Abstract
This study investigates the acute toxicity of white turi flower extract (Sesbania grandiflora) on kidney electrolyte levels in rats (Rattus norvegicus). Conducted at Muhammadiyah University of Sidoarjo, male Wistar rats were divided into control and treatment groups, receiving 10,000, 15,000, and 20,000 mg/kgBW doses. Symptoms of toxicity included lethargy and hair loss, but no deaths occurred. Despite normal macroscopic kidney observations, sodium and potassium levels significantly increased with higher doses (p=0.000). These findings suggest that high doses of white turi flower extract can affect kidney electrolytes, indicating potential toxicity. Further research is needed to assess long-term safety for medicinal use.
Highlights:
1. High doses increase sodium and potassium in rat kidneys.
2. Symptoms: lethargy, hair loss, no fatalities.
3. Requires further research for long-term safety.
Keywords: Sesbania grandiflora, acute toxicity, kidney electrolytes, sodium, potassium
Pendahuluan
Orang Indonesia sudah lama mengenal obat-obatan dari alam yang dikenal dengan sebutan obat-obatan tradisional. Obat tradisional banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mudah didapat dan harganya terjangkau. Banyak ditemukan obat tradisional terbuat dari tanaman yang sudah diteliti khasiat serta kandungan kimia yang ada didalamnya, akan tetapi masih banyak tanaman yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui kadar toksisitasnya [1].
Tanaman turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) adalah pohon yang tingginya mulai dari 8-15 meter dan memiliki diameter sekitar 25-30 cm. Kulit dari turi berwarna kecoklatan, tidak merata, memiliki alur membujur dan melintang tidak beraturan, dan lapisan dari gabus mudah terkelupas. Tanaman turi memiliki daun majemuk yang tersebar. Bunganya besar dan keluar dari ketiak daun, terletak menggantung, kuncupnya membentuk sabit, memiliki panjang 5-10 cm, ada yang merah dan putih. Buah dari turi berbentuk polong yang menggantung, bunganya jika mekar berbentuk seperti kupu-kupu [2].
Tanaman turi masih terbatas pemanfaatannya, kebanyakan masyarakat hanya memanfaatkannya untuk dikonsumsi sebagai lalapan [3]. Turi mengandung racun saponin yang tinggi dan dapat membahayakan ternak. Karakteristik saponin ialah sifat penyabunan, rasa pahit, sifat hemolitik dan sifat membentuk kompleks dengan kolesterol dan asam empedu. Saponin mempunyai efek menurunkan ransum dengan adanya rasa pahit yang menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan [4].
Senyawa aktif pada tumbuhan bersifat toksik pada dosis yang tinggi. Maka dari itu dilakukan penelitian untuk mengetahui golongan metabolit sekunder dan juga mengetahui toksisitas ekstrak etanol dari tanaman turi yang dibutuhkan. Terdapat dua senyawa yang memiliki turunan riwayat beracun (toksik) yaitu senyawa alkaloid dan triterpenoid. Contoh dari senyawa alkaloid yang berpotensi beracun adalah Pyrrolizidine yang bersifat toksik untuk hati, ginjal dan saluran pernafasan [5].
Ginjal terbagi menjadi dua bagian, medulla dan korteks. Korteks berwarna lebih gelap dibandingkan medulla. Pada medulla terdapat piramid yang ada sejumlah pembuluh darah di dalam pelvis, di dalam korteks terdapat nefron sebagai kesatuan fungsi ginjal [6]. Ginjal adalah organ ekskresi sebagai tempat pengeluaran sampah dari proses metabolisme tubuh, termasuk zat toksik yang masuk ke dalam tubuh. Maka dari itu ginjal merupakan organ yang menjadi sasaran utama masuknya efek toksik [7]. Ginjal berperan penting dalam proses filtrasi toksin dari darah dan filtrasi produk metabolisme. Selain itu ginjal dapat mengekresikan zat-zat asing yang ada di dalam tubuh dan zat makanan, zat aditif, obat-obatan, dan pestisida [8]. Ginjal juga memiliki fungsi untuk mengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh, komposisi darah, dan kadar elektrolit agar tetap stabil [9]. Efek samping dari pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, terjadi penurunan reabsorpsi bikarbonat tubulus ginjal dan meningkatnya ekskresi Na+ , K+ dan cairan di ginjal [10].
Berdasarkan penelitian sebelumnya struktur makroskopis hati dan ginjal setelah diberi ekstrak batang si patah- patah dengan dosis sekitar 750, 1.500, dan 3.000 mg/kgBB didapatkan hasil perubahan struktur makroskopis pada ginjal yaitu berupa perubahan ukuran dan warna. Ginjal menjadi pucat serta ukuran dari organ ginjal membesar. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan uji toksisitas ekstrak etanol bunga turi putih (Sesbaniagrandiflora(L.) Pers.) terhadap tikus (Rattus norvegicus) dengan parameter elektrolit, yaitu Natrium dan Kalium serta mengamati gejala toksik dan perubahan makroskopis pada ginjal tikus [11].
Berdasarkan penelitian sebelumnya efek samping dari pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, terjadi penurunan reabsorpsi bikarbonat tubulus ginjal dan meningkatnya ekskresi Na+, K+ dan cairan di ginjal. Penggunaan dosis tinggi dalam jangka panjang menyebabkan kehilangan K+ akibat faktor yang ekstra pada ginjal [10]. Sampel pada penelitian ini menggunakan tikus putih (Rattusnorvegicus) strain Wistar dengan kriteria inklusi yaitu berjenis kelamin jantan, dengan berat badan 150-200 gram, berusia 4-6 minggu, dan dalam kondisi sehat. Tikus galur wistar (Rattusnorvegicus) diperoleh dari penangkaran hewan Sidoarjo [12].
Metode
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan uji kelaikan etik (ethical clearance) di komisi Etik STIKes Ngudia Husada Madura, STIKES Ngudia Husada Madura No: 1618/KEPK/STIKES-NHM/EC/5/2023. Penelitian ini berupa eksperimental laboratorik, menggunakan desain atau rancangan posttest dengan kelompok kontrol (Posttest OnlyControl Group Design). Posttest Only Control Group Design memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan sesudah dilakukannya perlakuan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattusnorvegius) Galur Wistar yang diperoleh dari Kebun Tikus Sidoarjo dan bunga turi putih yang diperoleh di sekitar Tulangan, Sidoarjo. Sampel dikelompokkan menjadi 5 perlakuan yaitu 1 kelompok tikus sebagai kontrol (makan standart), dan 3 kelompok perlakuan (ekstrak bunga turi putih dengan dosis
10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB, 20.000 mg/kgBB). Tikus yang diperoleh harus dilakukan pemilihan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi tikus sehat, berjenis kelamin jantan, berumur 2-3 bulan, dan memiliki bobot 100-200 gram. Kriteria eksklusi meliputi tikus tampak sakit, dan mengalami kecacatan. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini yaitu PurposiveRandomSampling. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi klinik dan Kimia Klinik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo pada bulan mei – juni 2023. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan tiap perlakuan sebanyak 6 ekor tikus. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan elektrolit natrium dan kalium adalah alat fotometer (Microlab 300), dan bahan yang digunakan adalah reagen elektrolit sodium (natrium) dan pottasium (kalium). Kemudian data yang diperoleh dilakukan uji statistik One Way Anova.
Hasil dan Pembahasan
A. Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia bunga turi putih (Sesbania grandiflora (L.) Pers.) memiliki beberapa tahapan meliputi pengumpulan bahan, pencucian, pengeringan, penghalusan atau pengayakan. Dalam proses ini didapatkan berat basah, kering dan berat serbuk dari sampel bunga turi putih yang disebut dengan simplisia. Berikut hasil berat simplisia bunga turi putih (Sesbaniagrandiflora(L.) Pers.):
Parameter | Berat Sampel |
Basah | 4.000 Gram |
Kering | 1.200 Gram |
Serbuk | 550 Gram |
Berdasarkan Tabel di atas hasil berat basah didapatkan 4.000 gram dan berat kering didapatkan 1.200 gram penyusutan pada sampel disebabkan oleh hilangnya air pada bunga turi putih saat proses pengeringan. Lalu sampel dibuat serbuk untuk memperluas permukaan sampel agar proses ekstraksi menjadi maksimal.
B. Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi maserasi dilakukan dengan proses perendaman simplisia bunga turi putih dengan pelarut etanol 70% untuk menarik keluar senyawa aktif yang ada di dalamnya tanpa adanya proses pemanasan. Pelarut etanol yang bersifat polar dapat menarik senyawa dalam simplisia bunga turi putih yang bersifat polar juga. Pelarut menembus dinding sel dari ekstrak bunga turi putih sehingga terjadi kesetimbangan antara yang di dalam sel dengan yang di luar sel, yang menyebabkan zat aktif dalam ekstrak bunga turi putih keluar dan larut dengan pelarut etanol 70% [13].
Hasil ekstraksi maserasi bunga turi putih didapatkan sebanyak 3.000 mL lalu dipekatkan menggunakan rotary vacumevaporatordengan suhu kurang dari 55°C didapat ekstrak pekat sekitar 181 gram berwarna coklat kekuningan dan bau bunga turi.
Hasil ekstrak dari proses ekstraksi maserasi kemudian dihitung nilai % dari rendemennya, seperti pada Tabel 2 berikut:
Parameter | Berat Sampel Ekstraksi |
Hasil Ekstraksi | 3.000 mL |
Hasil Ekstraksi Pekat | 181 mL |
Rendemen | 33 % |
Rendemen adalah perbandingan dari hasil ekstraksi yang diperoleh dengan simplisia awal. Satuan dari rendemen adalah persen (%). Nilai rendemen yang diperoleh tergolong tinggi yaitu 33%. Jika nilai rendemen yang dihasilkan semakin tinggi maka nilai ekstrak yang dihasilkan juga semakin banyak [14].
C. Uji Metabolit Sekunder
Uji fitokimia ekstrak bunga turi putih dilakukan bertujuan untuk mengetahui senyawa yang ada dalam ekstrak bunga turi putih [15]. Berdasarkan hasil uji fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan ekstrak bunga turi putih mengandung senyawa sebagai berikut:
Sampel | Uji Fitokimia | Pereaksi | Hasil (Terbentuknya) | Kesimpulan(+) / (-) |
Bunga Turi Putih(Sesbaniagrandiflora(L.)Pers.). | Alkaloid | Mayer WagnerDragendorf | Endapan Putih | + |
Flavonoid | Mg + HCLPekat + Etanol | Endapan Coklat | -_ | |
Saponin | - | Endapan Jingga | + | |
Steroid | Libermann-Burchard | Warna Merah | + | |
Triterpenoid | Kloroform + H2SO4pekat | Adanya Busa Stabil | + | |
Fenolik | NaCl 10% + Gelatin1% | Endapan Putih | - | |
Tanin | FeCl3 1% | Coklat Kehijauan | + |
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak bunga turi putih dengan metode maserasi memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, saponin, steroid, triterpenoid, dan tanin. Berdasarkan penelitian sebelumnya setelah dilakukan uji fitokimia didapatkan senyawa aktif dari bunga turi yaitu alkaloid, saponin, steroid triterpenoid, dan tanin [13].
D. Pengamatan Gejala Toksik
Pengamatan terhadap gejala toksik dilakukan selama 14 hari untuk dilakukan pengamatan gejala toksik terhadap perubahan aktivitas jantung, sistem pernafasan dan kelumpuhan setelah diberikan ekstrak bunga turi putih dengan dosis yang berkala. Pengamatan juga dilakukan pada mata, kulit, serta tingkah laku pada tikus. Perlu dilakukan pengamatan pada kondisi kejang, gemetar, diare, salivasi, tidur, lemas dan koma [16].
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bunga turi putih pada tikus kelompok normal, perlakuan 1 dosis 10.000 mg/kgBB, tidak menyebabkan kematian, tikus beraktivitas seperti biasanya yaitu pola makan dan minum tetap teratur dan tidak terjadi kelumpuhan, akan tetapi tikus terlihat lemas sementara dan bulunya rontok. Kelompok perlakuan 2 dosis 15.000 mg/kgBB tidak ada kematian dan didapatkan hasil pengamatan pada tikus bulu rontok dan lebih lemas jika dibandingkan dengan tikus di kelompok kontrol, akan tetapi tidak mempengaruhi sistem pernafasan. Kelompok 3 dosis 20.000 mg/kgBB terdapat tikus yang mati, tikus lebih lemas dan bulu rontok lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan 1 dan 2. Kematian pada tikus tidak disebabkan oleh efek toksik ekstrak bunga turi putih, akan tetapi disebabkan karena tikus memberontak saat proses penyondean. Sehingga disimpulkan bahwa dosis 10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB dan 20.000 mg/kgBB ekstrak bunga turi putih menimbulkan gejala toksik.
Kelompok Perlakuan | Variasi Dosis | Tikus | Gejala Toksik |
Knormal | Tikus 1 | Tidak terjadi kematian pada tikus dan tikus beraktivitas secara normal | |
Tikus 2 | |||
Tikus 3 | |||
Tikus 4 | |||
Tikus 5 | |||
K1 | Tikus 1 | Tidak terjadi kematian akan tetapi tikis tampak lebih lemas dan bulu rontok dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok negatif | |
Tikus 2 | |||
Tikus 3 | |||
10.000 mg/kgBB | Tikus 4 | ||
Tikus 5 | |||
K2 | Tikus 1 | Tidak terjadi kematian akan tetapi tikis tampak lebih lemas dan bulu rontok dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok negatif | |
Tikus 2 | |||
Tikus 3 | |||
15.000 mg/kgBB | Tikus 4 | ||
Tikus 5 | |||
K3 | Tikus 1 | Terjadi kematian akan tetapi tikis tampak lebih lemas dan bulu rontok dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok negatif | |
Tikus 2 | |||
Tikus 3 | |||
20.000 mg/kgBB | Tikus 4 | ||
Tikus 5 | |||
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa gejala toksik ditandai dengan lemas, kaki lumpuh,nafas melambat, tremor, keluar air mata dan mati. Pemberian ekstrak bunga turi putih tidak menimbulkan kematian terhadap tikus. Tikus beraktivitas normal, pola makan tetap terjaga dan tidak ada kelumpuhan, sehingga disimpulkan bahwa dosis 10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB dan 20.000 mg/kgBB menyebabkan gejala toksik [16] namun belum sampai menimbulkan kematian pada hewan coba.
E. Penentuan LD 50
Hasil uji toksisitas akut pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 14 yang digunakan untuk melihat data kematian tikus setelah diberi ekstrak bunga turi putih (Sesbaniagrandiflora(L.) Pers.).
Perlakuan | Jumlah Tikus | Jumlah Kematian |
Normal | 5 ekor | 0 ekor |
10.000 mg/kgBB | 5 ekor | 0 ekor |
15.000 mg/kgBB | 5 ekor | 0 ekor |
20.000 mg/kgBB | 5 ekor | 2 ekor |
Pemberian ekstrak etanol bunga turi putih dengan dosis 10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB dan dosis 20.000 mg/kgBB tidak menimbulkan gejala toksik pada hewan coba. Jika nilai toksisitas rendah maka LD50 tidak ditentukan dengan tepat, dan angka perkiraan sudah bisa memberikan perwakilan. Dapat disimpulkan bahwa nilai LD50 dari ekstrak bunga turi putih lebih dari 20.000 mg/kgBB. Menurut kategori BPOM kriteria derajat toksisitas, dosis yang digunakan masuk kedalam kategori 5 yang disebut praktis tidak toksik[17]. Pada perlakuan 3 dosis 20.000 mg/kgBB ditemukan kematian sebanyak 2 tikus, sehingga dilakukan uji regresi probit. Setelah dilakukan uji regresi probit didapatkan nilai signifikansi 0,779 yang berarti tidak didapatkan nilai probitnya. Nilai signifikansi dari uji regresi probit seharusnya (p ˂0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa LD50 dianggap sebagai LD50 semu.
F. Pengamatan Berat Badan Tikus
Hasil pengamatan berat badan tikus diamati dari berat awal sebelum dilakukannya perlakuan dan berat setelah dilakukannya perlakuan. Pengamatan dilakukan untuk melihat apakah diberikannya ekstrak bunga turi putih dengan dosis yang berkala dapat mempengaruhi berat badan tikus. Hasil rata rata berat sebelum dan sesudah perlakuan disajikan pada tabel 6.
Kelompok | Rerata hasil pengukuran ± SD | |
Sebelum Perlakuan (Gram) | Sesudah Perlakuan (Gram) | |
Normal | 149,6 ± 21,41 | 164,0 ± 36,46 |
10.000 mg/kgBB | 140,2 ± 8, 90 | 139,4 ± 16,77 |
15.000 mg/kgBB | 170,6 ± 10,36 | 166,6 ± 18, 93 |
20.000 mg/kgBB | 157,4 ± 26,35 | 165,0 ± 32,53 |
Berdasarkan tabel 6 hasil rerata berat badan tikus sebelum perlakuan didapatkan149,6 gram setelah dilakukan perlakuan didapatkan 164,0 gram. Kelompok perlakuan 1 sebelum perlakuan didapatkan 140,2 setelah perlakuan didapatkan 139,4. Kelompok 2 sebelum perlakuan didapatkan 170,6 setelah perlakuan didapatkan 166,6. Kelompok 3 sebelum perlakuan didapatkan 157,4 setelah perlakuan didapatkan 165,0. Pertumbuhan hewan uji mencakup bentuk bobot, jaringan dan organ tubuh. Laju pertumbuhan dapat dipengaruhi pakan, hormon dan pemeliharaan lingkungan. Peningkatan atau penurunan ini disebabkan dari jumlah asupan pakan yang masuk dan proses pertumbuhan mencit. Semakin banyak pakan yang dikonsumsi oleh mencit maka berat badan akan semakin meningkat [18].
G. Pengamatan Makroskopis Ginjal
Dalam pengamatan makroskopis ginjal meliputi berat, warna dan konsistensi organ ginjal. Dilakukannya Pengamatan makroskopis pada organ ginjal karena ginjal merupakan indikator yang penting untuk menilai uji toksisitas akut, karena dapat diketahui adanya kerusakan pada organ yang menjadi sasaran [19]. Setelah diberikan ekstrak bunga turi putih kondisi makroskopis ginjal tetap normal. Berikut hasil dari pengamatan makroskopis organ ginjal tikus disajikan dalam Tabel 7 dan 8.
Kelompok Perlakuan | Pengamatan | ||
warna | Bentuk | Konsistensi | |
Normal | 1 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal |
2 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
3 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
4 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
5 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Dosis 10.000 mg/KgBB | 1 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal |
2 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
3 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
4 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Dosis 15.000 mg/KgBB | 1 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal |
2 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
3 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
4 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Dosis 20.000 mg/KgBB | 1 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal |
2 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
3 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
4 Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal | |
Merah Kecoklatan | Biji Kacang Merah | Kenyal |
Pada tabel 7 ditemukan konsistensi dari ginjal tikus setelah dilakukan perlakuan ginjal tidak terjadi perubahan. Ginjal memiliki warna merah kecoklatan, berbentuk seperti biji kacang merah dan bertekstur kenyal. Ginjal yang normal terlihat berwarna merah kecoklatan, bentuknya seperti biji kacang merah dan memiliki konsistensi yang kenyal [20].
KelompokPerlakuan | Rerata Hasil Pengukuran ± SD |
Berat (Gram) | |
Normal | 1,23 ± 0,27 |
Dosis 10.000 mg/kgBB | 1,10 ± 0,13 |
Dosis 15.000 mg/kgBB | 1,28 ± 0,12 |
Dosis 20.000 mg/kgBB | 1,29 ± 0,24 |
Pada tabel 8 ditemukan berat rata rata ginjal tikus setelah diberi perlakuan. Kelompok normal didapatkan 1,23 gram, kelompok 1 didapatkan 1,10 gram, kelompok 2 didapatkan 1,28 gram, kelompok 3 didapatkan 1,29 gram. Ginjal berfungsi untuk mengeksresikan zat terlarut dan membuang hasil metabolisme sehingga zat-zat yang kiranya tidak berguna bagi tubuh akan dibawa ke ginjal [21].
H. Pengamatan Kadar Natrium dan Kalium
Setelah pemberian ekstrak bunga turi putih selama 14 hari kemudian hari ke-15 tikus yang hidup dilakukan pembedahan untuk diambil organ ginjalnya dan diambil darah untuk melihat kadar natrium dan kalium dari tikus. Hasil pengukuran kadar natrium dan kalium disajikan pada Tabel 9.
KelompokPerlakuan | Rerata Hasil Pengukuran ± SD | |
Natrium (mg/dL) | Kalium (mg/dL) | |
Normal | 113,60 ± 2,408 | 3,040 ± 0,1140 |
Dosis 10.000 mg/kgBB | 122,20 ± 1,294 | 3,480 ± 0,1304 |
Dosis 15.000 mg/kgBB | 134,80 ± 1,294 | 3,740 ± 0,5550 |
Dosis 20.000 mg/kgBB | 162.80 ± 3,347 | 5,300 ± 0,1871 |
Pada tabel 9 ditemukan peningkatan terhadap kadar natrium maupun kalium. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin tinggi juga kadar natrium maupun kaliumnya. Pada kelompok normal kadar natrium didapatkan 113,60 mg/dL kadar kalium didapatkan 3,040 mg/dL. Kelompok 1 kadar natrium didapatkan 122,20 mg/dL dan kalium didapatkan 3,480 mg/dL. Kelompok 2 didapatkan kadar natrium didapatkan 134,80 mg/dL dan kalium didapatkan 3,740 mg/dL. Kelompok 3 kadar natrium didapatkan 162,80 mg/dL dan kalium didapatkan 5,300 mg/dL. Nilai normal kadar kalium pada tikus yaitu 4,30-5,60 mg/dL [22].
Hasil uji normalitas terhadap kadar natrium dan kalium diperoleh nilai signifikan (p>0,05) maka dilanjutkan uji OnewayANOVA. Hasil dari uji OnewayANOVA terhadap kadar natrium dan kalium tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan (p>0,05) setelah diberikan ekstrak bunga turi putih pada kelompok kontrol normal, negatif, dan dosis yang berkala 10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB dan 20.000 mg/kgBB, akan tetapi dapat dilihat jika semakin tinggi dosis maka semakin meningkat juga kadar natrium dan kaliumnya, akan tetapi masih masuk kedalam rentang nilai
normalnya. Sehingga disimpulkan bahwa hewan coba memiliki kondisi normal yaitu pola makan dan minum tetap terjaga serta tidak terjadi kelumpuhan pada hewan coba. Efek samping dari pemakaian dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, terjadi penurunan reabsorpsi bikarbonat tubulus ginjal dan meningkatnya ekskresi Na+, K+ dan cairan di ginjal Selain itu pada penggunaan dosis tinggi dalam jangka panjang juga menyebabkan kehilangan K+ akibat faktor ekstra pada ginjal, serta dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara akut dan menyebabkan perubahan yang nyata pada keseimbangan asam-basa dan elektrolit ditandai dengan peningkatan ekresi bikarbonat di ginjal disertai peningkatan ekskresi Na+ dan K+ [10]. Senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman obat hampir selalu toksik jika diberikan dalam dosis yang tinggi. Keracunan dapat terjadi karena reaksi antara zat beracun dengan reseptor dalam tubuh. Pemberian oral ekstrak etanol bunga turi putih menyebabkan zat aktif yang terdapat dalam ekstrak bunga turi putih terabsorbsi dalam saluran pencernaan lalu mengalami proses distribusi dan metabolisme. Produk metabolisme yang bersifat toksik bekerja secara inhibitor untuk tahap metabolisme selanjutnya. Reaksi antara zat aktif dengan reseptor menyebabkan timbulnya gejala keracunan [16]. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, yaitu elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melewati ginjal, serta mengekresikan kelebihannya menjadi urine. Faktor utama yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit adalah penyakit dan penerimaan efek toksik. Faktor-faktor ini mengganggu penyerapan elektrolit dan berdampak pada organ yang bertanggung jawab menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit seperti ginjal [23].
Simpulan
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, disimpulkan bahwa pemberian dosis ekstrak bunga turi putih (Sesbaniagrandiflora(L.) Pers.) dengan variasi 10.000 mg/kgBB, 15.000 mg/kgBB, dan 20.000 mg/kgBB berpengaruh terhadap kadar natrium dan kalium pada organ ginjal tikus (Rattusnorvegicus). Pada pemeriksaan natrium dan kalium kadarnya semakin meningkat semakin tinggi dosis maka semakin tinggi kadarnya. Untuk gejala toksisitas terhadap tikus dapat dilihat bahwa tikus menjadi lebih lemas dan bulu menjadi rontok dibandingkan dengan kelompok normal dan kelompok negatif. Sehingga pemberian ekstrak bunga turi putih bersifat toksik namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus. Hasil uji One Way Anova pada kadar natrium dan kalium yaitu (p=0,000) yang masih menunjukkan nilai yang signifikan (p˂0,05).
References
- A. K. Makalalag, M. S. Sangi, and M. G. Kumaunang, “Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol dari Daun Turi (Sesbania Grandiflora Pers),” Chemistry Progress, vol. 8, no. 1, art. no. 1, Dec. 2019, doi: 10.35799/cp.8.1.2015.9442.
- S. W. Widiyati, “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Turi (Sesbania Grandiflora L.) Terhadap Jumlah Sekresi Air Susu dan Diameter Alveolus Kelenjar Ambing Mencit (Mus Musculus),” Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2009. Accessed Jun. 30, 2023. [Online]. Available: http://etheses.uinmalang.ac.id/1019/
- J. Rohmah et al., “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Etil Asetat, dan N-Heksana Batang Turi Putih (Sesbania Grandiflora (L.) Pers.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl),” JKR, vol. 5, no. 1, p. 67, Aug. 2020, doi: 10.20473/jkr.v5i1.20900.
- W. Amananti, I. Tivani, and A. B. Riyanta, “Uji Kandungan Saponin pada Daun, Tangkai Daun, dan Biji Tanaman Turi (Sesbania Grandiflora),” 2017.
- Sumayya, “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Air Daun Turi (Sesbania Grandiflora (L.) Pers.) pada Embrio Ikan Zebra (Danio Rerio),” Sep. 2019. Accessed Nov. 08, 2022. [Online]. Available: https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/17000
- I. G. Bintari, “Deteksi Aeromonas Hydrophila pada Ginjal Mencit (Mus Musculus) dengan Teknik Imunohistokimia,” Skripsi, Universitas Airlangga, 2016. Accessed Dec. 05, 2022. [Online]. Available: http://lib.unair.ac.id
- E. S. M. Sari, S. Sudiastuti, and S. Sudrajat, “Efek Pemanis Buatan Sakarin dan Sari Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricensiss) Terhadap Histopatologi Hati dan Ginjal Mencit (Mus Musculus L.),” Bioprospek: Jurnal Ilmiah Biologi, vol. 11, no. 1, art. no. 1, Jun. 2017, doi: 10.30872/bp.v11i1.129.
- F. Herdiana, “Potensi Tepung Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) sebagai Nefroprotektor Terhadap Kadar Bun dan Kreatinin Tikus Wistar Jantan yang Diinduksi Diazinon,” Apr. 2019. Accessed Dec. 12, 2022. [Online]. Available: https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/90261
- P. N. Nuratmini, “Gambaran Kadar Ureum dan Kreatinin Serum pada Pasien GGK Setelah Terapi Hemodialisis di RSD Mangusada, Kabupaten Badung,” p. 87, 2019.
- T. Winda, “Pengaruh Pemberian Asetosal dan Kombinasinya dengan Kaptopril terhadap Kadar Elektrolit Serum Darah pada Tikus Putih Jantan,” Skripsi, Universitas Perintis Indonesia, 2021. Accessed Nov. 08, 2022. [Online]. Available: http://repo.upertis.ac.id/1441/
- R. Ceriana and W. Sari, “Perubahan Struktur Makroskopis Hati dan Ginjal Mencit yang Diberi Ekstrak Batang Sipatah-Patah (Cissus Quadrangula Salisb.),” Prosiding Seminar Nasional Biotik, vol. 4, no. 1, art. no. 1, Feb. 2018, doi: 10.22373/pbio.v4i1.2569.
- D. D. Wulansari and D. D. Wulandari, “Pengembangan Model Hewan Coba Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Induksi Diet Tinggi Fruktosa Intragastrik,” Media Pharmaceutica Indonesiana, vol. 2, no. 1, art. no. 1, Jun. 2018.
- A. P. Asmara, “Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder dalam Ekstrak Metanol Bunga Turi Merah (Sesbania Grandiflora L. Pers),” Al-Kimia, vol. 5, no. 1, art. no. 1, Jun. 2017, doi: 10.24252/alkimia.v5i1.2856.
- H. Wijaya, S. Jubaidah, and R. Rukayyah, “Uji Kandungan Saponin pada Daun, Tangkai Daun, dan Biji Tanaman Turi (Sesbania Grandiflora),” Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product, vol. 5, no. 1, art. no. 1, Mar. 2022.
- A. Nius, “Uji Kualitatif Fitokimia Daun Pandan,” Jan. 2021.
- M. A. Mustapa, “Uji Toksisitas Akut yang Diukur dengan Penentuan LD50 Ekstrak Etanol Bunga Cengkeh (Syzygium Aromaticum L.) terhadap Mencit (Mus Musculus) menggunakan Metode Thompson-Weil,” Artikel, vol. 1, no. 3880, Oct. 2019. Accessed Nov. 29, 2022. [Online]. Available: https://repository.ung.ac.id/en/karyailmiah/show/3880/uji-toksisitas-akut-yang-diukur-dengan-penentuan-ld50-ekstrak-etanol-bunga-cengkeh-syzygium-aromaticum-l-terhadap-mencit-musmusculus-menggunakan-metode-thompson-weil.html
- “Peraturan BPOM No. 13 Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Klinik Obat Herbal,” Database Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Accessed Jul. 05, 2023. [Online]. Available: https://peraturan.go.id/id/peraturan-bpom-no-13-tahun-2014
- R. Islamie, “Uji Toksisitas Subkronis Singkat Oral Sup Daun Katuk (Sauropus Androgynous) pada Tikus Wistar Betina,” Presented at the Pertemuan Ilmiah Tahunan 2018 & Kongres XX Ikatan Apoteker Indonesia, Lebersa Grand Hotel & Convention Center, Pekanbaru Riau, Apr. 2018, pp. 169–169. Accessed Jul. 31, 2023.
- A. N. Febrika, “Uji Toksisitas Akut Kombinasi Ekstrak Etanol Herba Pegagan (Centella Asiatica (L.) Urban), Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm. f.) Nees), dan Rimpang Temu Giring (Curcuma Heyneana Valeton & Zipj) pada Tikus,” Thesis, Universitas Sumatera Utara, 2021. Accessed Jun. 30, 2023. [Online]. Available: https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/37226
- F. N. Aliah, “Dosis Bertingkat Akut Secara Peroral,” p. 62.
- F. S. Wahyuni, I. N. Putri, and D. Arisanti, “Uji Toksisitas Subkronis Fraksi Etil Asetat Kulit Buah Asam Kandis (Garcinia Cowa Roxb.) Terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Mencit Putih Betina,” Jurnal Sains Farmasi & Klinis, vol. 3, no. 2, art. no. 2, May 2017, doi: 10.29208/jsfk.2017.3.2.126.
- Z. Olivia and A. L. Suryana, “Effect of Antihypertensive Drugs and Banana (Musa sp.) on Potassium Serum Levels of Hypertensive Wistar Rat Model,” AMS, vol. 4, no. 3, p. 121, Oct. 2018, doi: 10.19184/ams.v4i3.8672.
- W. Oktari, H. Deli, and Y. Hasneli, “Gambaran Status Elektrolit Pasien yang Dirawat di Intensive Care Unit (ICU),” LINK, vol. 17, no. 1, art. no. 1, May 2021, doi: 10.31983/link.v17i1.6327.