Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Environment

Rip Current-Driven Abrasion: Unveiling Effects on Kota Bani Beach


Abrasi yang disebabkan oleh arus: Mengungkap Dampak yang Terjadi di Pantai Kota Bani

Universitas Bengkulu
Indonesia
Universitas Bengkulu
Indonesia
Universitas Bengkulu
Indonesia

(*) Corresponding Author

Rip Currents Abrasion Coastal Erosion Beach Morphology Coastal Management

Abstract

This study investigates the impact of rip currents on abrasion at Kota Bani Beach, North Bengkulu Regency. Through direct field measurements of current velocity, wave height, beach slope, and drone photo visualization, we classify Kota Bani Beach as a steep shoreline with up to 18° slope. Significantly, the eroded zone experiences the highest rip current occurrence, featuring current velocities of 1.9 m/s and wave heights of 1.72 m. Our findings underscore the influence of rip currents on beach abrasion, with the eroded zone exhibiting a pronounced susceptibility to rip current occurrence compared to the non-eroded zone. This research highlights the critical role of rip currents in coastal erosion processes, offering valuable insights for coastal management and mitigation strategies.

Highlight:

  • Rip Current Impact: Investigating the influence of rip currents on abrasion at Kota Bani Beach reveals a significant connection between these currents and shoreline erosion.

  • Erosion Hotspot: The eroded zone experiences the highest rip current occurrence, characterized by notable current velocities (1.9 m/s) and wave heights (1.72 m).

  • Management Insights: This study underscores the critical role of rip currents in driving coastal erosion, providing essential insights for developing effective coastal management and mitigation strategies.

Keyword: Rip Currents, Abrasion, Coastal Erosion, Beach Morphology, Coastal Management

Pendahuluan

Pantai memiliki fungsi sebagai buffer atau penghalang dari serangan gelombang, sehingga melindungi tebing pantai dan kontruksi bangunan seperti pemukiman masyarakat di sepanjang garis pantai [1]. Ketika pantai tidak mampu berfungsi sebagai buffer lagi maka dapat menyebabkan kerusakan pada daerah pantai salah satunya abrasi. Abrasi memberikan banyak dampak seperti dapat membahayakan pengunjung pantai ditambah lagi jika tidak memiliki fasilitas pengawasan. Jika terjadi secara terus-menerus dapat menggerus daratan yang menyebabkan kerugian masyarakat sekitar [2]. Faktor alam yang mempengaruhi abrasi adalah arus laut. Salah satu arus yang terdapat dipantai adalah arus ripcurrent[3].

Rip current merupakan arus di dekat pantai yang sangat berbahaya, terkonsentrasi melewati jalur sempit yang mengalir kuat ke arah laut pada zona pecah gelombang (surf zone) dan melintasi gelombang pecah sampai ke lepas pantai [4]. Rip current dapat menjadi penyebab terjadinya abrasi karena kuatnya arus rip current mampu menarik tanah di pesisir pantai, yang mana tanah itu sebelumnya telah terdorong oleh arus longshore current [5]. Setelah dilakukan survei sebelum penelitian rip current banyak ditemukan di kawasan Provinsi Bengkulu, salah satunya di Kabupaten Bengkulu Utara, Kecamatan Putri Hijau tepatnya Pantai Kota Bani. Pantai Kota Bani yang memiliki topografi curam, yaitu daratan lebih tinggi dibanding laut. Kondisi ini menyebabkan rawan mengalami kerusakan akibat abrasi dan sampai saat ini belum ditanggulangi oleh pemerintah. Semakin lama, jika dibiarkan pengikisan tanah di sekitar pantai ini dapat menggerus lahan perkebunan kelapa sawit warga dan akan mengalami banyak kerugian bagi warga sekitar.

Penelitian terkait masalah ripcurrentdan abrasi telah dilakukan oleh Supiyati, Ratmo dan Suwarsono mengenai identifikasi potensi arus rabak (ripcurrent) pernah dilakukan di perairan Pantai Sekunyit Bengkulu Selatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa zona potensi sering terjadinya arus rabak berada di sebelah Tenggara Pantai Sekunyit baik musim barat maupun musim timur [6]. Penelitian menggunakan citra satelit oleh Supiyati, Sulistyo dan Oktami mengenai perubahan garis pantai selama 10 tahun (2006-2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir laju rata-rata perubahan garis pantai akibat abrasi sebesar 12,63-18,48 meter/tahun, dengan abrasi tertinggi terjadi di daerah Muara Sambat (Maje) [7]. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di Pantai Kota Bani Kecamatan Putri Hijau dan beberapa penelitian sebelumnya, maka Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi zona ripcurrentdan mengetahui pengaruh ripcurrent terhadap abrasi di Pantai Kota Bani, Kecamatan Putri Hijau.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Kota Bani, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara pada tanggal 14 dan 15 Januari 2023 Pengambilan data lapangan dibagi menjadi 2 titik penelitian yaitu di titik abrasi dan tidak terabrasi. titik 1 terletak pada koordinat 3°14'5.57"S dan101°36'50.85"E, titik 2 terletak pada koordinat 3°13'57.17"S dan 101°36'43.84"E. Seperti terlihat pada Gambar 1.

Figure 1.Peta Pantai Kota Bani

Pengambilan data lapangan dimulai dengan tahap persiapan yaitu melakukan survei pantai yang terdampak abrasi dan terdapat arus rip current, kemudian menentukan titik pengambilan data. Selanjutnya, pengambilan data yang pertama yaitu penentuan morfologi pantai dengan mengukur kemiringan pantai disetiap titik lokasi penelitian dengan menggunakan clinometer, mengetahui jenis pantai, dan bentuk pantai. Pengukuran kecepatan arus dengan menggunakan current metter. Pengambilan data lapangan arus laut dilakukan selama 15 menit disetiap titik dengan interval waktu 1 menit dan arah arus dapat dilihat dengan menggunakan kompas. Setelah itu, tinggi gelombang laut diukur menggunakan Tide Gauge selama 2 jam dengan interval waktu 1 menit. Periode gelombang diamati dengan menggunakan stopwatchdengan interval 1 menit dalam 2 jam. Rip current diamati menggunakan foto udara menggunakan dronepada zona terabrasi dan tidak terabrasi.

Selanjutnya, data hasil kecepatan dan arah arus di pantai Kota Bani, Kecamatan Putri Hijau digambarkan dalam grafik kecepatan dan arah arus yang diolah dengan Software Microsoft Excel. Setelah itu, data hasil tinggi dan perioda gelombang di Pantai Kota Bani, Kecamatan Putri Hijau digambarkan dalam grafik tinggi dan periode gelombang terhadap waktu yang diolah dengan SoftwareMicrosoftExcel. Selanjutnya tinggi dan perioda gelombang diolah dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan 1 untuk menentukan nilai irribarenyang kemudian disesuaikan dengan klasifikasi untuk menentukan tipe gelombang pecah Pantai Kota Bani [8].

Figure 2.

Keterangan :

𝐻𝑏 : Tinggi gelombang pecah (m)

𝑁i : Bilangan Irribaren

𝛽 : Sudut kemiringan pantai (°)

𝜆 : Panjang gelombang (m) (dapat dihitung menggunakan persamaan 2) T : Periode (detik)

g : Kecepatan gravitasi (m/𝑠2)

d : Kedalaman gelombang pecah (m) (dapat dihitung menggnakan persamaan 3)

Hasil foto udara menggunakan drone di diolah menggunakan Software ArcGIS untuk pemetaan zona yang berpotensi munculnya rip current di Pantai Kota Bani. Analisis data yang dilakukan dalam model penelitian ini menggunakan metode secara deskriptif dan kuantitatif. Secara deskriptif yaitu dengan menganalisis data hasil pengolahan dalam bentuk gambar dan grafik, seperti grafik kecepatan arus laut dan gelombang laut. Analisis secara kuantitatif berdasarkan hasil dari pengukuran dan menghitung nilai bilangan irribaren (𝑁i) untuk menentukan tipe gelombang pecah.

Hasil dan Pembahasan

A. Morfologi Pantai

Hasil pengukuran morfologi Pantai Kota Bani tergolong cukup curam pada setiap titiknya. Titik 1 ini berada di daerah pantai yang terabrasi sedangkan titik 2 berada di daerah pantai yang tidak terabrasi. Kemiringan pantai tertinggi berada di titik 2 yaitu dengan kemiringan 18° dan titik 1 memiliki kemiringan yang rendah yaitu dengan kemiringan 16° dengan rata-rata kemiringan pantainya sebesar 17°. Morfologi pantai memiliki pengaruh akan kondisi gelombang laut [9]. Kemiringan pantai yang curam dapat menjadi faktor penyebab terjadinya abrasi karena dapat menimbulkan run up gelombang yang mana longshore current dan rip current bekerja secara sistematis membawa material ke arah laut [5]. Berdasarkan hasil pengukuran Pantai Kota Bani termasuk pantai yang curam dan memiliki jenis pantai yang berbatu dan berpasir dengan bentuk pantai yang lurus.

B. Arus Laut

Pengukuran kecepatan arus di Pantai Kota Bani dilakukan selama 15 menit dengan interval waktu 1 menit pada setiap titiknya. Berdasarkan hasil pengukuran, kecepatan arus laut cenderung bersifat fluktuatif yaitu mengalami peningkatan atau penurunan [10].

Pengukuran titik 1 di zona terabrasi diperoleh kecepatan arus maksimumnya sebesar 1,9 m/s dan kecepatan arus minimum 0,8 m/s sehingga kecepatan rata-rata sebesar 1,18 m/s. Pengukuran titik 2 di zona tidak terabrasi diperoleh kecepatan arus maksimumnya sebesar 1,7 m/s dan kecepatan arus minimum 0,6 m/s sehingga kecepatan rata-rata sebesar 1,09 m/s. Grafik dapat dilihat pada Gambar 2. Kecepatan arus laut yang terjadi dikarenakan oleh gaya dorong angin yang bertiup diatas laut serta perbedaan kemiringan yang signifikan [11]. Sehingga, semakin kencang angin maka semakin besar kecepatan arus yang dihasilkan begitupun sebaliknya.

Figure 3.Kecepatan arus Pantai Kota Bani : (a.) Zona terabrasi, (b.) Zona tidak terabrasi

C. Gelombang Laut

Gelombang laut di Pantai Kota Bani tergolong cukup tinggi, dari hasil pengukuran gelombang tertinggi mencapai 1,72 m dan terendah 0,01 m dengan rata-rata ketinggian mencapai 0,80 m/s pada zona terabrasi sedangkan di zona tidak terabrasi ketinggian gelombangnya 1,37 m/s dan terendah 0,2 m/s sehingga ketinggian rata-ratanya sebesar 0,33 m/s. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi gelombang menunjukkan bahwa tinggi gelombang tertinggi berada di di zona terabrasi. Grafik dapat di lihat pada Gambar 3.

Figure 4.Ketinggian Gelombang Pantai Kota Bani : (a.) Zona Terabrasi, (b.) Zona Tidak Terabrasi Pengambilan data lapangan periode gelombang dan tinggi gelombang yang dilakukan pada pukul 11:44 WIB

Pengambilan data lapangan periode gelombang dan tinggi gelombang yang dilakukan pada pukul 11:44 WIB sampai dengan 18:29 WIB. Periode tertinggi berada di titik 2 zona tidak terabrasi dengan nilai 9,08 s dan periode terendah dengan nilai 0,2 s yang berada di titik 1. Penentuan tipe gelombang pecah dilihat dari nilai Ni, berdasarkan hasil perhitungan gelombang diklasifikasikan sebagai tipe plunging dengan Ni tertinggi yaitu 2,3 dan terendah yaitu 0,4. Gelombang tipe plungingmerupakan gelombang yang pecah sempurna sehingga biasa membentuk celah terowongan (barrel) [12]. Gelombang pecah tipe plunging adalah yang paling efektif dalam membentuk kondisi ripcurrent.Selain itu,tipe gelombang pecah plungingdapat menyebabkan erosi [13].

D. Rip Current

Pengambilan data rip current diperoleh dengan pengukuran langsung di lokasi penelitian menggunakan drone DJI Mavic Pro. Drone digunakan dengan ketinggian kurang lebih 60 m di atas pantai. Pengambilan foto udara ripcurrentini dilakukan pada pukul 11:00 WIB. Ripcurrentdapat diidentifikasi sebagai celah pada garis gelombang dari pantai menuju laut. Hasil pengamatan kemunculan rip current pada zona terabrasi lebih banyak ditemukan rip currentdibanding zona tidak terabrasi [14]. Dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Figure 5.Kemunculan ripcurrentzona terabrasi

Zona terabrasi memiliki kemiringan yang cukup rendah sehingga rip current banyak ditemukan di daerah tersebut seperti yang telah dijelaskan oleh Setyawan, Setiyono dan Rochaddi bahwa rip current yang biasa terlihat di pantai dengan kemiringan yang relatif landai dan semakin landai kemiringan pantai maka semakin besar ripcurrent yang terjadi [15]. Hal ini juga dipengaruhi oleh tinggi gelombang, kecepatan arus yang tinggi dan waktu pengamatan juga dapat menjadi pengaruh banyak sedikitnya ripcurrentyang muncul.

Figure 6.Kemunculan ripcurrentzona tidak terabrasi

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemunculan rip current sering terjadi pada zona terabrasi yang menunjukkan bahwa rip current menjadi salah satu penyebab terjadinya abrasi di Pantai Kota Bani. Pada zona terabrasi di peroleh tipe gelombang pecah di Pantai Kota Bani yaitu tipe plunging dengan nilai irribaren 0,3-2,3 dan kemiringan pantai tertinggi sebesar 18°. Kecepatan arus tertinggi 1,9 m/s dan tinggi gelombang sebesar 1,72 m.

References

  1. Y. Zulkarnaen, T. Febrianto, dan D. Apdillah, “Pemetaan Daerah Rawan Abrasi Di Wilayah Pesisir Kota Tanjung pinang”, Jurnal Kelautan, 15(2), Juli 2022. Available at: http://doi.org/10.21107/jk.v15i2.11401.
  2. E. K. Rinjani, dkk. “Mitigasi Bencana Abrasi Pantai Melalui Penanaman Mangrove di Desa Seriwe, Jerowaru Lombok Timur”, Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA [Preprint], 2022. Available at: https://doi.org/10.29303/jpmpi.v3i2.1419.
  3. S. F. Setianto, N.B. Sukoco, dan W.S. Pranowo, “Pemodelan Pola Arus 2 Dimensi Musiman dan Dinamis Multilayer Kedalaman di Laut Banda”, Jurnal hidropolar, 6(1), pp. 14–20, 2021. Available at: https://doi.org/10.37875/hidropilar.v6i1.174.
  4. B. W. Mutaqin, M. Alwi, dan N.M. Adalya, “Analisis Spasial Arus Retas sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana di Desa Parangtritis Yogyakarta”, Media Komunikasi Geografi, 22(2), p. 195, 2021. Available at: https://doi.org/10.23887/mkg.v22i2.40014.
  5. B. Rachmat, dan C. Purwanto, “Morfologi Dasar Laut Kaitannya Dengan Proses Abrasi Pantai Di Perairan Pulau Marore, Sulawesi Utara”, Jurnal Geologi Kelautan, 9(1), p. 29, 2016 Available at: https://doi.org/10.32693/jgk.9.1.2011.198.
  6. Supiyati, E. Ratmo, dan Suwarsono “Identifikasi Potensi Arus Rabak Di Perairan Pantai Sekunyit Bengkulu Selatan”, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis , pp. 291–302, Agustus 2022 Available at: https://doi.org/10.29244/jitkt.v14i1.39016.
  7. Supiyati, B. Sulistyo, dan R. Oktami, “Analisis Perubahan Garis Pantai Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu Selama 10 Tahun (2006-2016)”, VI, pp. SNF2017-EPA-139-SNF2017-EPA-146, 2017 Available at: https://doi.org/10.21009/03.snf2017.02.epa.20.
  8. M.S. Legowo, dkk. “Analisis Kesesuaian Wisata Pantai Di Pulau Tunda Kabupaten Serang Provinsi Banten’,
  9. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 2019, 10(2), pp. 73–80.
  10. A. Isdianto, dkk. “Indeks Kerentanan Pesisir Ditinjau Dari Geomorfologi, Elevasi, Dan Ancaman Gelombang Untuk Mewujudkan Ketahanan Ekosistem Pesisir Vulnerability Index Based on Coastal Geomorphology, Elevation and Threats Waves for Coastal Ecosystem Resilience”, Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, 8(2), pp. 69–80, 2022. Available at : http://dx.doi.org/10.20527/jukung.v8i2.14912.
  11. D. D. Kartika, C. R. N. Dian, dan S. Fajar, “Prediksi Kecepatan Arus Laut Di Perairan Selat Bali Menggunakan Metode Exponential Smoothing Holt-Winters”, 02(01), pp. 12–17, 2020. [Online] http://journal.unirow.ac.id/index.php/mv
  12. A. M. Lubis,. dkk. “Investigasi Arus Sejajar Pantai (Longshore Current) di Daerah Abrasi Bengkulu Utara”,
  13. Jurnal Kelautan Tropis, 23(3), pp. 316–324, 2020. Available at: https://doi.org/10.14710/jkt.v23i3.8045.
  14. K. Santoso, I. D. N. N. Putra, and I. G. B. S. Dharma, “Studi Hindcasting Dalam Menentukan Karakteristik Gelombang dan Klasifikasi Zona Surf Di Pantai Uluwatu, Bali", Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), p. 119, 2019. Available at: https://doi.org/10.24843/jmas.2019.v05.i01.p15.
  15. M. A. Zainul, A. Kusuma, dan N. Hidayati, “Pemodelan Dan Analisis Perubahan Garis Pantai Di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur”, JFMR-Journal of Fisheries and Marine Research, 5(2), 2021. Available at: https://doi.org/10.21776/ub.jfmr.2021.005.02.19.
  16. K. Nurfa, dan A. R. Hariyadi, “Pemetaan Zona Rip Current sebagai Upaya Peringatan Dini Untuk Bahaya Pantai (Lokasi Kajian : Pantai Kuta Bali)”, Jurnal Oseanografi, 2(2), pp. 151–160, 2013.
  17. R. Setyawan, H. Setiyono, dan B. Rochaddi, “Studi RIP Current Di Pantai Taman, Kabupaten Pacitan”,
  18. Journal of Oceanography, 6(4), pp. 639–649, 2017.