Abstract
This descriptive quantitative study investigates the phenomenon of school well-being among 279 students in SMK 10 November Sidoarjo. The research aims to provide an explanation of school well-being and its implications. Proportionate stratified random sampling was employed to select the subjects, and data were collected using a Likert scale. Data analysis using SPSS 26.0 and Excel revealed that the students' school well-being fell within the medium category (70%), with a small proportion experiencing low (16%) and high (14%) levels. These findings indicate that students possess the ability to cultivate a sense of well-being during their learning process, leading to enhanced comfort. The study contributes to our understanding of school well-being and emphasizes the importance of nurturing positive learning environments for students' overall well-being.
Highlights:
- School well-being: This study focuses on understanding the level of school well-being experienced by students.
- Quantitative analysis: The research utilizes a descriptive quantitative approach to analyze data collected from 279 students.
- Learning environment and comfort: The results highlight the significance of creating positive learning environments that contribute to students' comfort and overall well-being.
Pendahuluan
Sekolah adalah salah satu elemen yang penting dalam proses perkembangan pendidikan individu. Aspek yang penting bagi remaja untuk perkembangan karirnya di masa depan adalah pendidikan [1]. Remaja pada umumnya berada di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah lanjutan dari pendidikan wajib 9 tahun yang memberikan pendidikan sekunder bagi siswanya [2].
Undang undang tentang pendidikan PP No.29 tahun 1990 pasal 1 ayat 1 tentang pendidikan menengah menyatakan SMA merupakan adalah bentuk pendidikan menengah, yaitu pendidikan untuk lulusan dasar. Tujuan SMA, tertera dalam PP No 29 tahun 1990 pasal 2 ayat 1 adalah 1) untuk meningkatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan juga kesenian 2) meningkatkan kemampuan siswa dalam membangun hubungan yang baik di masyarakat dan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan yang mengutamakan perkembangan kemampuan siswanya untuk melakukan pekerjaan yang di inginkan. Tujuan SMK, tertera dalam PP No 29 tahun 1990 pasal 3 ayat 2, yakni mengembangkan sikap profesional dalam bekerja serta agar siswa tersebut siap untuk memasuki dunia pekerjaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan telah dilakukan ditermukan permasalahan yang di alami oleh siswa diantaranya adalah masalah pemenuhan diri (Being) hal ini bisa dilihat dari hasil wawancara dengan siswa yang mengatakan seharusnya siswa SMK lebih banyak melakukan praktek dari pada tugas di kelas, hubungan sosial (loving) bisa di lihat dari siswa lain yang mengatakan bahwa mereka lebih suka mengerjakan tugas individu dari pada kelompok, karena dengan alesan tugas kelompok membuat mereka kesulitan membagi tugas, dan kesehatan (health) bisa di lihat dari siswa M yang sering bosan ketika guru menerangkan teori pelajaran. Masalah – masalah yang di alami siswa di atas, merupakan aspek-aspek dari school well-being.
Penelitian yang telah dilakukan dengan judul “Pengaruh School Well-Being Terhadap Motivasi Belajar Siswa” juga menjelaskan bahwa school well-being memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar siswa (r = 0,297) [3]. Tingginya aspek school well-being dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ketika sedang dalam proses pembelajaran di kelas. Siswa merasa nyaman dengan penyampaian yang diberikan oleh guru sehingga tugas berat pun menjadi terasa ringan ketika diberikan secara bertahap [4].
Penelitian yang telah dilakukan dengan judul “School Well-Being Siswa Ditinjau dari Jenis Sekolah” menunjukkan ada perbedaan yang signifikan. Siswa yang sedang melakukan proses pembelajaran di jenjang SMA negeri memiliki school well-being lebih tinggi dibandingkan dengan siswa MA Pondok pesantren [5]. Hal ini juga sesuai dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa siswa SMP yang melakukan full day school memiliki school well-being lebih rendah dibandingkan dengan siswa SMP yang non full day school [6]. Pemberian pembelajaran terlalu lama membuat siswa atau murid merasa bosan ketika sedang melakukan proses pembelajaran [7].
School well-being (kesejahteraan siswa di sekolah)adalah sebuah keadaan sekolah yang memuaskan kebutuhan dasar siswanya, meliputi having (kondisi sekolah), loving (hubungan sosial), being (pemenuhan diri), dan health (kesehatan) [8]. Keempat aspek tersebut merupakan syarat terwujudnya kesejahteraan bagi siswa di sekolah. School well-being merupakan kehidupan emosional yang positif yang di hasilkan antara faktor lingkungan, kebutuhan pribadi, dan harapan siswa di sekolah yang sejalan.
Program school well-being menjadi penting diterapkan di sekolah karena siswa yang sehat merasa bahagia dan sejahtera dalam mengikuti pelajaran di kelas, dapat secara efektif dan memberi kontribusi positif pada sekolah dan lebih luas lagi pada komunitas [9]. School Well-being harus menjadi fungsi pendidikan utama, dan semua sekolah harus digerakkan untuk memaksimalkan pertumbuhan siswa dan pendidik. Kesejahteraan pada siswa biasanya ditandai dengan adanya perilaku positif yang berhubungan dengan baiknya performa akademik siswa, hubungan interpersonal yang baik, serta tidak adanya masalah perilaku pada siswa seperti penurunan prestasi, ketidakhadiran di kelas, kurangnya perilaku prososial serta masalah kesehatan mental siswa [5].
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mgnadakan penelitian tentang gambaran school well-being pada siswa SMK 10 Nopember.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif, bertujuan untuk mengetahui tingkat school well-being pada siswa SMK 10 Nopember Sidoarjo. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa SMK 10 Nopember dengan jumlah 1.316 siswa. Sampel penelitian berjumlah 279 siswa.
Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate stratified random sampling. proportionate stratified random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional [10]. Teknik pengumpulan data yang digunakan iadalah skala psikologi berupa skala school well-being dengan model skala Likert yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang ada dalam school well-being yaitu aspek having, loving, being dan health. Analisis datai yang digunakan yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan microsoft excel.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Kelas | Jumlah | Persentase |
X | 80 | 29% |
XI | 89 | 32% |
XII | 110 | 39% |
Total | 279 | 100% |
Berdasarkan tabel 1 tersebut, distribusi subjek penelitian yang dikelompokkan berdasarkan masing-masing kelas.
Berdasarkan Gambar 1. di atas diketahui bahwa 38 siswa dengan presentase 14% memiliki school well-being tinggi, sedangkan siswa yang memiliki school well-being sedang sebesar 200 siswa dengan presentase 72% dan yang memiliki school well-being rendah sebesar 41 siswa dengan presentase 16%. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar school well-being yang dimiliki siswa SMK 10 Nopember dalam kategori sedang.
Berdasarkan Gambar 2. diketahui bahwa aspek yang mempunyai nilai paling besar adalah loving dengan nilai rata-rata sebesar 15,23, aspek kedua yaitu being dengan nilai rata-rata sebesar 12,20, aspek ketiga yaitu healt dengan nilai rata-rata sebesar 11,59 dan aspek yang terakhir yaitu having dengan nilai rata-rata 6,11.
Berdasarkan Gambar 3. diketahui bahwa kelas yang mempunyai nilai paling besar adalah kelas XII dengan nilai rata-rata 45,44. Kelas X memiliki nilai rata-rata 45,03. Sedangkan kelas dengan nilai terendah didapatkan oleh kelas XI dengan nilai rata-rata 44,85. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa school well-being yang dimiliki siswa SMK 10 Nopember memiliki nilai rata-rata tinggi.
Setelah menjelaskan mengenai hasil dari school well-being SMK 10 Nopember secara umum (keseluruhan), maka lebih dalam peneliti akan menjelaskan mengenai school well-being berdasarkan aspek-aspek yang ada dalam school well-being. Hasilnya dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini.
Berdasarkan Gambar 4. diketahui bahwa school well-being berdasarkan aspek having pada siswa SMK 10 Nopember, dari 279 siswa dengan ketegori “tinggi” sebanyak 40 orang dan skor persentase 14%, kategori “sedang” terdapat 146 orang dengan persentase 52%, dan kategori “rendah” sebanyak 93 orang dengan persentase 34%. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pada aspek having, sebagian besar siswa (52%) memiliki rasa nyaman pada kondisi sekolah yang meliputi lingkungan fisik, fasilitas di sekolah, jadwal pelajaran, dan hukuman.
Berdasarkan Gambar 5. diketahui bahwa bahwa school well-being berdasarkan aspek loving pada siswa SMK 10 Nopember, dari 279 siswa dengan ketegori “tinggi” sebanyak 31 siswa dan skor persentase 11%, kategori “sedang” terdapat 204 siswa dengan persentase 73%, dan kategori “rendah” sebanyak 44 siswa dengan persentase 16%. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pada aspek loving, sebagian besar siswa (73%) siswa dapat merasakan kasih sayang dari lingkungan sekolah.
Berdasarkan Gambar 6. diketahui bahwa school well being berdasarkan aspek being pada siswa SMK 10 Nopember, dari 297 siswa dengan ketegori “tinggi” sebanyak 53 siswa dan skor persentase 19%, kategori “sedang” terdapat 154 siswa dengan persentase 55%, dan kategori “rendah” sebanyak 72 siswa dengan persentase 26%. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pada aspek being, sebagian besar siswa (55%) siswa mendapatkan pemenuhan diri di sekolah.
Berdasarkan Gambar 7. diketahui bahwa school well being berdasarkan aspek health pada siswa SMK 10 Nopember, dari 297 siswa dengan ketegori “tinggi” sebanyak 13 siswa dan skor persentase 5%, kategori “sedang” terdapat 195 siswa dengan persentase 70%, dan kategori “rendah” sebanyak 71 siswa dengan persentase 25%. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pada aspek health, sebagian besar siswa (70%) siswa memiliki kondisi fisik dan mental baik.
Pembahasan
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini diperoleh bahwa kategori school well-being siswa SMK 10 Nopember berada pada kategori sedang dengan jumlah siswa 200 siswa yang memiliki persentase 70%. Hal ini menunjukkan siswa cukup penilaian terhadap kondisi lingkungan sekolah yang aman, nyaman, serta menyenangkan, sehingga siswa dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yang mencakup having, loving, being, dan healthstatus.
School well-being yang baik dapat menurunkan agresivitas siswa. [11] dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara school well-being dengan agresivitas. Siswa yang mampu menciptakan memahami kondisi sekolah dan dirinya dapat menurunkan tingkat agresifitas pada saat pembelajaran disekolah, hal tersebut berdampak kepada hasil belajar yang didapat oleh siswa.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [12] menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara school well-being dengan motivasi belajar. Penelitiannya menemukan bahwa semakin tinggi school well-being yang dirasakan oleh siswa maka akan semakin memberikan motivasi belajar tinggi terhadap siswa. [13] menyatakan school well-being sangat bermanfaat dan berguna untuk siswa dalam setiap kegiatan akademiknya, karena dengan adanya school well-being dapat membuat siswa lebih nyaman terhadapt dirinya, berkonsentrasi, fokus, kreatif dan memudahkan dalam proses penyerapan informasi saat pembelajaran berlangsung yang akhirnya bisa berdampak pada hasil capaian tugas yang maksimal [14].
Aspek having merupakan keadaan siswa yang merasa nyaman pada kondisi sekolah yang meliputi lingkungan fisik, fasilitas di sekolah, jadwal pelajaran, dan hukuman [6]. [9] dalam school well-being siswa, aspek having merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya having yang dimiliki siswa, maka seseorang akan merasa nyaman pada kondisi sekolah yang meliputi lingkungan fisik, fasilitas di sekolah, jadwal pelajaran, dan hukuman. Pada aspek having, siswa SMK 10 Nopember 52% memiliki aspek having dalam kategori sedang. Namun terdapat 34% yang memiliki aspek having dalam kategori renah, meskipun juga ada yang memiliki aspek having dalam kategori tinggi dengan nilai sebesar 14%. Aspek having dapat memunculkan pengaruh kepada aspek health. Keadaan siswa yang merasa nyaman pada kondisi lingkungan fisik, fasilits, jadwal pelajaran dan hukuman yang baik dapat meningkatkan health status yang dimiliki oleh siswa [4].
Aspek loving merupakan perasaan siswa dalam berhubungan sosial, sehingga siswa dapat merasakan kasih sayang dari lingkungan sekolah [6]. [8] dalam school well-being siswa, aspek loving merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya aspek loving, maka individu akan menjalin hubungan baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan guru, hubungan dengan teman sebaya dan dinamika kelompok. Dengan terjalinnya hubungan sosial yang baik, maka dapat berguna dalam meningkatkan prestasi siswa di sekolah serta mengembangkan sumber daya siswa pada lingkungan Pada aspek loving, siswa SMK 10 Nopember 73% memiliki aspek loving dalam kategori sedang. Namun terdapat 16% yang memiliki aspek loving dalam kategori rendah, meskipun juga ada yang memiliki aspek loving dalam kategori tinggi dengan nilai sebesar 11%.
Aspek being dapat ditinjau sebagai suatu model sekolah menciptakan keadaan yang memungkinan siswa untuk mendapatkan pemenuhan diri di sekolah [6]. [8] dalam school well-being siswa, aspek being merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya aspek being, maka siswa diberikan kesempatan untuk belajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Setiap siswa sebaiknya dianggap sebagai anggota kelompok yang memiliki kebutuhan yang sama di sekolah. Dengan demikian membolehkan siswa untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sekolah, serta peluang untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan minat siswa. Pada aspek being, siswa SMK 10 Nopember 55% memiliki aspek being sedang. Namun terdapat 26% yang memiliki aspek being rendah, meskipun juga ada yang memiliki aspek being dalam kategori tinggi dengan nilai presentase sebesar 19%.
Aspek health merupakan status kesehatan pada siswa yang jika ditinjau dalam bentuk sederhana merupakan ketidakadaannya sumber penyakit dan siswa yang sakit. Kesehatan siswa meliputi aspek fisik dan mental [6]. [8] dalam school well-being siswa, aspek health merupakan suatu hal yang sangat penting. Dengan adanya aspek health, maka individu akan berpenampilan rapi, bersih, seluruh fungsi fisiologi normal, tidak emosional, dan spiritualnya berjalan dengan baik. Pada aspek loving, siswa SMK 10 Nopember 70% memiliki aspek health dalam kategori sedang. Namun terdapat 25% yang memiliki aspek health dalam kategori rendah, meskipun juga ada yang memiliki aspek health dalam kategori tinggi dengan nilai sebesar 5%.
Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa dari keempat aspek yang disebutkan oleh [6] terdapat aspek dengan rata-rata nilai yang paling tinggi dari keseluruhan responden, yaitu aspek loving dengan nilai rata-rata sebesar 15,23. Hasil tersebut memiliki arti bahwa hampir seluruh responden memiliki school well-being dengan baik pada aspek loving. Hal itu menjelaskan bahwa siswa SMK 10 Nopember memiliki perasaan dalam berhubungan sosial, sehingga siswa dapat merasakan kasih sayang dari lingkungan sekolah.
Seperti penjelasan diatas, terdapat pula aspek dengan nilai paling rata-rata rendah dari keseluruhan responden, yaitu aspek having dengan nilai rata-rata sebesar 6,11. [9] menjelaskan bahwa aspek having dalam school well-being adalah keadaan siswa yang merasa nyaman pada kondisi sekolah yang meliputi lingkungan fisik, fasilitas di sekolah, jadwal pelajaran, dan hukuman.
Aspek loving memiliki nilai lebih tinggi daripada aspek having dikarenakan pada saat melakukan proses pembelajaran, siswa memiliki hubungan sosial yang baik sehingga siswa dapat merasakan kasih sayang dari lingkungan sekolah yang diberikan oleh guru secara langsung dan bisa dirasakan. Aspek having juga memiliki pengaruh namun paling rendah karena fasilitas yang nampak pada sekolah merupakan hal yang wajar yang dimiliki sekolah karena semakin bagus sekolah tidak heran jika fasilitas yang dimiliki sekolah tersebut bagus [7]
School well-being memiliki peran besar dalam kesuksesan siswa menjalankan pembelajaran. Ketika siswa memahami kondisi lingkungan sekolah yang aman, nyaman serta menyenangkan, bermakna siswa tersebut memiliki school well-being yang bagus, diantaranya adalah mengkontrol kemampuan yang ia miliki dalam mengambil tugas atau peran, kepercayaan dalam diri siswa dan keyakinan akan dapat menajalankan tugas yang diberikan. hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [9] menyebutkan bahwa adanya school well-being dalam diri siswa akan memudahkan dalam melakukan pembelajaran yang dijalani.
Limitasi dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data yang menggunakan google form, hal ini menyebabkan peneliti tidak bisa memantau secara langsung ketika pengisian skala penelitian sehingga memungkinkan subjek tidak bersungguh-sungguh dalam memberikan jawaban. Penggunaan satu variabel juga termasuk dalam limitasi dalam penelitian ini karena dari hasil temuan penelitian terdahulu, banyak faktor yang mempengaruhi efikasi diri akademik misalnya stress akademik, motivasi berprestasi.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMK 10 Nopember memiliki school well-being dengan kategori sedang (70%), sebagian kecil school well-being (16%) dalam kategori rendah, tetapi sebagian kecil memiliki school well-being (14%) dalam kategori tinggi, yang berarti siswa SMK 10 Nopember cukup mampu memunculkan kondisi school well-being didalam dirinya saat proses pembelajaran di sekolah sehingga dapat merasa nyaman pada saat proses pembelajaran.
Aspek school well-being siswa SMK 10 Nopember yang mempunyai nilai paling besar adalah aspek loving dengan nilai rata-rata 15,23 sedangkan aspek kedua adalah aspek being dengan nilai rata-rata 12,20, aspek ketiga adalah aspek health dengan nilai rata-rata 11,47 dan aspek terakhir yaitu aspek having dengan nilai rata-rata 6,11.
School well-being dalam jenjang kelas diketahui bahwa kelas XII memiliki nilai rata-rata school well-being paling tinggi yaitu sebesar 45,55. Sedangkan kelas X memiliki nilai rata-rata school well-being dengan nilai 45,03. Kelas XI menjadi kelas terakhir yang memiliki nilai rata-rata paling rendah yaitu sebesar 44,85.
References
- Lestari, I. Meningkatkan kematangan karir remaja melalui bimbingan karir berbasis life skills. Jurnal Konseling GUSJIGANG, 3(1). 2017.
- Sulistiyana, T. Dari Sekolah Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA) ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Kartini Rembang, 1970-2014: Dinamika Sebuah Lembaga Pendidikan di Kabupaten Rembang (Doctoral dissertation, Universitas Diponegoro). 2018.
- Rachmah, E. N. Pengaruh school well being terhadap motivasi belajar siswa. PSIKOSAINS (Jurnal Penelitian dan Pemikiran Psikologi), 11(2), 99-108. 2018.
- Rasyid, A. (2021). Konsep dan Urgensi Penerapan School Well-Being Pada Dunia Pendidikan. Jurnal Basicedu, 5(1), 376-382. Jurnal Ekonomi, 14(1), 1-16. 2018.
- Hamid, N. U. H. School Well-Being Siswa Ditinjau Dari Jenis Sekolah (Doctoral dissertation, Universitas Mercu Buana Yogyakarta). 2021.
- Nurcahyaningsari, D. Perbedaan School Well Being Pada Siswa SMP Full Day School Dan Non Full Day School (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo). 2018.
- Khatimah, H. Gambaran school well-being pada peserta didik program kelas akselerasi di SMA Negeri 8 Yogyakarta. Psikopedagogia, 4(1), 20-30. 2015.
- Konu, A., & Rimpela, M. Well-being in school: A Conceptual Model. Health Promotion International, Vol. 17 (1). Hlm. 79 – 89. 2002.
- Widodo, W. Wujud kenyamanan belajar siswa, pembelajaran menyenangkan, dan pembelajaran bermakna di sekolah dasar. Jurnal Ilmiah Ar-Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan Dan Hukum Islam, 14(2), 22-37. 2017.
- Dwiyanti, E., & Irlianti, A. Analisis perilaku aman tenaga kerja menggunakan model perilaku ABC (Antecedent Behavior Consequence). Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 3(1), 3812. 2014.
- Nidianti, W. E., & Desiningrum, D. R. Hubungan antara school well-being dengan agresivitas. Jurnal Empati, 4(1), 202-207. 2015.
- Amanillah, S., & Rosiana, D. Hubungan school well-being dengan motivasi belajar pada siswa kelas XI MA X. Prosiding Psikologi, 542-547. 2017.
- Novita, M. Sarana dan prasarana yang baik menjadi bagian ujung tombak keberhasilan lembaga pendidikan islam. Nur El-Islam, 4(2), 97-129. 2017.
- Aisyah, A., & Chisol, R. Rasa syukur kaitannya dengan kesejahteraan psikologis pada guru honorer sekolah dasar. Proyeksi: Jurnal Psikologi, 13(2), 109-122. 2020.