Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.7199

Peer Education Improves Coping and Self Efficacy in Facing Bullying in Adolescents


Edukasi oleh Teman Sebaya Meningkatkan Koping dan Self Efficacy Menghadapi Bullying pada Remaja

STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, Indonesia
Indonesia
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, Indonesia
Indonesia
STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, Indonesia
Indonesia

(*) Corresponding Author

Peer education Bullying behavior Adolescent coping Self-efficacy Junior high school

Abstract

This study investigates the influence of peer education on adolescent coping strategies and self-efficacy in addressing bullying behaviors within a junior high school context. Focusing on a group of 31 randomly selected students aged 13-15 years, the research employed a pre-experimental design with pre-test and post-test assessments using the Brief Coping Orientation to Problems Experienced (Brief COPE) and the modified General Self-Efficacy Scale (GSES). Results revealed a significant improvement in coping skills, with an increase from 23 to 28 students demonstrating effective coping after peer education. Similarly, students classified as having high self-efficacy rose from 20 to 24 following the educational intervention. The findings underscore the positive impact of peer education on adolescent coping and self-efficacy in combating bullying behavior. This study calls for further exploration of factors influencing coping strategies in addressing bullying among adolescents, aiming to enhance intervention approaches and create a supportive school environment.

  Highlights: 
  • Significant Improvement: Peer education demonstrates a substantial positive influence on adolescent coping strategies and self-efficacy in dealing with bullying behavior.

  • Effective Intervention: The study highlights the effectiveness of peer-led education in fostering improved coping mechanisms and self-efficacy among adolescents facing bullying challenges.

  • Enhancing School Environment: Findings emphasize the need to explore and develop factors that influence coping strategies, contributing to the creation of a more supportive and resilient school environment for adolescents.

Keywords: Peer education, Bullying behavior, Adolescent coping, Self-efficacy, Junior high school.

PENDAHULUAN

Bullying adalah perilaku agresif dengan cara menyakiti orang lain, pelaku merupakan individu atau kelompok dengan korban individu yang rentan untuk disakiti berulang kali. Bullying sering terjadi di sekolah. Tindakan Bullying dilakukan secara langsung (antara lain mengancam atau mengintimidasi, memukul, mencuri, membuat komentar seksual, mengejek dengan nama panggilan tertentu, atau merusak benda) atau secara tidak langsung, seperti mengucilkan seseorang, membuat dan memberitakan rumor atau mempengaruhi orang lain untuk menolak [1]. Bullying dapat memberi rasa sakit pada orang lain baik secara mental maupun secara fisik.

Prevalensi bullying di area sekolah pada belahan benua meliputi Asia, Amerika, dan Eropa diperkirakan terjadi sekitar 8-50% [2]. Data yang dirilis oleh United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2018 sebanyak 50% anak di dunia mengalami perilaku bullying. Remaja usia 13-15 tahun, lebih dominan mengalami perundungan oleh teman sebaya dengan persentase sebanyak ±150 juta [3]. Sedangkan di Indonesia anak yang mengalami perilaku bullying dari hasil pemantauan KPAI, mulai tahun 2011 sampai 2014 terjadi peningkatan yang signifikan. Tahun 2011 terdapat 2,178 kasus kekerasan, tahun 2012 meningkat menjadi 3.512 kasus; sedangkan tahun 2013 ada 4.311 kasus dan tahun 2014 terdapat 5.066 kasus [4].

Kasus bullying pada remaja yang masih tinggi, kasus bullying pengaruhi oleh beberapa yaitu faktor jenis kelamin; kepribadian anak; kepercayaan diri, lingkungan sekolah, dan persaingan antar teman sebaya [5]. Faktor yang tidak dikendalikan mengakibatkan perilaku bullying yang berulang sehingga memberikan dampak negatif yaitu, kecemasan, menurunnya konsentrasi belajar, depresi sampai mengarah upaya bunuh diri, dan keinginan untuk membalas dengan bullying [6]. Dampak buruk yang dapat menimpa remaja akibat bullying mengakibatkan korban mengalami kondisi kesakitan fisik serta psikologi, kepercayaan diri menurun, malu, trauma, tak mampu menyerang balik merasa sendiri, serba salah dan takut pergi ke sekolah, merasa tidak ada yang menolong, mengasingkan diri, menderita kecemasan sosial, dan berkeinginan untuk bunuh diri [7]. Hal tersebut terjadi jika koping remaja kurang efektif dalam menghadapi bullying. Koping merupakan upaya seseorang untuk mengelola stres, disebut mekanisme koping yang bersifat destruktif dan konstruktif [8]. Upaya untuk mengelola stress pada remaja menghadapi bullying diperlukan agar remaja tidak mengalami gangguan emosional. Perilaku bullying dapat menimbulkan dampak negatif yang dicegah dengan kontrol diri. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah perilaku bullying dengan meningkatkan self efficacy. Peningkatan self efficacy memberikan keyakinan kepada individu dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan yang diinginkan [9]. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying berasal dari individu, keluarga, kelompok sepermainan, dan lingkungan komunitas dari pelaku [10].

Dukungan teman sebaya (peer) yang rendah akan mempengaruhi kecenderungan remaja melakukan perilaku bullying relatif tinggi berkisar 75% [11]. Teman sebaya yang kurang mendapat dukungan positif merasa tidak dibutuhkan dan dihargai dalam lingkungan pertemanan. Lingkungan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku, diharapkan teman sebaya dapat saling memberikan dukungan dalam interaksi sosial mencegah perilaku perundungan. Interaksi dengan teman sebaya dapat memberikan edukasi dalam pencegahan perilaku bullying [12].

Hasil studi pendahuluan, dari 32 murid, terdapat 96,8% murid pernah mengalami bullying dan 3,2% tidak pernah mengalami bullying. Murid memiliki keyakinan apabila mengikuti kegiatan yang melibatkan peran serta aktif guna mempererat pertemanan dapat mencegah perilaku bullying. Peran serta aktif murid dalam menolak bullying dengan mengikuti kegiatan yang telah diprogramkan yaitu agen anti perundungan. Sekolah memfasilitasi melalui bimbingan konseling dari guru BK memberikan pendampingan kepada pelaku bullying untuk meningkatkan keyakinan diri tidak menlakukan perilaku bullying kembali.

Penelitian ini menggunakan desian penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian quasi exsperimental melalui pendekatan one group pre post test without control group. Penelitian dilaksanakan SMP Negeri 2 Trucuk Klaten pada bulan April 2022. Populasi adalah murid di SMP Negeri 2 Trucuk, Klaten, terdapat 24 kelas masing-masing tingkatan ada 8 kelas dengan jumlah 766 murid. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling yang dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama berdasarkan tingkatan kelas di dapatkan kelas VIII dan tahap kedua berdasarkan penentuan kelas tingkat VIII didapatkan kelas VIII E sebanyak 31 responden. Alat ukur penelitian Kuesioner koping menggunakan Brief Coping Orientation to Problems Experienced (Brief COPE) dan kuisioner self efficacy menggunakan General Self Efficacy Scale (GSES) yang dimodifikasi oleh peneliti. Uji statistik menggunakan Uji Wilcoxon dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Penelitian ini telah mendapatkan surat laik etik dari KEPK STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta dengan nomor 038/KEPK.02.01/IV/2022 sehingga penelitian dinyatakan sesuai dengan 7 standar etik WHO.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Karakteristik Responden

Karakteristik Responden n % N %
Usia kronologis13 tahun14 tahun 1120 35,564,5 31 100
Jenis kelamin Laki-lakiPerempuan 1516 48,451,6 31 100
Table 1. Distribusi Karakteristik Responden

Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia, sebagian besar berusia 14 tahun dengan jumlah 20 responden (64,5%), sedangkan usia 13 tahun dengan jumlah 11 responden (35,5%). Berdasarkan jenis kelamin, perempuan sebanyak 16 responden (51,6%), sedangkan laki-laki dengan jumlah 15 responden (48,4%).

Koping remaja menghadapi Perilaku Bullying

Kategori Koping Sebelum Edukasi Setelah Edukasi ρ α
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 0,003 0,05
Baik 23 74,2 28 90,3
Cukup 8 25,8 3 9,7
Kurang 0 0 0 0
Total 31 100,0 31 100,0
Table 2. Koping Remaja Menghadapi Perilaku Bullying : Sebelum dan Setelah Edukasi oleh Peer (Teman Sebaya)

Hasil uji statistik dengan uji Wilcoxon yang telah dihitung menggunakan komputer dengan tingkat kemaknaan α= 0,05 didapatkan nilai ρ-value (0,003) > α (0,05) yang berarti ada pengaruh pengaruh edukasi oleh peer (teman sebaya) terhadap koping remaja menghadapi perilaku bullying.

Self Efficacy d alam Mencegah Perilaku Bullying

Kategori Koping Sebelum Edukasi Setelah Edukasi ρ α
Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 0,007 0,05
Tinggi 20 64,5 24 77, 4
Sedang 11 35,5 7 22,6
Rendah 0 0 0 0
Total 31 100,0 31 100,0
Table 3.Self efficacyMenghadapi Perilaku Bullying : Sebelum dan Setelah Edukasi oleh Peer (Teman Sebaya)

Hasil uji statistik dengan uji Wilcoxon yang telah dihitung menggunakan komputer dengan tingkat kemaknaan α= 0,05 didapatkan nilai ρ-value (0,007) > α (0,05) yang berarti ada pengaruh edukasi oleh peer (teman sebaya) terhadap self efficacy dalam mencegah perilaku bullying di SMP Negeri 2 Trucuk Klaten tahun 2022.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, sesuai dengan penelitian sebelumnya mengenai edukasi terkait bullying, terdapat pengaruh antara edukasi dengan metode role play terhadap peningkatan pengetahuan tentang pencegahan bullying. Sumber koping merupakan strategi atau pilihan dimana yang dapat digunakan untuk menentukan tindakan dan apa yang beresiko. Sumber koping antara lain ekonomi, keuangan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh individu tersebut, dukungan dari lingkungan atau sosial, kesehatan, energi, dukungan spiritual, ketrampilan dalam menyelesaikan masalah, sumber masalah, kondisi fisik dan keyakinan positif.

Dalam kasus bullying, sumber koping sangat diperlukan untuk mencegah adanya dampak psikologis remaja.Upaya yang dilakukan untuk mengelola stress disebut mekanisme koping yang bersifat destruktif dan konstruktif. Mekanisme koping bersifat kontruktif dimana ansietas digunakan sebagai tanda peringatan dan individu menerimanya sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. Koping yang konstrukstif dimana remaja mampu menghadapi bullying dengan baik. Mekanisme koping bersifat destruktif mematikan peringatan ansietas dan tidak menyelesaikan konflik dan mungkin menggunakan mekanisme koping yang mengindari resolusi.

Edukasi oleh peer (teman sebaya) dipilih disebabkan dapat memberikan dukungan sosial karena memiliki kesamaan dalam cara berpikir, komunikasi yang lebih mudah diterima, dan lebih terbuka satu sama lain. Edukasi dapat meningkatkan aspek afektif, kognitif, dan psikomotor sehingga termotivasi perubahan perilaku khususnya pencegahan bullying. Self efficacy (keyakinan diri) dalam menyelesaikan tugas atau masalah diharapkan dapat merubah perilaku setelah mendapatkan edukasi karena ilmu pengetahuan mengenai bullying meningkat. Individu yang memiliki self efficacy dapat mengatasi dari perilaku bullying sehingga mampu menggunakan strategi untuk mengubah keadaan dengan mencegah bullying.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan edukasi oleh teman sebaya terhadap koping dan self efficacy menghadapi bullying remaja di SMP Negeri 2 Trucuk Klaten

References

  1. I. S. Putri and W. Widyatuti, "Stres dan Gejala Dispepsia Fungsional pada Remaja," Jurnal Keperawatan Jiwa, vol. 7, no. 2, pp. 203-214, 2019.
  2. Y. Bulu, N. Maemunah, and S. Sulasmini, "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Bullying pada Remaja Awal," Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, vol. 4, no. 1, 2019.
  3. E. Liswantiani and G. A. Nugrahanta, "Mengoptimalkan Karakter Kontrol Diri Anak dengan Sarana Permainan Tradisional," CV. Resitasi Pustaka, 2020.
  4. Y. Nurhamida et al., Individu Berkebutuhan Khusus & Pendidikan Inklusif, UMMPress, 2016.
  5. A. Yamin, "Pencegahan Perilaku Bullying pada Siswa-Siswi SMPN 2 Tarogong Kidul Kabupaten Garut," Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 2, no. 4, pp. 293-295, 2018.
  6. M. Putri, "Hubungan Kepercayaan Diri dan Dukungan Teman Sebaya dengan Jenis Perilaku Bullying di MTsN Lawang Mandahiling Kecamatan Salimpaung Tahun 2017," Menara Ilmu, vol. 12, no. 8, 2018.
  7. D. S. Angraini et al., "Efektivitas Self Efficacy Menghadapi Bullying di Sekolah: Effikasi Diri dalam Menghadapi Bullying di Sekolah," Kualitas: Jurnal Kesehatan, vol. 14, no. 2, pp. 74-84, 2020.
  8. I. G. Susanti and N. M. Swasti Wulanyani, "Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Kontrol Diri terhadap Perundungan (Bullying) pada Remaja Awal di Denpasar," Jurnal Psikologi Udayana, vol. 6, no. 1, pp. 182-192, 2019.
  9. M. Aryuni, "Strategi Pencegahan Bullying Melalui Program 'Sekolah Care' bagi Fasilitator Sebaya (Bullying Prevention Strategies through the 'Care School' Program for Peer Facilitator)," Asian Journal of Environment, History and Heritage, vol. 1, no. 1, 2017.
  10. S. Mardiyah and B. A. Syukur, "Pengaruh Edukasi dengan Metode Role Play terhadap Peningkatan Pengetahuan tentang Pencegahan Bullying pada Anak Sekolah Dasar," Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, pp. 99-104, 2020.
  11. A. Yamin, "Pencegahan Perilaku Bullying pada Siswa-Siswi SMPN 2 Tarogong Kidul Kabupaten Garut," Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 2, no. 4, pp. 293-295, 2018.
  12. T. Kristiyani, Self-Regulated Learning: Konsep, Implikasi dan Tantangannya bagi Siswa di Indonesia, Sanata Dharma University Press, 2020.