Abstract
This qualitative study aimed to explore the strengthening of independent characters among Class II elementary school students during the Period of Restrictions on Community Activities (PPKM). The research utilized observation, interviews, and documentation as data collection techniques, with the principal, Class II teachers, and guardians of Class II students as subjects. The analysis revealed that four indicators for strengthening independent character were identified within the learning process, despite some suboptimal outcomes influenced by various factors, including students themselves, teachers, and parents. The main strategy employed to enhance independent character was the involvement of parents in providing reinforcement, along with the teachers serving as positive role models. The most frequently implemented indicator for independent character strengthening was completing tasks without disturbing others, employing critical thinking and problem-solving approaches. Moreover, teachers fostered independent characters throughout all learning activities and actively cooperated with parents. These findings highlight the importance of cultivating independent character in elementary schools, emphasizing the significance of self-reliance, critical thinking, and cooperative learning. The implications of this study can inform educators, parents, and policymakers in designing effective interventions to foster independent characters among elementary school students during challenging periods such as PPKM.
Highlights:
- Importance of parental involvement: The study emphasizes the significance of parents' participation in strengthening the independent characters of Class II students during the PPKM period.
- Role modeling by teachers: Teachers play a crucial role in setting a positive example and modeling independent character traits for students in the learning process.
- Fostering critical thinking and problem-solving: The implementation of critical thinking and problem-solving models in classrooms contributes to the development of independent characters among Class II students.
Keywords:Ā Strengthening independent characters, Class II students, PPKM, Qualitative research, Learning process
Pendahuluan
Pada dasarnya menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatn spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara” [1].
Pendidikan sendiri memiliki banyak fungsi, yang salah satunya adalah membiasakan peserta didik agar menjadi pribadi yang baik dan berkarakter. Agar terdidik secara maksimal maka peserta didik harus melakukan kebiasaan – kebiasaan yang baik. Sejak 2017 dalam PERPRES, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggulirkan sebuah gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) . Gerakan tersebut digulir pemerintah dengan tujuan agar generasi muda sekarang tidak hanya terdidik secara akademik namun juga terdidik secara moral. Dengan hal itu, peserta didik akan terbiasa melakukan kebiasaan – kebiasaan yang baik melalui penguatan - penguatan dari pendidikan karakter yang diberikan guru [1].
Pendidikan karakter sendiri menurut Berkowitz & Bier, mempunyai arti yaitu penciptaan area sekolah yang menolong siswa dalam pertumbuhan etika, tanggung jawab lewat model, serta pengajaran kepribadian yang baik lewat nilai– nilai umum [2]. Dalam artian lain, pendidikan karakter ini adalah suatu hal yang murni yang haruss dijalani sebab pada dasarnya seluruh guru mempunyai tujuan sama dalam membentuk kepribadian sesuatu bangsa. Namun, tidak serta merta pembelajaran karakter ini jadi tanggungjawab dari pembelajaran moral ataupun budi pekerti serta pembelajaran Pancasila. Kementrian Pendidikan pada tahun 2011 menyatakan bahwasannya ada delapan belas nilai dalam pendidikan karakter. Delapan belas karakter tersebut diantaranya adalah religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan atau nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, serta tanggungjawab [3].
Permasalahan minim karakter sering berdampak pada perilaku maupun kehidupan sehari – hari terlebih pada masa kelangsungan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini. Sebagai bangsa yang baik demi untuk berkepanjangan, maka pola hidup yang kurang baik harus diperbaiki, agar generasi muda bangsa terselamatkan yang diharpkan dapat memiliki jiwa pribadi yang berkarakter baik, sesuai dengan karakter bangsa yang sudah melekat juga berkembang di Indonesia. Sehingga pendidikan karakter ini sudah harus ditanamkan mulai anak usia dini dan dikuatkan [4].
Seiring membaiknya situasi pandemi covid 19, pemerintah Negara Indonesia sudah mulai memperbolehkan untuk Pembelajaran Tatap Muka (PTM) bagi wilayah yang memenuhi syarat pemerintah, yaitu wilayah PPKM level 3. Tatap muka saat belajar di masa PPKM ini dilakukan sesuai anjuran pemerintah. Guru kembali menjadi ujung tombak pada saat proses berlangsungnya belajar mengajar, sehingga harus totalitas dalam penyampaian materi dengan minimnya waktu pembelajaran tersebut. Meskipun pembelajarannya sudah boleh dilakukan secara tatap muka namun terkadang seorang guru juga mempunyai keterbatasan dalam penyampaian materi. Sehingga, guru menghimbau pada saat pembelajaran di masa PPKM ini harus ada kerja sama antara orangtua bersama anaknya. Tentu saja hal ini juga tidak lengkap bila tidak dilengkapi dengan kemandirian. Kemandirian yang dimaksud disini adalah kemandirian belajar pada siswa SD.
Kemandirian sendiri merupakan bagian dari hidup yang sudah pasti harus melekat dimasa seperti ini. Selain itu, kemandirian juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak di kelanjutan hari saat ia sudah dewasa nanti. Karakter tersebut akan membuat anak menjadi siap untuk menghadapi kehidupan karena berbekal kemandirian sejak masih kecil. Dalam hal ini sekolah merupakan lembaga pertama yang berperan dalam pembentukan karakter anak (Character Building). Oleh karenanya di masa PPKM ini sangat diharapkan untuk melekatkan karakter mandiri di sekolah. Peran seorang guru disekolah itu sangat dominan sebagai suatu lembaga, yang dimana sekolah itu memiliki tanggungjawab akan bagaimana anak didik itu pintar dan cerdas serta memiliki karakter yang positif seperti apa yang telah diharapkan oleh para orangtua dimasa PPKM ini. Jika dari kecil ia tidak mandiri maka kedepannya akan selalu merepotkan karena bergantung pada orang lain. Namun disini pendidikan menjadi hal yang paling utama dan penting dalam usaha penumbuhan karakter kemandirian pada peserta didik itu sendiri. Dan guru berperan untuk mengajarkan dan menguatkan sikap kemandirian kepada anak didiknya supaya anak didik tersebut dapat memiliki kemandirian yang matang, sesuai yang dengan yang diharapkan para pendidik juga wali murid [5].
Kelas II Sekolah Dasar (SD) di Leminggir merupakan bahan penelitian yang perlu perhatian khusus terlebih pada masa PPKM. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis lebih dalam mengenai penguatan pendidikan karakter mandiri pada kelas II di tempat tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan kualitatif. Tujuan dari penelitian untuk memahani fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru kelas II dan wali kelas II SDN Leminggir. Menjelaskan penggambaran fenomena yang terjadi pada Sekolah Dasar mengenai penguatan nilai karakter mandiri melalui pembelajaran di Sekolah Dasar kelas II dimasa PPKM. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Dari ketiga teknik tersebut peneliti menggunakan triangguasi sumber dan trianggulasi teknik untuk mengecek keabsahan data penelitian. Dalam analisisnya peneliti menggunakan 3 cara secara urut yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan [6] .
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil temuan di lokasi penelitian, penguatan pendidikan karakter mandiri di SDN Leminggir ini dimulai dari indikator 1) tidak bergantung pada orang lain dalam berbagai hal, 2) yaitu menyelesaikan tugas tanpa merepotkan orang lain, 3)Percaya diri dalam menyelesaikan tugas, dan 4) keempat yaitu Memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Dalam penguatan ini guru mengintegrasikannya pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) [7]. Berikut adalah indkator karakter mandiri :
Nilai | Indikator |
Mandiri:Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu memiliki rasa empati atau kepekakan terhadap lingkungan, lebih percaya diri dan menghargai oranglain, mampu mengendalikan emosi, menahan diri dan bersabar, mampu membuat keputusan dan memiliki rasa tanggungjawab. | 1. Tidak bergantung pada orang lain dalam berbagai hal |
2. Menyelesaikan tugas tanpa merepotkan orang lain | |
3. Percaya diri dalam menyelesaikan tugas | |
4. Memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan |
Hal tersebut sesuai pernyataan diatas bahwa nilai karakter mandiri dapat dicantumkan di materi pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kemudian diintegrasikan dalam mata pelajaran dari kurikulum yang kemudian oleh guru di leburkan pada RPP. Hal ini diterapkan dikesehariane dalam pembelajaran serta pembiasaan yang dilakukan. Dari teori tersebut kepala SDN Leminggir membuat kebijakan bahwa pada saat penguatan karakter mandiri pada semua indikator menggunakan pengintegrasian pada saat pembelajaran melalui RPP yang dirancang sedemikian rupa sehingga nanntinya dapat dijadikan acuan pembelajaran yang matang dan maksimal. Pernyataan itu sejalan dengan penilitian terdahulu pada poin ketiga. Yaitu hasil penelitian dari Widodo, 2019 tentang Penguatan Pendidikan Karakter di SD Muhammadiyah Macanan Sleman Yogyakarta. Merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter disana dilakukan terintegrasi dengan beberapa mata pelajaran disana. Hal ini sama halnya dengan penelitian ini yang mengintegrasikan pendidikan karakter pada beberapa mata pelajaran disana menggunakan RPP [11] .
Penguatan karakter mandiri pada penelitian ini diukur dengan mengacu pada empat indikator yaitu 1) tidak bergantung pada orang lain dalam berbagai hal, 2) menyelesaikan tugas tanpa merepotkan orang lain, 3) percaya diri dalam menyelesaikan tugas, dan 4) memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan. Yang hasil dari keempat indikator karakter mandiri yang terbagi menjadi sebelas sub indikator diatas, hanya ada 4 sub indikator yang belum sering terealisasikan atau bahkan jarang. Diantaranya adalah pada sub indikator pertama yaitu tidak diantar orangtua saat sekolah. Kemudian pada sub indikator ketiga yaitu tidak takut salah terhadap hasil belajarnya, serta yakin dengan apa yang dikerjakan atau diselesaikan. Kemudian pada sub indikator keempat yaitu memilih jawaban sendiri. Hal tersebut digambarkan pada diagram diatas.
Pada kegiatan analisis penguatan karakter mandiri tidak hanya dikuatkan melalui kegiatan intrakurikuler namun juga ditunjang dengan adanya kokurikuler. Dimana hal tersebut sesuai dengan Hal diatas sesuai dengan Peraturan Direktur Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah nomor : 097/D/HK/2019 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal pada Pasal 12 ayat (a). Namun pada indikator ini tidak melalui ektrakurikuler, hanya 2 saja yaitu intrakurikuler dan kokurikuler. Dan juga didukung oleh Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan Sekretariat Jendral Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) cetakan kedua tahun 2017. Halaman 13 [12].
Strategi guru dalam penguatan pendidikan karakter mandiri di kelas II Sekolah Dasar, guru menggunakan dua strategi yaitu 1) optimalisasi kerjasama sekolah dengan orangtua. Selama PPKM, Dengan adany waktu orang tua, orang tua harus mengganti guru di sekolah dengan pendidik di rumah, yaitu membimbing anaknya melalui proses pembelajaran jarak jauh dan menjadi pendidik kehidupan. Oleh karena itu, selama masa PPKM, SD berusaha mempererat kerjasama dengan orang tua. Orang tua harus aktif mendorong siswa untuk tetap semangat belajar walaupun belajar di rumah, membimbing siswa agar tertib dan rutin belajar sesuai dengan pelajaran yang ditetapkan guru, mengontrol perilaku siswa, memecahkan masalah individu siswa. masalah perkembangan, atau pengingat kebiasaan hidup sehat saat belajar di rumah. Untuk menjalin komunikasi yang lebih efektif antara guru dan orang tua siswa, sekolah memanfaatkan media sosial seperti grup WhatsApp. Dengan adanya grup whatsapp memberikan banyak manfaat bagi pihak sekolah dan orang tua, diantaranya adalah komunikasi antara guru dan orang tua yang dapat dilakukan setiap saat tanpa harus ada pertemuan di sekolah, mempercepat informasi kegiatan sekolah dari pihak sekolah kepada orang tua, menjadikan lebih mudah bagi orang tua.
Memantau aktivitas anak di sekolah. , dapat memimpin diskusi satu lawan satu baik tentang pembelajaran dan perkembangan anak atau tentang kegiatan pendidikan yang akan berlangsung di sekolah. Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Kerjasama antara guru dan orang tua merupakan hal yang penting untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Guru dan orang tua harus saling melakukan komunikasi untuk mendiskusikan perkembangan belajar anak. Sebagaimana yang telah dikutip oleh Anita, Martin Luther mengatakan agar anak memperoleh bekal yang maksimal, sekolah dan keluarga saling bekerja sama. Selain itu anita juga mengutip, brings mengatakan kerja sama orang tua dan guru haris mengadakan pertemuan untuk membicarakan berbagai program dan kegiatan anak. Kerjasama dilakukan antara guru dengan orang tua agar kegiatan belajar di rumah berjalan dengan baik serta menjadi sarana penguatan pendidikan karakter [13-14].
Dalam tengah penyebaran wabah Covid-19 ini, trisentra pendidikan, yaitu orang tua, sekolah, dan masyarakat harus dapat menginternalisasikan nilai-nilai karakter peserta didik dengan bersinergi, dan bekerja sama agar karakter anak dapat terbangun dengan baik sesuai amanat undang-undang yang dicanangkan oleh pemerintah. Kemudian yang menunjukkan bahwa upaya pembentukan karakter siswa harus dibarengi dengan peran orang tua. Oleh karena itu, sekolah harus memaksimalkan peran orang tua untuk mencapai hasil yang optimal dalam pendidikan karakter. Sekolah harus memberdayakan semua sumber daya sekolah untuk bekerja sama dengan orang tua, sehingga pembentukan karakter di sekolah dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, pendidikan karakter akan berjalan dengan baik jika ada kerjasama yang erat antara sekolah dan orang tua. Dengan koordinasi yang baik antara pihak sekolah dan orang tua, maka akan lebih mudah bagi pihak sekolah untuk memantau perkembangan anak di luar jam sekolah melalui orang tua. Sehingga, peran orang tua dalam pembelajaran jarak jauh memiliki peranan yang sangat strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Keterlibatan orangtua dalam proses pembelajaran diharapakan mampu menekankan pembentukan nilai-nilai karakter bagi peserta didik [14].
Strategi selanjutnya, 2) penanaman nilai karakter pada aktifitas pembelajaran. Penemuan di SDN Leminggir kelas II dalam strategi ini juga melalui beberapa tahapan yang harus dilalui guru. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengadopsi strategi pembelajaran. Di sini guru harus memunculkan inovasi-inovasi menarik dalam pembelajaran. Hal ini dianjurkan untuk menciptakan rasa ingin tahu, kreativitas, kemandirian, kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, membentuk kerjasama antar siswa dan membentuk keberanian untuk mengemukakan pendapat. Selain materi pembelajaran, guru memasukkan nilai karakter dan motivasi yang memotivasi siswa dari sana. Yang kedua adalah keteladanan . Dengan memberikan contoh kepada siswa, guru tidak berhenti memberikan contoh bagi siswa setiap saat. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru memberikan contoh kedisiplinan siswa dengan mematuhi waktu pembelajaran online dan offline. Guru juga memberikan contoh komunikasi. Gunakan bahasa yang sopan dan sapa saat komunikasi dimulai [14].
Penilaian tersebut kemudian dilakukan melalui penilaian untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam bidang emosi, kognisi, dan psikomotorik. Dalam bidang emosi, guru mengamati sikap siswa saat berkomunikasi tentang keikutsertaannya dalam pembelajaran. Pada ranah kognitif, guru memberikan penilaian berupa pemberian tugas, ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Di bidang psikomotor, guru memberikan penilaian berupa prestasi, proyek, atau portofolio. Di kelas II SDN Leminggir, guru menekankan pada bidang psikomotorik dan terutama menilai derajat peningkatan karakter karakter mandiri. Hal ini karena penilaian mengharapkan siswa menjadi mandiri, kreatif, rajin, bertanggung jawab, senang membaca, dan jujur menyelesaikan tugasnya [14].
Simpulan
Penerapan yang mengacu pada indikator penguatan karakter mandiri di kelas II Sekolah Dasar (SD), terbukti bahwasannya yang paling sering dilakukan adalah indikator kedua, yaitu menyelesaikan tugas tanpa merepotkan orang lain. Hal tersebut dilakukan guru menggunakan model pembelajaran yang digunakan critical thinking dan problemsolving. Selain itu, guru juga menggunakan dua strategi pertama, optimalisasi kerja sama dengan orangtua dan penanaman karakter mandiri pada setiap aktifitas pembelajaran.
References
- PERPRES, Kemendikbud.
- Husna, A. (2021). Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi Covid-19. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 19.
- Santika, I. W. E. (2020). Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring. Indonesian Values and Character Education Journal, 3(1), 8–19.
- Rizal, M., Afrianti, R., & Abdurahman, I. (2021). Dampak Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM ) bagi Pelaku Bisnis Coffe shop pada Masa Pandemi Terdampak COVID-19 di Kabupaten [5]Purwakarta The Impact of the Policy for Implementing Community Activity Restrictions for Coffee Shop Busi. Jurnal Inspirasi, 12(1), 97–105.
- Kurniawan, A. (2020). PEMANFAATAN JB CLASS UNTUK MENDORONG KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN DARING DI MASA PANDEMI COVID-19. Ideguru: Jurnal Karya Ilmiah Guru, 5(1), 1–8. https://doi.org/10.51169/ideguru.v5i1.145
- Aryanti, M. S., Badarudin, B., & ... (2021). Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Jarak Jauh dengan Media WhatsApp Group Siswa Dasar. Jurnal Educatio FKIP …, 7(3), 778–784. https://doi.org/10.31949/educatio.v7i3.1248
- Fauziah, A. R., & Zulfiati, H. M. (2021). Penanaman Karakter Mandiri dan Kreatif Melalui Pembelajaran Tematik Bermuatan IPS pada Siswa Kelas V di SD N 1 Sekarsuli Banguntapan Bantul. 5(November), 173–179.
- Nasifah, L., Ghufron, S., & Taufiq, M. (2020). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik di SD Kemala Bhayangkari 1 Surabaya. VI(2), 272–284.
- Purnomo, E., & Wahyudi, A. B. (2021). Nilai Kemandirian dalam Wacana Ungkapan Hikmah di SD Sekaresidenan Surakarta. 30(1), 73–80.
- Widodo, H. (2019). Penguatan Pendidikan Karakter Di Sd Muhammadiyah Macanan Sleman Yogyakarta. Lentera Pendidikan, 22(1), 40–51.
- Kemdikbud. (2019). Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 8. https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/?wpdmpro=buku-konsep-dan-pedoman-ppk
- Fatmawati, & Eli. (2020). KERJASAMA ORANG TUA DAN GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI Abstrak PENDAHULUAN Salah satu komponen penting dalam pembangunan suatu bangsa adalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan setiap individu yang ter. 01(02), 135–150.
- Atriyanti, Y. (2020). Strategi Sekolah Dalam Penguatan Pendidikan Karakter Peserta Didik Pada Masa Pandemi Covid-19. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Unnes, 368–376.