Abstract
Premature Rupture of Membranes (PROM) occurs before labor, typically at or beyond 37 weeks of gestation. This study investigates the relationship between anemia, Chronic Energy Deficiency (CED), and cesarean section history with PROM to aid early detection and prevention. Using a cross-sectional design, data from 94 third trimester pregnant women at the Wonoayu Health Center (January 2021 - June 2022) were analyzed. Results showed anemia was significantly associated with PROM (p=0.012), while CED and cesarean history were not. The study concludes that managing anemia in pregnant women is crucial to reduce PROM risk, highlighting the need for timely education and intervention.
Highlight:
- Anemia significantly increases PROM risk.
- No link between CED, cesarean history, and PROM.
- Managing anemia crucial for PROM prevention.
Keyword: Premature Rupture of Membranes, Anemia, Chronic Energy Deficiency, Cesarean Section, Pregnancy
Pendahuluan
Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah peristiwa pecahnya ketuban sebelum inpartu yang terjadi ketika pembukaan kurang dari 3 cm pada primi dan kurang dari 5 cm pada multipara . KPD bisa terjadi pada akhir maupun awal kehamilan. KPD preterm adalah KPD yang terjadi sebelum usia kehamilan ke-37 minggu. Sementara itu, KPD yang memanjang merupakan KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum masa melahirkan [2].
Kehamilan dengan KPD biasanya ditandai dengan keluarnya cairan ketuban yang menetes dari vagina. Aroma cairan tersebut berbau anyir dan tidak berbau khas amoniak, berwarna pucat dan terdapat motif garis warna darah. Cairan ketuban terus keluar hingga masa kelahiran tiba. Namun, ketika ibu hamil sedang duduk atau berdiri, posisi Head Circumference (kepala janin) yang sudah berada di posisi bawah, akan membantu penyumbatan air ketuban dalam waktu singkat. Beberapa gejala infeksi yang kemungkinan dapat terjadi ialah, flek keluar dari vagina dalam jumlah yang banyak, demam, disertai nyeri perut dan denyut jantung janin semakin cepat .
Penyebab utama KPD belum diketahui secara pasti. Pecahnya ketuban bisa terjadi karena infeksi pada vagina ataupun selaput ketuban, infeksi cairan ketuban, serviks yang inkompetent, kanalis servikalis yang selalu terbuka akibat persalinan maupun curetage, tekanan intra uterin yang meningkat berlebihan, seperti hidramnion, anemia, KEK, gemelli, dan depresi akibat hubungan seksual, pemeriksaan dalam maupun amniosintesis yang biasanya disertai infeksi, kelainan letak yang mengakibatkan terhalangnya tekanan terhadap selaput bagian bawah . KPD juga dapat dipicu karena adanya faktor lelah dalam bekerja. Bekerja pada dasarnya membutuhkan energi yang cukup besar. Oleh sebab itu, seseorang yang sedang di masa kehamilan, tidak diperkenankan bekerja atau beraktivitas secara berlebihan, karena tentu tidak baik untuk kesehatan janin [5].
Komplikasi KPD yang sering kali terjadi ialah infeksi masa persalinan ataupun masa nifas, perdarahan postpartum, partus lama, meningkatnya kasus bedah sesar, serta morbiditas dan mortilitas maternal . Dampak KPD pada janin, meliputi respiratory distress syndrome, prematuritas, sepsis, hipoplasia paru, pendarahan intraventrikel, serta deformitas skeletal yang menyebabkan gawat janin. Sementara itu, dampak KPD pada ibu ialah terjadinya infeksi asenden dan intrapartal. Hal ini karena ibu berinteraksi langsung dengan dunia dalam dan luar rahim .
Menurut World Health Organization (WHO), wanita yang melahirkan dan berujung meninggal dunia di setiap tahunnya mencapai lebih dari 500.000 jiwa. Sebagian besarnya terjadi pada negara berkembang yang tingkat sarana dan prasarana kesehatan minim, kondisi ekonomi, sosial serta pendidikan masyarakatnya masih terbilang rendah . Salah satu negara berkembang tersebut ialah Indonesia. Tahun 2019, Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Jawa Timur mencapai 89,81 per 100.000 fertilitas dan pada tahun 2020 mengalami kenaikan mencapai 98,39 per 100.000 fertilitas . Pada tahun 2021 AKI menurun menjadi sebesar 59,69 per 100.000 fertilitas, dan secara absolut terkait mortalitas ibu sebanyak 21 jiwa. Perhitungan AKI dipengaruhi oleh jumlah kelahiran hidup atau fertilitas .
Diantara penyebab langsung kematian ibu ialah akibat dari penyakit penyulit kehamilan, nifas dan persalinan, misalnya: emboli air ketuban, infeksi, pendarahan, trauma anastesi, preeklamsia. Berbagai infeksi yang timbul karena adanya komplikasi atau penyulit kehamilan, seperti infeksi saluran kemih, febris, korioamnionitis. Sebanyak 65% sisanya dipicu karena KPD yang menyebabkan adanya infeksi pada ibu dan bayi [11]. Data di Puskesmas Wonoayu dengan rujukan KPD pada Ibu Hamil Trimester III tahun 2018 adalah sebesar 73,5 %, pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 56,6%, dan pada tahun 2020 terjadi penurunan persentase sebesar 47,5% dari jumlah ibu bersalin yang lahir di Puskesmas Wonoayu. Insiden kejadian KPD masih berada diatas target yaitu 5 – 10 % [12]. Dengan demikian, tujuan penelitian ialah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara anemia, KEK, dan riwayat seksio sesarea dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) sehingga dapat mendeteksi secara dini untuk mencegah dan mengurangi terjadinya KPD.
Metode
Pendekatan yang digunakan peneliti ialah observasional analitik, berdesain studi cross-sectional. Pemilihan desain tersebut bertujuan mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel independen yaitu anemia, KEK, dan riwayat seksio sesarea dengan variabel dependen yaitu kejadian KPD. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini ialah ibu hamil trimester III di Puskesmas Wonoayu pada Januari 2021- Juni 2022 sejumlah 94 ibu hamil. Pemilihan sampel menggunakan teknik total sampling, dimana seluruh populasi sebanyak 94 dijadikan sebagai subjek penelitian. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Wonoayu pada bulan November 2022. Metode pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa rekam medis, dan instrumen yang digunakan yakni lembar pengumpulan data. Selanjutnya menganalisa data menggunakan analisis univariabel dan bivariabel. Analisis univariabel yang digunakan berupa tabel distribusi frekuensi. Sedangkan analisis bivariabel menggunakan tabel uji Chi-Square . Pengujian ini dilakukan untuk menentukan adakah korelasi atau hubungan antara kedua variabel. Variable tersebut dinyatakan dengan nilai p value. Nilai p value dianggap bermakna apabila p<α (α= 0,05) dan nilai p value dianggap tidak bermakna jika p≥α. Penggunaan rasio prevalensi berupa Odds Ratio (OR), dengan Confidence Interval (CI) sebesar 95% sebagai pemenuhan kekuatan hubungan antar variabel yang digunakan.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian menggunakan 94 responden ibu hamil atau gravida trimester III yang mengalami KPD dan Non KPD di Wilayah Kerja Puskesmas Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada bulan November 2022.
Karakteristik | N | % |
Umur (tahun) | ||
< 20 | 11 | 11,7 |
21-35 | 71 | 75,5 |
>35 | 12 | 12,8 |
Pekerjaan | ||
Bekerja | 36 | 38,3 |
Tidak bekerja | 58 | 61,7 |
Paritas | ||
Primipara | 39 | 41,5 |
Multipara | 51 | 54,3 |
Grande multipara | 4 | 4,3 |
Anemia | ||
Ya | 28 | 29,8 |
Tidak | 66 | 70,2 |
KEK | ||
Ya | 15 | 16 |
Tidak | 79 | 84 |
Riwayat SC | ||
Ya | 18 | 19,1 |
Tidak | 76 | 80,9 |
Berdasarkan tabel 1, responden sebagian besar berusia 21-35 tahun (75,5%), sebagian besar tidak bekerja (61,7%), sebagian besar multipara (54,3%), sebagian besar tidak anemia (70,2%), sebagian besar tidak KEK (84%), dan sebagian besar tidak ada riwayat SC (80,9%).
Anemia | KPD | TOTAL | p value | OR | 95% CI | |
Ya (%) | Tidak (%) | |||||
Anemia | 16 (57,61) | 12 (42,9) | 28 (100) | 0,012 | 3,6 | 1,411 - 8,957 |
Tidak Anemia | 18 (27,3) | 48 (72,4) | 66 (100) | |||
Total | 34 | 60 | 94 |
(Sumber: Data Primer, 2022).
Kehamilan dengan kejadian KPD lebih banyak dialami ibu dengan anemia (57,61%) dibandingkan yang tidak mengalami anemia (27,3%). Sedangkan kehamilan yang tidak disertai KPD lebih banyak terjadi pada ibu tidak mengalami anemia (72,4) dibandingkan dengan ibu dengan anemia (42,9%). Ibu yang mengalami anemia berisiko 3,6 kali lebih besar terjadi KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak terjadi KPD. Berdasarkan hasil statistika, didapatkan nilai p value yakni sebesar 0,012 sehingga menyatakan terdapat hubungan antara anemia dengan KPD (OR 3,6; 95% CI 1,411 – 8,957).
KEK | KPD | TOTAL | p value | OR | 95% CI | |
Ya (%) | Tidak (%) | |||||
KEK | 9 (60%) | 6 (40%) | 15 (100%) | 0,072 | 3,2 | 1,040 -10,096 |
Tidak KEK | 25 (31,6%) | 54 (68,4%) | 78 (100%) | |||
Total | 34 | 60 | 94 |
(Sumber: Data Primer, 2022).
Kehamilan dengan kejadian KPD lebih banyak dialami oleh ibu dengan KEK (60%) dibandingkan tidak KEK (31,6%). Sedangkan kehamilan yang tidak KPD lebih banyak terjadi pada ibu tidak KEK (68,4%) dibandingkan dengan ibu dengan KEK (40%). Ibu yang KEK berisiko 3,2 kali lebih besar terjadi KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak KEK. Berdasarkan hasil statistika, didapatkan nilai p value yakni sebesar 0,072. Hal ini menegaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara KEK dengan KPD. (OR 3,2; 95% CI 1,040 – 10,096).
Riwayat SC | KPD | TOTAL | p value | OR | 95% CI | |
Ya (%) | Tidak (%) | |||||
Ya | 10 (55,6%) | 8 (44,4%) | 18 (100%) | 0,103 | 2,7 | 0,950 – 7,724 |
Tidak | 24 (31,6%) | 52 (68,4%) | 76 (100%) | |||
Total | 34 | 60 | 94 |
(Sumber: Data Primer, 2022).
Kehamilan dengan kejadian KPD lebih banyak dialami ibu dengan riwayat SC (55,6%) dibandingkan dengan tidak ada riwayat SC (31,6%). Sedangkan kehamilan yang tidak KPD lebih banyak terjadi pada ibu tidak dengan riwayat SC (68,4%) dibandingkan dengan ibu dengan riwayat SC (44,4%). Ibu yang memiliki riwayat SC berisiko 2,7 kali lebih besar terjadi KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak beriwayat SC. Berdasarkan hasil statistika, didapatkan nilai p value yakni sebesar 0,103. Hal ini menegaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat SC dengan KPD. (OR 2,7; 95% CI 0,950 – 7,724).
Penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara anemia dengan KPD. Hasil tersebut selaras dengan penelitian yang mengungkapkan bahwa, terdapat hubungan antara status anemia dengan KPD [13]. Dalam penelitian ini Ibu hamil dengan anemia yang mengalami KPD yaitu mempunyai karakteristik sebagian besar yang berumur antara 21-35 tahun dan sebagian besar terjadi pada multipara. Karakteristik tersebut cenderung memiliki risiko lebih besar terjadinya KPD, karena minimnya faktor pengetahuan yang akan mempengaruhi nutrisi pada tubuhnya,sehingga menyebabkan kekurangan zat besi sampai terjadi anemia dan mengalami KPD [14].
Selaras dengan Yanti (2021) yang menyatakan bahwa, kemungkinan KPD lebih banyak terjadi pada ibu multipara dikarenakan motilitas uterus mengalami peningkatan dan kurangnya fleksibilitas pada serviks. Artinya, kemungkinan akan terjadi pembukaan awal pada serviks. Selain itu, ia juga menambahkan bahwa anemia dapat mengakibatkan KPD karena pada saat jumlah cairan dari ketuban berkurang maka akan mempengaruhi posisi dan pertumbuhan janin yang kurang baik. Dalam hal ini, rahim akan terbatas jika posisi janin ialah sungsang.
Patofisiologis anemia di masa kehamilan yaitu menyebabkan menurunnya massa hemoglobin dalam jaringan sehingga hemoglobin tidak mampu membawa oksigen ke seluruh tubuh, dengan demikian selaput ketuban menjadi tipis dan mudah pecah sehingga meningkatkan terjadi resiko KPD [15]. Oleh sebab itu, pada masa kehamilan ibu hamil harus menghindari pola hidup yang memicu anemia yang berakibat timbulnya KPD.
Penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara KEK dengan KPD. Kemungkinan timbulnya KPD dipengaruhi oleh paritas, pekerjaan maupun usia. Hal ini berarti responden dengan KEK tidak berisiko mengalami KPD. Berdasarkan uraian sebelumnya, KPD dapat terjadi baik pada ibu dengan usia berisiko (>35 tahun) maupun pada ibu yang tidak berisiko (21–35 tahun). Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang kebidanan ibu yang berbeda. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa pola kerja yang dilakukan ibu hamil dapat mempengaruhi kebutuhan energi normal yang dibutuhkan. Pekerjaan yang berlebihan saat hamil, yakni melebihi 3 jam kerja dapat mengakibatkan kelelahan kerja pada tubuh. Kelelahan kerja menyebabkan lemahnya korion dan ketuban, sehingga dapat memicu timbulnya KPD. Hal tersebut berarti bahwa, pekerjaan juga dapat menjadi penyebab faktor terjadi KPD [16].
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berpandapat bahwa, terdapat hubungan antara KEK/malnutrisi terhadap kejadian KPD [17]. Ibu hamil memerlukan gizi yang cukup terutama saat trimester kedua yaitu memerlukan asam lemak tak jenuh ganda, energi, zat besi, kalsium, natrium, Vitamin C, A, yang lebih banyak agar tidak berisiko terjadi KPD [18]. Selain itu, ibu hamil dengan KEK akan berdampak pada gangguan terkait pertumbuhan anak [19].
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak relevan dengan pembahasan yang mengungkapkan bahwa, KEK pada ibu hamil atau gravida memicu timbulnya risiko dan komplikasi seperti, anemia, KPD, infeksi dan pembengkakan terhadap berat badan ibu, prematur, persalinan sulit dan lama, pendarahan pasca persalinan secara caesar. Adapun masalah yang dapat dialami janin, ialah terganggunya tumbuh kembang janin yang berakibat keguguran, masalah pemberian minum, cacat bawaan, infeksi gangguan hematologi, asfeksia, tetanus, kelemahan neonatal, dan BBLR [20].
Begitupun dengan teori yang menyatakan bahwa KEK di masa kehamilan mengakibatkan ibu menjadi cepat lelah dan tidak adekuat serta terjadinya dilatasi lebih pada serviks akibatnya menimbulkan selaput ketuban yang tipis dan mudah pecah [21]. WHO berpendapat bahwa, malnutrisi bermakna adanya kekurangan gizi. Kekurangan gizi muncul karena kurangnya ketersediaan zat gizi oleh jaringan tubuh. Kehilangan lemak tubuh yang tidak wajar merupakan salah satu ciri seseorang mengalami kurang gizi [22].
Berdasarkan data penelitian, tidak terdapat hubungan antara KEK dengan KPD. Peneliti memaparkan bahwa ibu dengan KEK tidak berpegaruh pada KPD. Hal tersebut karena ibu dengan KPD bisa terjadi dengan faktor yang lain seperti, pola pekerjaan berlebihan dan anemia. Faktor KEK tidak berpengaruh karena hanya data relevan dengan penelitian yang diambil berdasarkan data responden.
Dalam penelitian ini riwayat seksio sesarea tidak terdapat hubungan dengan KPD. Hasil penelitian yang diperoleh tidak selaras dengan penelitian Legawati & Riyanti (2018), bahwa riwayat metode persalinan juga bisa mempengaruhi KPD. Sebuah studi dari Uganda mengungkapkan bahwa operasi caesar merupakan faktor risiko yang signifikan untuk KPD. Studi dari Tigray juga menemukan operasi caesar menjadi faktor risiko yang signifikan. Responden dengan riwayat SC 3,15 kali lebih mungkin terjadinya KPD daripada yang tidak memiliki riwayat SC. Hal ini mungkin karena adanya peningkatan risiko pecahnya bekas luka SC pada kehamilan berikutnya [23].
Faktor lain yang memicu terjadinya KPD ialah pecahnya membran ketuban sebelum masa persalinan. KPD yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu memicu kelahiran secara prematur. Normalnya, 8 – 10 % wanita hamil aterm akan mengalami KPD. Adapun komplikasi yang muncul karena KPD, seperti infeksi, hipoksia karena kompresi tali pusat, persalinan prematur, sehingga meningkatkan persalinan dengan tindakan yaitu operasi caesar. Pada dasarnya, ibu dengan KPD bisa terjadi pada ibu yang tidak ada riwayat seksio sesarea.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa hanya anemia yang ada hubungan dengan KPD. Sedangkan KEK dan Riwayat SC tidak ada hubungan dengan KPD. Hubungan antara anemia dengan KPD terjadi pada ibu hamil berusia 21-35 tahun dan terjadi pada ibu hamil dengan multipara. Permasalahan KPD ditelaah lebih dalam karena prevalensinya yang terus meningkat. Upaya penanganan KPD yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan edukasi dan kebidanan secara cepat, tepat, dan menyeluruh terhadap ibu hamil. Tujuan dilakukan upaya tersebut ialah untuk mencegah dan mengurangi akibat dari KPD pada kasus ibu hamil ataupun ibu bersalin. Peran penelitian ini untuk peneliti selanjutnya adalah sebagai pedoman dalam penyusunan penelitian yang hendak dilakukan. Peneliti berharap di penelitian selanjutnya dapat mengambil variabel lain dan metode penelitian lain, sehingga dapat dijadikan edukasi untuk penyempurnaan karya selanjutnya.
References
- Y. D. Sagita, "Hubungan antara Ketuban Pecah Dini dan Persalinan Sectio Caesarea dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir," Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, vol. 1, no. 1, 2016. https://doi.org/10.30604/jika.v1i1.2
- T. Maharrani and E. Y. Nugrahini, "Hubungan Usia, Paritas dengan Ketuban Pecah Dini di Puskesmas Jagir Surabaya," Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, vol. VIII, pp. 102–108, 2017.
- N. Karlina, "Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal," IN MEDIA, 2016.
- T. Nugroho, "Obsgyn Obstetri dan Ginekologi Untuk Kebidanan dan Keperawatan," Nuha Medika, 2012.
- Marmi, "Asuhan Kebidanan Pada Persalinan," 2012.
- R. N. Ali, F. A. A. Hiola, and V. Tomayahu, "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) di RSUD Dr MM Sunda Limboto," Jurnal Health Sains, vol. 2, no. 3, pp. 381–393, 2021.
- Legawati, "Determinasi Kejadian KPD Ruang Cempaka," Jurnal Kebidanan, vol. 3, no. 2, pp. 95–105, 2018.
- A. Andriyani, Lisnawati, F. Kurniawan, Anoluthfa, and W. O. S. K. Wuna, "Faktor yang Mempengaruhi Penyebab Terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD) Ibu Bersalin di RSUD Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara," Journal of Health, Nursing, and Midwifery Sciences Adpertis, vol. 2, no. 1, pp. 14–19, 2021.
- Dinkes Jawa Timur, "Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020," 2020.
- Dinkes Kab. Sidoarjo, "Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022," Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, 2022.
- Kemenkes RI, "Profil Kesehatan Indonesia 2018," 2nd ed., 2019.
- P. dr I. B. G. Manuaba, "Pengantar Kuliah Obstetri," EGC: Penerbit Buku Kedokteran, 2012.
- N. Rohmawati and A. I. Fibriana, "Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran," Higeia Journal of Public Health Research and Development, vol. 2, no. 1, pp. 23–32, 2018.
- N. Mahjabeen, S. Zinnat, A. Nasreen, and S. Shahreen, "The Prevalence of Premature Rupture of Membranes (PROM) in Anemic and Non-anemic Pregnant Women at a Tertiary Level Hospital," European Journal of Medical and Health Sciences, vol. 3, no. 4, pp. 25–27, 2021.
- R. A. Yanti, "Studi Literatur: Hubungan Anemia Dengan Ketuban Pecah Dini," 2021.
- H. Ekawati, D. E. Martini, L. Maghfuroh, W. R. Gumelar, and N. Krisdianti, "Factors Related to Prelabor Rupture of Membrane among Maternity Mother at Lamongan Regency, East Java, Indonesia," Macedonian Journal of Medical Sciences, vol. 10, pp. 92–98, 2022.
- A. Hassanzadeh, Z. Paknahad, and M. G. Khoigani, "The Relationship Between Macro- and Micro-nutrients Intake and Risk of Preterm Premature Rupture of Membranes in Pregnant Women of Isfahan," Advanced Biomedical Research, pp. 1–9, 2016. https://doi.org/10.4103/2277-9175.188949
- Y. Haryanti, L. Masan, R. Amartani, E. Juliansyah, and Y. Montessori, "Determinan Penyebab Kejadian Persalinan Prematur pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Ade Mohammad Djoen," Journal of Midwifery and Health Administration Research, vol. 2, no. 2, pp. 1–8, 2022.
- S. Fatimah and N. T. Yuliani, "Hubungan Kurang Energi Kronis (KEK) Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Rajadesa Tahun 2019," Journal of Midwifery and Public Health, vol. 1, no. 2, 2019.
- W. Wahyuni, N. A. Fauziah, and M. Romadhon, "Hubungan Usia Ibu, Paritas Dan Kadar Hemoglobin Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2020," Jurnal Keperawatan Sriwijaya, vol. 8, no. 2, pp. 1–11, 2021.
- A. Novitasari, A. Tihardimanto, and R. R. Rahim, "Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketuban Pecah Dini Di RSUD Lamaddukeleeng Kab. Wajo," Al-Iqra Medical Journal: Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran, vol. 5, no. 2, pp. 1–8, 2017.
- S. Zulaekah, S. Purwanto, and L. Hidayati, "Anemia Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Malnutrisi," Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 9, no. 2, 2014.
- N. E. Assefa et al., "Risk Factors of Premature Rupture of Membranes in Public Hospitals at Mekele City, Tigray, a Case Control Study," BMC Pregnancy and Childbirth, vol. 6, pp. 1–7, 2018.