Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Business and Economics
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.3910

Pandemic's VAT Revenue: Inflation, Exchange Rates, and Population Challenges


Dilema Pajak di Tengah Pandemi: Dampak Inflasi, Nilai Tukar, dan Populasi terhadap Pendapatan PPN

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Inflation Exchange Rates Population VAT Revenue Covid-19 Pandemic

Abstract

This quantitative study investigates the impact of inflation, exchange rates, and population on Value Added Tax (VAT) revenue during the Covid-19 pandemic, specifically focusing on the Kpp Sidoarjo Selatan Regional Office. By employing a time series analysis spanning 36 observations from 2018 to 2020, this research employs a non-probability saturated sampling technique. The data analysis is conducted using Multiple Linear Regression with SPSS 26. The findings reveal that inflation, exchange rates, and population significantly influence VAT receipts during the pandemic. Consequently, these results shed light on the challenges faced by tax authorities and offer implications for policymakers, taxpayers, and economists alike.

Highlights:

  • Impact of Inflation: Analyzing the influence of inflation on VAT revenue during the Covid-19 pandemic.
  • Exchange Rate Effects: Examining how exchange rate fluctuations affect VAT receipts amidst the pandemic.
  • Population Dynamics: Investigating the role of population changes in shaping VAT revenue during the Covid-19 crisis.

Keywords: Inflation, Exchange Rates, Population, VAT Revenue, Covid-19 Pandemic

Pendahuluan

Pandemi virus Corona (COVID-19) telah merembet menjadi krisis ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sehingga pada akhirnya instrumen pajak dipilih oleh sejumlah negara untuk menjadi salah satu alternatif penyelamat perekonomian dalam negeri yang mengakibatkan penerimaan pajak berkurang. Pada Juli 2020, laju penerimaan pajak turun 26,1% dari tahun sebelumnya. Sementara periode Agustus dan September 2020 laju penerimaan pajak turun masing-masing sebesar 21,5% dan 16,86%. Hingga September 2020, penerimaan pajak baru mencapai Rp 720,62 triliun, atau setara 62,61% dari outlook akhir tahun yang ditargetkan senilai Rp 1.198,82 triliun. Adapun beberapa instrumen pajak yang minus setelah digunakan untuk penanganan COVID-19 adalah PPh Badan dan Pajak dalam rangka Impor (PDRI) terdiri beberapa jenis, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor, PPh pasal 22 ekspor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor, dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

Secara umum, kinerja penerimaan pajak tahun 2020 dipengaruhi oleh turunnya kondisi ekonomi akibat pandemi COVID-19. Masih tingginya tingkat penyebaran COVID-19 dan masih diterapkannya langkah-langkah antisipasi penyebaran seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta instruksi untuk bekerja dan sekolah dari rumah (work from home WFH/ school from home SFH) menimbulkan gangguan (shock) terhadap ekonomi, sehingga besaran output ekonomi menjauh dari output potensialnya. Selain itu, kebijakan fiskal countercyclical serta program pemulihan ekonomi nasional turut mempengaruhi penerimaan pajak pada tahun 2020. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah memberikan insentif perpajakan guna menjaga daya beli masyarakat dan produktivitas dunia usaha.

Penerimaan negara yang berasal dari pajak dalam negeri terdiri atas beberapa pajak dan salah satunya adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Penerimaan PPN merupakan sumber penerimaan pajak terbesar kedua setelah pajak penghasilan. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, menjelaskan bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi. Pajak yang dikenakan atas pertambahan setiap nilai yang dapat diklasifikasikan dalam peredaran dari produsen ke konsumen. Aspek PPN mempunyai beberapa kelebihan, seperti menghilangkan pajak berganda, menggunakan tarif tunggal yang memudahkan pelaksanaannya, netral dalam persaingan dalam negeri, netral dalam perdagangan internasional, netral dalam pola konsumsi dan dapat mendorong ekspor [1].

PPN merupakan pajak konsumsi yang ditujukan atas pengenaan barang dan jasa kena pajak yang ada di dalam daerah pabean. Pajak yang dikenakan atas setiap nilai yang dapat diidentifikasi dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Kegiatan konsumsi bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan salah satu kegiatan ekonomi utama yang dilakukan, maka dari itu semakin bertambah kegiatan konsumsi masyarakat berati akan berpengaruh kepada jumlah penerimaan PPN [2]. Bedasarkan fenomena tersebut maka dapat diasumsikan bahwa PPN mempunyai hubungan erat dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan vital bagi keberlangsungan negara maka dari itu diperlukan faktor internal dan eksternal untuk menjaga kestabilan kegiatan perekonomian agar sumber penerimaan yang dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan konsumsi yaitu PPN tetap selalu terjaga penerimaannya.

Faktor eksternal dipengaruhi oleh keadaan perekonomian negara. Fluktuasi ekonomi diantaranya menurunnya stabilitas variabel ekonomi makro dapat menimbulkan dampak jangka panjang yang lebih buruk untuk kegiatan perekonomian Indonesia. Bangkrutnya industri dalam negeri, menurunnya kapasitas produksi sampai pada akhirnya meningkatnya jumlah pengangguran. Jika menurunnya stabilitas ekonomi tersebut terus menerus berlangsung maka akan dapat menurunkan pula daya beli konsumsi, investasi dan ekspor impor negara dan akan berdampak pula pada penerimaan PPN. Komponen variabel ekonomi makro diantaranya adalah tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah [3].

inflasi adalah kecenderungan terjadinya kenaikan harga-harga umum secara terus menerus.” Pada salah satu website internasional, inflasi diukur melalui indeks harga konsumen yang menggambarkan persentase perubahan tahunan dalam harga rata-rata konsumen untuk memperoleh barang dan jasa dan terdapat kemungkinan tetap atau berubah dalam jangka waktu yang spesifik, seperti tahunan [4]. Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak menarik para pemikir untuk mengkaji lebih dalam. Hal tersebut dikarenakan oleh besarnya dampak yang ditimbulkan. Tingginya tingkat inflasi suatu negara akan membuat banyak usaha kecil yang bangkrut, melemahnya daya beli, dan meningkatnya jumlah pengangguran serta kemiskinan [5].

Tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2019 sebesar 2,48 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2019 terhadap Agustus 2018) sebesar 3,49 persen. Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,26 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,23 persen; kelompok sandang sebesar 0,88 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,59 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 1,21 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,19 persen dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,55 persen.

Variabel ekonomi makro selanjutnya adalah kondisi nilai tukar. yang merupakan jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing [6]. Ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka harga barang dalam negeri meningkat dan akan mempengaruhi konsumsi masyarakat. Keadaan tersebut secara langsung dapat berdampak pada turunnya penerimaan pajak atas konsumsi. Banyak dampak negatif jika hal ini terus berlangsung, diantaranya berdampak pada peruasahaan dalam negeri yang dalam kegiatan usahanya melibatkan ekspor impor yang akan berlanjut pada harga jual akhir yang ditawarkan kepada konsumen akan semakin tinggi sehingga daya beli konsumen akan turun. Hal tersebut akan melebar kepada menurunnya penerimaan PPN.

Selain kondisi ekonomi makro yang dapat mencerminkan tingkat keberhasilan dalam penerimaan pajak, namun terdapat indikator lain yang dapat mencerminkan keberhasilan penerimaan pajak yaitu jumlah penduduk. pertumbuhan penduduk dianggap sebagai salah satu faktor positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk dapat menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan.

Proses pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk baik dalam jumlah besar ataupun kecil. Apabila suatu daerah memiliki jumlah penduduk yang banyak maka proses pembangunan daerah tersebut dapat semakin cepat terlaksana sedangkan apabila suatu daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang sedikit maka pembangunan di daerah tersebut akan semakin lambat untuk dilaksanakan. Semakin cepat pembangunan di suatu daerah maka penerimaan pajak daerah akan semakin besar karena penduduk memahami penerimaan pajak daerah akan digunakan untuk membiayai kebijakan dan pembangunan daerah di masa yang akan datang.

Objek dalam penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo. Penulis melakukan penelitian ini karena wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki tren pertumbuhan ekonomi yang sangat positif. Pertumbuhan tersebut di tunjang dari berbagai sektor diantaranya sektor perdagangan, hotel dan restoran, angkutan/transportasi, dan pendidikan, serta industri yang menyebabkan cukup banyak penduduk baik pendatang maupun penduduk asli yang melakukan kegiatan jual beli sehingga sedikit banyak dapat merepresentasikan untuk dijadikan wilayah penelitian ini. Berdasarkan ulasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Penduduk terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Saat Pandemi Covid-19 (Studi pada KPP Sidoarjo Selatan).

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan diatas, adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Apakah inflasi berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat pandemi Covid-19?
  2. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat pandemi Covid-19?
  3. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada saat pandemi Covid-19?

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian explanatory research[7]. Penelitian ini menjelaskan pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah, dan jumlah penduduk terhadap penerimaan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) studi pada Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena berbagai alasan, diantaranya adalah sebagai berikut : lebih dekat dengan tempat tinggal, mudah dijangkau dan ekonomis. Selain itu Sidoarjo penduduknya sebagian besar merupakan masyarakat modern yang banyak melakukan kegiatan jual – beli sehingga sedikit banyak dapat merepresentasikan untuk dijadian wilayah penelitian ini.

Definisi Konseptual, Operasional Variabel dan Identifikasi Vaariabel dan Indikator Variabel

Penelitian ini telah menentukan variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut [8]:

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

a. Inflasi (X1)

Inflasi adalah kenaikan harga-harga barang yang bersifat umum dan terus menerus dari satu periode ke periode lain. Sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Dalam penelitian kali ini, data inflasi yang digunakan adalah tingkat inflasi di Sidoarjo per bulan sepanjang tahun 2018 sampai tahun 2020. Data ini didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam bentuk persen (%).

b. Nilai Tukar Rupiah (X2)

Nilai tukar rupiah adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang asing. Data nilai tukar uang yang digunakan adalah data nilai tukar rupiah terhadap US Dollar per bulan dari tahun 2018 sampai dengan 2020 yang diambil dari website Bank Indonesia dalam satuan rupiah. Penelitian ini menggunakan data nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat karena mata uang Internasional yang disepakati negara-negara di dunia.

c. Jumlah Penduduk (X3)

Jumlah penduduk adalah sekumpulan orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di suatu wilayah negara selama jangka waktu tertentu dan sudah memenuhi syarat-syarat yang berlaku di negara tersebut. Dalam penelitian ini, data jumlah penduduk yang digunakan adalah data jumlah penduduk kabupaten Sidoarjo yang diambil dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoarjo.

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Y). PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat seperti mata rantai di setiap jalur produksi dan distribusi. Data diambil dari Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2020. Skala pengukuran variabel bebas berupa inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala rasio yaitu dalam bentuk persen. Sedangkan untuk variabel bebas lainnya berupa nilai tukar rupiah dan jumlah penduduk serta untuk variabel terikat yaitu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan bentuk satuan.

Populasi dan Sampel

Populasi menurut [9] adalah keseluruhan subjek penelitian. Berdasarkan pada pernyataan diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan laporan jumlah hotel yang ada di Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo.

Sedangkan sampel menurut [10] adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel nonprobability berupa sampel jenuh. Sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan semua anggota populasi untuk digunakan sebagai sampel. Dalam penelitian ini berupa data time series dalam kurun waktu tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 dimana 3 tahun X 12 bulan = 36 pengamatan. Dengan menggunakan laporan atau jurnal hotel yang ada di Kantor Pelayanan Pajak di Sidoarjo menggunakan data bulanan yang berjumlah 36 pengamatan.

Teknik Analisis Data

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependen memiliki distribusi normal atau tidak [11]. Untuk meningkatkan hasil uji normalitas penelitian ini menggunakan uji non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dalam uji Kolmogorov-Smirnov (KS) jika probabilitas lebih besar dari 0,05, maka data berdistribusi normal, namun jika probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka data berdistribusi tidak normal.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan uji heteroskedastisitas, yaitu uji grafik plot, uji park, uji glejser, dan uji white. Penelitian ini menggunakan Uji Glejser untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independent. Jika nilai signifikansi antara variabel independent dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas [12].

Uji Multikolonieritas

uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi masalah multikolonieritas adalah dengan melihat faktor Telerance (TOL) dan Variance Inflation factor (VIF). Jika nilai VIF ≤10 dan TOL ≥0,1 maka dapat dikatakan bahwa model regresi terbebas dari multikolonieritas. Deteksi ini melalui program SPSS dengan analisis Collinearity Statistics.

Uji Autokorelasi

Untuk menguji apakah dalam model regresi berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dapat dipastikan mengalami masalah autokorelasi. Model regresi yang diharapkan adalah model regresi yang terbebas dari autokorelasi. Untuk mengecek autokorelasi digunakan uji Durbin Watson (DW). Dimana jika angka D-W dibawah -2 ada Autokorelasi positif, angka D-W diantara -2 sampai +2 tidak ada Autokorelasi, dan angka D-W diatas +2 berarti ada Autokorelasi negatif. Penelitian dengan data yang baik adalah data penelitian yang tidak mengandung korelasi positif maupun korelasi negatif [13].

Analisis Regresi Linier Berganda

penggunaan regresi linear berganda bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel dependendengan variabel independen sekaligus untuk mengetahui besaran dan arah tanda variabel-variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yiatu inflasi (X1), nilai tukar rupiah (X2), dan jumlah penduduk (X3) terhadap variabel terikatnya yaitu penerimaan PPN (Y). Analisis regresi linier berganda ini menggunakan software SPSS dengan persamaan regresi :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

Keterangan:

Y= Penerimaan PPN

α= Konstanta

β = Koefisien regresi

X1= Inflasi

X2= Nilai Tukar Rupiah

X3= Jumlah Penduduk

e = Standar eror

Pengujian Hipotesis

Uji Parsial (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Dengan tingkat signifikan level 0,05 (α=5%). Kriterianya: (1) Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak. Ini berarti secara parsial variabel independen tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen; (2) Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima. Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen .

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberikan penjelasan mengenai variabel dependen dimana nilai berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ ≤1). Koefisien determinasi () dapat di interprestasikan sebagai berikut: (1) Jika nilai mendekati 1, menunjukkan bahwa kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan semakin kuat; (2) Jika nilai mendekati 0, menunjukkan bahwa kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan semakin lemah.

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Sejarah Pendirian Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan terbentuk pada tanggal 27 Nopember 2007 seiring dengan adanya modernisasi di lingkungan Departemen Keuangan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan merupakan pecahan dari KPP Sidoarjo Timur dan menempati Ex. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Sidoarjo di Jalan Raya Jati No.6 Sidoarjo dengan luas bangunan + 4022 M2 yang terdiri dari 2 bangunan yang masing-masing merupakan bangunan 2 lantai. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Selatan adalah bagian dari organisasi vertikal Direktorat Jenderal Pajak di daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan menteri Keuangan Nomor 167/PMK.01/2012 tanggal 06 November 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Analisis Data Penelitian

Deskriptif Statistik Penelitian

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Inflasi 36 -0.01 2.12 0.7025 0.51003
Nilai Tukar Rupiah 36 13413 16367 14368.78 539.2094
Jumlah Penduduk 36 2216804 2299130 2262045 26130.71
Penerimaan PPN 36 35293017 44772325 43426706 2143024
Valid N (listwise) 36
Table 1.Statistik Deskriptif

Data statistik menunjukkan bahwa nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean dan standar deviasi semua variabel penelitian. Tabel tersebut juga menunjukkan jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 36.

1. Variabel Inflasi (X1)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif pada tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai minimum variabel inflasi (X1)sebesar -0,01 dan nilai maksimum sebesar 2,12. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai variabel inflasi (X1)pada sampel penelitian ini berkisar antara -0,01 sampai 2,12 dengan rata-rata (mean) sebesar 0.7025 pada standar deviasi sebesar 0.51003. Nilai rata-rata (mean) lebih besar dari standar deviasi, yaitu 0.7025 > 0.51003 yang berarti bahwa sebaran nilai variabel inflasi (X1)baik. Data tersebut bersifat homogen, tidak ada kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan tertinggi variabel inflasi (X1)selama periode penelitian.

2. Variabel Nilai Tukar Rupiah (X2)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif pada tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai minimum variabel nilai tukar rupiah (X2) sebesar 13.413 dan nilai maksimum sebesar 16.367. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai variabel nilai tukar rupiah (X2) pada penelitian ini berkisar antara 13.413 sampai 16.367 dengan rata-rata (mean) sebesar 14.368,78 pada standar deviasi sebesar 539,2094. Nilai rata-rata (mean) lebih besar dari standar deviasi, yaitu 14.368,78 > 539,2094 yang berarti bahwa sebaran nilai variabel nilai tukar rupiah (X2)baik. Data tersebut bersifat homogen, tidak ada kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan tertinggi variabel nilai tukar rupiah (X2) selama periode penelitian.

3. Variabel Jumlah Penduduk (X3)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif pada tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai minimum variabel jumlah penduduk (X3)

sebesar 2.216.804 dan nilai maksimum sebesar 2.299.130. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai variabel jumlah penduduk (X3) pada penelitian ini berkisar antara 2.216.804 sampai 2.299.130 dengan rata-rata (mean) sebesar 2.262.045 pada standar deviasi sebesar 26.130,71. Nilai rata-rata (mean) lebih besar dari standar deviasi, yaitu 2.262.045 > 26.130,71 yang berarti bahwa sebaran nilai variabel jumlah penduduk (X3)baik. Data tersebut bersifat homogen, tidak ada kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan tertinggi variabel jumlah penduduk (X3) selama periode penelitian.

4. Variabel Penerimaan PPN (Y)

Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif pada tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai minimum variabel penerimaan PPN (Y) sebesar 35.293.017 dan nilai maksimum sebesar 44.772.325. Hal tersebut menunjukkan bahwa besarnya nilai variabel penerimaan PPN (Y) pada penelitian ini berkisar antara 35.293.017 sampai 44.772.325 dengan rata-rata (mean) sebesar 43.426.705,5556 pada standar deviasi sebesar 2.143.024,10299. Nilai rata-rata (mean) lebih besar dari standar deviasi, yaitu 43.426.705,5556 > 2.143.024,10299 yang berarti bahwa sebaran nilai variabel penerimaan PPN (Y) baik. Data tersebut bersifat homogen, tidak ada kesenjangan yang terlalu besar antara nilai terendah dan tertinggi variabel penerimaan PPN (Y) selama periode penelitian.

Pengujian Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas Data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 36
Normal Parametersa,b Mean 0.00E+00
Std. Deviation 1374202.761
Most Extreme Differences Absolute 0.138
Positive 0.085
Negative -0.138
Kolmogorov-Smirnov Z 0.828
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.499
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 2.Uji Normalitas

Dari table diatas, diketahui nilai asymp.sig sebesar 0,499 (0,499 > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data berdistribusi normal.

2. Uji Multikolonieritas

Coefficients a
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Inflasi 0.571 1.752
Nilai Tukar Rupiah 0.838 1.193
Jumlah Penduduk 0.504 1.984
a. Dependent Variable: Penerimaan PPN
Table 3.Uji Multikolonieritas

Dari table diatas, diketahui nilai VIF untuk variabel inflasisebesar 1,752 (1,752 < 10) , variabel Nilai Tukar Rupiah sebesar 1,193 (1,193 < 10) dan variabel jumlah penduduk sebesar 1,984 (1,984 < 10). Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini bebas dari multikolinieritas.

3. Uji Heterokedasititas

Berdasarkan pada gambar diatas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi pola tertentu dan titik-titik data menyebar di bawah dan di atas angka 0 (nol), sehingga model regresi tidak terkena gejala heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Model Summary b
Model Durbin-Watson
1 1.636a
Table 4.Uji Autokorelasi

Dari tabel diatas, diketahui nilai Durbin Waston sebesar 1,636 dimana nilai Durbin Waston berada diantara nilai 1,56 s/d 2,46. Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis regresi linier berganda bebas autokorelasi.

Analisis Regresi Linier Berganda

Model Unstandardized Coefficients
B Std. Error
1 (Constant) 216357927 27301547.9
Inflasi 1598928.78 630450.853
Nilai Tukar Rupiah 1058.175 492.004
Jumlah Penduduk 83.667 13.095
a. Dependent Variable: Penerimaan PPN
Table 5.Uji Regresi Linier Berganda

Model regresi liner merupakan suatu model yang parameternya linier dan secara kuantitatif dapat digunakan untuk menganalisis pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya.

Berdasarkan tabel dapat diketahui model regresinya dari keempat variabel, yaitu:

Y = 216.357.927 + 1.598.928,78X1 + 1.058,175 X2 + 83,667X3 + e

Berdasarkan hasil persamaan yang diperoleh dapat dijelaskan makna dan arti dari koefisien regresi sebagai berikut

  1. Dari persamaan tersebut, nilai konstanta adalah 216.357.927. Hal ini menunjukkan bahwa jika nilai variabel bebas sama dengan nol.maka nilai variabel terikat sebesar 216.357.927.
  2. Koefisien regresi variabel inflasi(X1) sebesar 1.598.928,78. menunjukkan besar pengaruh variabel inflasi(X1) terhadap variabel penerimaan PPN (Y).nilai variabel inflasi(X1) bertanda positif menunjukkan pengaruh yang searah dengan variabel penerimaan PPN (Y). Artinya jika variabel inflasi(X1) mengalami peningkatan satu satuan, maka variabel penerimaan PPN (Y) akan mengalami peningkatan sebesar sebesar 1.598.928,78.
  3. Koefisien regresi variabel nilai tukar rupiah(X2) sebesar 1.058,175. menunjukkan besar pengaruh variabel nilai tukar rupiah(X2) terhadap variabel penerimaan PPN (Y).nilai variabel nilai tukar rupiah(X2) bertanda positif menunjukkan pengaruh yang searah dengan variabel penerimaan PPN (Y). Artinya jika variabel nilai tukar rupiah(X2) mengalami peningkatan satu satuan, maka variabel penerimaan PPN (Y) akan mengalami peningkatan sebesar sebesar 1.058,175.
  4. Koefisien regresi variabel jumlah penduduk(X3) sebesar 83,667. menunjukkan besar pengaruh variabel jumlah penduduk(X3) terhadap variabel penerimaan PPN (Y).nilai variabel jumlah penduduk(X3) bertanda positif menunjukkan pengaruh yang searah dengan variabel penerimaan PPN (Y). Artinya jika variabel jumlah penduduk(X3) mengalami peningkatan satu satuan, maka variabel penerimaan PPN (Y) akan mengalami peningkatan sebesar sebesar 83,667.

Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary b
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .767a .589 .550 1437175.64812
Table 6.Hasil Analisis Koefisien Determinasi dan Korelasi

Pada tabel diatas diketahui nilai Rsquare sebesar 0,589. Hal ini menunjukkan variabel inflasi(X1), nilai tukar rupiah (X2) dan jumlah penduduk (X3) dapat mempengaruhi variabel penerimaan PPN. sebesar 58,9%, sedangkan 41,1% dipengaruhi oleh variabel bebas lain yang tidak dimasukkan pada penelitian ini.

Pengujian Hipotesis

Coefficients a
Model t Sig.
1 (Constant) 7.925 .000
Inflasi 2.536 .016
Nilai Tukar Rupiah 2.151 .039
Jumlah Penduduk 6.389 .000
a. Dependent Variable: Manajemen Laba
Table 7.Tabel Hasil Pengujian Hipotesis

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai thitung variabel inflasi sebesar 2,536 dengan nilai signifikan sebesar 0,016. Dimana nilai ttable diketahui sebesar 1,690. Sehingga nilai thitung> ttabel yaitu 2,536 > 1,690, adapun nilai signifikan 0,016 < 0,05. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan Hipotesis diterima yang artinya inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan PPN.

Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang berbunyi “Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap penerimaan PPN”. Analisis yang digunakan yaitu Uji-t untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan PPN. Untuk mempermudah perhitungan digunakan software SPSS versi 23.0.

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai thitungvariabel jumlah penduduk sebesar 6,389 dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Dimana nilai ttable diketahui sebesar 1,690. Sehingga nilai thitung < ttabel yaitu 6,389 > 1,690, adapun nilia signifikan 0,000 < 0,05. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan Hipotesis diterima yang artinya jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPN.

Pembahasan

Pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN pada saat pandemic Covid-19

Hasil pengujian hipotesis 1 menggunakan Uji-t. diperoleh nilai nilai t-hitung variabel inflasi sebesar 2,536 dengan nilai signifikan sebesar 0,016. Dimana nilai ttable diketahui sebesar 1,690. Sehingga nilai thitung> ttabel yaitu 2,536 > 1,690, adapun nilai signifikan 0,016 < 0,05. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan Hipotesis diterima.yang artinya inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN . Pengaruh variabel inflasi terhadap variabel penerimaan PPN mempunyai nilai positif, yang artinya setiap peningkatan nilai variabel inflasi maka akan meningkatkan nilai penerimaan PPN. Kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga jual barang dan jasa dimana harga jual barang dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan harga jual barang dan jasa juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan berpengaruh langsung terhadap besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat.

Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN pada saat pandemic Covid-19

Hasil pengujian hipotesis 2 menggunakan Uji-t. diperoleh nilai nilai t-hitung variabel nilai tukar rupiah sebesar 2,151 dengan nilai signifikan sebesar 0,039. Dimana nilai ttable diketahui sebesar 1,690. Sehingga nilai t-hitung > t-tabel yaitu 2,151 > 1,690, adapun nilai signifikan 0,039 < 0,05. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan Hipotesis diterima.yang artinya nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Pengaruh variabel nilai tukar rupaih terhadap variabel penerimaan PPN mempunyai nilai positif, yang artinya setiap peningkatan nilai variabel nilai tukar rupiah maka akan meningkatkan nilai penerimaan PPN. Ketika nilai tukar mengalami depresiasi maka harga barang dalam negeri meningkat dan akan mempengaruhi konsumsi masyarakat. Keadaan tersebut secara langsung dapat berdampak pada penerimaan pajak atas konsumsi.

Pengaruh jumlah penduduk terhadap penerimaan PPN pada saat pandemic Covid-19

Hasil pengujian hipotesis 3 menggunakan Uji-t. diperoleh nilai nilai t-hitung variabel jumlah penduduk sebesar 6,389 dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Dimana nilai ttable diketahui sebesar 1,690. Sehingga nilai thitung < ttabel yaitu 6,389 > 1,690, adapun nilia signifikan 0,000 < 0,05. Dari hasil tersebut maka dapat dinyatakan Hipotesis diterima.yang artinya jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Pengaruh variabel jumlah penduduk terhadap variabel penerimaan PPN mempunyai nilai positif, yang artinya setiap peningkatan nilai variabel jumlah penduduk maka akan meningkatkan nilai penerimaan PPN. pertumbuhan penduduk dianggap sebagai salah satu faktor positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk dapat menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan. kondisi ini akan meningkatkan dalam penerimaan pajak.

Simpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN pada saat pandemi Covid-19.

Kenaikan tingkat inflasi akan mempengaruhi harga jual barang dan jasa dimana harga jual barang dan jasa merupakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Terjadinya kenaikan tingkat inflasi akan mengakibatkan harga jual barang dan jasa juga akan meningkat yang berarti DPP PPN juga meningkat. Meningkatnya DPP PPN akan berpengaruh langsung terhadap besarnya penerimaan PPN yang juga akan meningkat.

2. Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan PPN pada saat pandemi Covid-19.

karena nilai tukar rupiah bisa mempengaruhi harga BKP/JKP, terutama BKP/JKP yang membutuhkan barang modal dari luar negeri. Hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat yang selanjutnya akan memberikan pengaruh terhadap penerimaan PPN. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga tercermin pada beberapa indikator, seperti konsumsi listrik, penjualan kendaraan bermotor dan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri dan PPN impor.

3. Jumlah penduduk berpengaruh terhadap penerimaan PPN pada saat pandemi Covid-19.

Banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi, konsumsi dari penduduk dapat menimbulkan permintaan agregat. Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha-usaha produktif berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan. kondisi ini akan meningkatkan dalam penerimaan pajak.

References

  1. A. Fahmi, “Pengaruh capital inflow , inflasi , suku bunga , ekspor , dan impor terhadap nilai tukar rupiah,” Kinerja, 2019.
  2. A. Rifky, “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Dan Inflasi Terhadap Harga Saham,” J. IKRA-ITH Ekon. Vol 3 No 3 Bulan Novemb. 2020, 2020.
  3. Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2013.
  4. A. Tanzeh and S. Arikunto, “Metode Penelitian Metode Penelitian,” Metod. Penelit., pp. 22–34, 2004.
  5. imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2018.
  6. Mardiasmo, Perpajakan. 2018.
  7. Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2016. Yogyakarta: Cv Andi. 2016.
  8. M. Yazid, “Inflasi, KURS, Dan Suku Bunga Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,” J. EKOMBIS, 2018.
  9. Sugiyono, “Sugiyono, Metode Penelitian,” Penelitian, 2017.
  10. S. P. T. Mutia, “Pengaruh sanksi perpajakan, kesadaran perpajakan, pelayanan fiskus, dan tingkat pemahaman terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Padang,” Artik. Ilm., vol. 2, no. 1, pp. 2–29, 2014.
  11. Suliyanto, “Pelatihan Metode Pelatihan Kuantitatif,” J. Chem. Inf. Model., 2017.
  12. U. Silalahi, “Metode Penelitian Sosial Kuantitatif,” J. Vis. Lang. Comput., 2015.
  13. Wahidmurni, “Pemaparan Metode Penelitian Kuantitatif,” pp. 1–16, 2017.