Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Political science
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.5018

Mural Removals During COVID-19 Pandemic: Violation of Freedom of Expression?


Penghapusan Mural Selama Pandemi COVID-19: Pelanggaran Kebebasan Berekspresi?

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Mural removals COVID-19 pandemic Freedom of expression Government policies Human rights

Abstract

This COVID-19 pandemic has caused a decline in the community's economy, leading the government to issue policies that are deemed unsatisfactory by the people. As a result, it has spurred artists to create murals containing criticism of the government. However, the public perceives the government to be against criticism because they have removed murals, which is deemed to have violated local regulations and forgotten that everyone has the right to freedom of expression. This study aims to analyze the implementation of the Pasuruan City Regional Regulation No. 2 of 2017 Article 19 Letter a and assess the compatibility of the regulation with Law No. 39 of 1999 concerning Human Rights. The research method used is socio-legal method, and the results of this study indicate that the removal of murals was not based on human rights. Therefore, this study concludes that there should be a special treatment for murals with critical content.

Highlights :

  • COVID-19 pandemic has led to a decline in the community's economy, which has resulted in the government issuing unsatisfactory policies.
  • Murals have been created by artists to criticize the government, but the removal of these murals by the government has sparked public outrage.
  • The study found that the removal of murals violated human rights, and therefore, there should be a special treatment for murals with critical content.

Keywords: Mural removals, COVID-19 pandemic, Freedom of expression, Government policies, Human rights.

Pendahuluan

Disaat perkembangan teknologi yang semakin canggih ,mural sebagai salahsatumedia yang efektif dalam menyampaikan suara khusus pada permasalahan di pemerintahan, terlebih pada masa pandemi yang semua akses dalam berkegiatan dibatasi dengan aturan yang tidak selaras dengan hati rakyat. Mural yang bernada kritikan tersebut bertulosakan “Dipaksa Sehat di Negara Yang Sakit” yang terjadi dikecamatan bangil, kabupaten pasuruan. Sehinggga membuat para aparat langsung menghapusnya karena di nilai berbenturan dengan peraturan daerah kota pasuruan tentang ketertiban umum Pasal 19 Huruf (a) yang berbunyi :“Setiap orang dilarang mencoret-coret, melukis/menggambar, menulis, memasang/menempel iklan/ reklame di tembok, jembatan zebra cross, jembatan lintas, Pohon, halte, tiang listrik, kendaraan umum dan sarana umum.

Pesan yang akandisampaikan karena dihadirkan dalamkondisihirukpiruknya kota pada masa pandemi. Sekarang ini seni bukan lagi sekedar sebuah karya seni yang ditampilkan di galeri saja, namun ruang publik seperti dinding/tembok juga bisa dijadikan media ekspresi bagi bomber/ pelaku mural. Sebenarnya, setiap seseorang mempunyai hak dalam mengeluarkan pendapatnya atas apa yang terjadi didalam negerinya seperti terbitnya kebijakan baru pada masa pandemi covid ini, sesuai dengan Pasal 23 ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Ham yang berbunyi “setiap orang bebas mengeluarkan pendapat sesuai dengan hati nuraninya baik itu secara lisan atapun tulisan”. Yang dapat diartikan seseorang bebas dalam mengeluarkan pendapatnya baik itu secara lisan maupun tulisan, yang dimaksud tulisan seperti spanduk, poster, pamflet, brosur dan gambar /seni mural. Selain setiap orang mempunyai hak dalam mengeluarkan pendapat , sesorang juga mempunyai hak untuk dilindungi sesuai dengan UU No.39 tahun 1999 Tentang Ham Pasal 30 berbunyikan “ setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat dan tidak sesuatu”.

Sebuah penelitian pertama yang dilakukan oleh Juharil Maknuni (2021) yang berjudul “seni mural sebagai media komunikasi politik era pandemi covid-19” bahwa seni mural ini dianggap sebagai jalan efektif dalam mengaspirasikan kebebasan dalam berpendapat dan berkespresi, dimana masyarakat menilai bahwa seni mural yang dibuat ini dapat mennarik perhatian terutama kepada pemerintah dalam membuat suatu kebijakan yang tidak berpihak pada hati rakyat. Dan pada penelitian kedua yang dilakukan oleh Cokorde Iatri Dian Laksmi Dewi (2021) yang berjudul “ Aspek Hukum Kebebasan dberpedapat dan berkespresi” bahwa setiap orang dalam mengeluarkan pendapat dan berekspresi ialah hak asasi manuai karena merupakan dari identitas negara yang berdemokrasi. Berdasarkan penelitian terdahulu menjadikan salah satu penulis dalam menjalankan penelitian sehinggaa mampu untuk mempebanyak teori dan sudut pandang yang dipakai untuk meninjau peelitian yang akan dipakai.

Namun terdapat persamaan dan perbedaan yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu , dimana persamaannya terdapat pada isu hukum yang akan diangkat dan perbedaannya terdapat pada sudut pandang yang akan dikaji .

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitan ini bertujuan untuk menganalisis dan menilai Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 pasal 19 Huruf (a) tentang ketertiban umum terhadap seni mural sebagai media kritik masa pandemi di kota pasuruan yang kemudian dihubungkan dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang Ham.

Metode Penelitian

Berdasarkan analisis dan jenis penelitian yang akan dilakukan, maka penulis akan menggunakan Metode Socio-Legal Study, karena terkait objek penelitian yang akan meneliti tentang norma dan pelaksanaan normanya, maka jenis metode ini yang cocok digunakan dalam penelitian ini, sehingga untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang relvan maka tidak menutup kemungkinan bagi penulis jika hanya menggunakan normatif saja, melainkan penulis juga menggunakan metode yang sifatnya displiner, guna menunjang metode nromatif tersebut. Dengan bahan hukum primer: bersumber dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Satpol PP Bangil Kota Pasuruan terkait Implementasi Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 Pasal 19 Huruf (a) tentang ketertiban umum.

Sedangkan data sekunder : diperoleh dari hasil yang digunakan data primer meliputi, pustaka , teori-teori, jurnal, artikel yang terkait dengan pokok pembahasan yang akaan diteliti

Hasil dan Pembahasan

A. Implementasi Pasal 19 Huruf (a) Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum terkait Seni Mural Sebagai Media Kritik Masa Pandemi di Kota Pasuruan Pada Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP )

Berdasarkan hasil penelitian, Penerapan mengenai Pasal 19 Huruf (a) Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dan ketentraman Masyarakat terhadap Aksi mencoret dinding masih belum terlaksanakan sesuai dengan undang-undang berlaku. Hal tersebut masih ditemukan dibeberapa titik diantaranya, Jl. Raya Prigen, Jl.Dr.Soetomo, Jl.Raya Bangil, Jl.Raya Beiji , namun belakangan ini terdapataksi mural yang dijadikan sebagai media aspirasi , mural tersebut dilakukan oleh tangan seniman yang kreatif dalam menanggapi kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Mural tersebut dinilai sebagai bentuk penyampaian pendapat yang dinilai mewakili hati rakyat. Masa pandemi kala itu menjadikan masyarakat jenuh dengan berbagai hal yang terjadi termasuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam menindak lanjuti pencegahan covid-19. Sehingga membuat para seniman tersebut mengeluarkan aspirasinya melalui karya seni.

Dari hasil data yang didapatkan peneliti , Satpol PP Kabupaten pasuruan hanya mempunyai 2 data yang telah teregister pada tahun 2021. Berikut ialah data ditemukannya aksi mencoret.

No. Tahun 2021 Pelanggaran
1 08 Juni 2021 Aksi mencoret pada Gapura Tosari
2 02 Agustus 2021 Aksi Mencoret Pada Dinding Tembok
Table 1.Data Rekapitulasi Pelanggaran Mencoret Dinding Pada Tahun 2022 Data Primer

Aksi Mencoret-coret Gapura Tosari

Figure 1.Pembersihan pencoretan coretan yang dilakukan pelajar

Pada tanggal 08 Juni 2021 beredar video terdapat aksi coret-coret yang dilakukan oleh para pelajar SMA/SMK tepatnya pada Gapura Tosari sebagai bentuk perayaan kelulusan. Gapura yang awal mulanya berwarna abu-abu berubah menjadi warna yang tak karuan dengan coretan pilok berwarna merah, biru hitam dan berbagai macam warna cat. Sehingga membuat aparat Satpol PP Kabupaten Pasuruan melakukan penindakan terhadap pelaku untuk membersihkan dan meminta maaf kepada publik. Kepala satpol pp kabupaten pasuruan mengatakan menyayangkan terhadap aksi yang dilakukan oleh para pelajar ini, lantaran perbuatan yang dilakukan tersebut merusak fasiltas umum, terlebih yang dicoret ini ialah perbatasan antara wilayah Kecamatan Puspo dan Tosari yang masuk kedalam kawasan wisata Gunung Bromo. Sehingga dengan kejadian tersebut Satpol PP berkoordinasi dengan Muspika Kecamatan Tosari agar para pelajar tersebut dapat dilakukan pembinaan atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Namun tidak lama kemudian, di hebohkan lagi dengan viralnya mural yang dianggap sebagai bentuk kritikan. Mural tersebut bertuliskan :

Figure 2.Mural kririts penghapusan mural kritis

Mural diatas terletak pada bangunan rumah kosong di ujung Jalan Diponegoro, Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan. Oleh karena itu mural tersebut dihapus oleh pihak satpol pp kabupaten pasuruan dikarenakan melanggar Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 Tentang Ketertiban umum dan Kententraman Masyarakat yang terdapat pada Pasal 19 huruf (a) berbunyikan “Setiap orang dilarang mencoret-coret, melukis/menggambar, menulis, memasang/menempel iklan/ reklame di tembok/dinding, jembatanpenyebrangan orang, jembatan lintas, Pohon, halte, tiang listrik, kendaraan umum dan sarana umum lainnya”. Mural tersebut didapati oleh pihak camat bangil sehingga dihapus olehnya atas perintah dari Pihak Satpol PP Kabupaten Pasuruan.

Dalam menegakkan Perda , Satpol PP kabupaten Pasuruan melakukan patroli yang terbagi menjadi 5 ( Lima) kelompok yaitu patroli barat, patroli timur, patroli pandaan , patroli tenggara dan patroli selatan. Dari 5 regu tersebut dalam 1 regu berjumlah sebanyak 13 anggota Satpol PP yang terdiri dari satu orang Koordinator Lapangan dan satu orang komandan regu/wakil regu. Pelaksanaan patroli sesuai dengan jadwal masing-masig regu yang telah ditentukan oleh kepala Satpol PP Kabupten Pasuruan. Dalam 1x24 jam pelaksaan patroli merupakan tanggung jawab satu regu yang pada hari itu melaksanakan patroli. Namun dari sekian patroli tersebut Satpol PP Kabupaten Pasuruan menemukan banyak aksi mencoret dinding. Patroli tersebut dilakukan sebanyak tiga kali setiap harinya yaitu pagi, siang dan malam yang dilakukan oleh pihak satpol pp. Namun dari sekian patroli tersebut Satpol PP Kabupaten Pasuruan menemukan banyak aksi mencoret dinding. Namun dari sekian temuan tersebut ada laporan dari pihak Satpol PP sendiri namun laporan itu tidak didaftarkan/register sebagai tindak vandalisme, dan penindakkannya hanya dibiarkan saja. Tentu saja hal itu berbeda dengan mural yang viral kemarin, lantaran mural tersebut teregister sebagai tindak vandalisme , sehingga Satpol PP langsung menghapusnya karena dianggap telah melanggar perda dan dikhawatirkan sebagai provokasi. mereka juga mengatakan bahwa rumah kosong juga termasuk sarana umum disebabkan rumah kosong tersebut tepat pada pingir jalan raya utama, mereka tidak bermaksud untuk menghalangi seseorang dalam menyatakan pendapat, namun mereka mengarah ke tindakan yang dilakukan oleh bomber tersebut.. Maksudnya tindakan yang dilakukan oleh bomber ini telah melanggar ketertiban umum. Berikut ditemukannya tindak vandalisme yang berada dikabupaten pasuruan :

Figure 3.Tindakan vandalisme yang dilakukan para bomber dibeberapa tempat

Dari gambar tersebut , masih banyak ditemukan mural dan aksi mencoret lainnya, dan terdapat tepat pada pinggir jalan raya, namun tidak ada penindakan yang dilakukan satpol PP dalam menghapusnya atau dicarinya para pelaku. Tentu saja terdapat perbedaan dalam penangannnya, jika pada gambar pertama dan kedua ditindak lanjuti, tentu berbeda dengan gambar-gambar tersebut, gambar no 3 tersebut dibiarkan begitu saja padahal tindakan diatas juga dapat dikatakan melanggar perda. Seperti ada coretan bertuliskan ” Dpr Bobrok” , tulisan tersebut masih terpampang dipinggir jalan raya namun belum ada tindakan dari pihak satpol pp untuk menghapusnya, padahal jika dikaitkan dengan gambar ke 2 maka dari unsur pembacaannya lebih frontal. Kemudian pada gambar-gambar ke 3 lainnya , aksi mencoret tersebut juga masih terpampang jelas disudut jalan raya. Pihak satpol PP mengatakan bahwa pemberlakukan pasal 19 huruf (a) Perda Pasuruan ini berlaku untuk semua coretan yang termuat pada pasal 19 Huruf (a). Namun dalam penegakkannya masih belum dikatakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.Pihak Satpol PP mengatakan bahwa mereka kesulitan dalam mencari siapa pelakunya Sehingga tindakan penegakan yang dilakukan pihak Satpol PP hanya berupa tindakan Restoratif , tindakan restorarif tersebut dua tahapan yaitu pertama dengan menghilangkan gambar atau coretan yang didapati pada bagian yang akan dieksekusi dengan menggunakan zat kimia atau pengamplasan. Kemudian tahap yang kedua ialah menutup kembali bagian yang sudah dibersihkan dari gambaran atau coretan dengan cat atau media yang sesuai dengan bentuk semulanya.

Tindakan aksi mencoret ini sulit menemukan pelaku yang tertangkap tangan. Kebanyakan Bomber ini beraksi pada malam hari sehingga sulit untuk ditangkap. Beberapa oknum aksi mencoret ini biasanya ditemukan oleh warga terlebih dahulu baru diserahkan kepada pihak yang berwenang, karena menurut pihak Satpol PP , hal ini dikarenakan hanya sedikit orang yang melaporkan terkait aksi yang dilakukan bomber ini kepada Satpol PP Kabupaten pasuruan. Satpol PP berdasarkan Permendagri No.54 Tahun 2011 tentang SOP (standart operasional prosedur) , bahwa ada beberapa tahapan-tahapan, dimana tahapan tersebut terdiri dari yusticial dan non yusticial. Yusticial ini pembinaan sedangakn non yusticial ini jalur hukum. dalam hal tersebut ada SOP yang diindahkan dan ada SOP penanganan cepat, jika melihat mural tersebut maka satpol pp melakukan penindakan penangan cepat karena dikhawatirkan mural tersebut bernuansa provokatif”.Satpol PP juga mengatakan bahwa mereka tidak seta merta untuk langusng menindak lanjutii, ada koordinasi yang disepbut muskian dimana Satpol PP ini berkoordinasi dengan Koramil, Polres dan Kecamatan. Serta Satpol PP dalam upaya penengakan hukum terhadap aksi Seni Mural yang dilakukan Pada saat pandemi mengalami beberapa kesulitan antara lain :

Pertama, sulitnya mencari pelaku pencoretan yang dilakukan oleh para bomber dikarenakan sulitnya meperediksi pergerakan aksi yang tidak dapat diperkirakan kapan akan dilakukannya seta lokasi tujuannya.

Kedua, keterbatasan SDA (Sumber Daya aparatur) Satpol PP Kabupaten Pasuruan dikarenakan Satpol PP Kabupetn Pasuruan berjumlah 200 anggota itupun termasuk dengan anggota Damkar.

Ketiga, kuragnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan hukum yang berlaku.

Oleh sebab itu Satpol PP Kabupaten pasuruan melakukan penyuluhan atau sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat terhadap peraturan daerah yang berlaku khususnya pada Pasal 19 huruf (a).

Dari data yang didapatkan diatas dapat dikatakan bahwa ada perbedaan penanganan terkait aksi mencoret yang dilakukan pada gambar kesatu dengan gambar kedua dan juga pada gambar-gambar nomer ketiga , jika pada gambar nomer satu ini penanganannya ditemukkannya pelaku maka berbeda dengan penanganan pada gambar kedua, tidak ketemunya siapa pelakunya menjadi kendala bagi Satpol PP dalam penyelesaian penegakan peraturan daerah pasuran, sehingga pihak satpol pp tersebut melakukan penanganan cepat dengan melakukan tindakan restoratif yakni dengan menghapus mural tersebut yang dikhawatirkan sebagai provokatif. Berbeda pula dengan gambar nomer tiga, gambar tersebut dibiarkan saja tanpa adanya penghapusan atau dicarinya pelaku.

Hal ini menjelaskan bahwa kasus pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf (a) Perda Pasuruan No.2 tahun 2017 Tentang Ketertiban umum dan Lingkungan terhadap penanganan pelanggaran aksi mencoret atau bisa dikatakan Pelanggaran Vandalisme, yang dilaporkan, tertangkap tangan, serta yang tidak dilaporkan dikatakan belum berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, hal ini menunjukkan kendala yang dihadapi oleh Satpol pp untuk menangkap pelaku bomber dalam hal melanggar Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 Pasal 19 huruf (a). Munculnya Mural “ Dipaksa Sehat Di Negara Yang sakit” memaknai sebuah kenyataan yang di alami oleh masyarakat dalam artian bahwa masyarakat dituntut untuk sehat dengan segala kebutuhan yang tidak terpenuhi akibat adanya kebijakan PPKM sehingga masyarakat tidak dapat beraktivitas seperti biasanya, oleh sebab itu memicu para seniman untuk mengeskpresikan apa yang dirasakan masyarakat melalui karya seni dengan mencoret dinding.

Sehingga menurut sudut pandang penulis, apabila penegakan hukum terhadap gambar kesatu dan kedua dihapus berlandaskan melanggar Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 tentang Ketertiban umum dan merusak fasilitas umum, dalam artian fasilitas umum ialah bangunan yang dimiliki pemerintah sebagai sarana pelengkap yang mempunyai fungsi untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kualitas dan kebutuhan hidup yang baik . Maka yang termasuk fasilitas umum berdasarkan UU No.28//2002, UU No. 18/2008, PP No.36/2005, PP No. 26/2008 serta Permen PU No.30/PRT/M/2006 antara lain :

  1. Saluran pembuangan air dan sanitasi
  2. Jalan umum
  3. Pelabuhan
  4. Terminal
  5. Bandar udara
  6. Tempat pembuangan sampah
  7. Lapangan parkir umum

Jika dilihat bahwasanya pada gambar nomer satu aksi mencoret yang dilakukan oleh para pelajar SMA/SMK ini, dapat dikatakan merusak fasilitas umum dikarenakan gapura tersebut merupakan akses pintu masuk yang disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat dalam memasuki kawasan wisata Gunung Bromo. Sedangkan pada gambar kedua, aksi yang dilakukan oleh bomber ini tidak dapat dikatakan merusak fasilitas umum, dikarenakan mural tersebut terpapar pada tembok bangunan rumah kosong yang dimiliki seseorang bukan bangunan milik pemerintah, dan tidak ada tanggapan oleh pemilik bangunan terkait pembuatan mural dan penghapusan mural, hal tersebut berdasarkan pasal 1 angka 10 Perda Pasuruan No.2/2017 menyatakan tempat umum ialah sarana dan/ prasarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan masyarakat termasuk didalamnya semua gedung-gedung perkantoran milik daerah, gedung perkantoran umum, mall serta pusat perbelanjaan. Dan melihat sisi pada gambar keduanya tersebut, pada gambar pertama tidak memiliki nuansa keindahan dalam artian gambar tersebut hanya berupa tulisan/coretan yang tidak mempunyai makna, sedangkan pada gambar kedua memiliki nuansa keindahan dimana terdapat gambar dua kucing yang sedang meminum, memakai jaket berwarna biru bergaris dan memakai baju bewarna abu-abu dan ada tulisan yang dikatakan mempunyai makna yang tersirat.

Terlepas dari itu semua, Penghapusan mural merupakan pembungkaman kritikan dan menunjukan ketakutan pemerintah.Jadi apabila mural tersebut cepat dihapus, itu menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh rakyat ialah suatu kebenaran. dan cara pemerintah untuk melakukan penghapusan mural tersebut ialah agar suara yang diaspirasikan rakyat tidak meluas. Apabila seseorang menyatakan pendapat melalui media elektronik dikenakan UU ITE serta menyatakan pendapat melalui karya seni dengan mencoret dinding dianggap melanggar perda, lalu lewat manakah masyarakat menyalurkan aspirasinya, terlebih pada pandemi saat itu, dan terdapat perbedaan penangan terhadap gambar-gambar diatas . informasi diperoleh berdasarkan ungkapan bomber yang diwawancari pada salah satu progam Tv Mata Najwa yang dipandu oleh Najwa Shihab dengan tema “ mural kritik dihapus, siapa panik” pada tanggal 30 September 2021 yang dilakukan secara offline dan disiarkan dilaman youtube milik Najwa Shihab yang menyatakan bahwa “ sejauh ini mereka (bomber) mewakili para seniman merasa takut terhadap tindakan yang dilakukan oleh oknum aparat yang mencari tahu siapa pelaku atas perbuatan pembuatan mural yang memuat konteks kritis, dikarenakan sebelumnya mereka membuat konten karya seni mural yang konteksnya tidak mengkritisi tidak dihapus dan dicarinya oleh para oknum polisi/satpol pp.Berdasarkan infomasi ini dapat disimpulkan bahwa mural yang mengkritik pemerintah dihapus dan mural yang tidak mengkritik pemerintah tidak dihapus. Hal itu didasari karena masih banyak gambar atau coretan yang berada dikabupaten pasuruan dan masih belum dihapus , dan hanya beberapa gambar/coretan yang viral disosial media yang langsung ditindak lanjuti. Hal ini menujukkan bahwa hukum hanya dijadikan sebagai tameng untuk menghindar bahkan membungkam kritikan yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan.

B. Pasal 19 Huruf (a) Peraturan Daerah No.2 Tahun 2017 Tentang Ketertiban Umum Prespektif Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM terkait Seni Mural Sebagai Media Kritik Masa Pandemi di Kota Pasuruan

Ham adalah suatu hak yang melekat pada diri seseorang sejak lahir yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun dan jamin oleh negara untuk dilindungi sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alenia I bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa”, pernyataan tersebut mempunyai arti pengakuan secara yuridis mengenai ham.Pada dasarnya tujuan Ham ialah demi melindungi seseorang dengan seseorang supaya tidak terjadi diskiminasi dari yang kuat terhadap yang lemah, serta mengedepankan Egaliter (Persamaan) dihadapan hukum, oleh itu negara melindungi serta menjamin HAM para warga negaranya terutama terkait kesejahteraan hidupnya, baik secara jasmani maupun rohaninya serta hak untuk pendidikan, tempat tinggal, lingkungan yang layak dan kesehatan, yang mana dengan ini dapat melahirkan negara yang berkeadilan, sejahterah dan damai.Ketentuan mengenai HAM dalam UUD 1945 sebagaihukum dasar merupakan norma tertinggi yang mesti dipatuhi oleh negara disebabkan kedudukannya dalam konstitusi maka ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin penerapannya oleh negara.

Mural bukanlah suatu hal yang asing bagi masyarakat indonesia, keberadaan mural sebelum kemerdekaan pun sudah ada, bahwa pada zaman purba pun sudah ditemukan sebagaian mural yang terpapar ditembok-tembok gua, hal ini menunjukkan bahwa seni mural ini sudah melekat dalam kehidupan masyarakat pada zaman saat itu. Seni mural ini dianggap sebagai seni yang dapat menginterprestasikan problem sosial yang ada dimasyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh para pemuda indonesia pada masa kemerdekaan, untuk memberikan semangat kepada para pejuang memalui karya seni mural, bahkan seni mural ini dapat dijadikan sebagai alat perlawanan dan gambaran terhadap realita sosial pada masa sekarang.Di zaman sekarang, mural masih dianggap sebagai jalan efektif dalam mengkritisi problem sosial yang ada dimasyarakat, menyampaikan kritikan terhadap masalah terkait kebijakan pemerintah yang tidak luput dari tangan-tangan keratif para seniman mural. Definisi mural sendiri ialah sebuah karya seni yang media dasarnya dinding dan mempunyai makna terkandung didalamnya yang ditujuakn kepada khalayak umum. Bagi pembuatnya ada pesan yang ingin disampaikan melalui mural.

Melihat kondisi sosial pada sekarang ini, dimasa terjadinya pandemi covid-19, dimana berdampak pada sendi kehidupan, mendorong para seniman mural untuk mengkreasi dalam membuat karya seni yang tidak hanya dinikmati secara visual namun, karya yang memiliki makna dan pesan, yang dituangkan dan mampu memberikan terhadap kesadaran masyarakat atas permasalahan sosial yang terjadi disekitarnya terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Mural yang berjudulkan “ Dipaksa Sehat Di Negara Yang Sakit” merupakan sebagian dari aspirasi rakyat untuk pemerintah . Masyarakat berpendapat, bahwa mural tidak boleh dihapus hanya karena mengkritik pemerintah, pemerintah harus terbuka terhadap kritikan dalam bentuk apapun. Pemberitaan terkait Penghapusan mural tersebut membuat masyarakat menilai bahwa pemerintah anti kritik dan terlalu represif, dengan cara menghapus dan mencari pelaku pembuat mural dengan berlandaskan telah melanggar Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 pasal 19 Huruf (a) Tentang Ketertiban umum dan Ketentraman masyarakat. Melihat bahwa negara kita ialah negara demokrasi , tindakan yang dilakukan pemural tersebut merupakan sebagaian dari Hak Asasi Manusia, Sebagaimana berdasarkan ketentuan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa “ hak asasi manusia merupakan seperangakat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat danmartabat manusia”.setiap orang dalam menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupann berdemokrasi sebagaimana diatur dalam UU No.9 Tahun 1998 pasal 2 ayat (1) Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.Hal tersebut terkandung dalam pasal 28 UUD NRI 1945 Pada Pasal 28E (2) dan (3) bahwa setiap seseorang bebas mengeluarkan pikirannya baik secara lisan maupun tulisan sebagaimana dalam hati nuraninya. Serta jika dikaitkan dengan mural, p ada pasal 4 UU No.39/1999 menyebutkan bahwa adanya hak kebebasan pribadi, hal ini masyarakat secara bebas dalam menyampaikan pendapatnya akan suatu hal yang bersumber dari pikiran ataupun hati nuraninya.Kebebasan dalam berkespresi merupakan komponen penting dalam berlangsungnya demokrasi serta kesertaan publik dalam melaksanakan haknya secara efesien. Apabila masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam menyalurkan aspirasinya maka dapat dikatakan bahwa sistem dalam negara demokrasi kita tidak berjalan dengan baik dan dapat mengakibatkan suatu pemerintahan yang otoriter.perlindungan dan pengakuan HAM mendapatkan tempat utama serta dapat dikatakan bak intensi dari pada negera hukum yang berlandaskan pancasila, sebaliknya pada negara totaliter tidak ada kedudukan HAM.

Walaupun perlindungan hukum terhadap kebebasan menyampaikan pendapat (berekspresi) dalam karya seni ini tidak diatur secara spesifik pada sidang DUHAM, namun secara tersirat perlindugan hukum terhadap kebebasan berkespresi dalam karya seni ini ada dan bagian dari kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Hak atas kebebasan berekspresi meliputi kebebasan dalam beropini, gagasan atau pandangan tanpa adanya intervesi, hak untuk menerima, mencari dan menyampaikan informasi melalui media apapun tanpa memandang batasan wilayah baik ini dilakukan secara lisan,tulisan, seni atau melalui media lain yang dipilihnya.Hal ini juga dijamin pada UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM , yang terdapat pada pasal 14,23,24 dan 25 yang mana menyatakan perlindungan terhadap kebebasan menyampaikan pendapat (ekspresi)maupun informasi. Serta pada pasal 19 dan pasal 27 DUHAM pada intinya menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak atas berargumentasi dan menyampaikan aspirasinya. Dan Pada pasal 5 UU No.39/1999 tentang ham bahwasanya setiap orang berhak untuk membagikan pikiran secara bebas dan mendapatkan perlindungan hukum serta seminan mural ini tetap mempunyai hak untuk dilindungi dan berhak atas rasa aman dari ketakutan dalam berbuat atau tidak berbuat sebagaimana sebagaiamana dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM pasal 30.

Meskipun demikian, kebebasan tersebut bukan sebebas-bebasnya melainkan ada ketentuan-ketentuan mengenai pembatasan. Adanya perlindungan terhadap Ham mengandung arti bahwasanya negara tidak dapat bertindak sewenang-sewenang membatasi hak dan kebebasan setiap warga negaranya, terlebih pada Ham yang tergolong non-derogable ( ham yang tidak bisa dikurangi pemenuhannya dalam keadaan darurat sekalipun) maksundya golongan tersebut sebagai intisari ham yang artinya HAM diutamakan dan tidak boleh hilang dalam diri manusia dan hak inilah yang selalu dipertahankan dari diri manusia. Hal ini menujukan bahwa HAM itu ada dan harus dihormati oleh siapapun yang ada didunia dan dalam kondisi apapun. Namun, apabila negara dalam keadaan darurat yang mengakibatkan kehidupan bangsa terancam dan telah dideklerasikan oleh presiden , maka tidak semua HAM dapat dipenuhi pemberlakuannya. HAM yang tergolong dalam jenis derogable rights( hak-hak yang boleh dibatasi pemenuhannya dalam keadaan darurat) yang meliputi, hak untuk berpendapat, berkumpul, bergerak serta berbicara. Jaminan yang tergolong derogable rights dapat ditunda pembatasannya atau dapat dibatasi. Sehingga ketika negara meghadapi suatu ancaman yang dapat membahayakan keselamatan warga negaranya dan merusak ekstistensi suatu kedaulatan negara yang merdeka, maka negara dapat bertindak apa saja terlepas dari persoalan legalitas cara-cara yang ditempuh. Namun dalam hal ini, tindakan yang dilakukan atas pembatasan HAM harus ditentukan bagaimana batasan-batasan tersebut dapat dilakukan secara jelas serta ukuran-ukuran yang tidak berpontensi terjadinya penyalagunaan yang dapat merugikan kepentingan kemanusiaan yang lain.

Alexander N.Domrin mengatakan bahwasanya beragam alasan untuk menyampaikan keadaan darurat dalam undang-undang dari negara-negara didunia seperti yang dilakukan oleh para sarjan hukum jerman, A.Hamann dan Hans-Ernst Folzmembagi semua keadaan darurat kedalam enam atau tujuh kategor. A.Hamann mengidentifikasikan keadaan darurat sebagai berikut :

  1. Tindakan publik yang bertujuan subvensi rezim konstitusional
  2. Invansi asing
  3. Bencana
  4. Pemogokan dan kerusuhan di bidang penting dari perekonomian
  5. Gangguan penting dalam pelayanan publik
  6. Kesulitan dibidang ekonomi dan keuangan serta
  7. Pelanggaran serius mengancam ketertiban umum dan keamanan.

Apapun kategori bentuk tindakan pembatasan HAM dalam keadaan darurat yang dilakukan oleh pemerintah tidak berlaku bagi HAM yang tergolog non-derogable rights sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 UU No.39/1999 tentang HAM, bahwa HAM yang tergolong dalam non-derogable rights tidak diperbolehkan pembatasan dalam keadaan apapun. Keadaan apapun dimaksudkan penulis sebagai keadaan darurat sipil. Upaya terhadap pembatasan HAM tergolong non-derogable rights ialah betuk pelanggaran HAM. hal ini yang menurut penulis bertentangan dengan kewajiban suatu negara dimana seharusnya negara dapat menghormati, melindungi serta memenuhi ham. Mnafred Nowak dan Jimly Assidiiqie mengatakan secara umum bahwa HAM tidak dapat dianggap secara mutlak, akan tetapu hanya memiliki legalisasi relatif atau dalam bahasan Jimly Assiddiqie mengatakan semutlak-mutlakanya sifat mengkat dari norma hukum konstitusi tertinggi, ketentuan mengenai undang-undang dasar yang mementukan sifat absolut dari hak yang disebut non-derogable rights yang harus tetap diakui.

Penulis setuju pada pendapat Manfred Nowak dan Jimly Ashiddiqie diatas, bahwasanya HAM yaitu secara umum tidak harus bersifat mutlak, namun ketika HAM bisa teratur dan tertata dengan baik dalam konvenen internasional yang tersigfinasikan ditujukan dalam konstitusi pada pemerintahan Negara yang akan terjamin kemutlakannya. Maka HAM tidak bisa terganggu gugat pada pemberlakuannya walaupun Negara dalam kondisi darurat. Karena pada isi ke - 7 HAM tergolong non derogable rights yang sudah diatur dalam pasal 4 UU No.39/1999 tentang HAM, dapat terbatasi pemenuhannya dengan apa yang akan dicantumkan isi pasal yang secara ringkas menyebutkan bahwa suatu pengurangan berkewajiban atas ke - 7 hak asasi tersebut, sama sekali tidak bisa dibenarkan dengan sesuai ketentuan itu. Pada rumusan pasal itu menyebutkan bahwa ke - 7 HAM yang akan digolongkan dalam jenis non-derogable rights tidak dapat dikurangi pemberlakuan tersebut dalam kondisi apapun , maka dengan waltu yang diperlukan kita tidak bisa terhindari dari penafsiran bahwa ke – 7 hak tersebut secara mutlak.

Dalam pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa ke - 7 hak itu tidak bisa terbatasi dalam kondisi apapun. Ini bisa menyebabkan suatu perbedaan penafsiran dari setiap kalangan, dimana sebagaian kalangan mengatakan bahwa HAM yang tergolong non drigble rights dapat diberikan batasan dengan sayarat harus “ditetapkan dengan undang-undang”. Bertujuan untuk tenjamin pengakuan dan penghormatan atas hak kekebasan orang lain untuk penuhi segala tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis sebagaimana yang diatur dalam pasal 28J ayat (2). Menurut Jimly Ashiddiqie pembatasan dalam pasal 28J ayat (2) tidak tertujukan kepada ketentuan pasal 28I ayat (1) UUD 1945, ketentuan pasal 28J tidak ada hubungannya dengan pasal 28I ayat (1) UUD 1945, pasal 28I merupakan pasal ‘pamungkas’ dan pasal pengulangan terhadap rincian ketentuan pasal 28A sampai dengan Pasal 28H. Artinya pasal 28I itu pasal pengecualian yang tidak boleh mengurangi ke - 7 jenis HAM dalam kondisi apapun.

Sehingga dalam Negara demokratis, keikutsertaan masyarakat dalam penyelengaraan pemerintahan merupakan suatu yang diharapkan menjadi bentuk masukan dan control terhadap yang telah terjalankan bagi pemerintah. Keikutsertaan masyarakat ini dapat dilakukan berbagai bentuk, salah satunya ialah kritikan yang disampaikan kepada pemerintah dalam bentuk seni mural. Tidak diperbolehkan adanya determinasi terhadapnya selagi itu masih tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Apabila keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah ini dibatasi, maka pemerintahan akan menjadi otoriter dan represif yang pastinya berlwananan dengan negara hukum yang demokratis.

Dari uraian diatas , penulis bersudut pandang bahwa mural tersebut merupakan bagian dari Ham. Dalam menyampaikan pendapat dan kebebasan dalam berekspresi, yang mana pengaturan tersebut diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 28E (2) dan (3), pasal 23 (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Ham serta UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Berpendapat di Muka umum, yang berada pada pasal 5. Dan keputusan pemerintah untuk melakukan penghapusan mural tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah melanggar Ham dan sikap aparat yang represif serta membungkam terhadap ekspresi dan aspirasi masyaraka. .namun demikian, hak dalam kebebasan ini bukanlah hak yang sebebas-bebasnya, melainkan adanya ketentuan-ketentuan yang dikenai pembatasan tertentu yang dapat kita lihat ketentuannya dalam konvesi internasional maupun peraturan perundang-undangan di indonesia, Sehingga dibolehkannya pembatasan pemenuhan hak dalam kebebasan bereskpresi menjadikan pelaku mural lebih selektif dalam mengekspresikan pendapatnya tanpa melanggar peraturan yang berlaku. Pembatasan pemenuhan hak tersebut tidak menjadikan suattu hambatan melainkan pemenuhan hak tetap terpenuhi dalam mengekspresikan pendapatnya, hanya saja tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa merugikan fasilitas umum. Pengahpusan mural dilakukan karena dianggap telah melanggar aturan, tetapi mural yang telah dihapus oleh pihak yang berwenang berada diluar fasilitas umum sehingga diperlukan evaluasi terkait dengan pembatasan hak terhadap kebebasan bereskpresi. terlepas dari itu semua para seniman ini berhak untuk dilindungi terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat dan tidak berbuat , dan berhak atas rasa aman dan tentram sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No.39/1999 tentang Ham.

Menurut prespektif penulis mural diperbolehkan karena mural sudah ada sejak zaman prasejarah , hal tersebut pada zaman pejuang kemerdekaan, mural pada kala itu digunakan sebagai ajang untuk membakar semangat kepada para pejuang melawan penjajah sehingga pesan mural pada waktu itu lebih bersifat kritik dan aspirasi masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, kalimat tersebut berbunyi “ Merdeka atau Mati” atau “Revolusi sampai mati”, Serta ekspresi yang dikeluarkan dalam bentuk apapun seperti mural, terlebih sebagai kritik merupakan bagian hak warga negara. menurut penulis upaya yang dilakukan dalam rangka penertiban dan penghapusan mural hanya akan memperburuk keadaan kebebasan dalam menyatakan pendapat di indonesia. Lebih-lebih penghapusan mural semata-mata tertujukan kepada ekspresi kritik atas ketidakmampuan pemerintah dalam menangani masalah terkait pandemi ataupun hal lain yang berkenaan mengenai HAM. Mural tersebut bagian dari karya seni dan bentuk dari penyaluran bakat. Hal tersebut sebagaian jalan alternatif penyampaian pendapat disaat pembungkaman terus-terus dilakukan baik di luar publik maupun digital.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan mengenai pasal 19 Huruf (a) Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 belum terlaksana dengan baik sesuai dengan undang-undang berlaku, hal tersebut dikarenakan masih banyak ditemukan mural atau aksi mencoret lainnya yang berada pada wilayah kabupaten pasuruan. Sehingga terdapat perbedaann penanganan terhadap gambar-gambar tersebut. Terlebih terdapat penangan khusus terhadap mural yang memuat konten kritis, karena dikahwatirkan bernuansa provokatif sehingga dihapusnya mural tersebut. Dan dalam penegakkannya satpol pp tidak serta merta untuk langsung menindak lanjuti, ada koordinasi yang disebut muspika terdiri atas koramil, polri dan kecamatan.

Dan terkait dengan kesalarasan Pasal 19 Huruf (a) Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang Ham menjadi polemik atas pemenuhan HAM. bahwasanya tindakan yang dilakukan para seniman mural ini merupakan sebagaian dari hak kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat yang dikategorikan sebagai bentuk kemerdekaan menyampiakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 1945 Pasal 28E (2) dan (3), pasal 23 (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Ham serta UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Berpendapat di Muka umum, yang berada pada pasal 5. Namun telepas dari itu semua bahwa kebebasan berpendapat ini bukanlah yang sebebas-bebasnya melainkan adanya pembatasan tertentu yang dapat kita lihat ketentuannya dalam konvesi internasional maupun peraturan perundang-undangan di indonesia, dikarenakan ada peraturan daerah yang secara spesifik mengatur adanya larangan yang termuat pada pasal 28J(2) UUD 1945 Sehingga dibolehkannya pembatasan pemenuhan hak dalam kebebasan bereskpresi menjadikan pelaku mural lebih selektif dalam mengekspresikan pendapatnya tanpa melanggar peraturan yang berlaku. Pembatasan pemenuhan hak tersebut tidak menjadikan suattu hambatan melainkan pemenuhan hak tetap terpenuhi dalam mengekspresikan pendapatnya, hanya saja tetap sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa merugikan fasilitas umum. Penghapusan mural dilakukan karena dianggap telah melanggar aturan, tetapi mural yang telah dihapus oleh pihak yang berwenang berada diluar fasilitas umum sehingga diperlukan evaluasi terkait dengan pembatasan hak terhadap kebebasan bereskpresi. Mural tersebut bagian dari karya seni dan bentuk dari penyaluran bakat. Hal tersebut sebagaian jalan alternatif penyampaian pendapat disaat pembungkaman terus-terus dilakukan baik di luar publik maupun digital.

Melalui penelitian ini diharapkan bagi bomber untuk mengetahui adanya perda terkait juga kepada pemerintah untuk memberikan sub bab baru perihal pengaturan kebebasan berekspresi melalui seni serta bagi aparat bahwasanya sebelum melakukan tindakan penghapusan mural dan mencari pelaku diharapkan mampu memahami terkait pasal 7 huruf a UUNo.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyatakan pendapat.

References

  1. Prof.Dr.Irwansyah, Penelitian Hukum, Yogyakarta: Mitra buana Media, 2021.
  2. D. Primer, Rekapitulasi Pelanggaran Mencoret Dinding, 2022.
  3. A. Rahman, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, celebes media perkaa, 2017
  4. M. Achmad, Nadhiatul Ulama dan Penegakan Hak Asasi manusia di Indonesia, Religia, 2010- e-journal.iainpekalongan.acwa
  5. T. Haryanto, Pengaturan Tentang Ham berdasarkan UUD 1945,e-journal 2013-dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id
  6. D. Luysky, Kebebasan Berekspresi di Era Demokrasi Clatan Hak Asasi manusia, semarang, 2018.
  7. N. Qamar, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
  8. ELSAM, Buku Saku Kebebasan Berekspresi Di Internet, Jakarta Selatan, 2013.
  9. M. F. Rohman, “Hak Kebebasan Berpendapat Dalam Hubungannya Dengan Pencemaran Nama Baik Menurut KUHP PersPektif Teori Maqasid Shari'ah,” Tafaqquh : Jurnal Penelitian Dan kajian Keislaman , vol. 5, no. 2, 57, 2017. Peraturan Perundang-undangan
  10. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
  11. UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM
  12. Perda Pasuruan No.2 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Youtube:
  13. Najwa Shihab,2021 "Mural Kritik Dihapus, Siapa Panik?" Online
  14. https://media.neliti.com/id/publication/209949/kewenangan-antara-satpol-pp-dan-polri-dalam-menciptakan-ketertiban-umum-dan-ketentraman diakses pada tanggal 05 April 2019 pukul 11:17 WIB