Abstract
Friction Stir Welding (FSW) is an eco-friendly process known for high-quality joints without filler metal. This study investigated the physical properties of FSW-welded joints in AA6061-T651 aluminum alloy by varying the concave shoulder angle. Optimal process parameters were determined through Taguchi optimization using an Orthogonal Array design. Macro and micro testing revealed overlap defects, kissing bond defects, and wormholes in some samples. Systematic experimentation identified key parameters to avoid defects, including tool rotation speed, welding speed, tool tilt angle, tool indentation angle, and shoulder depth. Visual inspection and microstructural analysis played a crucial role in assessing weld quality. Optimizing welding parameters, such as rotational speed, welding speed, temperature, and tool geometry, was highlighted as crucial for defect-free joints. The study offers valuable insights for researchers and professionals in the field, promoting the advancement and application of FSW in aluminum alloy welding.
Highlight:
- FSW: An environmentally friendly welding process with good joint quality.
- Defect Analysis: Identification of overlap defects, kissing bond defects, and wormholes in welded joints.
- Process Optimization: Determination of optimal parameters to avoid defects, including tool rotation speed, welding speed, tool tilt angle, tool indentation angle, and shoulder depth.
Keyword:
Friction Stir Welding, AA6061-T651 Aluminum Alloy, Welded Joint Analysis, Process Optimization, Defect Prevention
PENDAHULUAN
Bahan AA6061-T651 adalah jenis aluminium paduan yang memiliki sifat mekanis yang baik dan tahan terhadap korosi. AA6061-T651 terdiri dari aluminium (Al), magnesium (Mg), dan silikon (Si) sebagai elemen utamanya [1]. Bahan ini telah mengalami perlakuan panas setelah proses pencetakan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasannya [2]. Proses pengelasan AA6061-T651 umumnya dilakukan dengan metode pengelasan Tungsten Inert Gas (TIG) atau Gas Metal Arc Welding (GMAW), yang juga dikenal sebagai pengelasan MIG (Metal Inert Gas) [3]. Meskipun pengelasan AA6061-T651 dengan metode Tungsten Inert Gas (TIG) atau Gas Metal Arc Welding (GMAW) umum dilakukan, ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam proses pengelasan bahan ini. Pengelasan aluminium membutuhkan keterampilan dan pengalaman khusus karena aluminium memiliki karakteristik termal yang berbeda dari logam ferrous (seperti baja). Pekerjaan yang buruk dapat menyebabkan cacat pengelasan, seperti retak, porositas, atau perlakuan panas yang tidak merata. Aluminium memiliki konduktivitas termal yang sangat tinggi. Ini berarti bahwa panas cepat diserap dan tersebar ke area sekitarnya saat pengelasan. Hal ini dapat menyebabkan sulitnya mempertahankan fokus panas di daerah pengelasan yang diinginkan dan meningkatkan kemungkinan distorsi atau deformasi pada bahan. Aluminium memiliki afinitas tinggi terhadap oksigen dan mudah teroksidasi saat terkena udara. Oksidasi dapat membentuk lapisan oksida yang melindungi permukaan aluminium, menyulitkan pengelasan yang kuat. Untuk menghindari oksidasi, diperlukan penggunaan gas pelindung yang tepat dan perlakuan permukaan yang benar sebelum pengelasan. Proses pengelasan yang mungkin lebih cocok untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang terjadi adalah dengan teknik Friction Stir Welding (FSW) [4].
FSW adalah metode pengelasan solid-state yang inovatif dan non-fusi untuk menggabungkan material logam. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1991 oleh The Welding Institute (TWI) [5]. FSW menggunakan gerakan rotasi dan tekanan untuk menghasilkan penggabungan yang kuat antara dua atau lebih potongan logam. Proses FSW melibatkan penggunaan tool/alat. Tool/alat yang digunakan dalam proses FSW sangat penting untuk keberhasilan pengelasan [6]. Tool FSW memiliki desain khusus dengan pin dan shoulder yang sesuai. Selama proses FSW, pin dan shoulder bekerja bersama-sama untuk menghasilkan gesekan yang memanaskan dan memadatkan logam. Pin bertanggung jawab untuk pergerakan dan adanya gaya gesekan, sementara shoulder memberikan tekanan yang diperlukan untuk pembentukan ikatan padat [7]. Desain dan geometri yang tepat dari pin dan shoulder membantu mencapai ikatan yang kuat dan homogen antara potongan logam yang digabungkan. Tool FSW juga berperan dalam distribusi panas yang tepat selama proses pengelasan. Gerakan rotasi dan tekanan yang diterapkan oleh tool menghasilkan panas yang cukup untuk melunakkan logam tetapi tidak sampai mencairkan. Distribusi panas yang terkendali dan konsisten membantu mencegah deformasi atau distorsi yang tidak diinginkan serta memastikan struktur butir yang halus pada ikatan pengelasan.
Tool FSW harus cukup kuat dan tahan lama untuk menahan beban dan tekanan yang dihasilkan selama proses pengelasan. Tool FSW harus mampu mengatasi gesekan dan panas yang dihasilkan tanpa deformasi atau kegagalan [8]. Material yang digunakan untuk membuat tool FSW biasanya memiliki kekerasan tinggi dan ketahanan terhadap suhu tinggi agar dapat bertahan dalam kondisi operasional yang keras. Kualitas dan performa tool FSW berkontribusi pada konsistensi dan repeatabilitas hasil pengelasan. Tool yang konsisten dan terjamin kualitasnya akan menghasilkan pengelasan yang seragam dan dapat diandalkan dari waktu ke waktu. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap pengelasan memenuhi persyaratan kekuatan, kualitas, dan tuntutan desain yang diinginkan. Pemilihan, perawatan, dan penggantian tool FSW secara teratur sangat penting dalam memastikan keberhasilan proses pengelasan FSW [5]. Bagian tool yang penting untuk membantu mencapai ikatan pengelasan yang kuat, menghindari cacat, dan menghasilkan hasil yang berkualitas dalam aplikasi FSW adalah sudut bahu cekung.Top of Form Pada penelitian ini, membahas pengaruh sudut bahu cekung tool terhadap karakteristik sifat fisik sambungan las pada pengelasan material AA6061-T651.
METODE
Pada penelitian ini material spesimen yang digunakan adalah plat AA6061-T651. Jumlah spesimen keseluruhan yang digunakan adalah 48 pasang, terbagi dalam tiga replikasi masing-masing replikasi berjumlah 16 pasang. Dimensi plat berukuran 200mm x 75mm x 6mm. Desain eksperimen proses FSW menggunakan bantuan software statistik Minitab 17. Strategi pada desain eksperimen dengan metode Taguchi adalah matriks eksperimennya yaitu menggunakan Orthogonal Array (OA). Metode ini merupakan jenis fractional factor design dengan jumlah informasi efek parameter yang maksimum dan jumlah eksperimen yang minimum. Dalam penelitian ini menggunakan empat faktor terkendali, dimana masing-masing variabel memiliki 4 level. Setelah mengetahui faktor dan level yang akan digunakan dalam desain eksperimen Taguchi adalah menentukan nilai DoF. Pemilihan OA fokus pada total DoF pada parameter proses. Perhitungan nilai DoF ditampilkan pada Tabel 2.1 berikut ini. Desain eksperimen hasil perhitungan DoF 12 menghasilkan OA L16(44) seperti pada Tabel 2.2. Set Up proses FSW dilakukan pada meja mesin frais universal type X6322C WEIDA seperti pada Gambar 2.1 Bahan jig FSW terbuat dari bahan ST45 dengan beberapa lubang baut yang digunakan untuk mengikat spesimen. Untuk analisis visual menggunakan kamera DSLR dan Mikroskop Optik.
No | Parameter proses FSW | Jumlah level | Jumlah DoF |
1 | Kecepatan rotasi tool (KRT)rpm | 4 | 3 |
2 | Kecepatan pengelasan (KP)mm/min | 4 | 3 |
3 | Sudut kemiringan tool (SKT)° | 4 | 3 |
4 | Sudut bahu cekung tool (SBC)º | 4 | 3 |
Jumlah | 12 |
No. Eksp | Parameter proses | Jumlah pengulangan data | |||||
Kecepatan rotasi tool (rpm) | Kecepatan pengelasan (mm/min) | Sudut kemiringan tool (deg.) | Sudut bahu cekung tool (deg.) | R1 | R2 | R3 | |
1 | 765 | 24 | 2 | 2 | - | - | - |
2 | 765 | 43 | 2.5 | 5 | - | - | - |
3 | 765 | 65 | 3 | 8 | - | - | - |
4 | 765 | 90 | 3.5 | 11 | - | - | - |
5 | 1208 | 24 | 2.5 | 8 | - | - | - |
6 | 1208 | 43 | 2 | 11 | - | - | - |
7 | 1208 | 65 | 3.5 | 2 | - | - | - |
8 | 1208 | 90 | 3 | 5 | - | - | - |
9 | 1907 | 24 | 3 | 11 | - | - | - |
10 | 1907 | 43 | 3.5 | 8 | - | - | - |
11 | 1907 | 65 | 2 | 5 | - | - | - |
12 | 1907 | 90 | 2.5 | 2 | - | - | - |
13 | 3022 | 24 | 3.5 | 5 | - | - | - |
14 | 3022 | 43 | 3 | 2 | - | - | - |
15 | 3022 | 65 | 2.5 | 11 | - | - | - |
16 | 3022 | 90 | 2 | 8 | - | - | - |
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Eksperimen
Hasil pengelasan dengan rancangan desain eksperimen L16 (44) yang dievaluasi pada kecepatan rotasi tool 3022rpm dan variasi sudut bahu cekung tool (2, 5, 8, dan 11)º. Hasil pengelasan FSW difoto makro dengan kamera DSLR disajikan pada Gambar 2.2. Untuk menunjukkan bagian dalam hasil pengelasan FSW, spesimen dipotong kemudian difoto menggunakan mikroskop optik metalografi. Hasil foto mikroskop optik metalografi disajikan pada Gambar 2.3. Visualisasi hasil las FSW dilakukan untuk memeriksa dan mengevaluasi sambungan yang dihasilkan oleh teknik FSW secara visual. Dalam visualisasi ini, beberapa aspek penting yang diperhatikan adalah struktur mikro, integritas sambungan, dan penampilan fisik. Visualisasi hasil las FSW pada Gambar 2.2 (a) adalah hasil pengelasan dengan parameter proses FSW: KRT 3022rpm, KP 43mm/min, SKT 3º, dan SBC 2°. Penampilan fisik pada permukaan sambungan terjadi cacat flash. Cacat flash terjadi disepanjang jalur las baik sisi maju maupun sisi mundur. Cacat flash ini terjadi karena kecepatan rotasi tool tinggi dan kecepatan pengelasan rendah sehingga menyebabkan penumpukan material yang tidak terkendali pada permukaan sambungan. Selain itu sudut kemiringan tool yang besar juga dapat mempengaruhi aliran material selama proses pengelasan. Ketika tool bergerak di sepanjang sambungan las dengan sudut kemiringan besar, material akan terdorong ke arah tertentu, menghasilkan aliran yang berbeda dibandingkan dengan sudut kemiringan yang lebih kecil. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi material, pemadatan, dan penggabungan yang baik antara bahan yang dilas. Pada Gambar 2.2 (b) adalah hasil pengelasan dengan parameter proses FSW: KRT 3022rpm, KP 24mm/min, SKT 3.5º, dan SBC 5°. Penampilan fisik pada permukaan hampir sama seperti yang terjadi pada Gambar 2.2 (a) bedanya cacat flash yang terjadi lebih sedikt. Penyebab perbedaan ini adalah terletak pada sudut bahu cekung pada tool lebih besar sehingga dapat membantu mengarahkan aliran material ke sisi bahu cekung yang lebih curam. Ini dapat memfasilitasi penggabungan yang lebih baik antara material yang dilas dan mengurangi risiko terbentuknya cacat seperti flash dan porositas.
Visualisasi hasil las FSW pada Gambar 2.2 (c) adalah hasil pengelasan dengan parameter proses FSW: KRT 3022rpm, KP 90mm/min, SKT 2º, dan SBC 8°. Pada hasil pengelasan tersebut terjadi cacat flash removed. Cacat ini terjadi karena kondisi di mana terjadi penghapusan atau penghilangan cacat flash yang terbentuk selama proses FSW. Penghapusan ini dipengaruhi oleh kecepatan pengelasan yang tinggi. Selain itu, kecepatan pengelasan yang tinggi juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian geometri pada sambungan las, menghasilkan ketidakpresisian dalam bentuk dan dimensi. Pada Gambar 2.2 (d) adalah hasil pengelasan dengan parameter proses FSW: KRT 3022rpm, KP 65mm/min, SKT 2.5º, dan SBC 11º. Penampilan fisik pada permukaan terjadi cacat scalloping. Cacat scalloping ditandai dengan terbentuknya goresan-goresan melingkar atau melingkar dengan pola yang berulang pada permukaan sambungan las. Penyebab terjadinya cacat ini adalah kecepatan rotasi alat yang terlalu tinggi. Kecepatan rotasi alat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan gesekan yang berlebihan antara alat pengaduk dan material. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gesekan yang terlalu tinggi pada permukaan material yang terdekat dengan alat, menghasilkan goresan dan pola melingkar yang dikenal sebagai cacat scalloping. Kecepatan maju (travel speed) yang tidak sesuai. Kecepatan maju yang terlalu cepat dapat mengakibatkan pergesekan yang terlalu cepat antara alat pengaduk dan material. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya gesekan yang berlebihan dan menyebabkan cacat scalloping.
Morfologi hasil potongan pada Gambar 2.3 (a) dan (b) menghasilkan pengelasan yang baik tidak terjadi cacat. Akan tetapi, pada Gambar 2.3 (c) dan (d) terjadi cacat terowongan didaerah weld metal (WM).Cacat terowongan (tunnel defect) adalah cacat yang terjadi pada hasil las friction stir welding (FSW) di mana terdapat celah atau saluran yang terbentuk di tengah-tengah sambungan las. Cacat ini disebabkan karena kecepatan pengelasan terlalu tinggi menyebabkan pergeseran terlalu cepat antara alat pengaduk dan material. Jika kecepatan pengelasan terlalu tinggi, material tidak memiliki waktu yang cukup untuk bergabung dengan sempurna. Hal ini yang menghasilkan celah atau saluran di tengah-tengah sambungan las yang disebut cacat terowongan.
Pembahasan
Hasil eksperimen pada Gambar 2.2 secara visual dapat dilihat bahwa permukaan yang terbaik adalah pada Gambar 2.2 (c) dan (d). Akan tetapi, apabila dilihat dari hasil potongan menunjukkan bahwa hasil eksperimen tersebut terjadi cacat terowongan. Untuk menghindari terjadinya cacat ini maka pengaturan parameter proses harus dilakukan. Parameter proses tersebut adalah: Kecepatan rotasi alat: Kecepatan rotasi alat pengaduk (tool) mempengaruhi tingkat gesekan dan panas yang dihasilkan selama proses FSW. Untuk menghindari cacat terowongan, pastikan kecepatan rotasi alat cukup tinggi agar terjadi gesekan yang adekuat antara alat dan material, sehingga material mencapai suhu leleh yang tepat. Kecepatan maju (travel speed): Kecepatan maju yang optimal sangat penting dalam menghasilkan sambungan las yang baik. Kecepatan maju lebih dari 65mm/min dapat mengakibatkan pergerakan terlalu cepat antara alat dan material, menyebabkan material tidak memiliki waktu yang cukup untuk bergabung dengan baik. Pastikan untuk menggunakan kecepatan maju kurang dari 65mm/min agar material dapat bergabung secara efektif. Tekanan vertikal: Tekanan vertikal yang diterapkan pada alat pengaduk penting untuk mendorong material ke bawah dan ke samping. Pastikan tekanan vertikal yang cukup diterapkan agar material kontak dengan bahu alat secara optimal, mengurangi risiko terbentuknya celah atau saluran. Pengaturan kedalaman bahu tool terhadap material las sangat berpengaruh terhadap cacat flash dan terowongan. Suhu pengelasan: Suhu pengelasan yang tepat juga penting untuk mencegah terjadinya cacat terowongan. Pastikan suhu yang diterapkan cukup tinggi untuk melelehkan material dengan baik dan memungkinkan penggabungan yang optimal. Perhatikan juga kecepatan pendinginan agar material mendingin secara seragam dan menghindari terbentuknya cacat. Desain geometri alat pengaduk terutama sudut bahu cekung: Desain geometri alat pengaduk dapat memengaruhi aliran material dan distribusi panas selama proses FSW. Pilihlah desain geometri alat pengaduk yang sesuai dengan jenis material dan ketebalan material yang akan dilas untuk menghindari terjadinya cacat terowongan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa parameter proses yang terbaik adalah kecepatan rotasi tool 3022rpm, Kecepatan pengelasan kurang dari 65mm/min, sudut kemiringan tool (3-3,5)°, serta sudut bahu cekung tool sebesar (2-5)º. Untuk menghindari flash dan pengelasan kurang isi pengaturan kedalaman bahu terhadap material las sebesar (0,1-0,2)mm.
SIMPULAN
Visualisasi hasil las FSW sangat penting untuk mengevaluasi kualitas dan kekuatan sambungan yang dihasilkan oleh teknik ini. Dengan melakukan pengamatan mikrostruktur, menilai integritas sambungan, dan memperhatikan penampilan fisik, visualisasi dapat memberikan informasi yang berharga tentang kualitas sambungan las dan membantu dalam pengambilan keputusan tentang kelayakan penggunaan hasil las FSW. Penting untuk memperhatikan parameter pengelasan yang optimal, termasuk kecepatan rotasi alat, kecepatan maju, suhu pengelasan, dan desain geometri alat pengaduk. Uji coba dan pengamatan yang cermat juga diperlukan untuk menentukan parameter yang tepat sesuai dengan jenis material, ketebalan material, dan kondisi pengelasan yang diinginkan.
References
- T. Ahammed, "A Review on AA 6061 Metal Matrix Composites Produced by Stir Casting," Journal of Materials and Metallurgical Engineering, vol. 5, no. 1, pp. 1-9, 2021.
- T. Nakamura, T. Obikawa, E. Yukutake, S. Ueda, and I. Nishizaki, "Tool Temperature and Process Modeling of Friction Stir Welding," Journal of Materials Engineering, vol. 10, pp. 78-94, 2018. DOI: https://doi.org/10.4236/mme.2018.81006.
- D. S. Correia, C. V. Gonçalves, S. C. Sebastião, and V. A. Ferraresi, "GMAW Welding Optimization Using Genetic Algorithms," Journal of the Brazilian Society of Mechanical Sciences and Engineering, vol. 26, pp. 28-33, 2004. DOI: https://doi.org/10.1590/s1678-58782004000100005.
- C. Mahananda, S. Jeet, and S. Kar, "Review on Application of Friction Stir Welding," International Journal of Scientific and Engineering Research, vol. 9, pp. 51-54, 2018.
- R. S. Mishra and Z. Y. Ma, "Friction Stir Welding and Processing," Materials Science and Engineering: R: Reports, vol. 50, pp. 1-78, 2005. DOI: https://doi.org/10.1016/j.mser.2005.07.001.
- R. Rai, A. De, H. K. D. H. Bhadeshia, and T. DebRoy, "Review: Friction Stir Welding Tools," Science and Technology of Welding and Joining, vol. 16, pp. 325-342, 2011. DOI: https://doi.org/10.1179/1362171811Y.0000000023.
- Z. Zhou, Y. Yue, S. Ji, Z. Li, and L. Zhang, "Effect of Rotating Speed on Joint Morphology and Lap Shear Properties of Stationary Shoulder Friction Stir Lap Welded 6061-T6 Aluminum Alloy," International Journal of Advanced Manufacturing Technology, vol. 88, pp. 2135-2141, 2017. DOI: https://doi.org/10.1007/s00170-016-8924-6.
- V. Malik, N. K. Sanjeev, H. S. Hebbar, and S. V. Kailas, "Investigations on the Effect of Various Tool Pin Profiles in Friction Stir Welding Using Finite Element Simulations," Procedia Engineering, vol. 97, pp. 1060-1068, 2014. DOI: https://doi.org/10.1016/j.proeng.2014.12.384.