Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Political science
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.7305

Growing Anti-Corruption Values ​​Through Islamic Religious Education


Menumbuhkan Nilai-Nilai Anti Korupsi Melalui Pendidikan Agama Islam

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Instilling Anti-Corruption Values Education Islamic Religion

Abstract

Inculcating anti-corruption values is one of the most urgent things to do now. Instilling anti-corruption values can be done in children from an early age. These activities can be carried out consistently and sustainably so that anti-corruption values will become a strong foundation for building attitudes and mentality in children's personalities. A child's personality cannot be formed instantly but requires a long and continuous process. Inculcating anti-corruption values can be done through formal and non-formal education, such as family and the environment around the community, so that the role of parents and an educator is needed for children to continue to guide and set an example of an exemplary attitude towards the application of anti-corruption values. Religious education can also be an essential capital in efforts to teach anti-corruption values by increasing children's faith and devotion; it is hoped that a child will know about the causes and effects of committing acts of corruption in terms of religious law.

Pendahuluan

Indonesia dan korupsi seolah menjadi dua sisi koin yang saling menyat satu sama lain. Bangsa ini kerap kali dikaitkan dengan masalah rasuah dan tindakan korupsi kerap kali dikaitkan dengan bangsa ini. Fenomena ini tidak dapat disangkal karena banyak kasus tindakan korupsi di negri ini yang patah dan lenyap, lahir dan berubah. Mayoritas kasus korupsi baru yang terjadi dilakukan oleh pemain baru atau pemain lama, yang membayangkan Indonesia penuh dengan tindakan korupsi, dan menjadi kebiasaan yang hidup di masyarakat Indonesia.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, korupsi berarti buruk; berbohong; paya penyuapan. Korupsi merupakan perbuatan yang dapat merusak suatu negara dengan akibat yang luar biasa, seperti rusaknya sistem perekonomian, rusaknya sistem pendidikan dan hingga hancurnya pelayanan kesehatan sehingga pelayanan kesehatan tidak memadai. Pemahaman yang lebih dalam tentang makna korupsi bisa menjadi lebih kompleks. Seperti tidak berperilaku jujur, menyontek di sekolah, memberi tanda, memberi hadiah sebagai pelumas, dan sebagainya. Korupsi adalah serangkaian kegiatan menyimpang yang dapat merugikan individu ingga masyarakat. Masih banyak kasus korupsi di Indonesia. Mulai dari Lembaga pendidikan hingga lembaga keagamaan. Praktik korupsi dapat ditemukan di lingkungan sekolah, mulai dari yang paling sederhana seperti penipuan, kebohongan, pelanggaran tata tertib sekolah, keterlambatan pengeluaran uang sekolah dan penggelapan dana gedung sekolah. Dan praktik korupsi yang terdapat pada lembaga keagamaan seperti yang terjadi belakangan ini ialah korupsi dana haji.

Banyaknya pelaku korupsi di Indonesia, tidak hanya puluhan bahkan hingga ratusan, menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya dapat diselesaikan dengan menghilangkan masalah, tetapi harus dihindari sesegera mungkin. Apalagi masalah ini tidak akan bisa diselesaikan dengan hanya mengandalkan peran dari pemerintahan, aparat penegak hukum dan KPK, tetapi juga membutuhkan partisipasi dan kerjasama masyarakat untuk menyelesaikan masalah korupsi yang belum terselesaikan. Peran masyarakat sangat penting dalam pencegahan perilaku korupsi.

Masyarakat harus mulai menyadari bahwasannya uang hasil korupsi yang dilakukan oleh pelaku korupsi adalah uang rakyat. Uang rakyat seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, membiayai dalam pembangunan sistem pendidikan yang baik, memberikan pelayanan kesehatan yang layak, menciptakan lapangan kerja, hingga membangun infrastruktur negara seperti , jembatan penghubung, jalan raya, pembangunan sumber daya listrik yang merata, penyaluran air bagi wilayah yang membutuhkan dan sebagainya. Masyarakat perlu menyadari dampak dari tindakan korupsi tersebut, seperti pelayanan kesehatan yang tidak memadai, pendidikan yang tidak merata, transportasi yang tidak nyaman bagi masyarakat, infrastruktur yang rusak dan yang lebih dikhawatirkan adalah dampak sosial seperti melonjaknya tingkat pengangguran dan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Masalah korupsi yang terus berlanjut di Indonesia memang sangat mengkhawatirkan. Korupsi seolah menjadi penyakit yang mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia dan sulit diobati. Bahkan sikap antikorupsi yang sering dijumpai di jalanan atau di organisasi-organisasi tertentu juga tampak seperti jargon-jargon belaka yan tanpa ada bukti nyata yang tidak ada gunanya. Keadaan ini seringkali diperparah dengan ketidak pedulian masyarakat atas tindakan korupsi yang tenngah terjadi pada lembaga negara. Tindakan ketidak pedulian yang dimaksud ialah dengan menganggap kegiatan korupsi adalah serangaian tindakan yang solah-olah diangap biasa dan wajar yang dilakukan suatu lembaga atau individu untuk mendapatkan keutungan.

Karena akibat negatif dari korupsi, maka perlu mengklasifikasikan korupsi sebagai kejahatan tingkat tinggi. Korupsi adalah proses pengalihan hak milik yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, korupsi sangat dikecam dan diharamkan dalam pandangan hukum Agama Islam.

Faktor individu yang menjadi penyebab tindakan korupsi adalah unsur kepribadian seseorang seperti keserakahan/kikir, kurang kuatnya akhlak sehingga tindan korupsi mudah menggoda, gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan pemasukan. Faktor luar yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindakan korupsi adalah unsur bingkai pada masyarakat terhadap korupsi yang tumbuh dari kebiasaan masyarakat. Seperti halnya, lingkungan masyarakat menghormati dan menghargai orang lain sebab materi yang orang tersebut miliki. Penghasilan kurang memenuhi secara ekonomi. Sisi politik adalah proses mempengaruhi kontrol sosial agar sesorang bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Aspek organisasi, kurangnya keteladanan kepemimpinan, lemahnya pengawasan dan ketidakpatuhan terhadap etika hukum dan pemerintahan[1]

Korupsi adalah salah satu unsur pelanggaran moralitas. Degradasi moralitas adalah amanah semua elemen masyarakat. Dan elemen yang paling berkontribusi dalam upaya perbaikan moral adalah pendidikan. Ini adalah upaya jangka panjang yang dipilih oleh berbagai organisasi pemerintah. Berdasarkan UU nomor 30 tahun 2002 pasal 13, bahwasannya Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakaan metode pengajaran anti korupsi berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan Nasional dalam semua strata jenjang pendidikan dengan melakukan diseminasi, komunikasi serta edukasi.

Kemudian, pada bulan Desember tahun 2018, Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anggota Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Anggota Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Anggota Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Riset Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menandatangani kerja sama untuk Pendidikan menyelenggarakan Pendidikan anti korupsi pada semua jenjang pendidikan, meliputi pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat menengah dan penddikan tingkat tinggi.

Unsur-unsur yang sudah menjadi kesepakatan bersama didalam perjanjian kontrak kerja sama tersebut adalah :

  1. Pendidikan budaya dan karakter sikap anti korupsi merupakan upaya penting pencegahan korupsi, dan untuk membangun generasi yang berintegritas dalam kehidupan bangsa Indonesia yang anti akan tindakan korupsi.
  2. Menyepakati pendidikan budaya dan karakter sikap anti korupsi serta merealiasasian birokrasi Pendidikan yang jujur dan baik serta berkontribusi pada pertumbuhan dan berkembangnya keteladanan integritas di lingkungan pendidikan, dan;
  3. Sependirian untuk berkolaborasi dan dengan segera mengambil sikap yang diperlukan dalam meralisasikan proses pendidikan budaya dan karakter sifat anti korupsi serta birokrasi ilmu pendidikan yang telah dilakukan baik dan jujur.

Pendidikan Agama Islam memegang peranan penting dalam pencegahan korupsi. Sama sekali tidak ada tempat untuk korupsi didalam agama Islam itu sendiri. Dalam ilmu keislaman, hukuman yang harus diberikan kepada pelaku tindakan korupsi mungkin lebih berat dari hukuman yang diterapkan pada sistem hukum di Indonesia. Kejujuran dan Tanggung Jawab dalam mengemban amanah yang diberikan sebagai lawan dari tindakan korupsi adalah perilaku yang sangat dijunjung tiggi dalam pandangan Agama Islam. Pendidikan Islam adalah sarana untuk menanamkan perilaku ini dalam hati peserta didik dan pemeluk Agama Islam. Pendidikan Islam sudah mengakar kuat di dalam keidupan sosial masyarakat Indonesia. Keberadaannya sudah ada bahkan sebelum negara Indonesia terbentuk, dari Pendidikan Islam yang bersifar tradisional maupun yng bersifat modern. Pendidikan Islam berkontribusi penuh pada perjuangan kemerdekaan, pembangunan moral, ekonomi dan politik bangsa Indonesia.

Pendidikan antikorupsi dapat dikatakan sebagai terobosan baru sebagai sistem kependidikan guna memenuhi kebutuhan dalam suatu ryang lingkup kemasyarakatan untuk mengubah negeri ini menjadi lebih terbuka, progresif serta tidak adanya tindakan korup [2]. Rancangan pendidikan pemberantasan korupsi dengan memanfaatkan pendidikan dilandaskan untuk upaya penanggulangan tindakan korupsi secara terpadu dan dilakukan serentak sejalan dengan tindakan menekan para pelaku korupsi. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai dan mengembangkan jiwa kewarganegaraan siswa terhadap sikap anti korupsi. Pelaksanaan pendidikan pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara formal maupun informal. Pada tingkat pendidikan formal, unsur pendidikan antikorupsi dapat dikolaborasikan dengan kurikulum. Teten Masduki menjelaskan bahwa dalam [3], dengan pelaksanaan kependidikan anti korupsi akan tercapai pembangunan bangsa yang kuat, mandiri, kualitatif dan sehat untuk masa depan Indonesia. Meski dalam proses pelaksanaannya, harus tegas, karena dunia pendidikan tidak lepas dari korupsi.

Pembelajaran antikorupsi ditunjukkan dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan ini merupakan salah satu program pembelajaran yang secara konseptual tertanam dalam mata pelajaran sekolah, menggunakan pendekatan kontekstual sebagai penerapan topik dalam kurikulum, yaitu model pembelajaran integratif-inklusif melawan korupsi dalam pendidikan agama Islam.

Pendidikan Islam bertujuan untuk mengubah peserta didiknya menjadi orang yang beriman, bertakwa dan berkepribadian mulia dalam mengkaji maknanya. Untuk itu dapat diambil penjelasan dari[4], bahwa keutamaan ilmu pendidikan Agama Islam yakni “pendidikan budi pekerti dan jiwa”. Oleh karenanya, menurutnya, seluruh pembelajaran harus diajarkan dengan akhlak dan dati tiap-tiap seorang guru harus selalu mementingkan sikap yang baik dalam berakhlak. Pandangan lainnya adalah bahwasannya tujuan diadakannya kependidikan Islam adalah untuk mengembangkan karakter yang ideal bagi peserta didik, mengangkat moral dan perilaku yang baik, membangunkan mereka dengan rasa iman kepada Tuhan, dan mengembangkan pola pikir anak-anak sehingga mereka siap untuk mewujudkan kebahagiaannya di masa depan [5].

Pendidikan Islam bertujuan untuk memperbaiki cara siswa hidup bahagia di dunia dan di akhirat, dan untuk meningkatkan cara siswa hidup bahagia di dunia dan di akirat, tidak hanya melalui pendidikan formal tetapi juga melalui transmisi dan asimilasi nilai-nilai Islam kepada siswa. Sehingga diharapkan peserta didik dapat mengendalikan sikap dan moralnya di dunia dan dapat menyelamatkan kehidupannya setela di dunia yaitu kehidupan ahirat. Menurut Al-Ghazali [6] tugas utama guru adalah memperbaiki, mesucikan dan membersihkankan dari segala sikap dan moral kotor dalam hati manusia agar dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.

Dasar-dasar pendidikan sosial dan agama merupakan pokok utama. Seluruh perilaku ditiru oleh anak. Sehingga fungsi dari pendidikan sosial dan agama menjadi eksponen dalam upaya Pendidikan anti korupsi. Kesadaran sosial anak dapat ditumbuhkan sedini mungkin dalam segala hal tentang kerjasama, ketertiban, ketenteraman, kesucian dan kerukunan, demikian pula dalam pendidikan agama anak. Misalnya tata cara shalat, wudhu, bersuci, dan sebagainya.

Berdasarkan kerangka pendidikan agama Islam yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Islam berada dalam kerangka pendidikan akhlak anak, ibadah dan tauhid, yang akan meletakkan landasan kokoh bagi kehidupan beragama. Seorang anak di masa yang akan datang.

Pendidikan Agama Islam harus memainkan peran penting dalam konstruksi generasi bangsa yang bermoral. Etika-etika dalam agama harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Dikarenakan hal tersebut, model Pendidikan Agama Islam saat ini harus didasarkan pada pemabangunan karakter dan manusia yang terpuji, tidak hanya terpacu pada pendidikan yang monoton. Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu membangun kreatifitas dan moral bagi generasi bangsa yang memiliki sifat moralitas yang anti denga tindakan korupsi.

Untuk mendalami lebih mengenai upaya dan usaha penanaman nilai-nilai anti korupsi melalui pendekatan Pendidikan Islam. Dan bagaimana dampak serta impelaentasinya secara langsung dalam lingkungan masyarakat di Indonesia.

Metode Penelitian

Metode pada penulisan artikel ini adalah dengan menggunakan kajian literaur atau bisa juga disebut penelitian kepustakaan [7]. Menurut Syaodih (2009), penelitian kepustakaan adalah serangkaian penelitian yang berkaitan dengan metode pengumpulan data perpustakaan, atau objek penelitian dianalisis melalui berbagai informasi perpustakaan (buku, ensiklopedia, jurnal akademik, surat kabar, jurnal, dokumen). Dan peneliti menggunakan metode kualitatif dalam pengumpulan informasi mengenai penanaman nilai-nilai anti korupsi melalui pendekatan Pendidikan Islam. Dalam penulisan artikel ini penulis mengumpulkan data yang diperoleh dari artikel atau jurnal yang sudah dibaca dan dipahami secara mendalam. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan mencari artikel atau jurnal dengan kata kunci “Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi, Pendidikan, Agama Islam.”

Hasil dan Pembahasan

Paradigma Tindakan K orupsi di Indonesia

Tindakan korupsi sudah banyak melahirkan isu kritis terutama untuk masyarakat di Negeri ini. Korupsi sudah begitu merajalela dalam perputaran unsur kehidupan, mengakibatkan banyak kerusakan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya, faktor perekonomian dan faktor politik. Hal tersebut juga menegaskan bahwasannya faktor historis yang menunjukkan sifat feodal masyarakat Indonesia menjadi aktor utama penyebab terjadinya korupsi secara besar-besaran di Indonesia. Kajian ini mengutip faktor-faktor lain seperti faktor budaya yang menjadi konsekuensi negatif dari sistem feodal, faktor perekonomian sudah menunjukkan turunnya kemakmuran di Negeri ini, ada juga faktor yang tetap sentral dalam struktur pemerintahan, dan faktor politik kotor akibat kepentingan pembiayaan partai. Mereka yang ingin memenangkan pemilihan umum. Hal inilah yang menjadi faktor marak terjdinya korupsi di Indonesia.

Korupsi secara umum pada dasarnya adalah kegiatan yang bertujuan untuk mencar kenguntungan secara sepihak bagi pelaku korupsi. Dalam upaya untuk mencapai keuntungan ini, metode yang tidak tepat sering digunakan, seperti pemerasan, pemberian gratifikasi, penggelapan, penyuapan, dll. Merujuk pada ketentuan Undang-Undang Tahun 1999 No. 31. Undang-Undang Tahun 2001 No.21 menjelaskan masalah Tindak Pidana Terhadap Pelaku Yang Melakukan Tindakan Korupsi, ada delapan macam variasi tindakan yang bisa digolongkan menjadi suatu tindakan korupsi (penggelapan uang) dan bisa dikenakan unsur pidana, yakni:

Tindakan Korupsi yang terjadi pada negara atau pada perekonomian negara dengan ditandai adanya kerugian;

  1. Penyalahgunaan jabatan;
  2. Penyuapan;
  3. Pemberian gratifikasi;
  4. Tindakan Korupsi yang berhubungan dengan mensuplai barang dan jasa;
  5. Kecurangan;
  6. Pemerasan;
  7. Suatu usaha perundingan kotor serta kerjasama tindakan terpidana korupsi;
  8. Juga berbagai macam bentuk tindakan dan memiliki hubungan dengan perilaku terpidana korupsi.

Di Negeri ini sendiri, tindakan-tindakan korup seperti penjelasan sebelumnya selalu kerap kali dilaksanakan. Penjelasan data statistik dari tahun 2004 hingga tahun 2018 yang diambil dari KPK, penyuapan merupakan bentuk tindaan korupsi yang paling sering dilakukan. Dilanjutkan posisi kedua tindakan yang kerap kali dilakukan adalah korupsi pengadaan barang dan jasa, dan perbuatan tindakpidanapencucianuang menempati posisi ketiga sebagai bentuk tindakan korupsi yang kerap kali dilakukan.

Ditinjau dari wilayah paling sering terjadi tindakan korupsi ada di Pemerintahan Pusat, disusul Pemerintahan Provinsi Jawa Timur, Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.

Kemudian ditinjau dari data KPK kurun waktu 2004-2018 mengenai profesi atau jabatan yang paling serig terjadi tindakan korupsi adalah Anggota DPR dan DPRD dengan 247 kasus. Disusul oleh profesi atau jabatan swasta dengan 238 kasus. Kemudian posisi ketiga adalah profesi atau jabatan bertingkat 1/2/dan 3 yang memiliki jumlah 199 perkara. Dan untuk karir yang paling rendah terdapat tindakan korupsi adalah kepolisian dengan 2 kasus, kemudian duta besar dengan 4 kasus, dan korporasi dengan 5 kasus, serta komisioner dan jaksa yang masing-masing dengan 7 kasus. Dari data tersebut dapat dilihat bahwasannya DPR dan DPRD memegang profesi atau jabatan terkorup di Indonesia, yang notabene tugas DPR dan DPRD adalah mewakili suara rakyat dalam pemerintahan, namun malah menjadi sarang dari para pelaku koruptor itu sendiri.

Dan ditinjau dari instansi yang menjadi tempat maraknya tindakan korupsi sepanjang tahun 2004-2018 adalah Kementrian atau Lembaga dengan 321 kasus, Pemerintah Kabupaten atau Kota dengan 295 kasus, serta Pemerintah Provinsi dengan 128 kasus.

Melihat data statistik yang diterbitkan oleh KPK, terlihat bahwasannya probllemtika perilaku korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Jumlah korupsi tidak berkurang dari tahun ke tahun, tetapi justru meningkat pesat, dengan semakin banyak pelaku korupsi yang ditangkap untuk menanganinya. Hal ini seakan menggmbarkan bahwa korupsi sudah menjadi budaya yang dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak bertentangan dengan hukum serta dapat berakibat bagi satu dan lainnya serta masyarakat luas.

Oleh karena itu, problematika korupsi di Indonesia tidak bisa dianggap hal yang sepele. Problematika korupsi yang meluas di Indonesia adalah ungkapan secara sesuai. Pendataan yang diambil KPK menyatakan bahwasannya kasus terpidana korupsi di Negeri ini begitu fluktuatif juga selama setahun terakhir. Hal ini mencerminkan fakta bahwa masalah korupsi Indonesia yang sebenarnya bukanlah masalah penegakannya hukum, melainkan tentang budaya dan masalah mental yang diciptakan oleh setiap warga negara pancasila ini.

Oleh sebab itu, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dibutuhkan kebijakan peradilan pidana yang komprehensif dan dapat menjawab berbagai unsur kehidupan yang rawan adanya tindakan korupsi. Secara umum, kebijakan pencegahan kejahatan terpadu akan mencakup beberapa aspek, tidak hanya metode hukum tetapi juga metode yang lebih dapat menangkal atau mencegah tindakan korupsi, termasuk menyediakan Pendidikan anti korupsi untuk memerangi korupsi kepada masyarakat khususnya generasi muda bangsa Indonesia sebgai ujung tombak penerus kehidupan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Gagasan Pendidikan Anti Korupsi

Dewasa ini generasi penerus bangsa membutuhkan pendidikan anti korupsi terlebih saat mereka mempelajari mengenai makna kehidupan, artinya seorang anak harus mendapatkan pelajaran nilai-nilai anti korupsi sejak dini. Memasukkan nilai-nilai yang dibangun secara konsisten dan berkelanjutan akan memperkuat sikap yang menjadi karakter anak. Pada prinsipnya karakter seseorang tidak muncul seketika, melainkan melalui sebuah proses. Pendidikan anti korupsi dapat diberikan baik secara formal maupun informal. Pada tingkat formal, komponen pendidikan antikorupsi dapat dikolaborasikan dalam kurikulum yang terintegrasi ke dalam mata pelajaran. Secara informal dapat diberikan dalam kegiatan sehari- hari peserta didik di dalam masyarakat atau dapat juga melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Pendidikan anti korupsi diberikan dengan contoh keteladanan, membangun keinginan dan mengembangkan kreativitas [8]. Pendidikan antikorupsi adalah upaya sadar untuk memahami dan mencegah korupsi melalui pendidikan formal di sekolah, pendidikan informal di lingkungan keluarga dan pendidikan nonformal melalui lingkungan di masyarakat [9]. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pendidikan anti korupsi, harus ada ketersinambungan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena pendidikan dijalankan seumur hidup dan berlangsung di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan aspek kognitif (intelektual), emosional (mental atau moral) dan psikomotor (keterampilan). Oleh karena itu, secara ideal pendidikan unsur kognitif dapat dilakukan di lingkungan sekolah yang merupakan peran dan tugas seorang pendidik (guru), pembentukan unsur emosional adalah peran dan tugas orang tua, denan membentuk identitas dan kebiasaan yang baik. Serta pembentukan unsur psikomotor adalah menjadikan peran dan tugas lingkungan masyarakat (organisasi kursus pelatihan dan sejenisnya). Dengan adanya pembagian kerja ini, masalah pendidikan antikorupsi benar-benar menjadi tugas bersama dan diperlukan kerja sama seluruh pihak, pendidik (guru), orang tua, dan masyarakat.

Pendidikan anti korupsi harus diajarkan di sekolah-sekolah dengan menanamkan nilai-nilai moral tanpa korupsi, diharapkan generasi muda bangsa Indonesia memiliki visi dan misi serta sikap yang anti terhadap segala macam praktik korupsi. Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, berpendapat bahwasannya pendidikan harus dipupuk dan diserap dengan nilai-nilai antikorupsi sejak dini. Pendidikan antikorupsi di sekolah diharapkan dapat mencegah generasi muda mewarisi tindakan korupsi dari generasi sebelumnya, namun tidak mudah memberikan pendidikan antikorupsi saja. Dikarenakan gejala praktik perilaku korupsi juga mulai tampak dalam dunia pendidikan, yang sebelumnya belum pernah terjadi. Pendidikan untuk berperilaku jujur ​​dalam perkataan dan perbuatan, termasuk sekolah-sekolah di negeri ini. Misalnya, masih maraknya aktivitas menyontek antar siswa yang tidak mendapat pengawasan atau teguran dari guru, dan masih terdapat kesenjangan pelayanan pada lembaga pendidikan, sehingga menimbulkan strata sosial dalam lembaga pendidikan, seperti halnya masih terdapat sekolah atau universitas favorit dan tidak favorit. Sehingga dapat menimbulkan tindakan korupsi dikarenakan orang tua para peserta didik pasti menginginkan buah hatinya mendapatan pendidikan yang paling baik, sehingga mereka menghalalkan segala cara agar buah hatinya dapat diterima bersekolah di sekolah atau universitas favorit yang dituju. Hal tersebut tetunya dapat menimbulkan praktik korupsi yang lebih buruk di dunia pendidikan.

Makna Ilmu Kep endidikan Islam

Umumnya, keilmuan kependidikan adalah suatu kesadaran dan dilakukan dengan terancang guna mendapatkan sesuatu pembaharuan yang lebih sempurna pada objektifitas didalam ruang lingkup pembelajaran, misalnya anak kecil atau orang tua. Kependidikan tidak sama dengan bimbingan. Bimbingan hanyalah langkah untuk mentransfer pengetahuan berawal pada guru ke siswa. Sedangkan pendidikan lebih kommpleks, pendidikan merupakan upaya untuk membawa perubahan dalam diri individu, Intelektual dan pribadi untuk mengembangkan dan membangun diri dan emembangun kesadaran menjadi generasi penerus yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Azra, bahwasannya pengajaran dan pendidikan itu berbeda. Perbedaannya terletak pada pentingnya pendidikan Selain mentransfer pengetahuan dan keterampilan, juga untuk kesadaran dan pengembangan pribadi[10].

Hassan Langulung mengatakan dalam Azra, bahwasannya Kependidikan Agama Keislaman itu praktis mempersiapkan generasi muda untuk dapat memainkan perannya dalam mentransfer keilmuan dan nilai Keislaman dengan dilakukannya guna memenuhi fungsional kemanusiaannya supaya berbuat baik di duniawi dan mendapatkan hasil di kehidupan alam baka.

Nahwali berpendapat bahwa Kependidikan Agama Islamiyah mrupakan suatu pembentukan individu dan kemasyarakatan yang diharapkan dapat menjadikan manusia menaati Islam dan menerapkannya sepenuhnya dalam linkup kehidupan individu maupun saat di lingkungan masyarakat. Pendidikan Agama Islam diperlukan untuk dapat menanamkan dan melaksanakan Islam sesuai dengan kehendak Allah[11].

Sementara itu, Al-Gulyani mengatakan pendidikan Islam adalah membentuk akhlak dalam jiwa seorang anak pada masa tumbuh kembang serta memberikan nasihat-nasihat dan petunuk kepada kebenaran, sehingga akhlak tersebut menjadi pedoman dalam jiwanya untuk menjadikannya buah dari kecintaannya untuk bekerja demi kebajikan dan kesejahteraan negara[12]

Dapat ditarik garis besar mengenai beberapa pendapat diatas bahwasannya Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya revolusi pendidikan dalam jiwa seorang muslim baik dari sudut pandang agama, inteletual, dan juga kepribadiannya. Perubahan harus berpedoman pada nilai-nilai ajaran Agama Islam dan mendekatkan kaum intelektual kepada Tuhan. Serta perubahan tersebut harus dapat bermanfaat untuk kepentingan pribadi, agama, masyarakat dan bangsa.

Tujuan Pendidikan Islam

Bashori Muhsin dan Moh. Sultthon berpendapat bahwa tujuan umum pendidikan Islam harus didasarkan pada pendapat manusia, yaitu makhluk Tuhan yang mulia yang berakal, memiliki perasaan, pengetahuan, dan budaya, sehingga layak menjadi khalifah di bumi. Tujuan umum ini meliputi pemahaman, pengertian, penghayatan, dan keterampilan. Jadi ada tujuan umum untuk tingkat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi; Ada juga sekolah umum, sekolah kejuruan, lembaga pendidikan, dll.[13]

Selain tujuan tersebut, ada sepuluh jenis tujuan khusus dalam pendidikan Islam, yaitu:

  1. Memperkenalkan kepada siswa tentang akidah Islam, dasar-dasar agama, dan tata cara beribadah yang benar yang bersumber dari syariat Islam;
  2. Mengembangkan hati nurani yang langsung di kalangan mahasiswa agama, termasuk prinsip-prinsip kepribadian yang luhur.
  3. Mengajarkan iman kepada Allah, pencipta alam semesta, para malaikat, para rasul, dan kitab-kitab-Nya.
  4. Mengembangkan minat siswa dalam upaya peningkatan pengetahuan adab, ilmu agama, dan hukum Islam serta mengamalkannya secara sukarela;
  5. Menumbuhkan cinta dan penghargaan untuk Al-Qur'an.
  6. Menumbuhkan kebanggaan terhadap sejarah dan budaya Islam.
  7. Mengembangkan kemauan, optimisme, kepercayaan diri dan tanggung jawab;
  8. Mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda dengan nilai-nilai keimanan dan kesusilaan.[14]

Pendidikan akan kosong dan kacau jika tidak memiliki arah dan tujuan. Bukannya menciptakan ke arah perubahan yang lebih sempurna sistem kependidikan minus arah dan maksud yang transparan bisa menyebabkan kehancuran bagi peserta didik, lingkungan sekitar bahkan keadaan negara dimasa yang akan datang.[14]

Implementasi Pendidikan Anti Korupsi dalam Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Islam berupaya memberikan model pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan Agama Islam. Program pendidikan antikorupsi yang dimaksud di sini adalah program pendidikan antikorupsi yang secara konseptual diintegrasikan ke dalam materi di sekolah dengan cara memperluas topik dalam kurikulum, menggunakan perspektif kontekstual, khususnya untuk belajar tentang korupsi, yaitu model pengajaran anti korupsi yang terpadu dan menyeluruh dalam pendidikan Islam. Mereka dapat menggunakan dua model ini untuk mengembangkan kurikulum anti korupsi yang komprehensif dalam pendidikan agama Islam untuk bersinergi dengan gerakan preventif dan penumpsan tindakan korupsi.[15]

Sejak awal, guru perlu menekankan aspek evaluasi peserta siswa tidak hanya penilaian kognitif, tetapi juga penilaian terkait dengan tingkah laku siswa. Untuk meningkatkan peran Pendidikan Agama Islam, lingkungan sekolah perlu membangun lingkungan yang inklusif. Contoh sederhana adalah membuat sitem kantin kejujuran yang dimana siswa belajar jujur untuk memberikan uang maupun mengambil kembalian uang sesuai dengan harga barang yang siswa beli. Hal tersebut menjadi salah satu metode terbaik untuk mengintegrasikan proses pembelajaran aspek Pendidikan Agama Islam di luar kelas.[16]

Proses pendidikan harus membangun kepedulian sosial, mengembangkan pemikiran objektif, dan membangun pandangan menyeluruh pada individu, mengebangkan sikap jujur ​​dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Orang tua atau guru harus menjadi panutan bagi anak atau siswanya. Prinsip model sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Artinya, peserta didik atau generasi muda dapat dengan mudah mendemonstrasikan suatu perilaku tertentu melalui proses simulasi model.[17]

Dari sisi epistemologis, peran Pendidikan Agama Islam adalah menuraikan makna kehidupan sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan sosial menjalankan dan memanfaatkan kehiduan dunia sebagai modal kehidupan setelah kehidupan di dunia. Tentu saja, aspek epistemologis memprioritaskan pada pemahaman akademik dan dasar-dasar Agama Islam, seperti tafsir Al-Qur’an, ilmu fikih, tarikh, usul al-fiqh, ‘ulumul Al-Qur’an, ‘ulumul hadits, aqidah akhlaq, tafsir hadits, dan lain sebagainya.[18]

Pada unsur psikologis, Pendidikan Agama Islam harus mengembangkan materi ideal tersebut ke dalam kehidupan nyata pada lingkungan sosial. Penekanan pada materi ideal yang harus mendorong siswa untuk bersunguh-sunguh dalam setiap kehidupan di dunia yang penting untuk akhirat, seperti fikih muamalat, fikih munakahat, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, diperlukan wacana untuk merangsang analisa terhadap setiap gejala sosial, dan pendidikan berbasis penelitian berperan dalam membangun kesadaran sosial yang akan menumbuhkan semangat benih-benih kesalehan sosial. Hal ini akan menjadi tameng bagi generasi muda bangsa Indonesia untuk memerangi perilaku korupsi.[19]

Selain itu, seorang pendidik juga diharapkan dapat mengimplementasikan model pembelajaran praktik peduli terhadap sesama, sebagai contoh penggalangan dana jika terdapapat sesama peserta didik yang mengalami kesusahan, seperti halnya ditinggalkan oleh orang tua, ataupun teman yang mengalami terdampak bencana alam. Model praktik pembelajaan seperti ini diharapkan dapat menumbuhkan dan dapan membiasakan nilai kepedulian, kesederhanaan dan kerja keras terhadap peserta didik. Di samping itu, peserta didik juga diharapkan untuk senantiasa untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang diperolehnya, seperti halnya hadits-hadits mengenai pentingnya sifat amanah, sehingga dapat membenteni peserta didik dari perilaku korupsi dan diarapkan dapat menciptakan generasi yang unggul dan madani.[20]

Kesimpulan

Korupsi merupakan fenomena sosial yang menurunkan moral masyarakat, sangat mengancam terutama generasi bangsa harus berjuang melalui upaya pencegahan. Pendidikan sebagai alat doktrin, sebenarnya mendukung upaya pencegahan melalui nilai-nilai pengajaran anti korupsi. Pendidikan Agama Islam erat kaitannya dengan nilai pengajaran anti korupsi serta nilai pengajaran anti korupsi yang pada dasarnya berasal dari nilai-nilai Islam.

Menempuh langkah-langkah untuk memberantas dan mencegah korupsi telah dan sedang dilakukan oleh negara, sebagai tindakan atas gejala sosisal korupsi yang semakin bergejala baik dilakukan oleh pemerintah maupun sektor swasta. Langkah-langkah pemberantasan tentu ada di dalam undang-undang. Pengenaan huuman kepada pelaku tindak pidana korupsi sebanding dengan ketentuan yang berlaku. dan upaya pencegahan dapat dilaksanakan di berbagai bidang utama, termasuk pendidikan.

Karena Pendidikan Agama Islam adalah salah satu sistem pendidikan di negeri ini, Pendidikan Agama Islam juga berkontribusi dalam pencegahan korupsi. Pendidikan Agama Islam yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadits memiliki nilai yang besar. Nilai-nilai yang diajarkan selaras dengan dasar-dasar pendidikan antikorupsi sebagai usaha pencegahan. Nilai keimanan, kejujuran, keadilan, dan amanah. Contoh dari nilai-nilai Pendidikan Agama Islam tersebut sesuai dengan prinsip tanggung jawab, keterbukaan, dan pengawasan politik.

References

  1. Sudarmanto, E., Sari, D. C., Nurmiati, N., Susanti, S. S., Syafrizal, S., Yendrianof, D., ... & Purba, B. (2020). "Pendidikan Anti Korupsi: Berani Jujur." Yayasan Kita Menulis.
  2. Zuber, A. (2018). "Strategi Anti Korupsi Melalui Pendekatan Pendidikan Formal Dan Kpk (Komisi Pemberantasan Korupsi)." Journal of Development and Social Change, 1(2), 178-190. [Online]. Available: https://jurnal.uns.ac.id/jodasc/article/download/23058/pdf
  3. Frimayanti, A. I. (2017). "Pendidikan Anti Korupsi dalam Pendidikan Agama Islam." Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 83-98. [Online]. Available: http://www.ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/view/2098/1586
  4. Eliezar, D. (2020). "Pendidikan anti korupsi dalam budaya Jawa." Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 10(1), 66-72. [Online]. Available: https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/view/2754
  5. Hamuni. (2014). "Pengembangan Model Ketahanan Nasional Melalui Integrasi Pendidikan Antikorupsi Dan Pendidikan Kewarganegaraan Di Kalangan Siswa SMA Se Kabupaten Konawe." SELAMI IPS, 2(40), 23–32.
  6. Saifulloh, P. P. (2017). "Peran Perguruan Tinggi dalam Menumbuhkan Budaya Anti Korupsi di Indonesia." Jurnal Hukum & Pembangunan, 47(4), 459-476. [Online]. Available: http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/1591/1468
  7. Suryani, I. (2015). "Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi Di Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi Sebagai Upaya Preventif Pencegahan Korupsi." Jurnal Visi Komunikasi, 14(2), 285–301.
  8. Uhbiyati, N. (2005). "Ilmu Pendidikan Islam." Bandung: Pustaka Setia.
  9. Kadir, Y. (2018). "Kebijakan pendidikan anti korupsi di perguruan tinggi." Gorontalo law review, 1(1), 25-38. [Online]. Available: https://jurnal.unigo.ac.id/index.php/golrev/article/view/95
  10. Isa Anshori, "Harapan Islam dan Indonesia terhadap kehidupan Politik pada Era Reformasi," Khazanah, Vol 1 No 1 September 1999. [Online]. Available: http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/39579
  11. Widhiyaastuti, I. G. A. A. D., & Ariawan, I. G. K. (2018). "Meningkatkan Kesadaran Generasi Muda Untuk Berperilaku Anti Koruptif Melalui Pendidikan Anti Korupsi." Acta Comitas, 3(1), 17-25. [Online]. Available: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas/article/download/39325/23807
  12. Fadhil, M. (2019). "Pendidikan Agama Islam, Internalisasi Nilai-Nilai Anti Korupsi dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi." Jurnal JRTIE, 2(1).
  13. Sada, H. J. (2015). "Pendidik Dalam Perspektif Al-Qur’an." Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1), 93–105.
  14. Widyaningrum, H., Rohman, A. N., Sugeng, S., & Putri, E. A. (2020). "Pendidikan Anti Korupsi Bagi Pelajar." Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat UBJ, 3(1). [Online]. Available: https://ejurnal.ubharajaya.ac.id/index.php/Jabdimas/article/view/53
  15. Isa Anshori, "Negara, Ideologi, dan Pendidikan dalam Pandangan Antonio Gramsci dan Louis Althusser," HALAQA: Jurnal Kependidikan dan Keislaman, ISSN 1412-9302, Vol.8, No.1, pp. 57-66, Sidoarjo, April 2009. [Online]. Available: http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/39586
  16. Purba, N., Zaini, S., & Fitriani, E. (2018). "Sosialisasi Pembudayaan Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Madrasah Untuk Menanamkan Anti Korupsi Bagi Siswa." Amaliah: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 133-140. [Online]. Available: https://jurnal-lp2m.umnaw.ac.id/index.php/AJPKM/article/view/104
  17. Al-Nahlawi. (1996). Abdurrahman, "Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam; dalam Keluarga di Sekolah dan Masyarakat (Terjemahan)." Bandung: Diponegoro.
  18. Halimang, S. (2020). "Pendidikan Anti-korupsi: Pendekatan Hukum di Indonesia." Doctoral dissertation, Bildung. [Online]. Available: http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17177/
  19. Fathoni, T. (2019). "Pesantren Dan Penanaman Sikap Anti Korupsi." AL-MANHAJ: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial Islam, 1(1), 26-42. [Online]. Available: https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/107
  20. Hasan, K. (2019). "Peran Pendidikan Islam Terhadap Pencegahan Korupsi." At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam, 11(2), 81-97. [Online]. Available: https://ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/tadib/article/view/227
  21. I. Syafe'i, "Tujuan Pendidikan Islam," Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 6, no. 2, pp. 151-166, 2015. [Online]. Available: http://103.88.229.8/index.php/tadzkiyyah/article/view/1876. DOI: 10.24042/atjpi.v6i2.1876
  22. A. Azra, "Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru," Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
  23. I. Syafe'i, "Tujuan Pendidikan Islam," Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, vol. 6, no. 2, pp. 151-166, 2015.
  24. Berdasarkan Jenis Perkara (kpk.go.id)
  25. Berdasarkan Wilayah (kpk.go.id)
  26. Berdasarkan Profesi/Jabatan (kpk.go.id)
  27. Berdasarkan Instansi (kpk.go.id)