Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Business and Economics
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.3963

Dynamic Interactions: Macro Factors and Composite Index: 2017-2021 Evidence


Interaksi Dinamis: Faktor Makro dan Indeks Komposit: Bukti Empiris 2017-2021

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Inflation Interest Rates Exchange Rates Composite Index Empirical Analysis

Abstract

This research investigates the impact of inflation, interest rates, and exchange rates on the Composite Index (JCI) through quantitative methods and secondary data analysis. Utilizing a saturated sample method over a five-year period (2017-2021) with 60 monthly observations, the study employs multiple linear regression analysis using EViews 9. The findings reveal that inflation has a positive yet insignificant effect on the JCI, while interest rates exert a positive and significant influence. Additionally, exchange rates display a negative and significant impact on the JCI. Notably, the simultaneous presence of inflation, interest rates, and exchange rates significantly affects the JCI. The results contribute to the understanding of the intricate dynamics between macroeconomic factors and stock market performance, offering valuable insights for investors, policymakers, and market participants worldwide.

Highlights:

  • The study examines the impact of inflation, interest rates, and exchange rates on the Composite Index (JCI) using empirical analysis.
  • Interest rates are found to have a positive and significant effect on the JCI, while exchange rates show a negative and significant impact.
  • The simultaneous presence of inflation, interest rates, and exchange rates has a significant influence on the JCI, providing insights for investors and policymakers.

Keywords: Inflation, Interest Rates, Exchange Rates, Composite Index, Empirical Analysis.

Pendahuluan

Perkembangan ekonomi di suatu negara dapat dilihat dengan banyak cara, salah satunya yaitu dengan mengetahui tingkat pertumbuhan dunia pasar modal dan industri sekuritas yang ada di suatu negara. Kegiatan transaksi di pasar modal tidak luput dari pengaruh fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Fenomena tersebut dapat berupa fenomena ekonomi ataupun fenomena non ekonomi. Salah satu peristiwa yang dapat mempengaruhi kegiatan di pasar modal yaitu adanya pandemi Covid-19. Pengumuman yang dilakukan oleh WHO terkait adanya pandemi Covid-19 pada 11 Maret 2020 menyebabkan terpengaruhnya aktivitas perekonomian diseluruh dunia termasuk Indonesia menjadi terhambat.

Pasar modal merupakan faktor penting dalam perekonomian nasional karena memberikan prediksi tentang keadaan ekonomi di suatu negara. Perkembangan pasar modal di suatu negara dapat dilihat melalui kinerja suatu indeks harga saham emiten. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks saham yang dijadikan acuan di Bursa Efek Indonesia. Indeks ini sering dijadkan acuan bagi investor karena menggunakan total keseluruhan harga saham perusahaan yang berada di Bursa efek sebagai faktor perhitungan indeksnya [1].

Figure 1.Grafik Indeks Harga Saham Gabungan

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa pergerkan IHSG pada tahun 2017-2021 mengalami fluktasi. Pada awal tahun 2018 IHSG berada pada angka 6.673,20 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 IHSG selalu berada di angka 6.000. Namun mulai mengalami penurunan pada Maret 2020 hingga titik terendah yaitu mencapai 3.930,99 kemudian naik kembali konsisten diatas 5.000 pada bulan November 2020 sebesar 5.366,60 dan terus menerus meningkat pada tahun 2021 hingga mencapai level tertinggi pada November 2021 sebesar 6.723,38. Tidak stabilnya pergerakan Indeks harga saham gabungan ini disebabkan karena perubahan pada setiap harga saham terutama saat pandemi covid 19. Hal itu dikarenakan menurunnya pandangan investor terhadap pasar modal dan menyebabkan pergerakan pasar menjadi cenderung ke arah negatif. Hal itu terlihat dari fluktasi harga saham sekuritas di bursa efek yang mengalami penurunan sehingga berdampak pada IHSG. Peningkatann atau penurunan harga saham ini bisa disebabkan karena adanya faktor makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, nilai tukar dan lain-lain. Faktor - faktor tersebut sangat diperhatikan oleh investor karena dapat menyebabkan perubahan pada harga saham [2].

Tinggi rendahnya inflasi sangat berpengaruh terhadap pergerakan harga saham. Terjadinya inflasi mengakibatkan penurunan kegiatan investasi di pasar saham, hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi akan menaikkan biaya operasional suatu perusahaan dan berdampak pada menurunnya laba perusahaan [3]. Penelitian ini didukung oleh [4] yang menunjukkan bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan, hal ini menunjukkan kenaikan inflasi akan bedampak pada penurunan harga saham gabungan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh [5] menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.

Tingkat suku bunga yang mengalami kenaikan dapat memperkuat nilai rupiah, hal itu akan membuat investor lebih tertarik menginvestasikan dananya dengan cara menabung dibank atau dalam bentuk deposito. Meningkatnya suku bunga membuat IHSG mengalami penurunan. Sebaliknya, menurunnya suku bunga membuat IHSG meningkat karena tingginya suku bunga akan membuat nilai Rupiah melemah sehingga investor akan kembali berinvestasi di pasar modal [3]. Penelitian yang dilakukan oleh [6] menunjukkan suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Sedangkan penelitian [2] menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Hal ini berarti apabila tingkat suku bunga Bi Rate naik, maka indeks harga saham gabungan akan turun.

Nilai tukar rupiah (Kurs) merupakan perbandingan nilai mata uang domestik dengan mata uang asing yang biasa disebut dengan kurs valuta asing. Kurs yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kurs Rupiah terhadap Dollar AS. Melemahnya mata uang Rupiah terhadap Dollar AS akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan baku dalam proses produksi. Hal itu dikarenakan perusahaan impor akan melakukan transaksi menggunakan mata uang Dollar AS sehingga membuat laba perusahaan dan diveden yang akan dibagikan kepada pemegang saham akan menurun [1]. Hal itu didukung [7] dan [8] menunjukkan bahwa kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG, hal ini menunjukkan bahwa kurs rupiah naik (melemah) maka IHSG akan mengalami penurunan. Namun ditolak oleh [9] yang menyatakan kurs memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Kurs Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2017-2021. Perlu dilakukan adanya penelitian lanjutan untuk melengkapi penelitian terdahulu mengenai Indeks Harga Saham Gabungan yang pernah dilakukan di Indonesia. Dari hasil penelitian terdahulu masih menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini menggunakan variabel Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, perbedaannya pada waktu, populasi dan sampel yang digunakan yaitu IHSG periode 2017-2021. Berdasarkan latar belakang dan tidak konsistennya berbagai hasil dari penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga Dan Kurs Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Periode 2017-2021”.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif. Menurut [10] Metode kuantiatif merupakan metode peneltian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, penelitian data menggunakan instrumen penelitian dan analisis data bersifat kuantitatif yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Indeks Harga Saham Gabungan periode tahun 2017-2021 melalui data yang diperoleh secara tidak langsung dari perusahaan melainkan dari situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id, www.yahooo.finance, Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id dan Badan Pusat Statistil yaitu www.bps.go.id. Lokasi tersebut dipilih dikarenakan tersedianya sumber data sekunder yang terpecaya, lengkap dan akurat.

No Variabel Rumus
1. Inflasi Inf = x 100
2. Suku Bunga Real rate = Nominal Rate – Rate of Inflation
3. Kurs Kurs Tengah =
4. IHSG IHSG = x 100
Table 1.Indikator Variabel

4. Populasi dan Sampel

Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya [10]. Populasi dalam penelitian ini menggunakan seluruh data IHSG yang tercatat tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2021.

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karaktristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan sampel menggunakan metode sampling Jenuhyaitu suatu teknik untuk menentukan sampel jika semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia periode 2017–2021 berupa data bulanan. Sehingga jumlah data yang didapat dalam penelitian ini adalah N = 12 bulan x 5 tahun = 60 data penelitian.

5. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data penelitian yang diukur dalam skala numerik atau angka dan dianalisis menggunakan statistik [11]. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan data Indeks Harga Saham Gabungan periode tahun 2017-2021.

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Dalam penelitian ini data yang digunakan diperoleh dari data yang telah dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia () untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sedangkan untuk data Inflasi, Suku Bunga dan Kurs diperoleh dari website resmi Bank Indonesia () dan Badan Pusat Statistik ().

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik penelitian data yang digunakan yaitu dengan metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan mtode pengumpulan data dari catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya momumental dari seseorang, sebagian besar data yang tersedia berupa surat-surat, laporan, biografi atau data lain yang tersimpan [10].

7. Teknik Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kuantitatif. Teknik analisis data digunakan untuk menghitung dan menguji hipotesis yang diajukan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik [11]. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan progam Eviews 9. Penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi data time series. Data Time Series (data runtut waktu) merupakan data yang terdiri dari beberapa tahun/ periode di dalam satu objek.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul [10]. Analisis statistik deskriptif merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standart deviasi, nilai maksimum dan minimum.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengatahui sejau mana besarnya pengaruh antara variabel bebas (Independen) dengan variabel terikat (dependen). Rumus Regresi Linier Berganda pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = α + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b3X3 + ɛ

Keterangan :

Y= Indeks Harga Saham Gabungan

α= Konstanta

B= Koefisien Regresi (Parameter)

X1= Inflasi

X2= Suku Bunga

X3= Kurs

ɛ= Error term

3. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Untuk melihat apakah uji normalitas berditribusi normal bisa dilihat dari nilai profitablilitas yang lebih besar dari tingkat signifikan (α) > 5 % maka dapat dinyatakan bahwa data variabel berdistribusi normal dan apabila hasil perhitungan data signifikasi < 5%, maka dapat dinyatakan bahwa data variabel berdistribusi tidak normal.

2. Uji Multikolinieritas

Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat berdasarkan nilai variance inflatation factor (VIF) dengan nilai toleransi yaitu 10% atau 0,1 dan nilai VIF 10. Dengan ketentuan jika masing - masing variabel independen VIF < 10 mak dapat dosimpulkan tidak terjadi multikolinieritas dan apabila nilai tolarence > 10 maka terjadi multikolinieritas.

3. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahann residual pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin Waston.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas adalah suatu kondisi dimana variance dari error term pada model persamaan regresi tidak konstan. Dengan syarat jika p-value / signifikasi hitung > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

4. Uji Hipotesis

a. Uji Signifikan Persial (Uji T)

Uji statistik T digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat [12]

b. Uji signifikan Simultan (Uji F)

Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat [12].

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variabel terikat [12]. Nilai koefisien determinasi yaitu antara nol atau satu. Apabila nilai R2 mendekati angka satu berarti variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel terikat (dependen). Namun jika nilai R2 yang kecil artinya kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

1. Analisis Deskriptif

Y X1 X2 X3
Mean 591695.8 -0.208250 1.877667 14153.25
Median 598550.5 0.155525 2.005000 14207.00
Maximum 660563.0 0.970721 3.520000 16367.00
Minimum 453893.0 -24.98023 0.380000 13319.00
Std. Dev. 50257.39 3.264004 0.786419 567.0303
Skewness -0.961140 -7.466696 -0.166846 0.833317
Kurtosis 3.414464 57.18694 2.361813 5.375179
Jarque-Bera 9.667357 7898.077 1.296580 21.04786
Probability 0.007957 0.000000 0.522939 0.000027
Sum 35501750 -12.49500 112.6600 849195.0
Sum Sq. Dev. 1.49E+11 628.5696 36.48887 18969879
Observations 60 60 60 60
Table 2.Hasil Uji Analisis Deskriptif

Dari hasil analisis Deskriptif pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa:

1. Indeks Harga Saham Gabungan (Y)

Dari keseluruhan observasi yang dilakukan selama tahun 2017-2021 setiap tahunnya menunjukkan nilai indeks harga saham maksimum sebesar 660563.0 poin yang terjadi pada bulan Januari 2018. Nilai minimum yaitu sebesar 453893.0 poin pada bulan Maret 2020. Dengan nilai rata-rata sebesar 59169.8 poin pada standar devisiasi sebesar 50257.39 poin. Sehingga nilai mean lebih tinggi dibanding dengan standar deviasi (59169.8 > 50257.39) yang dapat diartikan bahwa estimasi populasi oleh mean sudah baik dikarenakan penyimpanan dari mean yang tinggi dan menandakan variasi data Indeks Harga Saham Gabungan selama periode 2017-2021 yang rendah.

2. Inflasi (X1)

Variabel inflasi memiliki nilai maksimum yaitu sebesar 0.970721 % pada bulan Januari 2017. Nilai minimum yaitu sebesar 24.980 % pada pada bulan Januari 2020. Dengan nilai rata-rata sebesar -0.208250 % dan standar devisiasi sebesar 3.264004 %. Sehingga nilai mean lebih rendah dari standar derivasi (-0.208250 < 3.264004) yang dapat diartikan bahwa estimasi data populasi oleh mean tidak baik dikarenakan nilai penyimpanan dari mean yang tinggi dan menandakan variasi data inflasi selama periode 2017-2021 yang tinggi.

3. Suku Bunga (X2)

Variabel Suku Bunga memiliki nilai maksimum yaitu sebesar 3.520000 % pada bulan Maret 2019. Nilai minimum yaitu sebesar 0.380000 % pada bulan Juni 2017. Dengan nilai rata-rata sebesar 1.877667% dan standar devisiasi sebesar 0.786419 %. Sehingga nilai mean lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar deviasi (1.877667 > 0.786419) yang dapat diartikan bahwa estimasi data populasi oleh mean sudah baik dikarenakan nilai penyimpanan dari mean yang tinggi menandakan variasi data Suku Bunga selama periode 2017-2021 yang rendah.

4. Kurs (X3)

Variabel Kurs memiliki nilai maksimum sebesar Rp. 16367.00 pada bulan Maret 2020. Nilai minimum yaitu sebesar Rp. 13319.00 pada bulan Juni 2017. Dengan nilai rata-rata sebesar Rp. 14153.25 dan standar devisiasi sebesar Rp. 567.0303. Sehingga nilai mean lebih tinggi dibandingkan dengan nilai standar deviasi (Rp. 14153.25 > Rp. 567.0303) yang dapat diartikan bahwa estimasi data populasi oleh mean sudah baik dikarenakan nilai penyimpanan dari mean yang tinggi menandakan variasi data Kurs selama periode 2017-2021 yang rendah.

2. Analisis Linier Berganda

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1345323. 167426.1 8.035327 0.0000
X1 1662.808 1778.475 0.934962 0.3538
X2 30521.44 8992.995 3.393913 0.0013
X3 -57.27239 12.48107 -4.588742 0.0000
R-squared 0.280189 Mean dependent var 591695.8
Adjusted R-squared 0.241627 S.D. dependent var 50257.39
S.E. of regression 43766.44 Akaike info criterion 24.27546
Sum squared resid 1.07E+11 Schwarz criterion 24.41509
Log likelihood -724.2639 Hannan-Quinn criter. 24.33008
F-statistic 7.266059 Durbin-Watson stat 0.240989
Prob(F-statistic) 0.000336
Table 3.Hasil Uji Linier Berganda

Hasil pengujian analisis regresi linier berganda pada tabel diatas dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut :

Y= 1345323(a) + 1662.808X1 + 30521.44X2 – 57.27239X3 + ɛ

Keterangan :

  1. Nilai konstanta dalam model yaitu 1345323 menunjukkan bahwa variabel independen yang terdiri dari Inflasi (X1), Suku Bunga (X2), dan Kurs (X3) dalam keadaan konstan atau tidak mengalami perubahan (sama dengan nol), maka Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 1345323.
  2. Nilai koefisien regresi Inflasi (X1) yaitu 1662.808 menunjukkan apabila inflasi ditingkatkan 1% maka akan berpengaruh atas kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 166.208 %.
  3. Niali koefisien regresi Suku Bunga (X2) yaitu 30521.44 menunjukkan apabila suku bunga ditingkatkan 1% maka akan berpengaruh atas kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 3.052%.
  4. Nilai koefisien regresi Kurs (X3) yaitu -57.27239 menunjukkan apabila Kurs ditingkatkan 1% maka akan berpengaruh atas penurunan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 5.727 %.

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Figure 2.Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitass dengan metode Jarque Bera pada tabel menunjukkan nilai profitabilitas sebesar 0.166780 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian terssebut berdistribusi normal yang dapat diartikan bahwa penujian statistik dalam model regresi ini valid.

b. Uji Multikolinieritas

Variable Coefficient Uncentered Centered
Variance VIF VIF
C 2.80E+10 878.0417 NA
X1 3162974. 1.042223 1.037927
X2 80873956 10.47189 1.540589
X3 155.7770 978.9701 1.542714
Table 4.Hasil Uji Multikolinieritas

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai Centered VIF dari masing-masing variabel independen lebih kecil dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara setiap variabel independen satu dengan setiap variabel lainnya dalam model regresi yang diuji.

c. Uji Autokorelasi

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2733.656 2398.086 1.139933 0.2593
D(X1) 454.7348 532.1479 0.854527 0.3965
D(X2) 7732.091 8819.608 0.876693 0.3845
D(X3) -38.04133 6.111167 -6.224888 0.0000
R-squared 0.428884 Mean dependent var 2182.000
Adjusted R-squared 0.397732 S.D. dependent var 23707.69
S.E. of regression 18398.57 Akaike info criterion 22.54332
Sum squared resid 1.86E+10 Schwarz criterion 22.68417
Log likelihood -661.0280 Hannan-Quinn criter. 22.59830
F-statistic 13.76756 Durbin-Watson stat 1.780533
Prob(F-statistic) 0.000001
Table 5.Hasil Uji Autokorelasi

Pada tabel diatas menunjukkan jika nilai Durbin Waston (DW) sebesar 1.780533 setelah dilakukan metode deferensi agar tidak terjadi autokorelasi. nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel DW dengan menggunakan tingkat signifikan 5%, dengan jumlah amatan After Adjustment (T) = 59 dan K sebesar 3, maka didapatkan nilai Durbin Waston dU < dw < 4-dU = 1.6875 < 1.780533 < 2.3125 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat model autokorelasi dalam penelitian.

d. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 0.817627 Prob. F(3,56) 0.4896
Obs*R-squared 2.517803 Prob. Chi-Square(3) 0.4721
Scaled explained SS 2.557503 Prob. Chi-Square(3) 0.4650
Table 6.Hasil Uji Heterokedastisitas

Berdasarkan uji heterokedastisitas pada tabel diatas menunjukkan nilai Obs*R-Square memiliki nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0.4721 > 0.0.5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini terbebas dari heterokedstisitas.

4. Uji Hipotesis

a. Uji Signifikan Persial (Uji T)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1345323. 167426.1 8.035327 0.0000
X1 1662.808 1778.475 0.934962 0.3538
X2 30521.44 8992.995 3.393913 0.0013
X3 -57.27239 12.48107 -4.588742 0.0000
Table 7.Hasil Uji T

Berdasarkan hasil pada tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari setiap variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) yaitu :

1. Inflasi (X1)

Nilai probabilitas t-statistic dari variabel Inflasi (X1) sebesar 0.934962 pada signifikasi (0,05) maka nilai probabilitas (0.3538) > sign. 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Inflasi (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

2. Suku Bunga (X2)

Nilai probabilitas t-statistic dari variabel Suku Bunga (X2) sebesar 3.393913 pada signifikasi (0,05) maka nilai probabilitas (0.0013) < sign. 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Suku Bunga (X2) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

3. Kurs (X3)

Nilai probabilitas t-statistic dari variabel Kurs (X3) sebesar -4.588742 pada signifikasi (0,05) maka nilai probabilitas (0.0000) < sign. 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Kurs (X3) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

b. Uji signifikan Simultan (Uji F)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2733.656 2398.086 1.139933 0.2593
D(X1) 454.7348 532.1479 0.854527 0.3965
D(X2) 7732.091 8819.608 0.876693 0.3845
D(X3) -38.04133 6.111167 -6.224888 0.0000
R-squared 0.428884 Mean dependent var 2182.000
Adjusted R-squared 0.397732 S.D. dependent var 23707.69
S.E. of regression 18398.57 Akaike info criterion 22.54332
Sum squared resid 1.86E+10 Schwarz criterion 22.68417
Log likelihood -661.0280 Hannan-Quinn criter. 22.59830
F-statistic 13.76756 Durbin-Watson stat 1.780533
Prob(F-statistic) 0.000001
Table 8.Hasil Uji F

Berdasrkan tabel uji F diatas menunjukkann nilai F hitung sebesar 7.266059 dengan nilai probabilitas 0.000336. Nilai F hitung yang ditunjukkan lebih tinggi dari F tabel (7.266059 > 2.758) serta pada nilai signifikan 0.05. Sehingga dapat dismpulkan bahwa secara bersama-sama, variabel independen Inflasi (X1), Suku bunga (X2) dan Kurs (X3) berpengaruh terhadap Indeks Haarga Saham Gabungan (Y).

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2733.656 2398.086 1.139933 0.2593
D(X1) 454.7348 532.1479 0.854527 0.3965
D(X2) 7732.091 8819.608 0.876693 0.3845
D(X3) -38.04133 6.111167 -6.224888 0.0000
R-squared 0.428884 Mean dependent var 2182.000
Adjusted R-squared 0.397732 S.D. dependent var 23707.69
S.E. of regression 18398.57 Akaike info criterion 22.54332
Sum squared resid 1.86E+10 Schwarz criterion 22.68417
Log likelihood -661.0280 Hannan-Quinn criter. 22.59830
F-statistic 13.76756 Durbin-Watson stat 1.780533
Prob(F-statistic) 0.000001
Table 9.Hasil Uji Koefisien Determinasi

Berdasarkan hasil uji R2 diatas menunjukkan hasil perhitungan statistik koefisien determinasi yang dapat dilihat pada Adjusted R-squared memiliki nilai sebesar 0,2416 atau 24,1%. Sehingga dapat diartikan bahwa variabel Inflasi (X1), Suku Bunga (X2), dan Kurs (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 24,16% sedangkan sisanya sebesar 75,84% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada dalam model penelitian ini.

Pembahasan

1. Pengaruh Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode 2017-2021

Berdasarkan pengujian hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial Inflasi berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap IHSG. Kondisi ini disebabkan adanya panic buying selama pandemi covid membuat terjadinya lonjakan permintaan konsumen atas penawaran barang yang tersedia yang dapat menimbulkan inflasi (Demand pull inflation). Selain itu, inflasi ini tergolong inflasi ringan karena selama periode penelitian inflasi yang terjadi selalu dibawah 10% setiap tahunnya sehingga terbilang mudah untuk dikendalikan karena tidak begitu memberikan efek yang besar di bidang perekonomian. Sehingga meskipun inflasi mengalami kenaikan tidak berdampak signifikan terhadap IHSG, sehingga investor dapat mempertahankan sahamnya [13].

Penelitian tersebut mempunyai hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2018) menyimpulkan bahwa investor yang ingin menginvestasikan modalnya di sektor rill tidak begitu mempertimbangkan naik turunnya inflasi namun cenderung mempertimbangkan kinerja suatu perusahaan. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh [14] yang menunjukkan inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG dimana inflasi yang semakin tinggi maka akan membuat masyarakat cenderung menyimpan uangnya daripada menginvestasikannya di pasar modal.

2. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Periode 2017-2021

Berdasarkan pengujian hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa suku bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Artinya peningkatan suku bunga selama masa pandemi yang tidak terlalu tinggi membuat investor tetap mempertahankan investasi dalam pasar saham dan tidak berpindah pada kegiatan dengan menabung di bank karena menganggap bahwa investasi pada saham masih bisa menghasilkan return yang lebih tinggi daripada deposito [15]. Selain itu, pemerintah mempertahankan suku bunga agar tidak terlalu tinggi untuk mengantisipasi resiko perlambatan perekonomian global dan perekonomian nasional di tengah pandemi covid-19.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh [6] yang menyatakan saat suku bunga mengalami perubahan maka IHSG akan mengalami pergerakan, namun tidak berlaku sebaliknya. Namun dibantah oleh [16] yang menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh negatif dan signifkan terhadap IHSG dimana kenaikan suku bunga mendorong investor untuk mengalihkan dananya dari pasar modal ke pasar uang sehingga berdampak pada menurunnya IHSG.

3. Pengaruh Kurs terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Periode 2017-2021

Berdasarkan pengujian hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG. Artinya ada hubungan berlawanan arah jika Kurs rupiah naik (melemah) maka akan menyebabkan menurunnya IHSG. Hal ini menunjukkan bahwa melemahnya (depresiasi) kurs Rupiah terhadap Dollar AS membuat turunnya kegiatan produksi akibat kebijakan pembatasan sosial selama pandemi, biaya impor yang harus dikeluarkan oleh perusahaan menjadi lebih mahal dan mengakibatkan biaya produksi semakin meningkat. Menurunnya kegiatan produksi serta meningkatnya biaya produksi tersebut menyebabkan penurunan dalam pendapatan perusahaan - perusahaan yang menjadi penggerak perekonomian dan hal tersebut tentu memberikan dampak negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan [17].

Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh [18] dan [19] yang menyatakan nilai kurs rupiah yang melemah berdampak pada investor yang menginvestasikan modalnya dalam bentuk dollar dibandingkan dengan melakukan investasi di pasar modal. Namun, penelitian tersebut bertentangan dengan [20] yang menunjukkan bahwa kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG, yang menyatakan bahwa melemahnya kurs rupiah membuat meningkatnya permintaan akan produk ekspor indonesia.

4. Pengauh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Kurs Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Periode 2017-2021

Berdasarkan pengujian yang terdapat pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa Nilai F hitung yang ditunjukkan lebih tinggi dari F tabel (7.266059 > 2.758) serta pada nilai signifikan 0.05. Sehingga dapat dismpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima yang dapat diartikan bahwa Inflasi, Suku bunga dan Kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Nilai koefisien Determinasi Adjusted R-squared memiliki nilai sebesar 0,2416 atau 24,1%. Sehingga dapat diartikan bahwa variabel Inflasi (X1), Suku Bunga (X2), dan Kurs (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 24,16% sedangkan sisanya sebesar 75,84% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada dalam model penelitian ini.

Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu :

  1. Secara Parsial, Inflasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
  2. Secara Parsial, Suku Bunga berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
  3. Secara Parsial, Kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
  4. Secara Simultan, Inflasi, Suku Bunga dan Kurs berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan

References

  1. H. M. Husnul, R. H. Raden, and S. Sulasmiyati, “Analisis Pengaruh Inflasi, Kurs (IDR/USD), Produk Domestok Bruto Dan Harga Emas Dunia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi Pada Indonesia Periode 2008 - 2016),” J. Adminisrasi Bisnis, vol. 53, no. 1, pp. 66–74, 2017.
  2. R. Arsyadila and S. Sitohang, “Pengaruh Inflasi, Kurs Rupiah Dan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2015–2019),” J. Ilmu dan Ris. Manaj., vol. 10, no. 1, 2021.
  3. A. R. Harsono and S. Wonokinasih, “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Studi pada Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2017 ),” J. Adm. Bisnis, vol. 60, no. 2, pp. 102–110, 2018.
  4. N. Sunardi and N. L. U. Rabiul, “Pengaruh Bi Rate, Inflasi Dan Kurs Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),” J. Sekuritas, vol. 1, no. 2, pp. 27–41, 2017.
  5. Lisa Kustina, S. Anwar, and I. Mawar, “Pengaruh Bursa Saham Global Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia,” J. Investasi, vol. 4, no. 1, pp. 1–10, 2018, doi: 10.31943/investasi.v4i1.32.
  6. N. Purnasari, A. N. Manurung, S. Weninta, and B. Sitepu, “Pengaruh Tingkat Inflasi , Tingkat Suku Bunga dan Kurs terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2017,” J. Econ. Bus., vol. 4, no. September, pp. 361–368, 2020, doi: 10.33087/ekonomis.v4i2.176.
  7. M. A. Ningsih, “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Yang Tercatat di BEI Tahun 2008-2018),” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2020.
  8. Q. Ratnasari, S. Muljaningsih, and K. Asmara, “Pengaruh Faktor Makro Ekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia (Periode 2010-2019),” J. Syntax Admirationt, vol. 2, no. 6, pp. 1134–1148, 2021, doi: 10.46799/jsa.v2i6.254.
  9. I. Kusuma and I. Badjra, “Pengaruh Inflasi, Jub, Nilai Kurs Dollar Dan Pertumbuhan Gdp Terhadap Ihsg Di Bursa Efek Indonesia,” E-Jurnal Manaj. Univ. Udayana, vol. 5, no. 3, p. 255199, 2016.
  10. Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen, 4th ed. ALFABETA, cv, 2015.
  11. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, 18th ed. Alfabeta, Bandung, 2014.
  12. M. Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Erlangga, 2003.
  13. Suhadak and A. Dwi Suciany, “Brief technical note: The influence of exchange rates on inflation, interest rates and the composite stock price index: Indonesia 2015 - 2018,” Australas. Accounting, Bus. Financ. J., vol. 14, no. 1 Special Issue, pp. 105–120, 2020, doi: 10.14453/aabfj.v14i1.11.
  14. M. R. Apituley, “The Effect of Rupiah Exchange Rate and Inflation Rate Towards Composite Stock Price Index in Indonesia Stock Exchange,” Russ. J. Agric. Socio-Economic Sci., vol. 78, no. 6, pp. 53–58, 2018, doi: 10.18551/rjoas.2018-06.05.
  15. S. Y. Wismantara and N. P. A. Darmayanti, “Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga dan Inflasi Terhadap Indeks Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia,” E-Jra, vol. 6, no. 8, pp. 4391–4421, 2017.
  16. N. Siskawati, “Pengaruh Inflasi Dan Suku Bunga Sbi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pada Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2016-2018,” vol. 6, no. 1, pp. 56–65, 2020.
  17. Paryudi, G. Wiyono, and R. Rinofah, “Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga SBI dan Inflasi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia,” J. Ilm. Manaj., vol. 9, no. 2, pp. 211–220, 2021, doi: 10.37641/jimkes.v9i2.448.
  18. T. Setiawan and H. S. Sundoro, “How Is the Effect of Inflation to Interest Rate, Exchange Rate and Indonesia Composite Index?,” Res. J. o Financ. Account., vol. 10, no. 10, pp. 70–76, 2019, doi: 10.7176/RJFA.
  19. C. Novariani, I. M. Hendarti, and K. Asmara, “Pengaruh Inflasi, Kurs, BI Rate dan Indeks Dow Jones Terhadap Indeks Harga SahamGabungan (IHSG),” Stud. Bisnis dan Addministrasi, vol. 3, no. 2, pp. 1–19, 2020.
  20. Y. Maurina, “Pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah Dan Tingkat Suku Bunga Bi Rate Terhadap IHSG (Studi Pada Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014 ),” J. Adm. Bisnis, vol. 27, no. 2, pp. 1–7, 2015.