Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.7156

Implementation of Fiqh Learning on Student Small and Medium Industry (IKM) Halal Products


Implementasi Pembelajaran Fiqh Pada Produk Halal Industri Kecil Menengah (IKM) Mahasiswa

Universitas Islam Balitar
Indonesia
Universitas Islam Balitar
Indonesia

(*) Corresponding Author

Fiqh Learning Halal Products Small and Medium Industries (IKM) students Food and Beverage Industry Entrepreneurship

Abstract

The purpose of this study is to determine the Implementation of Fiqh Learning on halal products of Small and Medium Industries (IKM) students engaged in the food and beverage industry. Because currently many entrepreneurship are growing in students for the role of universities as a forum for entrepreneurship education. Halal products have their own standards and criteria, which are derived from the requirements of Islamic Sharia and Islamic Fatwas as well as Laws and Regulations on Halal Product Assurance and other laws and regulations. This cannot be separated from the knowledge of Fiqh obtained by students. Islamic Education is integrated in the Islamic Religious Education course which contains Fiqh material learning, aiming that students can recognize, understand, appreciate and practice Islamic Law as the basis of their outlook on life. The influence of Fiqh knowledge will have an impact on student behavior in producing a halal product. The method used in this study is the Qualitative method, with a Phenomenological approach.

Highlights:

  • Importance of Fiqh Knowledge: Fiqh learning plays a crucial role in guiding students to understand and adhere to the standards and criteria of halal products, based on Islamic Sharia and Fatwas, in the food and beverage industry.
  • Integration of Islamic Education: Integration of Fiqh material into Islamic Religious Education courses ensures that students recognize, understand, and appreciate Islamic Law, providing a strong foundation for their outlook on life and business practices.
  • Impact on Halal Product Behavior: The study aims to explore how Fiqh knowledge influences student behavior in producing halal products, leading to increased awareness and adherence to Islamic principles and regulations in their entrepreneurial ventures.

Keywords: Fiqh Learning, Halal Products, Small and Medium Industries (IKM) students, Food and Beverage Industry, Entrepreneurship

PENDAHULUAN

Halal dan Haramnya sebuah produk baik makanan, minuman maupun barang gunaan adalah bagian Integral dari ajaran Islam karena termaktub dalam ketentuan Syari‟ah. Syariah Islam menaruh perhatian yang sangat tinggi dalam menentukan makanan minuman itu halal, haram, atau meragukan (syubhat) [1]. Sehingga secara pragmatis konsepsi halal-haram penting bagi pelaku usaha karena lahir bukan hanya dari produk manusia melainkan ketentuan Allah, sedangkan implementasi pada lapang menunjukkan adanya transformasi nilai kearah yang bersifat multi makna. Bagi pelaku usaha secara sederhana halal dapat dimaknai bahwa produk yang dihasilkan tidak mengandung bahan-bahan yang haram. Padahal jika ditelaah lebih dalam, konsepsi halal-haram dalam perspektif Syari‟ah juga harus menunjukkan keloyalannya pada dimensi sosial [2]. Karena itu para produsen dituntut memiliki tanggung jawab atas produk agar terpenuhi kesesuaian standar yakni tidak cacat, membahayakan dan sesuai ketentuan yang telah diperjanjikan. Sehingga mengapa pemahaman akan ketentuan halal, haram, dan syubhat sekaligus thayyib idealnya merupakan kesadaran. Karena didalamnya terkandung nilai spiritual yang mencerminkan budi pekerti dan akhlak seseorang.

Ulama menegaskan bahwa Syari‟ah diciptakan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Syari‟ah, merupakan jalan hidup muslim, ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Dan Maqashid Syari‟ah seharusnya akan terus berkembang sesuai dengan tantangan zamannya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan setiap perkembangan teknologi ataupun kebutuhan manusia yang bersifat inovatif dan dinamis. Dan disinilah ruang Fiqh sebagai ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam al-Qur'an dan Hadis menjadi sangat berperan) [3].

Penelitian ini dipandang relevan karenapada saat ini pentingnya dalam menghasilkan produk halal sektor makanan dan minuman termasuk bagian kajian materi Fiqh. Sehingga orientasi pembelajaran materi Fiqh pada mahasiswa hendaknya diperoleh secara terpadu dan menyeluruh. Karena peran pendidikan secara Mikro dalam pengembangan kualitas sumber daya insani dimaknai adalah proses belajar mengajar, alih pengetahuan, alih metode dan alih nilai [4]. Sebagaimana pembelajaran dalam dunia pendidikan diartikan sebagai bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Sehingga dalam pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dan peserta didik [5].

Sebagaimana tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang Luhur. Tidak terkecuali Pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah penggambaran nilai-nilai Islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik yang diihktiarkan pendidik muslim melalui proses yang bermuara pada hasil; berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat [6].

Penelitian ini dilakukan pada Universitas Islam Balitar dengan mengambil empat orang mahasiswa sebagai informan dan berasal dari Fakultas Teknik. Adapun langkah untuk penelitian ini adalah berangkat dari mencari bagaimana pemahaman pembelajaran Fiqh mengenai produk halal, Integritas serta perilaku dalam menghasilkan produk halal. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak positif secara akademis bahwa bagaimana kontribusi pengetahuan Fiqh yang mereka miliki dalam penerapan untuk menghasilkan sebuah produk halal dan sekaligus secara dampak sosial ekonomi bagaimana dengan produk halal yang dihasilkan dapat benar-benar terjamin untuk masyarakat maupun pada akhirnya dapat mensejahterakan pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) mahasiswa itu sendiri.

METODE

Metode dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi. Metode Kualitatif disini bertujuan bahwa penelitian ini mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia serta menganalisis kualitas-kualitasnya, serta tidak bermaksud mengubahnya menjadi entitas-entitas Kuantitatif. Dalam pendekatan fenomenologi, peneliti harus menggunakan metode Interpretasi yang sama dengan orang yang diamati dan peneliti akan masuk kedalam dunia interpretasi orang yang dijadikan obyek penelitian. Namun peneliti disini hanya terlibat secara kognitif dengan orang yang diamati. Sehingga peneliti disini berperan sebagai Human Instrumen. [3] Karena keberhasilan dalam pengumpulan data banyak ditentukan oleh kemampuan peneliti menghayati situasi sosial yang dijadikan fokus penelitian.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari lokasi penelitian yang diolah dan data sekunder diperoleh dari data pendukung dokumentasi dan berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian analisis data yang digunakan adalah Analisis Data Deskriptif Kualitatif. Analisis Deskriptif adalah analisis yang dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada kenyataan keadaan, ukuran kualitas. Dalam Analisis dipisahkan antara data terkait dan data yang kurang terkait atau sama sekali tidak ada kaitannya. Bagi pencari data lapangan sangat ditentukan nilainya setelah masuk dalam kegiatan analisis data. Proses analisis dilakukan setelah melalui proses klasifikasi berupa pengelompokan /pengumpulan dan pengategorian data dalam kelas-kelas yang ditentukan [7].

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemahaman Pembelajaran Fiqh mengenai Produk Halal

Pendidikan Islam terintegrasi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara definitif pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan sekelompok orang dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan atau penelitian. Bahkanpun setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara berfikir, merasa atau tindakan dapat dianggap pendidikan) [5]. Mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) memuat Materi Fiqh yang menekankan pada kemampuan cara melaksanakan Ibadah dan Muamalah yang benar dan baik, bersifat Fleksibel dan kontekstual. Pada Universitas Islam Balitar materi Fiqh yang berkaitan dengan produk halal terdapat pada bab Fiqh Thaharah dan Fiqh Mu‟amalah. Adapun yang dimaksud dengan produk halal pada penelitian ini, sebagaimana penjelasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ialah produk yang sesuai dengan syari‟at Islam dan memenuhi beberapa kriteria yaitu: semua bahan halal, proses produksi halal, fasilitas produksi halal, bangunan terpisah sehingga hanya khusus untuk produksi halal dan sistem penyimpanan, transportasi, distribusi dipastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram [6].

Dasar yang digunakan sebagai penegasan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman halal oleh para Narasumber pada penelitian ini adalah perintah ayat Al-Qur‟an dan Hadis. Halal lagi Thayyib merupakan bagian dari perintah syar‟idan amal salih, Sehingga aspek Syariat bagi kaum Muslim, sebagaimana menurut John L. Esposito bahwa Syariat menuntut ketaatan dan merupakan fokus keimanan [8]. Pada keempat narasumber, mereka memberikan pengertian yang hampir sama pada pemaknaan halal yakni sesuatu yang diperbolehkan oleh Syari‟at untuk dilakukan, digunakan, diusahakan karena tidak ada sesuatu yang mencegahnya atau unsur yang membahayakan dengan disertai cara memperolehnya bukan dengan hasil Muamalah yang dilarang. Berbicara tentang halal dalam konteks makanan, tentu akan bersanding dengan kata Thayyib. Arti kata Thayyib adalah; suci, tidak mengandung najis, tidak haram, lezat bagi diri manusia dan tidak membahayakan kepada badan dan akal. Dua narasumber yakni Nada dan Mifta, mereka mengartikan kata Thayyib adalah Aman. Dan memang sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah Ayat 168, Imam Malik berpendapat bahwa halal dan thayyib bertemu dalam satu makna sebagai penguat (Takid) perbedaan lafaz. [9].

Pada laman halal MUI dijelaskan bahwa menurut ajaran Islam, mengkonsumsi makanan yang halal sangat dianjurkan bahkan wajib hukumnya sesuai dengan apa yang terdapat dalam Alqur'an dan Hadits Rasulullah saw, banyak ayat dan hadits yang menjelaskan tentang perintah minum yang halal dan baik diantaranya :”(Q.S al-Maidah ayat 88), (Q.S. al-Baqarah ayat 168), (QS. al-Baqarah :172) , (QS.al-Baqarah : 173 ). Serta hadis Nabi sebagai berikut, Artinya:

“Dari Abu Abdillah Nu‟man bin Basyir r.a, “Saya mendengar Rosululloh SAW bersabda, sesungguhnya halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas dan diantara keduanya ada hal-hal mutasyabihat (samarsamar, tidak jelas halal dan haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya, barang siapa hati- hati dari hal-hal syubhat, sebenarnya dia telah menyelamatkan agamanya dan harga dirinya, dan barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang diharamkan".(HR.Bukhori dan Muslim)

Ketika peneliti menggali konteks halal produk makanan dan minuman lebih dalam, menurut dua Narasumber yakni Exel dan Devi, dalam perspektif Narasumber ini adalah halal secara Dzatnya (ditetapkan kehalalannya dalam al-Qur‟an dan Hadits), halal dalam memperolehnya dan halal dalam proses produksinya. Karena ada produk yang semula halal dan akan menjadi haram apabila cara proses produksinya tidak sesuai dengan syariat agama. Pemahaman mengenai jenis-jenis makanan yang dihalalkan, juga peneliti dapatkan dari para narasumber. Meskipun sebagian narasumber tidak mampu menghafal ayat Al-Qur‟an secara tekstual, namun secara substantif mereka memahami bahwa makanan halal adalah segala macam makanan yang tidak mengandung unsur menjijikkan dan kotor. Semua jenis makanan yang tidak mendatangkan mudrahat bagi kesehatan, jasmani, moral dan akal. Semua jenis makanan yang tidak diharamkan di dalam al-Qur‟an dan Hadis. [4].

Untuk jenis makanan Haram keempat narasumber memiliki pemahaman sesuai konteks syari‟at bahwa jenis-jenis makanan yang haram meliputi dua jenis antara lain: Haram Lidzatihi(makanan yang haram karena zatnya) dan Haram Lighairihi(makanan yang haram karena faktor eksternal/ makanan yang asal mulanya adalah halal, akan tetapi berubah menjadi haram, karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut.) [2]. Seperti bangkai, kecuali bangkai ikan dan belalang. Darah, kecuali hati dan limpa. Daging Babi. Daging hewan halal yang disembelih atas nama selain Allah Swt. Binatang yang mati tercekik. Binatang yang mati karena terpukul. Binatang yang mati karena terjatuh. Binatang yang mati karena ditanduk binatang lain. Binatang yang mati karena diterkam binatang buas. Binatang yang disembelih untuk berhala. Adapun jenis minuman yang haram pada garis besarnya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Semua jenis minuman yang memabukkan atau apabila diminum menimbulkan mudharat dan merusak badan, akal, jiwa, moral, dan akidah, seperti arak (khamer) wisky dan lainnya. Minuman dari benda najis atau suci terkena najis. Minuman yang didapatkan dengan cara yang tidak halal atau yang bertentangan dengan ajaran Agama Islam [4]. Bagi narasumber Devi sebagai pelaku usaha minuman segar yang berbahan dasar air, pemahaman jenis minuman yang suci namun terkena najis menjadi prioritas tersendiri. Meskipun tiga narasumber lainnya berkaitan dengan air serta najis tetap menjadi bagian prioritas terhadap proses produksi.

Mengenai pemahaman air maupun jenis dan tingkatan najis dapat dipaparkan dengan baik oleh para narasumber, sekaligus pada saat observasi peneliti menemukan bahwa dalam proses produksi dan pensucian mereka juga melakukan dengan baik. Karena ini penting dalam proses produksi. Pemahaman air berkaitan dengan keadaan air dalam Thaharah yakni Air Mutlaq, Air Musta‟mal, air yang tercampur dengan yang suci, air mutanajis, ataupun Air Musakkhan Musyammasy serta pensucian air. [5]. Pengertian najis dalam ajaran Islam, yaitu najis „ayni yang bisa dilihat, diraba, dicium dan najis hukmi yang tidak terlihat, tercium dan teraba. Dalam hal ini Komisi Fatwa MUI mengklasifikasikan kadar haram bukan saja diakibatkan karena mengandung suatu hal yang dianggap najis atau yang terlarang menurut ajaran Islam, tetapi tercampur dengan sesuatu yang dianggap haram dan najispun sudah dianggap haram [6].

B. Perilaku serta Integritas dalam menghasilkan produk halal

Indonesia memiliki konsumen muslim terbesar di dunia. Sedikitnya, 87 persen dari sekitar 260 juta umat muslim ada di Indonesia yang membutuhkan jaminan keamanan, kenyamanan, perlindungan, dan kepastian hukum mengenai kehalalan produk yang dikonsumsi maupun yang digunakan atau dimanfaatkan [7]. Jika halal biasanya hanya di relasikan dengan hal-hal yang terkait kebendaan saja, dalam Islam halal justru cakupannya pada perbuatan dan pekerjaan atau biasa yang disebut dengan Muamalah [8]. Kemudian Halal didefinisikan sebagai Standar kualitas yang bersesuaian dengan Hukum Syari‟ah Islam dan digunakan pada setiap aktivitas umat Islam [9].

Berkaitan dengan integritas dan perilaku dalam menghasilkan produk halal pada unit usaha para mahasiswa, setelah melakukan wawancara dan observasi, peneliti temukan telah ada kesadaran dan kejujuran perilaku dalam pengendalian halal. Hal ini dapat ditelusur dari kepastian bahan halal yang digunakan dalam produk sebagaimana dalam perspektif Syari‟ah, dalam proses produksi adanya kepastian tidak terkontaminasi barang haram, najis, sekaligus menggunakan air suci mensucikan serta tata cara mensucikan sesuai dengan konteks Fiqh. Begitupun dengan fasilitas produksi yang bersih dan suci serta memang khusus untuk produk halal. Perilaku dalam proses logistik, pemisahan antara produk halal dan non halal untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk halal adalah kunci utama kesuksesan aktivitas ini. Peran penting logistik adalah menjaga kehalalan sebuah produk melalui sistem transportasi yang tepat, penyimpanan dan penanganan produk sampai tujuan akhir juga sudah dilakukan [10]. Adapun kriteria yang dipertimbangkan adalah faktor standar kebersihan yang komprehensip, kualitas dan juga keamanan produk. Pada perilaku dalam verifikasi halal, meskipun semula dalam kondisi masih sederhana, kemudian terjadi peningkatan manajemen dimana mereka memiliki pedoman produksi halal yang adalah acuan tata cara membuat produk halal. Memiliki metode pengujian halal yang merupakan cara pengukuran karakteristik atau audit, lalu hasilnya dibandingkan terhadap standar halal untuk digunakan sebagai penilaian kesesuaian. Hal ini mereka dapatkan dari acuan Sistem Jaminan Produk Halal. Sebagaimana dalam ketentuan UU no.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Berangkat dari observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada bagaimana perilaku dalam menghasilkan produk halal, peneliti temukan integritas Industri Kecil Menengah (IKM) Mahasiswa dilakukan dengan dibuktikan telah terbit sertifikat halal pada produk mereka. Strategi pengembangan kewirausahaan mahasiswa tidak terlepas dari peran pendidikan kewirausahaan pada Perguruan Tinggi [11]. Dan kewirausahaan adalah bagian dari sinergi ekosistem halal pada kampus. Sehingga produk yang dihasilkan Industri Kecil Menengah (IKM) Mahasiswa masuk kriteria produk halal.

KESIMPULAN

Implementasi pembelajaran Fiqih berkaitan pemahaman pengetahuan Fiqh pada produk halal memiliki peran signifikan. Sehingga nilai-nilai halal yang didapat melingkupi makna suci, bersih, murni, etika kerja, tanggungjawab dan kejujuran. Kesadaran dalam memproduksi produk halal tidak terlepas minat mahasiswa sendiri, sehingga peran pembelajaran Fiqh terimplementasikan oleh mahasiswa dengan kemampuan menumbuhkan sikap terhadap perilaku produksi halal, norma subyektif dan persepsi kemampuan mengendalikan perilaku tersebut. Mengingat makin tingginya kepedulian masyarakat akan kebutuhan produk halal, Wujud sertifikat halal pada produk akan memberikan nilai tambah, hal ini tentunya sangat membawa dampak positif, baik itu pada aspek kepatuhan terhadap perintah agama, juga pada bidang ekonomi dan perdagangan yang tentunya dapat menaikkan kesejahteraan Industri Kecil Menengah (IKM) Mahasiswa.

References

  1. M. Ali, "Konsep makanan halal dalam tinjauan syariah dan tanggung jawab produk atas produsen industri halal," AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah, vol. 16, no. 2, pp. 291-306, 2016.
  2. A. Muqit, "Makna Zuhud Dalam Kehidupan Prespektif Tafsir Al-Qur’an," Ta’wiluna: Jurnal Ilmu Al-Qur'an, Tafsir dan Pemikiran Islam, vol. 1, no. 2, pp. 36-51, 2020.
  3. A. M. Bohari, W. H. Cheng, and N. Fuad, "Analisis daya saing industri makanan halal di Malaysia: pendekatan strategi SWOT dan ICT," Jurnal Masyarakat dan Antariksa Malaysia, vol. 9, no. 1, pp. 1-11, 2013.
  4. R. Fahmi and T. Amanda, "Pengaruh pembelajaran kewirausahaan terhadap minat berwirausaha mahasiswa," Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol. 2, no. 1, pp. 33-42, 2017.
  5. F. M. Waharini¹ and A. H. Purwantini, "Model pengembangan industri halal food di Indonesia," 2018.
  6. W. McGehee, "Are We Using What We Know about Training?= learning Theory and Training," Personnel Psychology, vol. 11, no. 1, pp. 1-12, 1958.
  7. M. R. Masykur, "Pengaruh Pembukuan Hadits Terhadap Fikih," Al-Makrifat: jurnal kajian Islam, vol. 4, no. 1, pp. 64-74, 2019.
  8. N. Nurhayati, "Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum Dan Ushul Fikih," Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, vol. 2, no. 2, pp. 124-134, 2018.
  9. M. Y. Qardhawi, "Halal dan haram dalam Islam," 1980.
  10. R. Ramlan and N. Nahrowi, "Sertifikasi Halal Sebagai Penerapan Etika Bisnis Islami Dalam Upaya Perlindungan Bagi Konsumen Muslim," Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.
  11. S. L. Sulistiani, "Analisis maqashid syariah dalam pengembangan hukum industri halal di Indonesia," Law and Justice, vol. 3, no. 2, pp. 91-97, 2019.