Abstract
This research aims to analyze the relationship between voluntary donations (infaq) and prohibited fees in the Ministry of Education and Culture Regulation No. 44 of 2012, as well as the views of Islamic scholars regarding the position of voluntary donations as a means of financing education. The research method used is a normative approach that utilizes legal and comparative approaches. The research findings indicate that voluntary donations, also known as infaq, shadaqah, or amal jariyah, are considered a prohibited fee under the Ministry of Education and Culture Regulation No. 44 of 2012. However, in practice, these voluntary donations meet the criteria for fees as described in Article 11 of the regulation and are viewed by Islamic scholars as a form of social responsibility in the field of education. It is not permissible for these donations to be binding on the donor in terms of the amount and time of donation.
Highlights :
- This research examines the connection between voluntary donations (infaq) and prohibited fees in education financing under Ministry of Education and Culture Regulation No. 44 of 2012.
- The findings show that although infaq is considered a prohibited fee, it is viewed as a form of social responsibility in education by Islamic scholars.
- It should not be binding on the donor in terms of the amount and time of donation.
Keywords: infaq, shadaqah, voluntary donations, education financing, Islamic scholars.
Pendahuluan
Kebutuhan dasar peserta didik ialah pendidikan, pendidikan yang baik sebagai wujud terciptanya bekal ilmu pengetahuan dalam kehidupan peserta didik. Peran aktif bangsa Indonesia dalam terciptanya pendidikan yaitu bertujuan untuk mendidik kehidupan masyarakat yang dinyatakan dalam Undang – Undang Dasar 1945 Alinea Ke – 4. Maka sangat penting pendidikan diberikan kepada setiap masyarakat Indonesia dengan hak yang sama rata untuk menempuh pendidikan secara layak. Terutama menjadi kewajiban Pemerintah Daerah dalam memberikan kemudahan pelayanan agar tidak ada diskriminasi dalam terlaksanakanya pendidikan yang bermutu dan memelihara kesatuan negara Indonesia. Pada pasal 34 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwasanya tanpa memunggut biaya pendidikan untuk terjaminnya wajib belajar dan ditanggung Pemerintah Daerah dengan minimal jenjang pendidikan dasar.
Pembiayaan pendidikan berpengaruh dalam kualitas pendidikan di satuan pendidikan dasar, biaya yang rendah dapat mempengaruhi kualitas pendidikan di SD/MI dan SMP/MTs dalam pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan belum bisa beroperasi dengan baik tanpa adanya biaya. Maka besarnya biaya pendidikan sebagai peningkatan kualitas serta mutu tehadap pendidikan di satuan pendidikan dasar. Pembiayaan dalam artian ini untuk memperlancarkan keseluruhan program yang sudah dibuat dan terencana dari sekolah/madrasah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan baik bagi lembaga ataupun masyarakat. kapasitas dana sebagai faktor peningkatan pelayanan pendidikan berkualitas dan lebih baik.
Infaq merupakan memberikan atau mengeluarkan sebagian harta nya secara suka rela dengan memiliki niat yang baik untuk diberikan seseorang serta sebagai jaminan sosial. Dalam proses pelaksanaan untuk mendukung penyeleggaraan pendidikan dasar tentu dibutuhkannya sumber pembiayaan pendidikan. infaq atau amal jariyah dapat dijadikan sebagai sumber pembiayaan pendidikan agar menyampaikan dukungan sumber daya untuk pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan. Orangtua yang berpartisipasi memberikan infaq untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan ini menggunakan prinsip akuntabilitas agar semua dukungan yang diberikan bisa untuk meningkatkan efesien dan efektivitas sekolah tersebut.
Salah satu hal yang melatarbelakangi dalam penelitian yakni pada penerapan infaq atau amal jariyah yang dilakukan pihak sekolah/madrasah sebagai sumber pembiayaan yang dapat menimbulkan persepsi bahwasanya infaq atau amal jariyah tersebut merupakan pungutan di satuan pendidikan dasar. Misalnya yakni infaq jariyah pendidikan, infaq kegiatan, infaq pengembangan serta infaq pembangunan masjid. Dari beberapa contoh infaq dan shadaqah yang ditekankan kepada orang tua atau wali murid terjadi pada pelaksanaan PPDB. Contohnya pada pelaksanaan PPDB di salah satu MTsN di Sidoarjo. Pembiayaan yang berupa dalam bentuk infaq atau amal jariyah ini diluar dari daftar ulang kebutuhan pokok sekolah yang dapat diartikan sebagai pungutan dalam pendidikan dasar. Pungutan di satuan pendidikan dasar telah dijelaskan pada pasal 1 ayat 2 Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 44 Tahun 2012.
Beberapa penelitian terdahulu menjadi salah satu tumpuan penulis didalam penelitian ini sehingga mampu untuk mempebanyak teori dan sudut pandang yang dipakai untuk meninjau penelitian yang dilakukan. Penelitian yang pertama, Johan Rahmatulloh pada tahun 2017 “Legalitas Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Menarik Pungutan di Satuan Pendidikan Dasar”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwasanya tidak diberikan kewenangan kepada penyelenggara pendidikan dasar dalam melakukan pungutan pada orangtua di pendidikan dasar yang dikelola Pemerintah Daerah serta batal demi hukum karena kesepakatan menjadikan dasar utama oleh pihak penyelenggara pendidikan bertentangan dengan peraturan yang berlaku.Penelitian kedua, Abdul Haris,dkk pada tahun 2017 “Kajian Strategi Zakat,Infaq dan Shadaqah dalam Pemberdayaan Umat”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa petugas yang mengelola zakat berperan penting dalam pemberdayaan umat serta strategi yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga sebagai titik tumpu. Penelitian ketiga, Aprima Vista,dkk pada tahun 2020 “Analisis Kebijakan Terkait Standar Pembiayaan pada Pendidikan Dasar”. Disimpulkan bahwa dalam penelitian tersebut dalam satuan pendidikan membutuhkan biaya pada setiap kegiatan pendidikan,unsur pembiayaan menjadi kualitas pendidikan yang bermutu sehingga diharapkan dalam pengambilan kebijakn anggaran pendidikan sesuai dengan aturan yang berlaku agar seimbang dan efisien untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Namun, ada perbedaan antara penelitian yang dilakukan penulis dari beberapa penelitan diatas yaitu penelitian ini mengkaji kaitan infaq dengan pungutan yang dilarang pada Permendikbud No.44 Tahun 2012. Dimana pungutan sukarela yang diistilahkan dengan infaq dalam pembiayaan pendidikan kerap dijadikan faktor yang harus dilaksanakan oleh peserta didik dalam pemenuhan biaya pendidikan yang membutuhkan dana yang cukup besar serta berfokus terhadap kedudukan hukum pungutan sukarela sebagai tolak ukur memahami perbedaan dan persamaan dalam sudut pandang ulama.
Dari penjelasan diatas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisa kaitan infaq dengan pungutan yang dilarang dalam Permendikbud No.44 Tahun 2012 dan kedudukan hukumpungutan sukarela sebagai instrument pembiayaan pendidikan dalam perspektif ulama. Pada penyusunan penelian ini diharap mampu memberikan manfaat yang bisa digunakan sebagai wawasan dan pemahaman terhadap akademisi hukum, mahasiswa, serta menjadi salah satu sumber informasi dalam kaitan infaq sebagai instrument pembiayaan pendidikan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode penelitian jenis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan , dimana dalam pendekatan perundang-undangan dilakukan guna menelaah Permendikbud No.44 Tahun 2012 serta pendekatan perbandingan dilakukan sebagai tolak ukur dalam mengetahui dan memahami persamaan dan perbedaan terhadap infaq dan shadaqah dalam hukum islam dari sudut pandang ulama.
Sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari hasil yang digunakan untuk menunjang data primer yang meliputi buku, jurnal, yang bertautan dengan apa yang akan diteliti. Analisis bahan hukum dalam penelitian ini ialah dengan metode deduktif, yakni hal yang bersifat umum terhadap hal yang bersifat khusus.
Hasil dan Pembahasan
A. Infaq dan Shadaqah Pendidikan Perspektif Permendikbud No.44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar
Infaq dan shadaqah di bidang pendidikan merupakan bentuk sosial untuk kemaslamatan umum. Secara harifah infaq ialah mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk kepentingan yang sudah diberi arahan dan perintah dalam ajaran agama islam, sedangkan shadaqah merupakan pemberian dari seorang muslim kepada orang yang membutuhkan dengan niatan ikhlas tanpa adanya batasan waktu serta jumlah yang tak pasti. Artinya infaq dan shadaqah dapat diberikan kepada siapapun untuk kepentingan umum dengan mengeluarkan sebagian harta. Sejalan dengan definisi tersebut dibeberapa sekolah atau madrasah disatuan pendidikan dasar menekankan infaq dan shadaqah sebagai instrument pembiayaan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Cakupan beberapa sekolah atau madrasah tersebut merupakan hasil dari aduhan masyarakat ke Ombudsman. Dimana setiap tahun layanan pendidikan paling banyak dilaporkan masyarakat mengenai permintaan dana pendidikan oleh komite sekolah atau satuan pendidikan dasar. Dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan tentu diperlukannya pembiayaan pendidikan, infaq dan shadaqah yang ditekankan penyelenggara pendidikan sebagai tambahan pendanaan pendidikan.
Berdasarkan Permendikbud No. 44 Tahun 2012 pasal 1 angka 4 berisikan mengenai pengelolaan di satuan pendidikan dasar diperlukan penyediaan sumber daya keuangan. Pendanaan pendidikan diperlukan untuk kelancaran dalam proses pengajaran serta kenyaman peserta didik dalam belajar. Adanya infaq dan shadaqah sebagai tambahan pendanaan pendidikan untuk mencukupi keuangan di penyelenggaraan pendidikan dasar. Pendanaan tersebut melibatkan masyarakat atau wali murid, sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat atau wali murid membiayai penyelenggaraan pendidikan di satuan dasar. Pendanaan penyelenggaraan pendidikan adalah salah satu tanggung jawab yang dilakukan oleh pemerintah,pemerintah daerah serta orangtua Bahwasanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak hanya peran pemerintah atau pemerintah daerah melainkan melibatkan masyarakat atau wali murid sebagai sumber pembiayaan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam pendanaan yakni dapat berupa uang. Menurut Hallak, pengeluaran biaya pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan dapat berupa uang atau tenanga yang dapat dihargakan dengan uang. Uang tersebut merupakan instrument penting dalam pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan atau pelaksanaan proses belajar mengajar. Sehingga dengan memakai atau menggunakan uang dapat mempengaruhi kemajuan sistem pendidikan. Sistem memiliki makna terorganisir atau satu kesatuan. Dengan terorganisir dapat mencapai tujuan yang saling berkaitan, apabila satu kesatuan dari komponen tidak berfungsi dengan baik mengakibatkan pengaruh untuk komponen yang lain.
Dengan pendanaan yang berupa infaq atau amal jariyah dalam pendidikan dasar yang ditekankan pihak penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk tercapainya pendidikan yang berkualitas. Dalam mekanismenya pendanaan yang berupa infaq atau amal jariyah tersebut dilaksanakan disalah satu MTsN di Sidoarjo, yang mana adanya infaq atau amal jariyah dalam pembangunan masjid tersebut agar pembangunan masjid cepat selesai dan menjadi sarana dan prasarana terpenuhi fasilitas nya bagi peserta didik untuk beribadah. Setiap orangtua diharuskan berinfaq sebesar nominal Rp. 2.500.000,-. Serta batasan waktu yang diberikan pada saat daftar ulang peserta didik baru. Dalam proses daftar ulang peserta didik diberikan waktu selama 3 hari untuk melengkapi berkas serta pelunasan pembayaran perlengkapan dan kegiatan siswa. Pihak penyelnggara pendidikan tersebut tidak mewajibkan wali murid untuk pendanaan tersebut melainkan apabila wali murid hendak menyekolahkan anaknya di satuan pendidikan tersebut maka patut untuk mengikuti aturan yang telah ditentukan pihak penyelenggara pendidikan tersebut.
Dari contoh diatas pendanaan tersebut memiliki batas waktu serta jumlah yang telah ditentukan pihak penyelenggara pendidikan, dimana proses pelunasan tersebut terjadi pada proses daftar ulang peserta didik. Hal tersebut dikarenakan sebagai bentuk kesungguhan wali murid dalam memastikan anaknya dapat bersekolah. Dengan demikian pendanaan berupa infaq atau amal jariyah tersebut mengikat wali murid sehingga menimbulkan persepsi bahwasanya pihak penyelenggara pendidikan tersebut melakukan pungutan di satuan pendidikan dasar.Dalam KBBI menejelaskan bahwasannya “Pungutan adalah sesuatu yang dipungut, sesuatu yang dipetik, sesuatu yang dikutip”. Berdasakan pasal 1 angka 2 Permendikbud No.44 Tahun 2012 mendefinisikan batasan pengertian pungutan. Pada pasal tersebut pungutan merupakan penerimaan biaya pendidikan yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik berupa uang dari peserta didik dan orangtua.
Lebih lanjut, dimana pungutan berbeda dengan sumbangan. Batasan pengertian sumbangan diatur dalam pasal 1 angka 3 Permendikbud No.44 Tahun 2012 mendefinisikan sumbangan merupakan penerimaan biaya pendidikan yang bersifat sukarela, tidak ada paksan, tidak terikat, tidak pasti oleh satuan pendidikan dasar baik berupa uang dari peserta didik dan orangtua. Dengan demikian telah dijelaskan diatas bahwasanya pungutan dan sumbangan suatu hal yang berbeda, perbedaan tersebut terletak pada unsurnya.
Sehingga dari definisi pungutan dan sumbangan diatas, maka infaq atau amal jariyah yang ditentukan pihak penyelenggara tersebut dapat dikategorikan sebagai pungutan di satuan pendidikan dasar. Unsur yang ada pada infaq atau amal jariyah tersebut bersifat mengikat,jumlah dan waktu telah ditentukan oleh pihak penyelenggara pendidikan tersebut. Dalam penyelenggaraan pendidikan dasar pihak penyelenggara pendidikan diberi kewenangan untuk melakukan sumbangan. Sumbangan dapat dilakukan pihak penyelenggara pendidikan dasar sebagai pendanaan pendidikan dengan melibatkan orang tua atau wali murid sebagai sumber pendanaan pendidikan. Sebagaimana telah diatur pada pasal 10 ayat 2 Permendikbud No.75 Tahun 2016 tentang komite sekolah yang menyatakan komite sekolah dalam penggalangan dana sumber daya pendidikan berbentuk sumbangan bukan pungutan. Serta telah diatur pada pasal11 angka 1 PMA No.16 Tahun 2020 tentang komite madrasah menyatakan komite madrasah dalam penggalangan dana dan sumber daya pendidikan berbentuk bantuan atau sumbangan. Dalam melakukan penarikan biaya yang bersumber dari masyarakat dengan jumlah serta waktu yang sudahh ditentukan oleh pihak penyelenggara pendidikan merupakan pungutan bukanlah sumbangan.
Dalam pendidikan dasar yakni sekolah atau madrasah yang dilarang melakukan pungutan di pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat 1 Permendikbud No.44 Tahun 2012 menjelaskan bahwa pungutan jenis apapun yang dilakukan sekolah atau madrasah negeri pada saat penerimaan siswa baru di tingkat SD/MI dan SMP/MTS atau kelulusan peserta didik dilarang. Larangan melakukan penarikan pungutan di sekolah atau madrasah yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah karena tidak ada kewenangan bagi pihak penyelenggara pendidikan dasar melakukan pungutan kepada wali murid.
Dipertegas kembali pada pasal 11 Permendikbud No.44 Tahun 2012 berisi mengenai tidak bolehnya pungutan disatuan pendidikan dasar: a). pungutan tidak boleh dilakukan kepada peserta didik atau wali murid yang secara ekonomis tidak mampu; b). pungutan tidak boleh dikatkan dengan persyaratan akademik yakni pada penerimaan peserta didik, penentuan nilai hasil belajar pesrta didik, atau pada kelulusan di satuan pendidikan; c). pungutan tidak boleh digunakan secara langsung maupun tidak langsung bagi pemangku kepentingan di satuan pendidikan dasar. Dari pasal tersebut telah dijelaskan kriteria tidak bolehnya melakukan pungutan. Apabila dari kriteria tersebut dipandang dalam praktik infaq atau amal jariyah yang telah disebutkan diatas,bahwasanya infaq tersebut masuk dalam kriteria tidak boleh melakukan pungutan. Dimana infaq shadaqah dengan nominal yang telah disebutkan secara garis besar tidak mengetahui apakah wali murid tersebut dikatakan mampu secara ekonomis,karena bahwasanya masyarakat atau wali murid berpersepsi jika bersekolah di negeri atau diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah itu gratis. Selanjutnya infaq shadaqah tersebut dikaitkan dengan persyaratan akademik yakni pada pelaksanaan PPDB, dimana wali murid mengeluarkan biaya untuk pelunasan perlengkapan serta kegiatan siswa dan infaq shadaqah tersebut. Maka infaq atau amal jariyah tersebut memenuhi kriteria tidak bolehnya melakukan pungutan di satuan pendidikan dasar. Sesungguhnya pungutan suatu perbuatan yang dilarang di satuan pendidikan dasar, apabila pihak penyelenggara pendidikan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah melakukan pungutan maka hal tersebut bertentangan dengan Permendikbud No.44 Tahun 2012 yang telah ditegaskan dalam pasal 9 dan pasal 11.
Berdasarkan uraian diatas, dari sudut pandang penulis bahwasanya pihak penyelenggara pendidikan di satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah atau pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk atau jenis apapun kepada orangtua. Pungutan yang dilarang yakni yang memenuhi kriteria tidak bolehnya melakukan pungutan yang telah dijelaskan pada pasal 11 Permendikbud No.44 Tahun 2012. Infaq atau amal jariyah tersebut ada pada pelaksanaan penerimaan peserta didik serta jumlah dan batasan waktu yang diberikan penyelenggarakan pendidikan menjadikan infaq atau amal jariyah tersebut sebagai pungutan yang dilarang di satuan pendidikan dasar.
Infaq atau amal jariyah tersebut menjadi wajib,terikat dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Bahwasahnya partisipasi masyarakat dalam sumber pembiayaan pendidikan dapat dilakukan dengan sumbangan, dimana telah diatur dalam peraturan yang berlaku serta dilaksanakan secara wajar,efisien,transparan dan akuntabel. Kontribusi partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan, khususnya dalam hal pendanaan sekolah harus didasarkan pada kesukarelaan bukan kewajiban atau paksaan.
B. Kedudukan Hukum Pungutan Sukarela sebagai Instrumen Pembiayaan Pendidikan Perspektif Ulama
Infaq dan Shadaqah Menurut Ulama
Secara terminologi syariat, infaq ialah mengeluarkan sebagian dari harta untuk suatu kepentingan yang sudah diberi arahan dan perintah dalam ajaran agama Islam. Sedangkan shadaqah merupakan pemberian sesuatu dari seseorang kepada orang yang membutuhkan dengan niatan ikhlas tanpa adanya batasan waktu serta jumlah yang tak pasti, karena ingin mendapatkan pahala dari Allah. Adapun beberapa pandangan ulama mengenai infaq shadaqah, diantaranya yakni : a). menurut An Nawawi: infaq tidak hanya menyangkut sesuatu yang wajib melainkan pengeluaran yang tidak ikhlas sekalipun. b). menurut KH. Abdul Matin : terdapat 2 pokok dalam infaq, pokok pertama ialah terputusnya sesuatu dan pokok kedua ialah samarnya sesuatu. Makna yang relevan dari 2 pokok infaq tersebut pada pokok pertama dalam pengertian infaq.
Dari uraian diatas infaq dan shadaqah memiliki makna yang sama, yakni terputusnya kepemilikan harta kepada orang lain dengan cara diberikan sebagian harta. Maka pemberian tersebut beralih tangan kepada orang lain untuk menjadi miliknya. Akan tetapi artian shadaqah dapat lebih luas apabila infaq dikaitkan dengan materi, sedangkan non materiil merupakan sifat yang lebih luas dalam artian shadaqah. Shadaqah memiliki makna lebih luas dari zakat serta infaq. Shadaqah dapat bermakna infaq, zakat dan kebaikan non materiil.
Unsur–unsur yang harus dipenuhi dalam infaq, unsur infaq merupakan rukun. Dengan terpenuhi rukunnya tentu terdapat syarat-syarat yang juga harus dipenuhi. Dengan terpenuhinya rukun berserta syaratnya maka dapat dikatakan infaq tersebut sah. Infaq memiliki 4 rukun yakni sebagai berikut : penginfaq , orang yang di beri infaq, sesuatu yang diinfakkan dan tidak adanya hubungan tempat pemilik penginfaq. a). penginfaq merupakan orang yang berinfaq, syarat yang dipenuhi yakni penginfaq mempunyai harta atau benda yang akan diinfakkan; penginfaq tidak dibatasi alasannya; penginfaq haruslah orang dewasa,; tidak adanya paksaan bagi penginfaq karena infaq mensyaratkan keridhaan dan keiklhasan. b). orang yang mendapatkan infaq ialah orang yang menerima infaq dari penginfaq. Dengan kata lain yakni penerima infaq, syarat yang harus dipenuhi yakni benar adanya waktu diberi infaq; dewasa atau baligh, dengan maksud bila yang menerima infaq tersebut masih anak-anak atau gila , maka infaq tersebut diberikan kepada walinya sekalipun wali tersebut orang asing. c). wujud yang diinfaqkan merupakan bentuk atau wujud dari infaq. syarat yang harus dipenuhi yakni : benar adanya; harta yang bernilai; memiliki zat, misalkan yang diinfaqkan harus yang dimiliki ada peradaranya serta dapat bertukar kepemilikanya. d). tidak memiliki hubungan dengan tempat pemilik merupakan sesuatu hal yang wajib dipisahkanya kepada yang mendapatkan infaq dan menjadikan milik bagianya.
Hukum dalam infaq terbagi menjadi empat macam antara lain sebagai berikut : infaq wajib, infaq sunnah, infaq mubah, dan infaq haram. 1). Infaq wajib mengeluarkan harta dalam urusan wajib, seperti membayar maskawin, menafkahi istri,apabila istri ditalak dan masih masa iddah wajib menafkahi; 2). Infaq Sunnah merupakan mengeluarkan harta dengan niat shadaqah; 3). Infaq mubah merupakan mengeluarkan harta dalam urusan mubah contohnya bercocok tanam; 4). Infaq haram merupakan mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan Allah contohnya riya.
Kedudukan Pungutan Pendidikan sebagai Infaq Berdasarkan Pandangan Ulama
Konsep zakat,infaq,shadaqah,dan wakaf dalam islam yakni bentuk keterpedulian pada sesama yang diciptakan dengan saling berbagi. Zakat,Infaq,Shadaqah,dan Wakaf yang kemanfaatannya sebagai kesejahteraan sosial yang bersumber dari umat. Hal tersebut didasari dengan nilai kepedulian sosial di pendidikan. Kepedulian sosial di bidang pendidikan dapat membantu permasalahan pendidikan tidak lain yakni biaya pendidikan. Biaya pendidikan tentu dibutuhkan, Sebagaimana pendapat An- Nabhani mengatakan bahwasannya biaya pendidikan dari baitul mal itu secara garis besar digunakan untuk dua kepentingan, yaitu pertama untuk bayar gaji semua pihak yang memiliki peran penting dalam pelayanan pendidikan; kedua untuk memenuhi pembiayaan fasilitas yang dibutuhkan dalam pendidikan. Dengan demikian pembiayaan pendidikan di masa khalifah baitul mal (pendapatan negara) sebagai sumber pembiayaan pendidikan. Perbandingan dengan kondisi saat ini sumber pembiayaan pendidikan dapat bersumber dari Ziswaf.
Ziswaf berpotensi sebagai sumber pembiayaan pendidikan sebagai wujud kepedulian sosial yakni pada pendidikan. Menurut syaikh abdurahman berpendapat setiap individu merupakan bagian dari struktur sosial dan masyarakat merupakan kumpulan dari masing-masing individu memiliki tanggung jawab sosial yang mencegah seseorang untuk berbuat sesukanya. Dengan memberikan harta yang dimiliki merupakan bentuk peduli sosial, hal tersebut terdapat hubungan kerjasama yang baik di setiap individu. Sepertihalnya infaq dan shadaqah. Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Zakat berbeda dengan infaq, jumlah harta yang dikeluarkan untuk infaq tidak ditentukan secara hukum serta infaq yang diberikan tidak hanya kepada mustahik tertentu melainkan kepada siapapun.
Dilihat dari karakteristiknya infaq dapat berpeluang besar sebagai sumber pembiayaan pendidikan. Hal tersebut terletak pada pengaturannya, pengaturan pengelolaan infaq tersebut diatur waktunya, frekuensi pengeluarannya serta pendistribusiannya. Berdasar pada tafsiran wahbah al-zuhaili pada surah Al-baqarah ayat 215. menurut wahbah alzuhaili adalah sesuatu yang diinfaqkan, jawabanya berisi tentang penjelasan orang yang menjadi penerima infaq, dan demikian merupakan metode Allah bahwasanya mereka bertanya tentang sesuatu perkara yang lebih penting daripada yang ditanyakan itu, yakni penjelasan tentang alokasi penyaluran infaq, karena infaq tidak akan berhasil merealisasikan kebaikan kecuali jika ia tepat sasaran.
Selanjutnya shadaqah berpotensi sebagai sumber pembiayaan. Secara terminology syariat batasan shadaqah adalah pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain yang tidak ditentukan jenis,jumlah serta waktunya. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material melainkan dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Dengan tidak mengikatnya subyek,waktu serta jumlah yang akan disedahkan, shadaqah berpotensi dijadikan sebagai sumber pembiayaan pendidikan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bersedekah seikhlasnya untuk ditujuhkan pada alokasi biaya pendidikan.
Berdasar uraian diatas dari pandangan ulama, dapat diartikan infaq dan shadaqah berpotensi sebagai sumber pembiayaan pendidikan. Kedudukan pembiayaan pendidikan berupa infaq dan shadaqah sebagai wujud kepedulian sosial dalam bidang pendidikan. Dengan adanya infaq shadaqah diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Infaq shadaqah yang dilakukan tidak berkewajiban khusus bagi penginfaq atau pemberi shadaqah dengan batasan jumlah yang akan diberikan. Karena sifat infaq dan shadaqah tidaklah mengikat kepada penginfaq atau pemberi shadaqah.
Dalam prakteknya infaq shadaqah dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sebagai sumber pembiayaan pendidikan telah ditentukan jumlah dan waktunya oleh pihak penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut menjadikan infaq shadaqah suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Infaq shadaqah sebagaimana yang telah dijelaskan diatas seharusnya sukarela dalam mengeluarkan harta tersebut tanpa mengikat seseorang dalam meberikan harta tersebut. pemanfaatan infaq shadaqah sebagai sumber pembiayaan pendidikan tentu wujud kepedulian sosial dalam pendidikan. Bentuk kepedulian tersebut tersalurkan dengan infaq shadaqah. Dalam penyelenggaraan pendidikan infaq shadaqah yang ditekankan sekolah tersebut bertujuan untuk melengkapi sarana dan prasarana, namun infaq shadaqah tersebut mengikat masyarakat atau wali murid dalam mengeluarkan harta atau berinfaq tersebut ditentukan kadar/jumlahnya.
Penulis berpendapat bahwasanya infaq shadaqah dalam penyelengaraan pendidikan sebagai sumber pembiayaan pendidikan merupakan wujud kepedulian sosial dalam bidang pendidikan. Biaya pendidikan yang cukup besar dapat dilakukan dengan ziswaf untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam islam infaq dan shadaqah sebagai sumber pendidikan diberikan secara ikhlas dan sukarela. Tidak dibenarkan apabila infaq dan shadaqah tersebut ditekankan kepada masyarakat atau wali murid dengan jumlah atau waktu yang ditentukan pihak penyelenggara pendidikan. Karena kedudukan pembiayaan pendidikan dengan menjadikan infaq dan shadaqah sebagai sumber pembiayaan yakni bentuk kepedulian sosial di bidang pendidikan.
Simpulan
Pungutan sukarela yang diistilahkan dengan infaq dan shadaqah atau amal jariyah termasuk pungutan yang dilarang, karena pada prakteknya infaq atau amal jariyah tersebut memenuhi kriteria pungutan. Kriteria pungutan telah dijelaskan pada pasal 11 Permendikbud No.44 tahun 2012. Serta penyelengaran pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah disatuan pendidikan dasar dilarang memungut biaya dalam bentuk apapun kepada wali murid maupun peserta didik.
Berdasar pandangan ulama kedudukan pungutan pendidikan sebagai infaq merupakan wujud kepedulian sosial di bidang pendidikan. Infaq dan shadaqah bersifat tidak mengikat penginfaq atau pemberi shadaqah. Sehingga pungutan pendidikan sebagai instrument pembiayaan pendidikan untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu. Serta tidak dibenarkan jika pada prakteknya infaq shadaqah tersebut mengikat penginfaq atau pemberi shadaqah dengan jumlah atau waktunya.
Melalui penelitian ini diharapkan Pemerintah Daerah dapat meningkatkan pengawasan dan pembinaan serta sosialisasi kepada semua pihak penyelengaraan pendidikan dasar terkait Permendikbud No.44 Tahun 2012. Dengan dibutuhkanya biaya pendidikan dapat dilakukan dengan sumbangan, yang mana sumbnagan tersebut tidak mengikat wali murid atau peserta didik. Penerapan infaq sebagai instrument pembiayaan pendidikan dibolehkan dengan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
References
- Waliadin, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Bidang Pendidikan Nasional,” Jurnal Tengkyang, p. Vol 3 No 3, 2019.
- R. Fironika, “Pembiayaan Pendidikan Di Indonesia,” jurnal ilmiah pendidikan dasar , vol. 3, no. 1, 2015.
- Muhajirin, “Potensi dan Kontribusi zakat,infaq dan shadaqah dalam Peningkatan Ekonomi dan Pendidikan,” Jurnal Ekonomi Islam, vol. 8, no. 1, 2017.
- J. Rahmatulloh, “Legalitas Kewenangan Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Menarik Pungutan di Satuan Pendidikan Dasar,” Jurnal Integritas, vol. 3, no. 2, 2017.
- A. haris, “Kajian Strategi zakat,infaq dan shadaqah dalam pemberdayaan umat,” Jurnal Ekonomi bisnis syariah , vol. 1, no. 22, 2017.
- A. Vista, “Analisis Kebijakan Terkait Standart Pembiayaan pada Pendidikan Dasar,” jurnal ilmu pendidikan , vol. 2, no. 2, 2020.
- [online]Available: Pungli Pendidikan, sumbangan Serasa Pungutan. diakses pada Agustus 6,2022 dari: https://omdusman.go.id/perwakilan/news/r/pwkinternal-pungli-pendidikansumbangan-serasa-pungutan
- B. Taman, “Reorientasi Pendanaan Pendidikan Dalam Membangun Mutu Sekolah,” jurnal kajian islam dan masyarakat, vol. 29, no. 2, 2018.
- hallak, The Analysis Of Educational Cost and Expenditure, Penerjemah: Harso,Jakarta: bhratara karya aksara, 1985.
- P. Djatmiko, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Anugerah, 2016.
- A. Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhi, beirut: juz VII, 1982.
- A. Matin, infaq dan maknanya, Yogyakarta: Pustaka Setia Gema, 2013.
- S. Abdurrahman, Al-akhlaq al-islamiyah wa asusuha, Dar al-qalam.
- W. Al-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, Penerjjemah: Abdul Hayyip al-kattani Jakarta: Gema Insani, 2016.