Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.6453

Creative Thinking Boost: Discovery Learning and STS Approach for Middle School


Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan dan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Discovery Learning Science-Technology-Society Approach Creative Thinking Skills Middle School Education N-Gain Score

Abstract

This research aimed to analyze the impact of Discovery Learning model implementation through a Science-Technology-Society (STS) approach on creative thinking skills among middle school students. A quantitative pre-experimental design with a one-group pretest-posttest method was utilized. The study was conducted on a sample of 14 students from Muhammadiyah 4 Porong Middle School, with the instrument being a test of creative thinking skills. Data were gathered through pretest and posttest scores, analyzed using N-Gain test. The result, an N-Gain score of 0.38, indicated a moderate effect of the Discovery Learning model via the STS approach on the students' creative thinking skills. The skills were divided into four indicators: fluency, flexibility, originality, and elaboration. Post-intervention, fluency exhibited the highest improvement, followed by flexibility and elaboration, while originality showed the least progress. Despite certain limitations in originality and detail-oriented thinking, the study still provided strong evidence for the efficacy of the combined Discovery Learning and STS approach in enhancing students' creative thinking abilities, endorsing its broader application in education settings to foster creativity.

Highlights:

  • Discovery Learning model coupled with the Science-Technology-Society (STS) approach moderately improves students' creative thinking skills.
  • Among the four assessed creative thinking indicators, fluency and flexibility displayed significant improvement.
  • Despite the less notable progress in originality, the combined model's overall positive impact endorses its broader application in education settings.

Keywords: Discovery Learning, Science-Technology-Society Approach, Creative Thinking Skills, Middle School Education, N-Gain Score

Pendahuluan

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkatkan kompetensi SDM yang di miliki oleh bangsa, salah satunya dengan meningkatkan kompetensi pendidik[1]. Penyelenggaraan pendidikan dalam pembelajaran melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Guru yang kompeten dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan mampu mengelola pembelajaran lebih baik. Guru dituntut untuk tidak sekedar menyampaikan informasi melainkan mampu mengaktifkan kemampuan berpikir siswa untuk dapat memecahkan masalah.[2] Siswa dapat memecahkan masalah melalui pembelajaran IPA. Menurut Depdiknas pembelajaran IPA tidak hanya menguasai pengetahuan, melainkan menyediakan ruang untuk berkembangnya sikap ilmiah, berlatih dalam proses pemecahan masalah, dan menerapkan dalam kehidupan nyata.[3]

Pembelajaran IPA memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen yang melibatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Selain itu pembelajaran IPA dapat mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan. Dengan demikian pembelajaran akan lebih menarik bagi siswa melalui kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan permasalahan[2]. Kreativitas memiliki pengertian beragam bagi seseorang guna mengatasi sebuah masalah. [4] Keterampilan berpikir kreatif dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran IPA. Kemampuan berpikir kreatif merupakan faktor penting dari tujuan pembelajaran karena dapat memberikan pengetahuan kepada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Berpikir kreatif dapat mendorong siswa mendapatkan ide baru dan menemukan jawaban sendiri.

Fakta dilapangan peneliti melakukan pra observasi pada kelas VII di SMP Muhammadiyah 4 Porong dengan membagikan soal keterampilan berpikir kreatif yang berupa soal esay. Hasil data tersebut diperoleh dengan menghitung skor yang diperoleh dari soal keterampilan berpikir kreatif. Setelah dihitung nilai dari masing-masing siswa dapat dilihat melalui kriteria berpikir kreatif. Hasil tes berpikir kreatif diperoleh hasil 73% kurang kreatif dan 27% cukup kreatif. Indikator berpikir lancar mendapat nilai rata-rata 50% dengan kriteria cukup kreatif. Indikator berpikir luwes mendapat nilai rata-rata 13% dengan kriteria kurang kreatif. Indikator berpikir orisinil mendapat nilai rata-rata 3% dengan kriteria kurang kreatif. Indikator berpikir merinci mendapat nilai rata-rata 7% dengan kriteria kurang kreatif. Dengan hasil tersebut keterampilan berpikir kreatif siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Porong masih rendah. Keterampilan berpikir kreatif siswa masih rendah karena dalam proses pembelajaran dikelas masih bersifat teoritis dan berpusat pada guru, didukung dengan hasil wawancara peneliti terhadap guru mata pelajaran IPA di SMP Muhammadiyah 4 Porong.

Berdasarkan pada hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap temuan yang ada di sekolah pada Guru IPA di SMP Muhammadiyah 4 Porong menyatakan bahwa sekolah sudah menerapkan beberapa model pembelajaran yang di dalamnya telah melakukan kegiatan praktikum damun belum adanya pengemasan permasalahan yang berasal atau diangkat dari permasalahan sekitar siswa dan belum pernah melatihkan siswa dalam mengambil keputusan dalam memecahkan permasalahannya secara mandiri. Pemilihan model pembelajaran yang sangat tepat dalam melatihkan keterampilan berfikir kreatif harus menyesuaikan dengan kondisi lingkunga siswa[5]. Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang dapat menarik siswa untuk melatihka keterampilan berpikir kreatif siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dipercaya dapat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa adalah model pembelajaran Discovery Learning yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada siswa pentingnya pemahaman atau ide-ide penting melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.[6] Kegiatan belajar mengajar menggunakan metode penemuan atau Discovery dapat menemukan konsep melalui informasi yang diperoleh dari pengamatan atau percobaan.[7] Menurut Hosnan, Model Discovery Learning membutuhkan banyak waktu dikarenakan guru sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing. Meskipun demikian pengetahuan yang diperoleh siswa akan bertahan lama dikarenakan mereka memperolehnya dari pengalaman langsung.[6] Sehingga pembelajaran di sekolah akan tercapai dengan baik.

Hal ini telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya. Menurut penelitian sebelumnya diperoleh bahwa adanya pengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa yaitu dengan rata-rata keterampilan berpikir kreatif siswa pada pre test berbeda dengan post test. Sebagai contoh sebuah penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Neng Yuliawati[8]. Salah satu alternatif untuk lebih menguatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dengan menerapkan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) atau yang biasa dikenal dengan sains, teknologi dan masyarakat. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu siswa memahami sains dan pengaruhnya terhadap lingkungan, teknologi dan masyarakat.[9] Dalam hal ini model Discovery Learning dan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat digunakan untuk mengetahui cara siswa berpikir kreatif dalam proses pembelajaran. Dengan Sains Teknologi Masyarakat (STM) siswa diharuskan mempunyai bekal pengetahuan dalam mengambil keputusan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di sekitar.[10] Menurut Sutanto, Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pembelajaran dan siswa pun kesulitan dalam mengakaitkannya dengan kehidupan sehari-harinya. Meski demikian pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat menjadikan siswa lebih kreatif dengan hasil temuannya dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata[9]. Sehingga pembelajaran di sekolah akan tercapai dengan baik. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Mutia Ulfa dkk. Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning dipadu dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) diharapkan mampu memberikan hasil yang sesuai[11]. Sesuai dengan penelitian sebelumnya dengan judul yang hampir serupa didapatkan hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat memberikan pengaruh terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti dapat melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa” untuk melengkapi penelitian sebelumnya.

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini oleh peneliti adalah penelitian eksperimen yang menggunakan metode Pre ExperimentDesign dengan jenis One group pretest- post test design. Rancangan ini hanya membutuhkan satu lokal dengan menggunakan tes awal sebelum diberikan perlakuan. Sehingga hasil dari perlakuan dapat diketahui lebih akurat, dikarenakan dapat mengetahui perbandingan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.[12] Populasi merupakan keseluruhan dari subyek yang diteliti[13]. Adapun desain penelitian sesuai tabel 1.

Tes Perlakuan Tes
O1 X O2
Table 1.Desain PenelitianKeterangan :O1 = Tes awal (Pretest)X = Perlakuan pembelajaran model Discovery learning dan pendekatan STM terhadap kelas eksperimen.O2 = Tes akhir (Posttest)

Populasi merupakan individu atau kelompok yang akan diteliti dalam suatu penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian adalah siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Porong yang terdiri dari satu kelas yang berjumlah 14 siswa. Penelitian menggunakan teknik sampling jenuh karena seluruh anggota populasi dijadikan sampel penelitian yaitu 14 siswa. Sumber data diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pretest dan posttest dan data sekunder dari jurnal ataupun skripsi. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data rasio didapatkan dari hasil test keterampilanberpikir kreatif. Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes keterampilan berpikir kreatif. Tes keterampilan berpikir kreatif ini berupa esay dengan dua belas soal yang di dalamnya terdapat empat indikator berpikir kreatif yaitu lancar, luwes, orisinil, dan terperinci. Adapun untuk menghitung kategori berpikir kreatif dilakukan cara sebagaimana bisa dilihat pada gambar 1.

Figure 1.Rumus Menghitung Kategori Berpikir Kreatif

Kriteria keterampilan berpikir kreatif disajikan pada tabel 2.

No. Nilai Kriteria
1 68% – 100% Kreatif
2 33% – 67% Cukup Kreatif
3 < 33% Kurang Kreatif
Table 2.Kriteria keterampilan berpikir kreatif

Teknik analisis data menggunakan N- Gain, dimana nilai posttest dikurangi nilai pretest dibagi nilai maksimum dikurangi nilai pretest.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan beberapa metode untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan STM terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran IPA di SMP Muhammadiyah 4 Porong dijabarkan pada gambar 2.

Data pretest dan posttest

Figure 2.Hasil pretest dan posttest yang terdiri dari 14 siswa

Berdasarkan nilai pretest keterampilan berpikir kreatif siswa berada pada kategori kurang kreatif yaitu sebanyak 100%. Nilai posttest berada pada kategori cukup kreatif yaitu sebesar 100%. Jumlah rata-rata nilai pretest sebesar 22 dan nilai posttest sebesar 65,5. Berikut gambar 3 untuk memperjelas distribusi frekuensi tersebut.

Figure 3.presentase nilai pretest dan post test

Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa frekuensi relatif (%) untuk nilai pretest keterampilan berpikir kreatif siswa pada kategori kurang kreatif yaitu sebanyak 100%. Sedangkan nilai posttest keterampilan berpikir kreatif siswa berada pada kategori cukup kreatif yaitu sebesar 100%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada nilai pretest 14 siswa masih kurang kreatif. Sedangkan pada nilai posttest 14 siswa sudah cukup kreatif.

Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Tiap Indikator

Keterampilan berpikir kreatif terdapat 4 indikator yaitu kelancaran (fluency), luwes (flexibility), orisinil (originality), merinci (elaboration). Data hasil keterampilan berpikir kreatif siswa setiap indikator bisa dilihat pada tabel 3.

Indikator Berpikir Kreatif Rata- Rata (%)
Lancar (fluency) 79%
Luwes (flexibility) 69%
Orisinil (originality) 24%
Merinci (elaboration) 52%
Table 3.Hasil keterampilan berpikir kreatif siswa setiap indikator

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa indikator keterampilan berpikir kreatif siswa yang tertinggi yaitu indikator kelancaran (fluency) sebesar 79%. Dan paling rendah pada indikator orisinil (originality) yaitu sebesar 24% Sedangkan pada indikator luwes (flexibility) sebesar 69% dan merinci (elaboration), sebesar 52%. Berikut hasil persentase rata-rata indikator berpikir kreatif siswa untuk setiap indikator sebagaimana bisa diihat pada gambar 4.

Figure 4.Hasil Presentase Indikator Berfikir Kreatif

Berdasarkan Gambar 4 didapatkan bahwa indikator keterampilan berpikir kreatif siswa yang tertinggi yaitu indikator lancar (fluency) sebesar 79%. Dan paling rendah pada indikator orisinil (originality) yaitu sebesar 24% Sedangkan pada indikator luwes (flexibility) sebesar 69% dan merinci (elaboration), sebesar 52%. Pada keterampilan berpikir kreatif harus memenuhi ke empat indikator tersebut yaitu berpikir lancar luwes, orisinil dan merinci. Selain itu dapat efektif jika terdapat peningkatan dari pretest dan posttest. Berdasarkan data dan perhitungan, diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 22 sedangkan nilai rata-rata posttest sebesar 65,5. Pada nilai pretest seluruh siswa tergolong kategori kurang kreatif.

Kurangnya kreativitas siswa, dikarenakan pada pembelajaran siswa tidak menunjukkan rasa keingin tahuannya dan kurangnya pertanyaan yang diajukan terhadap materi tersebut. Markey dan Loewenstein dalam Raharja [14] bahwasannya rasa ingin tahu merupakan awal dari tolak ukur adanya kaingin tahuan untuk mendapatkan informasi terhadapap sesuatu dalam proses pembelajaran. Sehinggga dengan adanya rasa ketidak ingin tahuan siswa ini akan mempengaruhi bagaimana proses pembelajaran selanjutnya. Pada nilai posttest seluruh siswa tergolong kategori cukup kreatif. Berdasarkan data keterampilan berpikir kreatif siswa setiap indikator. Pada indikator lancar (fluency), diperoleh persentase yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada tahap awal penggabungan model pembelajaran Discovery Learning denganpendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM), siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan masalah pada kehidupan sehari hari, baik yang mereka alami sendiri ataupun permasalahan yang pernah mereka lihat sehingga rasa ingin tahu dari siswa dapat terasa sebagai dasar dalam pembelajaran. Sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa pada komponen fluency menjadi terlatih dan berdampak positif pada meningkatnya nilai mereka dari pretest ke posttest. Selanjutnya diikuti oleh indikator luwes (flexibility) dengan nilai persentase tertinggi kedua. Hal ini dikarenakan pada penggabungan model pembelajaran Discovery Learning denganpendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM), siswa diberi kesempatan memberikan solusi terhadap suatu masalah dengan mengaitkannya pada bidang sains, teknologi dan juga bagaimana penerapan ataupun dampak dari sains dan teknologi itu bagi masyarakat. Siswa dituntut untuk lebih luwes dalam menyikapi permasalahan dan mencari solusi atas permasalahan tersebut. Siswa dituntut untuk melihat suatu permasalahan dan mencari solusinya dari berbagai sudut pandang. Sehingga keterampilan berpikir kreatif siswa pada komponen flexibility menjadi terlatih dan berdampak positif pada meningkatnya nilai mereka dari pretest ke posttest.

Pada indikator orisinil (originality) dengan nilai persentase terendah. Penggabungan model pembelajaran Discovery Learning denganpendekatan STM siswa diberi kesempatan untuk menemukan penyelesaian baru dalam pembelajaran. Namun hasil temuan dari siswa sudah pernah terpikirkan oleh orang lain. Bahkan masing-masing jawaban semua sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil nilai pada indikator orisinil tergolong rendah. Rendahnya persentase rata-rata tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan baru siswa dalam menjawab soal yang diberikan. Pada indikator merinci dengan nilai persentase tertinggi ketiga setelah lancar dan luwes, dari persentase terlihat bahwa kemampuan berpikir terperinci siswa sudah cukup bagus. Sedangkan selebihnya masih kurang bagus dalam menyelesaikan soal dengan baik dan benar. Hal ini dikarenakan pada penggabungan model pembelajaran Discovery Learning denganpendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM), siswa diberikan kesempatan untuk merincikan penyelesaian masalah, namun siswa merasa cukup kesulitan untuk memberikan alasan, memaparkan langkah-langkah menyelesaikan soal dan bingung harus memulai dari mana.

Hasil peningkatan nilai tersebut dihitung menggunakan uji N-Gain sehingga diperoleh nilai rata- rata N- Gain sebesar 0,38. Sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam kategori sedang sehingga cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Peningkatan ini didukung oleh tahapan penggabungan pada pembelajaran Discovery Learning dan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM). Selain itu didukung oleh penelitian terdahulu dari skripsi yang terpublikasi secara internasional yaitu pada penelitian Ratu Betta Rudibyani yang menyatakan bahwa model discovery learning efektif dan berpengaruh tinggi dalam meningkatkan keterampilan berpikir kreatif pada penguasaan asam dan basa.[15] Selain itu juga didukung oleh penelitian dari Mardia Rahman yang menyatakan bahwa model discovery learning efektif untuk pembelajaran karena model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari masalah yang mereka hadapi [16] Selain itu tahapan dalam discovery learling mengorientasikan siswa dalam menemukan dan merumuskan masalah dimana pada kondisi ini tahapan luwes dan lancer dalam berfikir kreatif di latihkan. Langkah selanjutnya adalah merencanakan jalan keluar permasalahan melalui percobaanataupun cara-cara lain yang dapat dilakukan oleh siswa dimana hal ini mengajarkan siswa dalam berfikir orisinil. Pada tahapan melakukan percobaan siswa dilatih untuk memiliki indikator berpikir kreatif yaitu berpikir elaboratif. Selanjutnya siswa melakukan analisis data yang terah mereka temukan. Pada tahapan ini siswa dilatih untuk berpikir lancar, luwes, dan elaboratif. Setelah melakukan analisis data siswa diminta untuk menyimpulkan hasil dari percobaan yang telah mereka buat. [17] Tidak hanya model pembelajaran discovery learning namun juga pendekatan STM dari skripsi Weni Eka Wahyuni yang terpublikasi secara internasional yang menyatakan bahwa pendekatan sains teknologi masyarakat dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa smp.[18] Hal ini dikarenakan pada tahapan penggabungan antara model Discovery Learning dan pendekatan STM, [19] penggunaan pendekatan STM dalam proses pembelajaran mengaitkan dengan kondisi lingkungan siswa sehingga menghadirkan dunia nyata siswa dalam pembelajaran. menekankan pada siswa untuk lebih aktif dalam belajar dan mendorong siswa untuk menemukan penyelesaian masalah dalam pembelajaran selain itu Sejalan dengan Wulandari [20] menyatakan untuk melatihkan siswa pada keterampilan berfikir kreatif terutama pada indikator merinci dalam melakukan hal-hal detail dalam hal ini adalah melakukan eksperimen yang sesuai dengan prosedur percobaan yang telah ditetapkan oleh siswa sebgai langah dalam memecahkan permasalahan.

Simpulan

Berdasarkan apada hasil penelitian yang dilakukan pada siswa di SMP 4 porong di ketahui bahwa kreativitas siswa sebelum dan stelah perlakukan porong setelah penggunaan model Discovery Learning denganPendekatan STEM dapat disimpulkan menpunyai pengaruh yang sedang terhadap kreativitas siswa. Adapun kriteria yang paling tinggi adalah pada indikator lancer, yang tertinggi ke dua adalah luwes, yang ketiga merinci dan yang terakhir adalah original sehingga dengan adanya hasil penelitian ini makan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan STM dapat di gunakan sebgai upaya dalam melatihan keterampilan berfikir kreatif.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih pada sekolah SMP 4 Porong dan Universitas Muhammadiyah SIdoarjo yang telah memberikan akses peneliti dalam mengimplementasikan beberapa model pembelajaran sebagai sarana dalam pengembangan ilmu Pendidikan

References

  1. D. Sambada, "Peranan kreativitas siswa terhadap kemampuan memecahkan masalah fisika dalam pembelajaran kontekstual," J. Penelitian Fis. Apl., vol. 2, no. 2, pp. 37-47, 2012.
  2. T. Handayani, "Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP Negeri 4 Natar Lampung Selatan," Universitas Islam Negeri Intan Lampung, 2017.
  3. S. Novayani, S. Sastri, B. A. Nufida, and R. A. Mashami, "Pengaruh model discovery learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa SMP pada materi pencemaran lingkungan," Hydrogen: J. Kependidikan Kimia, vol. 3, no. 1, pp. 253-258, 2015.
  4. F. E. Wulandari, "Profil Kreativitas Mahasiswa Pendidikan IPA Universitas Muhammadiyah Sidoarjo," in Proc. Seminar Nasional Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan (The Progressive & Fun Education Seminar) ke-2, 2017.
  5. A. Ainurrahman, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010.
  6. H. Hosnan, "Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21," Bogor Ghalia Indones., 2014.
  7. S. W. Tumurun, D. Gusrayani, and A. K. Jayadinata, "Pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya," J. Pena Ilmiah, vol. 1, no. 1, 2016.
  8. N. Yuliawati, R. L. Panjaitan, and M. Maulana, "Pengaruh Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sekolah Dasar Pada Materi Perpindahan Energi Panas," J. Pena Ilmiah, vol. 2, no. 1, pp. 221-230, 2017.
  9. N. N. A. S. Widiantini, M. Putra, and I. W. Wiarta, "Model pembelajaran sets (science, environment, technology, society) berbantuan virtual lab berpengaruh terhadap kompetensi pengetahuan IPA," J. Educ. Technol., vol. 1, no. 2, pp. 141-148, 2017.
  10. A. Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009.
  11. M. Ulfa, "Peningkatan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (Stm) Pada Konsep Perubahan Lingkungan Dan Daur Ulang Limbah," UIN Syarif Hidayatullah, 2016.
  12. Sugiyono, "Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D," Bandung: Alfabeta, 2016.
  13. S. Arikunto, "Dasar-dasar evaluasi pendidikan edisi 3," Bumi Aksara, 2021.
  14. S. Raharja, M. R. Wibhawa, and S. Lukas, "Mengukur Rasa Ingin Tahu Siswa [Measuring Students' Curiosity]," Polyglot: Jurnal Ilmiah, vol. 14, no. 2, pp. 151-164, 2018.
  15. R. B. Rudibyani, "The Effectiveness of Discovery Learning to Improve Critical Thinking Skills College Student on Mastery of Arrhenius Acid Base," Sci. Eng. Educ. Dev. Stud. Conf. Ser., 2018.
  16. M. H. Rahman, "Using Discovery Learning to Encourage Creative Thinking," Int. J. Soc. Sci. Educ. Stud., 2017.
  17. S. Tumurun, S. W. Gusrayani, and A. K. Jayadinata, "Pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi sifat-sifat cahaya," J. Pena Ilmiah, vol. 1, no. 1, 2016.
  18. W. Eka Wahyuni, "Efecctiveness is sains worksheet based science technology society to train the creative thinking skills of junior high school students," Univ. Jember, 2018.
  19. S. Nurmala, R. Triwoelandari, and M. Fahri, "Pengembangan media articulate storyline 3 pada pembelajaran IPA berbasis STEM untuk mengembangkan kreativitas siswa SD/MI," J. Basicedu, vol. 5, no. 6, pp. 5024-5034, 2021.
  20. I. N. Kholifah, A. Maryanto, and E. Widodo, "Pengaruh pembelajaran IPA berbasis STEM terhadap sikap ingin tahu dan keterampilan berpikir kreatif peserta didik SMP," J. TPACK IPA, vol. 7, no. 3, pp. 129-135, 2018.