Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Agriculture
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.6626

Efficacy of Annona muricata (Soursop) Leaf Extracts on Locust Mortality: An Environmentally Friendly Approach to Pest Control in Pterocarpus indicus Cultivation


Khasiat Ekstrak Daun Annona muricata (Sirsak) Terhadap Kematian Belalang: Pendekatan Ramah Lingkungan Pengendalian Hama Pada Budidaya Pterocarpus indicus

Fakutas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Pattimura Ambon
Indonesia
Fakutas Pertanian Jurusan Kehutanan, Universitas Pattimura Ambon
Indonesia
Fakutas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Pattimura Ambon
Indonesia

(*) Corresponding Author

Annona muricata Soursop Leaf Extract Biopesticide Locust Mortality Pterocarpus indicus Cultivation

Abstract

This research aimed to examine the effectiveness of different concentrations of soursop (Annona muricata) leaf extracts on locust mortality in Pterocarpus indicus plants. A completely randomized design was used involving various concentrations of soursop leaf extracts (0, 250g, 500g, 750g, 1000g per liter of water), each tested in triplicate. Each experiment included 20 locusts, with a total of 300 locusts required for all tests. The soursop leaf extract was prepared by blending fresh leaves with water and filtering, then applied using a sprayer at six-hour intervals. Data analysis was performed using the analysis of variance (ANOVA) method. The results demonstrated that soursop leaf extract significantly affected locust mortality across all concentrations, with even the lowest concentration (250g/L) proving effective. These findings suggest that soursop leaf extract represents a potent, natural biopesticide for locust control, underlining its importance for farmers and offering a sustainable and environmentally friendly solution to pest management in Pterocarpus indicus cultivation.

Highlights:

  1. Soursop (Annona muricata) leaf extract demonstrates significant effectiveness as a biopesticide against locusts in Pterocarpus indicus plants.
  2. Even the lowest concentration (250g/L) of soursop leaf extract can effectively control locust populations, indicating a high potency.
  3. The use of soursop leaf extract as a biopesticide offers a sustainable, environmentally friendly approach to pest management in agricultural settings.

Keywords: Annona muricata, Soursop Leaf Extract, Biopesticide, Locust Mortality, Pterocarpus indicus Cultivation.

Pendahuluan

Penggunaan pestisida masih lazim di kalangan petani Indonesia untuk tujuan pengendalian hama. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 107 tahun 2014, pestisida sintetis adalah senyawa kimia yang memiliki sifat pestisida yang kuat, yang ditandai dengan kemudahan aplikasi dan kemanjuran yang cepat. Oleh karena itu, PES telah menjadi pilihan utama di kalangan petani. Penggunaan pestisida memiliki potensi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan meningkatkan hasil pertanian. Namun, sebaliknya, pestisida juga berpotensi menyebabkan kerusakan pada ekosistem dan menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia melalui keracunan. Pengelolaan dan budidaya flora selalu rentan terhadap kehadiran hama dan penyakit. Insiden serangan hama atau penyakit mengakibatkan penerapan berbagai tindakan pengendalian. Sampai saat ini, upaya pengendalian hama dan penyakit masih bertumpu pada penggunaan pestisida buatan. Penggunaan beragam pestisida sintetis telah terbukti menimbulkan tantangan lingkungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada efek toksik pada kesehatan manusia, kematian organisme non-target, wabah hama sekunder, resistensi organisme pengganggu tanaman (OPT), serta pencemaran tanah, air dan air [1]. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida dapat berlangsung lama. Kerusakan lingkungan dapat muncul dalam berbagai bentuk seperti pencemaran tanah, air, dan air. Menurut Glio, telah diamati bahwa dalam skenario praktis, tidak semua pestisida mencapai tujuan yang dimaksudkan. Sekitar 20% pestisida efektif dalam aplikasi target mereka, sementara 80% sisanya cenderung menghilang atau mengendap di tanah, kemudian terbawa oleh air hujan dan air tanah ke sungai atau danau terdekat [2].

Biopestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari bagian tumbuhan, seperti daun, buah, biji, akar, atau ranting. Bagian-bagian tersebut dapat berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak, pengikat dan penghambat pertumbuhan organisme pengganggu [3]. Salah satu jenis tumbuhan yang bisa digunakan sebagai biopestisida nabati ialah Daun Sirsak.

Biopestisida nabati memiliki kelebihan dan kekurangan [4]. Manfaatnya antara lain ramah lingkungan, murah, dan mudah didapat, tidak meracuni tanaman/produk pertanian menjadi tidak sehat, dan tidak menimbulkan kekebalan pada hama. Kerugiannya termasuk; Daya kerjanya relatif lambat, tidak membunuh hama target secara langsung, tidak tahan terhadap sinar matahari, dan kurang praktis karena harus disemprotkan berulang kali. Selain itu, pestisida tanaman tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena senyawanya mudah terurai sehingga semakin lama disimpan, semakin lemah toksisitasnya. Sementara itu, menurut Pemanfaatan pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan sekaligus kelemahan. Salah satunya adalah bahan aktif pestisida nabati cepat terurai sehingga residunya relatif tidak mencemari lingkungan, dan hasil pertanian relatif aman untuk dikonsumsi meskipun petani masih melakukan tindakan pengendalian hama sebelum panen, Namun, karena biodegradabilitasnya, untuk mendapatkan hasil yang optimal, biopestisida nabati harus diterapkan lebih intensif daripada pestisida sintetis.

Tanaman Sirsak (Annona muricataLinn) berpotensi sebagai bahan pestisida hayati. Daun sirsak mengandung senyawa acetogenin, yakni asimisin, bulatasin, squamosin, saponin, flavonoid, dan tanin [5]. Menurut Kardinan, insektisida nabati yang berasal dari daun sirsak dapat digunakan petani sebagai pengendali hama yang efektif membunuh hama belalang dan lain-lain [6]. Senyawa aktif yang terdapat dalam daun sirsak berfungsi sebagai racun kontak dan racun perut bagi serangga. Bagian tanaman sirsak yang digunakan untuk membuat insektisida nabati adalah daun dan bijinya. Namun sampai saat ini masih sangat sedikit informasi yang ada mengenai pemanfaatan daun sirsak sebagai insektisida nabati

Sirsak (Annona muricataL) merupakan salah satu jenis tanaman buah yang dapat tumbuh dipekarangan rumah pada ketinggian sekitar 1000 mdpl. Sirsak merupakan bahan obat tradisional yang memiliki banyak khasiat. Dalam industri makanan, sirsak diolah mnjadi selai buah, sari buah, sirup, dan dodol sirsak. Daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, yakni acimisin, bulatacin, dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetoginin memiliki keistimewaan sebagai antifeedant, yakni membuat serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian Tanaman yang disukainya, pada konsentrasi rendah, senyawa acetoginin bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya [7].

Negeri Lilibooi terletak di pinggiran Kota Ambon termasuk dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah, namun berada satu daratan dengan wilayah Kota Ambon. Negeri Lilibooi memiliki salah satu persemaian milik (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung) dengan luas 0,25 ha dengan beberapa jenis bibit yang dibuat yaitu Cengkeh, Pala, Linggua, Titi, dan Coklat. Dengan jumlah keseluruhan tanaman adalah 25.000 tanaman. Didalam persemain tersebut terdapat hama yang menyerang namun para petani disana masih menggunakan pestisida kimia contohnya yang dimana pestisida tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan maupun kualitas dari tanaman tersebut maka dari itu alternatif pemanfaatan pestisida nabati yang berasal dari tanaman sangat penting dalam pengendalian hayati untuk menuju pertanian yang berwawasan lingkungan. Biopestisida nabati sebenarnya merupakan kearifan lokal bangsa Indonesia, karena banyak masyarakat yang sudah mengetahui jenis tanaman yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman, namun kurang dikembangkan, sementara Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Maka dari itu penting dikembangkan pemanfaatan berbagai jenis tanaman sebagai biopestisida nabati untuk menuju pertanian yang ramah lingkungan. Banyaknya tanaman yang mempunyai zat aktif sebagai biopestisida hayati, maka perlu diketahui jenis tanaman apakah yang efektif untuk pengendalian hama pada tanaman yang ada di persemaian Kebun Bibit Rakyat sehingga dapat mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan.

Metode

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Persemaian Kebun Bibit Rakyat Desa Lilibooi Kecamatan Leihitu Barat dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Pertanian Universitas Pattimura dan berlangsung dari bulan September-oktober 2022

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yakni :

  1. Alat tulis menulis untuk menulis jumlah kematian Belalang
  2. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian
  3. Blender untuk menghaluskan semua bahan biopestisida
  4. Sendok 1 buah untuk mengaduk campuran biopestisida
  5. Botol plastik 4 buah untuk menyimpan ekstrak biopestisida
  6. Penyaring 1 buah untuk menyaring ekstrak biopestisida
  7. Sprayer untuk menyemprot Belalang
  8. Toples 12 buah untuk menyimpan Belalang
  9. Kain kasa roll ukuran 20 x 20 cm untuk menutup toples
  10. Pisau/gunting untuk memotong daun sirsak

Bahan yang digunakan yakni :

  1. Daun Sirsak (Annona muricataLinn), sebanyak 2,5 kg sebagai bahan pembuatan biopestisida
  2. Air 4 L untuk mencampur bahan-bahan biopestisida

Pembuatan ekstrak daun sirsak

Bahan-bahan yang digunakan yakni Daun Sirsak. Langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu

Siapkan daun sirsak segar sebanyak 2.5 kg, dan dipisahkan sesuai dengan masing-masing konsetrasi yaitu 250 gram, 500 gram, 750 gram dan 1000 gram, dicuci dengan air sampai bersih

Daun Sirsak dipotong-potong, kemudian ditimbang sesuai dengan konsentrasinya masing-masing..

Masing-masing bahan tersebut di haluskan menggunakan blender dengan takaran air 1 liter untuk setiap bahan.

Setelah dihaluskan bahan tersebut dimasukan kedalam ember untuk didiamkan selama 24 jam.

Semua bahan disaring untuk memisahkan ampasnya.

Aplikasi biopestisida nabati

Hasil ekstrak Daun Sirsak dimasukan kedalam botol sprayer sesuai dengan konsentrasi yang telah ditentukan, kemudian ditambahkan 1 sendok teh sabun sunlight.

Setelah semua ekstrak dimasukkan kedalam botol sprayer, biopestisida disemprotkan pada tiap Daun Linggua di dalam toples Belalang

Penyemprotan biopestisida dilakukan setiap hari dari pagi sampai sore, disemprot dalam setiap waktu 6 jam.

Pengambilan data

Pengamatan dan pengambilan data dilakukan sebelum dan sesudah penyemprotan biopestisida nabati pada hama Belalang.

Pengolahan data

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 1 perlakuan yaitu konsentrasi Daun Sirsak terdiri 4 taraf dengan 3 kali ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 20 ekor belalang, setiap perlakuan dibutuhkan 60 ekor Belalang dan total Belalang yang dibutuhkan ialah 300 ekor Belalang.

Perlakuan tersebut : P1 (250 gram), P2 (500 gram), P3 (750 gram) P4 (1000 gram)

P0 : tanpa pemberian biopestisida nabati (kontrol)

P1 : Daun Sirsak 250 gram : 1 liter air

P2 : Daun Sirsak 500 gram : 1 liter air

P3 : Daun sirsak 750 gram : 1 liter air

P4 : Daun Sirsak 1000 gram : 1 liter air

Perlakuan Konsentrasi Biopeptisida Ulangan
I II III
P0 (kontrol) P0.I P0.II P0.III
P1 (250gr) P1.I P1.II P1.III
P2 (500gr) P2.1 P2.II P2.III
P3 (750gr) P3.I P3.II P3.III
P4 (1000gr) P4.1 P4.II P4.III
Table 1.Tata Letak Penelitian di Lapangan

Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh uji evektifitas ekstrak Daun Sirsak sebagai pengendali hama Belalang , maka dianalisis dengan menggunakan sidik ragam ANOVA [8] (figure 1).

Figure 1.Analisis Sidik Ragam (Anova)

Parameter yang diamati

Paramater yang di amati adalah pengamatan pada keberhasilan biopestisida nabati terhadap mortalitas hama Belalang pada masing-masing perlakuan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil penelitian pada figure 2. menunjukkan bahwa pemberian Biopestisida Nabati Daun Sirsak dengan berbagai konsentrasi tidak menyebabkan kematian secara langsung pada Belalang tetapi pada daya tahan tubuh, sistem saraf dan gangguan sistem pernapasan yang menyebabkan Belalang yang memakan makanan yang terkena semprotan ekstrak Daun Sirsak menjadi lemah dalam beberapa jam, di lihat dari terbangnya yang mulai melemah, tidak se aktif sebelum disemprot biopestisida nabati Daun Sirsak. Konsentrasi zat beracun yang terkandung dalam larutan mengikuti jumlah massa bahan yang digunakan, jika tingkat kandungan yang digunakan signifikan, fokus zat beracun yang terkandung dalam jawaban akan tinggi, dan sebaliknya [9]. Hal ini juga menurut pendapat Sudarmo yang menyatakan bahwa biopestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu hama dan penyakit serangga melalui cara kerja yang unik, yaitu melalui kombinasi berbagai metode atau sendiri-sendiri dan semakin banyak dosis yang diberikan, maka semakin baik hasil yang diperoleh [10.

Respon yang diperlihatkan oleh Belalang pada saat ekstrak Daun Sirsak disemprotkan ke dalam toples ialah Belalang terlihat berusaha mempertahakan diri agar tidak terkontaminasi dengan ekstrak daun sirsak, dengan cara terbang dan memanjat kedinding-dinding toples lalu merayap ke atas kain kasa sebagai penutup toples/wadah. Dapat dilihat pada (figure 3). Setiap tanaman yang mengandung racun memiliki konsentrasi yang berbeda beda bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah racun yang mengenai kulit serangga makin banyak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak [11].

Figure 2.Belalang yang mati selama beberapa jam disemprot biopestesida nabati

Figure 3.Reaksi Belalang ketika disemprot biopestisida.

Perubahan tingkah laku yang ditunjukan oleh Belalang setelah disemprot ekstrak daun sirsak yaitu genggamannya pada jaring kain kasa mulai melemah, pergerakannya mulai lambat, pergerakan yang biasanya aktif dan melompat, setelah disemprotkan biopestisida Belalang menjadi lebih diam dan pasif. Setelah mengalami kematian Belalang menjadi kaku. Hal ini disebabkan karena sifat toksit pada bahan yang digunakan bersifat racun yang dapat menyerang otot dan saraf.

Efektivitas Biopestisida Nabati

Hari P1 P2 P3 P4
1 17 20 31 37
2 18 22 23 23
3 15 11 6
4 10 7
Total 60 60 60 60
Table 2.Rekapitulasi kematian Belalang pada berbagai konsentrasi biopestisidaKeterangan :P1 : 250 gramP2 : 500 gramP3 : 750 gramP4 : 1000 gram

Berdasarkan tabel 2, Biopestisida Daun Sirsak pada konsentrasi 250 gram dalam 3 kali ulangan dengan jumlah Belalang yang di gunakan sebanyak 60 ekor dimana pada setiap ulangan berisi 20 ekor Belalang. Pada hari pertama pengamatan kematian yang terjadi pada Belalang di setiap konsentrasi berbeda beda, yaitu pada konsentrasi 250 gram, ditemukan jumlah kematian Belalang pada setiap ulangan 1, 2 , dan 3 adalah 17 ekor, pada konsentrasi 500 gram kematiannya sebanyak 20 ekor, pada konsentrasi 750 gram sebanyak 31 ekor dan pada konsentrasi 1000 gram adalah 37 ekor. Jadi, dapat dilihat bahwa jumlah kematian terbanyak yang terjadi pada Belalang terdapat pada konsentrasi 1000 gram untuk hari pertama pengamatan.

Biopestisida Daun Sirsak pada konsentrasi 500 gram dalam 3 kali ulangan dengan jumlah Belalang yang di gunakan sebanyak 60 ekor dan jumlah Belalang setiap ulangan adalah 20 ekor. Kematian Belalang pada pengamatan hari kedua di setiap konsentrasi tidak terlalu berbeda jauh. .Konsentrasi 250 gram ditemukan jumlah kematian belalang pada setiap ulangan 1 2 3 adalah 18 ekor, pada konsentrasi 500 gram kematiannya sebanyak 22 ekor, pada konsentrasi 750 gram sebanyak 23 ekor dan pada konsentrasi 1000 gram sebanyak 23 ekor. Untuk pengamatan hari kedua kematian yang paling banyak terdapat di konsentrasi 750 gram dan 1000 gram.

Biopestisida Daun Sirsak pada konsentrasi 750 gram dalam 3 kali ulangan dengan jumlah Belalang yang di gunakan sebanyak 60 ekor Belalang dan jumlah Belalang setiap ulangan adalah 20 ekor. Kematian Belalang pada pengamatan hari ketiga di setiap konsentrasi berbeda beda. Konsentrasi 250 gram ditemukan jumlah kematian belalang pada setiap ulangan 1 2 dan 3 adalah 15 ekor, pada konsetrasi 500 gram kematiannya sebanyak 11 ekor, pada konsentrasi 750 gram sebanyak 6 ekor dan pada konsentrasi 1000 gram untuk pengamatan hari ketiga sudah tidak ada lagi Belalang yang hidup, semuanya sudah mati di hari pertama dan kedua pengamatan. Jumlah kematian Belalang yang paling banyak di pengamatan hari ke 3 ialah di konsentrasi 250 gram.

Biopestisida Daun Sirsak pada konsentrasi 1000 gram dalam 3 kali ulangan, jumlah Belalang yang di gunakan 60 ekor Belalang dan jumlah Belalang setiap ulangan adalah 20 ekor. Kematian Belalang pada pengamatan hari keempat hanya ada pada konsentrasi 250 gram dan 500 gram, yang di mana pada konsentrasi 250 gram Belalang yang tersisah adalah 10 ekor dan semuanya mati pada hari ke empat pengamatan. Dan untuk konsentrasi 500 gram Belalang yang tersisah adalah 7 ekor dan semuanya mati pada hari ke empat pengamatan. Sebagaimana di sajikan dalam figure 4.

Figure 4.Hasil olah data

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam anova pada figure 1 menunjukkan bahwa hasil perhitungan nilai F hitung 97,297 ≥ F tabel = 2,606 pada tingkat kepercayaan 95%. Maka berdasarkan hasil statistic menunjukan bahwa hasil pengujian signifikan, artinya H0 di tolak dan H1 di terima. Hal ini berarti ada pengaruh konsentrasi yang berbeda, yaitu di control dan konsentrasi 250 gram, 500 gram, 750 gram dan 1000 gram berpengaruh terhadap kematian Belalang.

Figure 5.Hasil uji Duncan biopestisida daun sirsak pada variasi konsentrasi

Hasil uji DMRT (FIgure 5) menunjukan bahwa belalang yang memakan daun linggua yang sudah diberikan konsentrasi 0% (kontrol) tidak memiliki efek apapun dengan nilai hasil uji 0.00. sedangkan belalang yang memakan daun linggua yang sudah diberikan biopestisida nabati daun sirsak dengan konsentrasi 250 gr, 500 gr, 750 gr, dan 1000 gr menghasilkan kematian belalang yang secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan kontrol dengan nilai uji yang sama yaitu 5,00. Sebab lain yang menyebabkan Belalang mati dalam waktu yang cepat dengan konsentrasi tinggi dikarenakan Daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, yakni acimisin, bulatacin, dan squamosin [12]. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetoginin memiliki keistimewaan sebagai antifeedant, yakni membuat serangga hama tidak lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya, pada konsentrasi rendah, senyawa acetoginin bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui ajalnya.

Biopestisida alami menghadirkan beberapa keunggulan yang menjadikannya alternatif yang menarik untuk rekan-rekan kimianya. Mereka berasal dari bahan mentah yang tersedia dan proses produksinya tidak memerlukan teknologi tinggi, melainkan memanfaatkan keterampilan dan pengetahuan yang ada. Biopestisida ini mudah terurai, sehingga menimbulkan ancaman yang relatif kecil terhadap lingkungan dan menunjukkan toksisitas yang lebih rendah terhadap mamalia. Mereka juga membanggakan spektrum kontrol yang luas dan memiliki kapasitas untuk mengelola hama yang telah mengembangkan resistensi terhadap pestisida kimia. Namun, manfaat ini diimbangi oleh kerugian tertentu. Bahan aktif dalam biopestisida ini cepat terurai, mengurangi umur simpannya dan memerlukan aplikasi yang lebih sering dibandingkan dengan pestisida kimia. Toksisitasnya yang relatif rendah berarti bahwa mereka tidak segera menghilangkan hama target, yang menyebabkan tingkat kerja yang relatif lebih lambat. Oleh karena itu, sementara biopestisida menawarkan alternatif yang ramah lingkungan, penggunaannya memerlukan pertimbangan yang cermat dari timbal baliknya, seperti keterbatasan penyimpanan dan kecepatan tindakan yang lebih lambat. Penelitian di masa depan dapat mencari cara untuk mengatasi kelemahan ini sambil mempertahankan aspek menguntungkan dari biopestisida ini [13].

Simpulan

Penelitian ini menggarisbawahi pengaruh signifikan aplikasi biopestisida alami dari daun sirsak pada berbagai konsentrasi terhadap pengendalian hama belalang. Penelitian tersebut dengan jelas menggambarkan bahwa biopestisida ini sangat efektif dalam mengatasi serangan belalang, dengan bukti yang menunjukkan bahwa konsentrasi 250 gram cukup ampuh untuk membasmi hama tersebut. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya bagi petani untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang biopestisida alami untuk pengendalian hama yang efektif, dan untuk memastikan formulasi dan aplikasi biopestisida yang tepat untuk menghindari kesalahan atau masalah potensial lainnya dalam pemberantasan hama. Selanjutnya, penelitian ini secara eksplisit merekomendasikan penggunaan daun Sirsak untuk pengendalian hama, karena terbukti berhasil dalam memerangi infestasi belalang berdasarkan hasil penelitian. Implikasi dari kesimpulan ini mengisyaratkan potensi untuk mengembangkan strategi pengelolaan hama yang berkelanjutan, murah, dan tidak berbahaya untuk pertanian. Namun, penelitian di masa depan diperlukan untuk mengevaluasi dosis optimal dan metode aplikasi biopestisida ini, dan untuk memperluas penyelidikan kemanjuran daun Sirsak terhadap jenis hama pertanian lainnya.

References

  1. D. N. Suprapta, "Pertanian Bali Dipuja Petaniku Merana," Taru Lestari Foundation, Denpasar, 2005.
  2. M. T. Glio, "Membuat Pestisia Untuk Hidroponik, Akuapultur, Vertikultur, dan Sayuran Organik," Agromedia Pustaka, 2017.
  3. W. Darwiati, "Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Dan Pencegahanhama Hutan Tanaman," Mitra Hama Hutan, vol. 7, no. 1, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan, Bogor, 2012.
  4. D. S. Dayakar and Y. Subbarao, "Pengaruh penambahan ekstrak larva inang menjadi medium terhadap virulensi beauveria Bassiana (Balsamo) Vuillemin dan Metarhizium anisopliae (metschnikoff) Sorokin terhadap Spodoptera litura fab," J. Biopestisida., vol. 4, no. 1, pp. 91-95, 2011.
  5. P. Harsoyo and U. Arifin, "Uji Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Pestisida Hayati," IKIP PGRI, Semarang, 2002.
  6. A. Kardinan, "Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi," Penebar Swadaya, Jakarta, 2000.
  7. Niken, In Latumahina, Fransina et al., "Penguunaan Biopestisida Nabati Untuk Pengendalian Hama Tanaman Kehutanan (Peluang Pengembangan Kelompok Tani)," Penerbit Adab, Ambon, 2021.
  8. A. Sastrosupadi and A. Krismawati, "Buku Prinsip-Prinsip Agronomi Dengan Hasil-Hasil di Indonesia," 2018
  9. P. A. Preeti, M. Showkat and N. Binata, "Kompetensi Biopestisida dan Mimba dalam Pertanian," Int. Lingkungan. Agric. Bioteknol., vol. 2, no. 6, pp. 2958–2964, 2017.
  10. S. Sudarmo, "Pestisida Nabati," Penerbit Kanisius, Jakarta, 2005.
  11. Sutoyo and B. Wirioadmodjo, In Riswanto Sinaga, "Uji Efektifitas Pestisida Nabati terhadap Hama Spodotera litura (Lepidoptera:Noctuldae) pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabaccum L.)," Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2009.
  12. M. Thamrin, S. Asikin, Mukhlis and A. Budiman, "Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati," Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, pp. 35-54, 2007.
  13. Wiratno et al., "Perkembangan Penelitian, Formulasi, Dan Pemanfaatan Pestisida Nabati," Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, vol. 32, no. 4, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, 2013.