Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.7.2022.4064

Students' Mathematical Problem Solving Ability in Elementary School


Kemapuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di Sekolah Dasar

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Mathematical problem solving abilities Elementary schools Literature study Descriptive analysis Factors influencing problem solving

Abstract

The purpose of this study was to describe the results of a literature study on mathematical problem solving abilities in elementary schools.  This research uses a qualitative descriptive study approach with the type of literature study research.  This research is a literature study or library research that describes descriptively the mathematical problem solving abilities of students in elementary schools.  The subjects of this study were elementary school students related to their ability to solve mathematical problems.  The data sources for this research are secondary data obtained from scientific journals or articles related to the problems discussed.  The data will be analyzed using descriptive analysis techniques.  The results showed that students' mathematical problem solving abilities still tended to be low.  Students have not achieved all of the problem solving indicators.  The factors that influence students' mathematical problem solving abilities include prior knowledge, appreciation of mathematics, logical mathematical intelligence, experience, motivation, skills, self-confidence and teachers.

Highlights:

  • Students' mathematical problem solving abilities are low.
  • Not all problem solving indicators are achieved.
  • Factors influencing problem solving include prior knowledge, motivation, and teachers.

Keywords: Mathematical problem solving abilities, Elementary schools, Literature study, Descriptive analysis, Factors influencing problem solving.

 

Pendahuluan

Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan matematika merupakan dasar dari berbagai disiplin ilmu, seperti diungkapkan oleh Berch & Mazarocca, bahwa siswa perlu belajar matematika karena penting dalam kehidupan sehari-hari[1]. Oleh karena itu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada seluruh siswa mulai dari sekolah dasar, untuk membekali siswa dengan berbagai kemampuan berpikir. Dengan tujuan agar siswa memiliki keterampilan memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi yang di dapat untuk bertahan pada kehidupan yang selalu berubah dan kompetitif.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) juga menyatakan bahwa ada lima standar proses yang penting pada pembelajaran matematika , yaitu pemecahan masalah, penalaran, mengkomunikasikan, mengaitkan ide, dan merepresentatif. Selain itu, Cornelius juga mengemukakan lima alasan pentingnya belajar matematika yaitu karena matematika merupakan: (a) sarana berpikir yang jelas dan logis; (b) sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (c) sarana untuk mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; (d) sarana untuk mengembangkan kreativitas; dan (e) sarana meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya[2].

Pemecahan masalah merupakan bagian penting dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuannya serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin[3]. Pemecahan masalah juga berupaya supaya siswa dapat mengkombinasikan berbagai konsep yang telah mereka dapatkan dalam pembelajaran sehingga mereka dapat memunculkan solusi atas berbagai persoalan yang muncul. Solusi tersebut menjadi sebuah jawaban dari permasalahan yang telah dialami oleh siswa. Dalam hal ini, kemampuan pemecahan masalah siswa dapat mengacu fungsi otak, pengembangan daya pikir kreatif untuk mengamati masalah dan mencari jawaban alternatif pemecahannya.

Pemecahan masalah dalam matematika dapat diartikan seperti alasan tujuan belajar matematika mengenai mengapa matematika diajarkan, proses penerapan pengetahuan sebelumnya diperoleh dalam situasi baru dan tidak diketahui, dan keterampilan dasar adalah keterampilan minimal dalam evaluasi. Dengan demikian pemecahan masalah bukan sekedar tujuan belajar matematika tapi juga alat utama untuk melakukan atau bekerja dalam matematika[4]. Memecahkan masalah matematika sangat penting agar tujuan umum mengajar matematika dapat tercapai dan mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir matematis.

Dalam laporan PISA dijelaskan bahwa kemampuan literasi matematika siswa Indonesia berada di kelompok rendah dari seluruh negara peserta. Literasi matematika ini diartikan sebagai kemampuan siswa dalam analisis, penalaran, dan komunikasi secara efektif pada saat menampilkan, memecahkan, dan menginterpretasikan masalah-masalah matematis. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada kategori rendah sehingga berdampak pula pada salah satu kemampuan matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika siswa berusaha memecahkan masalah, dibutuhkan rasa ingin tahu terhadap permasalahannya, kegigihan dalam menyelesaikan masalah, tekun dalam mengerjakannya, fleksibel dalam menggunakan pengetahuan yang dimiliki, serta percaya diri dalam menentukan cara penyelesaian. Dalam proses ini, jika siswa gagal dalam memecahkan masalahnya dapat mengakibatkan siswa merasa hilang kepercayaan dirinya. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran, tidak berani untuk bertanya kepada guru, serta memilih untuk diam. Pada akhirnya, siswa cepat putus asa dan menganggap bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Pembelajaran yang hanya memberikan latihan soal rutin dapat menyebabkan kemampuan pemecahan masalah siswa tidak tergali dengan baik.

Berdasarkan paparan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur yang akan menganalisis tentang kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran, khususnya matematika melalui jurnal-jurnal, artikel, buku, dan sumber lainnya. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat penting dikaji agar guru mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematis saat pembelajaran berlangsung. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam pembelajaran. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar melalui penelitian studi literatur dengan judul “KemampuanPemecahanMasalahMatematisSiswa di Sekolah Dasar”.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan studi deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi literatur (Study literature research). Penelitian ini mengkaji secara literatur melalui sumber kepustakaan yang berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui berbagai sumber tulisan seperti publikasi ilmiah dan berbagai sumber lain yang memiliki keterkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar. Subjek penelitian pada penelitian ini adalah peneliti pada 20 literatur yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdapat di dalam artikel atau jurnal berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar. Pencarian literatur pada penelitian ini menggunakan beberapa database, yaitu: SINTA, Neliti, CORE, Science Direct, ResearchGate, DOAJ, GARUDA, Google Scholar dan beberapa hasil prosiding ilmiah. Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui publikasi beberapa database dan menggunakan kata kunci yang sesuai dengan tema penelitian, peneliti mendapatkan 214 artikel yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian diperiksa duplikasi, judul, abstrak dan full-text yang disesuaikan dengan tema literatur, didapatkan sebanyak 20 artikel yang bisa digunakan dalan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar analisis kepustakaan dan lembar dokumentasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu Teknik dokumentasi dan kepustakaan. Pada penelitian ini ada beberapa dokumen yang digunakan yang keudian di review yaitu jurnal berupa artikel hasil publikasi nasional maupun internasional dan prosiding seminar terkait kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar. Data yang didapatkan dalam penelitian ini kemudian di analisis menggunakan analisis isi (content analysis) dengan menganalisis jurnal atau artikel hasil penelitian terkait kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar.

Hasil dan Pembahasan

H asil Penelitian

Hasil pencarian literatur yang menghasilkan 20 artikel yang kemudian dianalisis berdasarkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sekolah dasar. Hasil studi yang sesuai dengan kriteria studi literatur adalah sebagai berikut:

Tahun Database Sumber Bahasa N
Indonesia Inggris
2011-2020 SINTA 2 - 2
GARUDA 1 - 1
Science Direct - 1 1
Neliti 3 - 3
ReseachGate 3 1 4
CORE 2 - 2
Semantic Schoolar 1 - 1
PROSIDING 4 2 6
Jumlah 16 4 20
Table 1.Hasil Pencarian Literatur

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Dasar

Berdasarkan 20 literatur yang telah dikaji, kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, serta dapat menciptakan suatu ide baru untuk mencapai tujuan yang telah diharapkan. Dari hasil kajian literatur juga didapatkan hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar masih cenderung rendah. Hal ini terbukti dari hasil kajian yang menunjukkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mencapai indikator-indikator pemecahan masalah matematika. Siswa belum memiliki sepenuhnya empat kemampuan dasar pada pemecahan masalah. Empat kemampuan dasar pemecahan masalah menurut Polya[5], yaitu: memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, memecahkan masalah dan mengoreksi kembali hasil pemecahan masalah. Keempat kemampuan dasar tersebut dapat membantu siswa merealisasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh untuk diterapkan pada situasi baru serta menuntun siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dan menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari.

Dari hasil penelitian, ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada setiap tahapan pemecahan masalah antara lain: (1) Memahami masalah (Understanding the problem). Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami masalah ketika siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan. Siswa diharapkan mampu memahami kondisi soal atau masalah dalam mengenali, menganalisis, dan menerjemahkan informasi pada soal. Siswa melakukan identifikasi terhadap terhadap persoalan yang diberikan, identifikasi yang dimaksud dapat berupa mendaftarkan data-data pada persoalan atau bahkan menghubungkan data-data yang diketahui[6]. Dengan kata lain dalam kegiatan ini siswa harus dapat menyaring semua informasi yang telah diketahui dan menganalisanya untuk menentukan tujuan dari persoalan yang diberikan. Namun dari hasil penelitan dari beberapa literatur, pada tahap ini siswa tidak mengerti pertanyaan pada soal dan belum memahami cara menyelesaikan masalah. Siswa merasa tidak perlu untuk menuliskan unsur-unsur apa saja yang diketahui dari soal karena tidak mengerti.

(2) Merencanakan penyelesaian (Devising the plan). Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa mengenai masalah dan konsep apa yang harus diselesaikan dan digunakan dalam menyelesaikan masalah. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu untuk mengeksplorasi strategi yang mungkin dan mengevaluasi kemungkinan strategi tersebuat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Siswa diharapkan mampu membuat sebuah hubungan dari informasi yang dikerahui dan tidak diketahui. Berdasarkan hasil kajian literatur, pada tahap ini siswa masih bingung dan tidak dapat merencanakan strategi apa yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.

(3) Menyelesaikan masalah (Carrying out the plan). Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan strategi yang dipilih dalam penyelesaian masalah. Siswa diharapkan telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam yang diperlukan termasuk konsep dan rumus yang sesuai. Siswa juga diharapkan mampu untuk memeriksa setiap langkah pemecahan masalah sudah benar atau belum dan siswa juga diharapkan mengerti bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar serta mengantisipasi hasil dan bertindak. Namun berdasarkan hasil literatur, pada tahap ini siswa bingung dan lupa bagaimana menyelesaikan masalah menggunakan strategi yang dipilihnya. Siswa tidak tahu bagaimana cara mengoperasikan atau mengolah unsur-unsur yang tersebut dalam soal sehingga soal tidak terjawab atau terjawab tapi jawaban salah.

(4) Memeriksa kembali (Looking back). Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyimpulkan solusi dari masalah. Tahap ini adalah tahap melihat akibat yang nyata dari strategi yang digunakan dan belajar dari pengalaman yang didapat. Melihat dan belajar perlu dilakukan karena setelah mendapatkan hasil, banyak yang lupa untuk melihat dan belajar dari penyelesaian masalah yang telah dilakukan. Siswa diharapkan mampu menyimpulkan hasil penyelesaian dari informasi yang diperoleh dari tahap pertama, kedua dan ketiga. Pada tahap ini siswa tidak membaca kembali soal atau masalah karena terburu-buru melihat teman-temannya sudah mengumpulkan lembar jawaban sehingga siswa tidak memeriksa kembali apa sebenarnya yang ditanyakan pada masalah.

Berdasarkan analisis terhadap kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah, siswa tidak dapat mengidentifikasi permasalahan. Siswa langsung membuat alternatif penyelesaian masalah tanpa menganalisis permasalahan dengan baik, siswa langsung terpaku pada hasil akhir dan tidak memperhatikan proses pengerjaannya sehingga menimbulkan pemecahan masalah yang keliru. Siswa tidak menuliskan unsur-unsur yang diketahui dari soal karena merasa tidak perlu. Siswa langsung menjawab pada tahap merencanakan dan menyelesaikan masalah. Sebagian besar siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah juga disebabkan karena tidak memahami materi pendukung masalah.

Uraian diatas menunjukkan pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sebagai upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemukan. Siswa akan belajar bahwa akan ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah suatu soal dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal atau masalah. Selain itu siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan membentuk nilai-nilai kerja kelompok dan berlatih untuk bernalar secara logis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Berdasarkan 20 literatur yang telah dikaji, ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, antara lain: (1) Pengetahuan awal siswa. Pengetahuan awal adalah pengetahuan yang dimiliki siswa mengenai sesuatu dan tahu bagaimana menyikapinya, terstruktur dalam skema, dan hal tersebut telah dimiliki sebelumnya ketika mereka sedang belajar[7]. Pengetahuan awal siswa menjadi potensi utama dalam pembelajaran di sekolah. Pengetahuan awal siswa ini menjadi prasyarat bagi siswa dalam mempelajari pelajaran baru atau pelajaran lanjutan. Semakin baik pengetahuan awal seseorang diharapkan semakin baik hasil belajar yang dicapainya. Jadi dengan pengetahuan awal yang telah dipelajari sebelumnya oleh siswa akan menyempurnakan kondisi internal yang diperlukan dalam menghadapi tugas-tugas pembelajaran berikutnya.

(2) Disposisi Matematis. Disposisi matematis didefinisikan sebagai kecenderungan untuk melihat arti matematika, memahami manfaat dan keutamaan matematika, mempercayai bahwa upaya mempelajari matematika akan memberi hasil yang setimpal untuk siswa[8]. Dalam konteks matematika, disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan menyelesaikan masalah; apalah percaya diri, tekun, berminat dan berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa menyukai masalah-masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung dalam menemukan/menyelesaikan masalah.

(3) Kecerdasan Logis Matematis. Kecerdasan logis Matematis adalah kemampuan untuk berpikir secara sistematis dan logis berdasarkan keefektifan dan alasan yang baik. Kecerdasan logis matematis ini terdiri dari kemampuan untuk menganalisa masalah secara logis, melakukan operasi matematika, dan menyelidiki masalah ilmiah. Karakteristik kecerdasan logis matematis ditandai dengan kemampuan siswa dalam bernalar, berpikir logis, mengolah angka, membuat pola hubungan, memahami keteraturan pola, kemampuan berhitung, dan kemampuan untuk memecahkan masalah[9]. Setiap siswa memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, begitupun dengan kecerdasan logis matematis ini. Hal ini membuat setiap siswa memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda sehingga dapat berpengaruh dalam kemampuan pemecahan masalah matematika. Siswa dengan kecerdasan logis matematis yang tinggi cenderung berpikir secara konseptual, misalnya menyusun hipotesis, mengadakan kategorisasi dan klasifikasi terhadap apa yang dihadapinya serta menyenangi kegiatan menganalisis dan mempelajari sebab-akibat terjadinya sesuatu.

(4) Kecemasan Matematika. Kecemasan matematika adalah perasaan tegang, cemas dan ketakutan yang mengganggu siswa ketika harus mempelajari pelajaran matematika[10]. Seringkali kecemasan yang dialami siswa mengakibatkan mereka menghindari situasi dan kondisi dalam penyelesaian masalah matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan matematika memiliki pengaruh negatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, yang artinya semakin tinggi tingkat kecemasan matematika siswa, maka semakin rendah kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimilikinya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat kecemasan matematika, maka semakin tinggi kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimiliki siswa.

(5) Kepercayaan Diri. Kepercayaan diri adalah sikap atau rasa yakin terhadap kemampuan dan perasaan diri sendiri dalam menyikapi masalah. Kepercayaan diri memberikan pengaruh untuk siswa yang belajar matematika dimana siswa akan memperjuangkan keinginannya dalam meraih prestasi dan ini mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Kepercayaan diri siswa dengan kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimilikinya menjadi rantai yang tidak bisa dipisahkan karena kepercayaan diri siswa merupakan hal yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah matematika. Dari semua hal diatas dalam pembelajaran siswa diharuskan memiliki kepercayaan diri yang baik dan tinggi, sebab bila kepercayaan diri siswa rendah maka siswa akan sulit untuk menyelesaikan permasalahan matematika dan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis yang dimiliki siswa.

Pembahasan

Kemampuan pemecahan masalah matematis mencakup kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang diperlukan; mampu merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam matematika atau menyusun model matematika; dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang sejenis, atau masalah baru dalam atau di luar matematika; mampu menjelaskan atau menginterpretasikan hasil dan memeriksa kebenaran jawaban/solusi yang didapat[11]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di sekolah dasar cukup penting untuk dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang baik akan membantu diri mereka untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam mata pelajaran matematika maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar cenderung masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dikarenakan dalam proses pembelajaran siswa tidak membiasakan menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah. Siswa belum terbiasa menyelesaikan masalah sesuai dengan langkah-langkah penyelesaian masalah secara lengkap. Mereka masih terbiasa menjawab soal dengan menulis jawabannya saja tanpa disertai dengan langkah-langkah penyelesaiannya.

Masing-masing capaian siswa dalam setiap tahap pemecahan masalah sangat mempengaruhi tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pertama, memahami masalah terbukti memiliki pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Memahami masalah dalam hal ini yaitu menuliskan pernyataan-pernyataan yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal. Memahami masalah matematiska penting dilakukan khususnya pada soal uraian berbentuk soal cerita. Kedua, merencanakan penyelesaian yang terbukti memiliki pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, misalnya saat siswa mampu mengeksplorasi strategi serta memilih strategi dengan benar maka akan lebih mudah dalam memecahkan masalah matematis karena telah disusun rencana-rencana apa yang digunakan untuk memecahkan masalah. Kegiatan dalam tahap ini adalah menyeleksi strategi yang cocok yang digunakan dalam menyelesaikan masalah dengan menuliskan langkah-langkah secara terurut untuk memecahkan masalah.

Ketiga, melakukan penyelesaian masalah. Tahap ini terbukti mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Pada tahap ini siswa akan menerapkan strategi yang dipilih pada tahap sebelumnya dan melakukan perhitungan matematis untuk mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakan dalam masalah. Namun pada tahap ini siswa cenderung melakukan penyelesaian masalah secara langsung tanpa membuat langkah-langkah penyelesaian soal yang benar, hal ini tentunya kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Keempat, tahap terakhir yaitu memeriksa hasil kembali. Pada tahap ini siswa melihat akibat yang nyata dari strategi yang digunakan dan belajar dari pengalaman yang didapat. Melihat dan belajar perlu dilakukan karena setelah mendapatkan hasil, banyak siswa yang lupa untuk melihat kembali dan belajar dari penyelesaian masalah yang telah dilakukan. Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dalam satu kali langkah pengerjaan. Adakalanya jawaban yang didapat tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Jika dari tahap ini jawaban yang ada tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai maka tahap penyelesaian masalah dapat kembali ke tahap yang diperkirakan terjadi kesalahan.

Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat ditunjukkan bahwa diperlukannya model, strategi, maupun metode pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah dasar. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika yaitu pengetahuan awal, apresiasi matematika dan kecerdasan logis matematis siswa. Selain itu, ditemukan beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, yaitu pengalaman, motivasi atau dorongan dari dalam diri siswa dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah matematika dengan baik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika di sekolah dasar maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain: Pertama, kemampuan pemecahan masalah matematis di sekolah dasar masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mencapai indikator-indikator pemecahan masalah matematis untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, merumuskan masalah matematika atau mengembangkan model matematika dan kurangnya kepercayaan diri siswa dalam menyampaikan jawaban. Kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara lain pengetahuan awal, apresiasi matematika, kecerdasan logis matematis, pengalaman, motivasi, keterampilan serta kepercayaan diri. Selain itu, guru juga mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, guru jarang memberikan soal-soal nonrutin, karena itu ketika siswa dihadapkan pada soal-soal nonrutin omaka siswa mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah.

References

  1. S. Azriati, “Permasalahan Yang Sering Terjadi pada Siswa terletak pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika,” J. Univ. Negeri Medan, 2017.
  2. F. Tiona, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dengan penerapan Teori Vygotsky pada Materi Geometri,” Edumatica, vol. 03, 2013.
  3. E. & Surya, “Improving the Students’ Mathematical Problem Solving Ability by Applying Problem Based Learning Model,” Improv. Students’ Math. Probl. Solving Abil. by Appl. Probl. Based Learn. Model. (Medan Int. J. Nov. Ressearch Educ. Learn., vol. 4, no. pp, pp. 138–144, 2017.
  4. S. dan S. Mustafa, “The Analysis of Students’ Mathematical Problem Solving Ability on Quadrilateral Material,” IJARIIE, vol. 3, 2017.
  5. Velthorst, “The Impact of Prior Attitudes and Prior Knowledge on The Problem Formulation Stage of Information Problem Solving,” Open Univ. Netherl., p. 9, 2015.
  6. Graven, “Strengthening Maths Learning Dispositions Through ‘Math Clubs,’” South African J. Child. Educ., vol. 5 (3), pp. 1–7, 2015.
  7. Ashcraft, “Math Anxiety: Personal, Education, and Cognitive Consequences,” Curr. Dir. Psychol. Sci., vol. 11 (5), pp. 181–185, 2012.