Abstract
This study investigates the relationship between empathy and prosocial behavior among vocational school students, aiming to elucidate the dynamics underlying their empathetic tendencies and their impact on prosocial acts. The research utilized a quantitative correlation design, with a sample of 241 students from SMK Antarctica 1 Sidoarjo, selected through Quota Sampling. Empathy and prosocial behavior were measured using psychological scales. Data analysis employing Pearson's product moment correlation revealed a significant positive association between empathy and prosocial behavior (rxy = 0.236, p < 0.005), indicating that higher levels of empathy correspond to greater engagement in prosocial behaviors. The findings emphasize the importance of fostering empathy to cultivate a culture of altruism among students, providing valuable implications for educational programs and interventions aimed at promoting prosocial behavior in diverse contexts.
Highlights:-
Positive relationship: The study demonstrates a significant positive association between empathy and prosocial behavior among vocational school students. (rxy = 0.236, p < 0.005)
-
Importance of empathy: The findings highlight the crucial role of empathy in promoting prosocial behavior, emphasizing the need to cultivate empathetic tendencies among students.
-
Implications for education: The results offer valuable insights for educational interventions, suggesting the integration of empathy-building strategies to foster a culture of altruism and enhance prosocial behaviors among students.
Pendahuluan
Menurut UU No.20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha perwujudan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam pengembangan potensi dirinya untuk memiliki keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan. Pendidikan nasional berfungsi sebagai pengembangan kemampuan dan membentuk watak serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman, cakap, kreatif, mandiri dan bertanggung jawab serta menjadi warga yang demokratis [1].
Ada beberapa jenjang pendidikan yang ada di Indonesia salah satunya adalah pendidikan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan. Termuat dalam “Undang-Undang Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 20 tahun 2003 pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu dan siap pula melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi”. Pendidikan Kejuruan adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs [1].Siswa SMK merupakan peserta didik yang pendidikannya diprogram khusus dipilih untuk siapapun yang siap untuk bekerja dengan kelompok ataupun bekerja sendiri sesuai dengan program yang dipilih [3].
Siswa yang berada dalam jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk dalam kategori remaja tengah. Masa remaja terdapat tiga tahapan yaitu masa remaja awal masuk dalam usia 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan masuk dalam usia 15 – 18 tahun dan masa remaja akhir masuk dalam usia 18 – 21 tahun [4]. Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai memahami dan mengembangkan kehidupan bermasyarakat. Pada masa ini individu membangun hubungan yang matang dengan teman sebaya maupun orang dewasa lainnya, mulai belajar menjalankan peran sosial, memperoleh dan kemudian mengembangkan norma-norma sosial sebagai pedoman dalam bertindak serta sebagai pandangan hidup [5].
Tugas perkembangan pada masa remaja tengah adalah mempelajari keterampilan fisik untuk permainan umum, membangun sikap yang sehat mengenai diri, belajar menyesuaikan diri dengan teman sebayanya, mulai mengembangan peran sosial secara tepat, mengembangkan pengertian yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan nilai, mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial, mencapai kebebasan pribadi, dan memperoleh tempat dalam kelompok sosial yang akan terwujud dalam perilaku prososial [6].
Perilaku prososial merupakan perilaku menyongkong kesejahteraan orang lain. Seperti, kedermawanan, persahabatan, kerjasama, menolong, menyelamatkan, dan pengorbanan, [7]. Selain itu perilaku prososial didefinisikan sebagai perilaku yang secara utama menguntungkan orang lain, sering digambarkan sebagai perilaku berbagi, membuat nyaman orang lain, mendonasikan hal-hal yang baik atau uang, melakukan secara sukarela, dan menolong [8]. Berdasaran penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan dampak positif bagi si penerima pertolongan, baik dalam bentuk materi, fisisk, ataupun psikologis, tetapi kurang memiliki keuntungan yang jelas bagi si penolongnya.
Perilaku prososial yang kurang baik akan menimbulkan dampak antara lain tidak mampu melakukan penyesuaian psikologis, akan bertindak agresif, mengalami disfunsional dalam perilaku. Terdapat lima aspek dalam perilaku prososial antara lain lain Persahabatan (friendship), Kerjasama (cooperating), Menolong (helping), Bertindak jujur (honesty) dan Berderma (generousity) [9].
Prososial siswa pada masa remaja cenderung rendah, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan prososial siswa di Kabupaten Pekalongan ada beberapa hal yang menunjukkan penurunan perilaku prososial. Sebesar 27,3% memiliki perilaku prososial rendah, 49,7% sedang dan 23% tinggi [9]. Dari data tersebut memperlihatkan 27,3% menunjukkan perilaku prososial rendah dan menjadi pribadi yang rentan mengalami hubungan sosial yang kurang baik.. Fenomena yang terjadi saat ini, tentang banyaknya siswa yang memiliki tingkat prososial rendah karena kurangnya pengertian moral yang diberikan sehingga terjadi banyak khasus seperti pembullyan, dan pengeroyokan.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan masih ditemukan perilaku prososial yang rendah yang dimiliki oleh siswa. Siswa hanya menolong teman yang dikenal saja tida ada kepedulian terhadap sesama siswa. Hal tersebut sesuai dengan aspek perilaku prososial yaitu menolong (helping) menggambarkan kondisi yang sedang dialami oleh siswa tersebut. Menolong adalah kesediaan untuk memberikan pertolongan atau bantuan kepada orang lain yang sedang membutuhkan baik berupa bantuan materil atupun moril [9].
Perilaku prososial dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal menurut [11]. menegaskan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku prososial yaitu religiusitas, kesejahteraan psikologi dan empati dalam diri. Empati mempunyai keterkaitan kuat dengan perilaku prososial, karena individu yang mempunyai tingkat empati yang tinggi mempercayai dirinya sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman tersebut untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain, oleh karena itu mereka kebanyakan memiliki kepedulianyang tinggi dan pada akhirnya menimbulkan perilaku prososial dalam individu tersebut [12].
Empati merupakan bagian dari kecerdasan emosi berupa kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain [13]. Empati adalah kemampuan merasakan emosi orang lain baik secara fisiologis maupun mental yang tebangun pada berbagai keadaan batin orang lain [14]. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa empati memiliki pengaruh besar terhadap munculnya perilaku altruisme pada remaja sebanyak 43,8% [15]. Penelitian lain yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa perilaku prososial muncul ketika remaja memiliki empati yang tinggi pada dirinya [9].
Empati terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif [16]. Aspek kognitif merupakan cara seseorang dalam memahami memhami prepektif dan sudut pandang orang lain, memikirkan sesuatu yang dialami oleh seseorang, memnerikan solusi terhadap permasalahan yang dialami oleh orang lain. Aspek afektif merupakan kemampuan seseoarang untuk merasakan perasaan emosional yang dirasakan oleh seseorang, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal [16].
Kepedulian tinggi yang muncul saat individu melakukan perilaku prososial akan memiliki dampak positif individu bisa mengontrol emosi yang muncul dengan baik dan mempunyai rasa empati kepada individu lain. Kondisi psikologi ini apabila seseorang tidak mampu mengelola dengan baik maka akan memberikan hal yang membuat proses penyelesaian tugas terhambat, tidak memiliki banyak teman, untuk itu seseorang harus bisa dan mampu memunuclkan rasa kepedulian dalam dirinya agar tetap tenang untuk menyelesaikan tugas dan mempunyai banyak teman dalam lingkungannya. Dalam kondisi seperti ini, sangat penting memiliki empati yang tinggi agar tidak terjadi perilaku prososial rendah yang berdampak buruk pada siswa [14].
Prososial rendah akan menimbulkan dampak buruk bagi siswa jika dilakukan secara terus menerus. Menurut peneliti terdahulu menunjukkan hasil bahwa perilaku prososial berpengaruh kepada pertumbuhan moral, semakin tinggi perilaku prososial maka akan semakin tinggi juga moral yang dimiliki [11]. Perilaku prososial yang tinggi menunjukkan bahwa remaja tengah mengalami perkembangan moral dalam rentang kehidupannya sebagai manusia. Selain itu, remaja juga menunjukkan bahwa remaja mulai dapat mengembangkan keberfungsian diri secara optimal.
Berdasarkan fenomena di atas peneliti ingin mengetahui kaitanya empati dengan perilaku prososial pada siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku Prososial pada Siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional, bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan variabel lainnya [17]. Populasi dalam penelitian ini siswa SMK Antar tika 1 Sidoarjo yang berjumlah 2.075 siswa. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan tabel dengan taraf kesalahan 10% berjumlah 241 siswa .
Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling. Quota sampling yaitu teknik menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumla (kuota) yang diinginkan [17]. Teknik pengumpulan data yang digunakan iadalah skala psikologi berupa skala empati dan perilaku prososial dengan model skala Likert yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang ada pada variabel empati dan aspek yang ada pada variabel perilaku prososial. Analisis datai menggunakan correlation product moment dengan bantuan SPSS 26.0 for Windows.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test | |||
Empati | Prososial | ||
N | 241 | 241 | |
Normal Parametersa,b | Mean | 61.15 | 51.57 |
Std. Deviation | 4.091 | 4.869 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .071 | .086 |
Positive | .071 | .086 | |
Negative | -.063 | -.083 | |
Kolmogorov-Smirnov Z | 1.105 | 1.339 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | .174 | .056 | |
a. Test distribution is Normal. | |||
b. Calculated from data. |
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas variabel empati dan perilaku prososial. Nilai signifikansi empati hasil uji Kolmogorov-Smirnov yang ditunjukkan pada tabel di atas adalah sebesar 0,174 yang berarti lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa distribusinya normal. Nilai signifikansi variabel perilaku prososial yakni 0,056 yang berarti lebih dari 0,05 maka artinya bahwa distribusinya normal.
ANOVA Table | |||||||
Sum of Squares | df | Mean Square | F | Sig. | |||
Prososial * Empati | Between Groups | (Combined) | 761.970 | 22 | 34.635 | 1.532 | .065 |
Linearity | 318.121 | 1 | 318.121 | 14.076 | .000 | ||
Deviation from Linearity | 443.849 | 21 | 21.136 | .935 | .546 | ||
Within Groups | 4927.009 | 218 | 22.601 | ||||
Total | 5688.979 | 240 |
Uji linieritas seperti yang tunjukkan tabel diatas maka diperoleh hasil dengan nilai F Liniearity sebesar 14,076 dengan signifikansi 0,000. Hal ini berarti bahwa nilai signifikansi kurang dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasinya linier.
Correlations | |||
Empati | Prososial | ||
Empati | Pearson Correlation | 1 | .236** |
Sig. (2-tailed) | .000 | ||
N | 241 | 241 | |
Prososial | Pearson Correlation | .236** | 1 |
Sig. (2-tailed) | .000 | ||
N | 241 | 241 | |
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). |
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil analisis tersebut diperoleh hasil koefisien korelasi rxy = 0,236 dengan signifikansi 0,000. Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial. Semakin tinggi empati yang dimiliki siswa maka akan semakin tinggi perilaku prososial namun sebaliknya semakin rendah empati yang dimiliki siswa maka akan semakin rendah perilaku prososial siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo.
Model Summary | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .236a | .056 | .052 | 4.740 |
a. Predictors: (Constant), Empati |
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sumbangan variabel X yakni empati terhadap prososial adalah sebesar 5,6%. Hasil ini diperoleh dari R Square yaitu sebesar 0,056 x 100% = 5,6%. Hal ini berarti bahwa pengaruh empati terhadap perilaku prososial 5,6%.
Descriptive Statistics | ||||||
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | Variance | |
Empati | 241 | 49 | 76 | 61.15 | 4.091 | 16.736 |
Prososial | 241 | 39 | 66 | 51.57 | 4.869 | 23.704 |
Valid N (listwise) | 241 |
Berdasarkan tabel di atas diketahui pada skala empati ditemukan nilai mean teoritik (µ) sebesar 61,15 dan standart deviasi (σ) sebesar 4,091. Pada skala perilaku prososial ditemukan nilai mean teoritik (µ) sebesar 51,57 dan standart deviasi (σ) sebesar 4.869.
Kategori | Skor Subjek | |||
Empati | Perilaku Prososial | |||
∑ Siswa | % | ∑ Siswa | % | |
Sangat Rendah | 16 | 6,7 % | 23 | 4,2 % |
Rendah | 72 | 25,7 % | 59 | 31,2 % |
Sedang | 102 | 31,9 % | 90 | 28,9 % |
Tinggi | 45 | 32,5 % | 58 | 32,5 % |
Sangat Tinggi | 6 | 3,2 % | 11 | 3,2 % |
Total | 241 | 100% | 241 | 100% |
Berdasarkan tabel kategorisasi skor subyek tersebut pada skala empati dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 16 siswa yang memiliki tingkat empati sangat rendah, terdapat 72 siswa yang memiliki tingkat empati rendah, terdapat 102 siswa yang memiliki tingkat empati sedang, terdapat 45 siswa yang memiliki tingkat empati tinggi, dan terdapat 6 siswa yang memiliki tingkat empati sangat tinggi.
Kategorisasi skor subyek pada skala perilaku prososial dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 23 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sangat rendah, terdapat 59 siswa yang memiliki perilaku prososial yang rendah, terdapat 90 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sedang, terdapat 58 siswa yang memiliki perilaku prososial yang tinggi, dan terdapat 11 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sangat tinggi.
Pembahasan
Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS dengan teknik korelasi product moment. Uji korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima, dengan koefisien korelasi (rxy) 0,236 signifikasi 0,000 < 0,05 maka hipotesis diterima, sehingga dapat diketahui bahwa ada hubungan positif antara empati dengan perilaku prososial pada siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo. Hubungan yang positif menunjukkan bahwa ada hubungan yang searah yaitu semakin tinggi empati maka semakin tinggi perilaku prososial, begitupula sebaliknya, semakin rendah empati maka semakin rendah perilaku prososial.
Hubungan positif antar variabel sesuai dengan temuan atau hasil penelitian yang dikemukakan [18] yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara empati dengan perilaku prososial pada remaja. Faktor empati mempengaruhi kecenderungan perilaku prososial, dimana kedua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya [14]. Dengan demikian, bila seorang remaja memiliki empati yang baik, maka empati tersebut akan mendorongnya untuk berperilaku prososial. Demikian pula pada siswa SMK, bila mereka memiliki empati yang tinggi terhadap teman sebaya dan orang lain, maka ia akan berperilaku prososial pada siswa teman sebaya dan orang lain ketika mereka membutuhkan bantuan. Hal ini berarti jika siswa memiliki empati yang baik diukur dengan aspek afektif dengan indikator mampu merasakan perasaan emosional yang dirasakan seseorang, mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan, mampu berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Aspek kognitif juga dapat meni.
Hal tersebut didukung hasil penelitian [9]bahwa empati dapat dilihat dari aspek empati kognitif atau lazim dikenal sebagai penempatan perspektif (perspectiv-taking), empati afektif (emphatic concern), dan distress diri (personal distress). Perspective-taking merupakan kemampuan spontan seseorang untuk mengadopsi atau memahami kerangka pikir orang lain, sedangkan unsur afektif dari empati lebih mengarah pada apa yang dirasakan oleh seseorang terhadap keadaan orang lain; termasuk pula didalamnya keadaan simpati dan perhatian penuh terhadap orang lain. Komponen yang lain, yakni distress diri (personal distress) merupakan suatu keadaan cemas, khawatir, dan tertekan yang dialami oleh seseorang sebagai reaksi negatif terhadap situasi antarpribadi yang dialaminya.
Berdasarkan kategorisasi skor subyek pada skala empati dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 16 siswa yang memiliki tingkat empati sangat rendah, terdapat 72 siswa yang memiliki tingkat empati rendah, terdapat 102 siswa yang memiliki tingkat empati sedang, terdapat 45 siswa yang memiliki tingkat empati tinggi, dan terdapat 6 siswa yang memiliki tingkat empati sangat tinggi.
Kategorisasi skor subyek pada skala perilaku prososial dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat 23 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sangat rendah, terdapat 59 siswa yang memiliki perilaku prososial yang rendah, terdapat 90 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sedang, terdapat 58 siswa yang memiliki perilaku prososial yang tinggi, dan terdapat 11 siswa yang memiliki perilaku prososial yang sangat tinggi.
Perilaku prososial adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud merubah keadaan psikis atau fisik penerima sedemikian rupa sehingga penolong akan merasa bahwa penerima menjadi sejahtera atau puas secara material atau psikologis [10]. Perilaku prososial memberikan dampak pada diri sendiri dan orang yang ditolong. Dampak pada diri sendiri adalah perasaan puas, bahagia, dan terbebas dari perasaan bersalah. Sedangkan dampak pada orang yang diberikan pertolongan adalah memenuhi kebutuhannya.
Selain dampak yang telah dijelaskan sebelumnya, perilaku prososial tidak bisa lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, antara lain self-gain, personal value dan norms, dan empathy[19]. Faktor self-gain menyangkut harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, Seperti ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. Faktor personal value dan norms menyangkut nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. Faktor empathy menyangkut kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pelaman orang lain
Limitasi dalam penelitian ini yaitu dalam penggunaan variabel dependen, peneliti hanya menggunakan satu variabel dependen yaitu perilaku prososial. Dalam proses penelitian,peneliti tidak mengklasifikasi berdasarkan jurusan melainkan berdasarkan jenjang kelas saja. Namun penelitian ini juga memiliki keterbatasan, yaitu variabel empati memiliki sedikit pengaruh terhadap perilaku prososial yaitu sebesar 5,6% dan sisanya 94,4 dipengaruhi oleh faktor lain self-gain, personal value dan norms.
Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya hubungan yang positif dan signifikan antara empati dengan perilaku prososial pada siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo. Hal ini dapat diketahui dari nilai koefisien korelasi rxy= 0,236 dengan signifikansi 0.000, dimana menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Apabila empati yang dimiliki siswa tinggi maka perilaku prososial siswa yang dimunculkan akan tinggi, sebaliknya jika empati yang dimiliki siswa rendah maka perilaku prososial siswa SMK Antartika 1 Sidoarjo juga akan rendah. Sumbangan efektif variabel empati dengan perilaku prososial yaitu sebesar 5,6%, hal tersebut berarti 94,4% dipengaruhi oleh faktor lain seperti self-gain, personal value dan norms.
References
- Hermanto, B. Perekayasaan sistem pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Foundasia, 11(2). 2020.
- Datadiwa, D., & Widodo, J. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja siswa SMK Negeri 1 Warureja Tahun 2014. Economic Education Analysis Journal, 4(1). 2015.
- Marjanto, P. Implementasi Kelas Industri Pada Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO) Di SMK Islam 1 Kota Blitar (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang). 2022.
- Agustriyana, N. A., & Suwanto, I. Fully human being pada remaja sebagai pencapaian perkembangan identitas. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 2(1), 9-11. 2017.
- Octavia, S. A. Motivasi belajar dalam perkembangan remaja. Deepublish. 2020.
- Agusniatih, A., & Manopa, J. M. (2019). Keterampilan Sosial Anak Usia Dini: Teori dan Metode Pengembangan. Edu Publisher. 2019.
- Utami, D. A.. Kepercayaan interpersonal dengan pemaafan dalam hubungan persahabatan. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 3(1), 54-70. 2015.
- Dewi, N. K., & Saragih, S. Pengaruh kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan terhadap perilaku prososial Remaja di SMP Santa Ursula Jakarta. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 3(03). 2014.
- Asih, G. Y., & Pratiwi, M. M. S. Perilaku prososial ditinjau dari empati dan kematangan emosi. Jurnal Psikologi: PITUTUR, 1(1), 33-42. 2012.
- Tsaani, S. A.. Hubungan antara syukur dan empati dengan perilaku prososial pada Volunteer Save Street Child Sidoarjo (SSCS) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim). 2018.
- Denni Rahmawati, A., & Uyun, Z. Pola Perilaku Prososial Mahasiswa Relawan Solo Mengajar (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). 2016.
- Noor, T. R. Perilaku Prososial Masyarakat Surabaya: Sebuah Refleksi Di Tengah Covid-19. Dialektika Dosen Indonesia Dalam Menyikapi Covid-19: Kajian Komunikasi, Psikologi, Pendidikan, Agama/Dakwah, Dan Linguistik, 87. 2021.
- Andriani, A. Kecerdasan emosional (emotional quotient) dalam peningkatan prestasi belajar. EDUKASI: Jurnal Pendidikan Islam (e-Journal), 2(1), 86-99. 2014.
- Ulya, R., Yusuf, M. J., & Indra, S. Identifikasi Sikap Empati Pengasuh pada Anak Binaan Panti Asuhan. Indonesian Journal of Counseling and Development, 2(1), 59-70. 2020.
- Utari, A. R. T., & Rustika, I. M. Konsep diri dan kecerdasan emosional terhadap perilaku prososial remaja sekolah menengah atas. Jurnal Studia Insania, 8(2), 80-98. 2021.
- Nurdin, M. N., & Fakhri, N. Perbedaan empati kognitif dan empati afektif pada remaja laki-laki dan perempuan. Jurnal Psikologi TALENTA, 2(2), 11. 2020.
- Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. 2013.
- Astuti, Y. S., Lestari, R., & Psi, S. Hubungan antara empati dengan perilaku prososial pada karang taruna di Desa Jetis, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta). 2014.
- Anjani, K. Y., & IZZATI, U. A. Hubungan antara empati dengan perilaku prososial pada siswa SMK swasta X di Surabaya. Character: Jurnal Penelitian Psikologi., 5(2). 2018.