viii-B Smpn 4 Madiun,” J. Edukasi Mat. dan Sains, vol. 4, no. 1, p. 19, 2016, doi: 10.25273/jems.v4i1.203.
  23. N. Ismail, “Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas Xi Ips-1 Sma Negeri 12 Banda Aceh Pada Pembelajaran Sejarah Melalui Penggunaan Metode Inkuiri,” Visipena J., vol. 9, no. 1, pp. 173–192, 2018, doi: 10.46244/visipena.v9i1.451.