Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Business and Economics
DOI: 10.21070/acopen.8.2023.3677

Profitability, Liquidity, and Leverage: Exploring Financial Distress in the Mining Sector


Dampak Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage terhadap Kesulitan Keuangan pada Perusahaan Sektor Pertambangan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Profitability Liquidity leverage financial distress mining sector

Abstract

In the era of the Industrial Revolution 4.0, the competitive landscape among companies is intensifying, necessitating effective business strategies to avoid bankruptcy. This research examines the impact of profitability, liquidity, and leverage on financial distress in mining sector companies listed on the IDX from 2018 to 2020. Using a quantitative approach, the study analyzes data from a population of 41 mining sector companies. The findings reveal that profitability and liquidity, measured through ratios, do not significantly affect financial distress. However, leverage has a significant influence on financial distress. These results provide valuable insights for mining companies in formulating business strategies and managing financial risk to mitigate the potential for distress. The research contributes to the literature on financial distress in the context of the mining sector, addressing the challenges of increased competition and the need for sustainable company performance.

Highlights:

  • Determinants of financial distress: Investigating the impact of profitability, liquidity, and leverage on the occurrence of financial distress in mining sector companies.
  • Empirical analysis: Analyzing the relationship between these variables and financial distress using quantitative research methods and ratios.
  • Implications for mining sector companies: Providing insights for companies in the mining sector to better manage their profitability, liquidity, and leverage in order to mitigate the risk of financial distress and maintain sustainable performance.

Keywords: profitability, liquidity, leverage, financial distress, mining sector

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Di era Revolusi Industri 4.0 ini, persaingan antar perusahaan semakin meningkat karena banyaknya perusahaan pendatang baru yang mulai bermunculan. Kondisi ini mengharuskan suatu perusahaan agar selalu siap bersaing dan memikirkan bagaimana strategi bisnis yang tepat untuk terus mempertahankan perusahaan agar tidak terjadi kebangkrutan. Tujuan utama suatu perusahaan adalah untuk memproleh laba yang sebesar-besarnya guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang tidak mampu bersaing kemungkinan akan mengalami financial distress bahkan kebangkutan.

Perusahaan yang menjadi objek penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. sektor pertambangan merupakan salah satu penopang pembangunan ekonomi suatu Negara [1] , karena perannya sebagai penyedia sumber daya energi yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan perekonomian suatu Negara. Potensi yang kaya akan sumber daya alam akan dapat menumbuhkan terbukanya perusahaan-perusahaan untuk melakukan eksplorasi pertambangan sumber daya tersebut. Perusahaan dalam industri pertambangan umum dapat berbentuk usaha terpadu dalam arti bahwa perusahaan tersebut memiliki usaha eksplorasi, pengembangan dari kontruksi. Produksi, dan pengolahan sebagai satu kesatuan usaha atau berbentuk usaha-usaha terpisah yang masing-masing berdiri sendiri.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Mineral dan Batubara yaitu pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sektor tambang menjadi sektor yang cukup tertekan hingga kuartal I Tahun 2019 lalu. Tercermin dari raihan laba bersih mereka yang turun cukup dalam. PT Indika Energy Tbk (INDY) harus mencatatkan penurunan laba yang cukup signifikan pada periode kuartal I 2019 hingga 61% menjadi US$ 40,5 juta. Pada pada periode yang sama tahun lalu, laba bersih INDY mencapai US$ 103,8 juta. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatatkan penurunan laba bersih hingga 21,4% year on year (yoy) menjadi Rp 1,14 triliun. PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC) mencatatkan laba mencapai Rp 42,13 miliar, naik 3,35% secara tahunan. PT Bumi Resources Minerals (BRMS) mencetak laba bersih sebesar US$ 86.650. Pada periode yang sama tahun lalu, BRMS mencetak rugi bersih US$ 4,69 juta. Melihat kondisi ini, Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengatakan, di kuartal I 2019 lalu memang sektor tambang sangat menantang jika dilihat dari harga komoditas yang belum pulih. Namun secara jangka panjang masih sangat berpotensi karena strategi mereka untuk diversifikasi.

Sepanjang 2019 indeks sektor pertambangan tumbuh negatif 12,83%. Ada beberapa faktor yang menyebabkan indeks sektor ini tumbuh negatif. Analis Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai, anjloknya kinerja indeks sektor pertambangan tidak bisa lepas dari turunnya harga batubara sepanjang 2019. Hal ini diakibatkan oleh berlebihnya pasokan (supply) batubara di pasar global. Di sisi lain, Analis Artha Sekuritas Nugroho Rahmat Fitriyanto menilai pergerakan indeks sektor pertambangan diperberat oleh emiten-emiten batubara karena harga batubara yang turun signifikan pada 2019, sehingga menyebabkan harga jual dan marjin ikut tertekan. Ke depan, Nugroho menilai kinerja sektor pertambangan akan bergantung pada kesepakatan dagang antara Amerika Serikat – China. Jika kesepakatan dagang fase I berjalan lancar, maka akan mengarah ke penurunan tensi perang dagang. Dengan demikian, maka tren Purchasing Managers’ Index (PMI) global bisa kembali bangkit dan bakal meningkatkan permintaan semua komoditas, termasuk batubara. Senada, Liza menilai komoditas pertambangan masih bergantung pada perkembangan perang dagang AS-China. Sebab, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump merupakan sumber ketidakpastian yang tidak dapat dikendalikan. Meski dianggap tidak ramah lingkungan, namun energi dari batubara masih tetap akan digunakan. Sebab, batubara merupakan salah satu sumber energi termurah untuk saat ini. Khusus untuk komoditas nikel, Liza menilai harga nikel akan terangkat seiring dengan dilarangnya ekspor bijih nikel. Di sisi lain, Chief Economist dan Analis Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian mengatakan, dalam jangka pendek belum ada sentimen positif yang menggerakkan sektor ini. Namun jika ada data-data perekonomian China yang membaik, maka sektor pertambangan diproyeksikan akan membaik setidaknya pada paruh kedua 2020. Meski demikian, Nugroho menyarankan agar investor mencermati emiten sektor batubara. Sebab, industri batubara sendiri masih menghadapi banyak ancaman seperti tingginya level inventori (cadangan) di China saat ini serta produksi batubara yang masih bertumbuh. Liza merekomendasikan untuk jual untung saham ADRO dengan target harga Rp 1.450 – Rp 1.500 per saham. Untuk saham INCO, Liza merekomendasikan untuk hold dengan target harga Rp 3.750 per saham. Sebab, ada peluang bagi saham INCO untuk menembus level Rp 4.000 per saham. [2]

Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat menyebabkan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan akan semakin tinggi [3] , hal ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Apabila suatu perusahaan tidak mampu untuk bersaing maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian, yang pada akhirnya bisa membuat suatu perusahaan mengalami financial distress. Masalah keuangan yang dihadapi suatu perusahaan apabila dibiarkan berlarut-larut dapat mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan sehingga menyebabkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan [4] . Lebih lanjut, dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran deviden, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami difisiensi. Kondisi tersebut mengindikasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya jika perushaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut diatas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan.

Suatu perusahaan yang dikategorikan mengalami financial distress adalah jika perusahaan tersebut mengalami laba operasi negatif selama dua tahun berturut-turut [5] . Perusahaan yang mengalami laba operasi selama lebih dari setahun menunjukkan telah terjadi tahap penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan. Jika tidak ada tindakan perbaikan yang dilakukan manajemen perusahaan maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan.

Untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan mengalami financial distress atau tidak dapat dihitung dengan menggunakan beberapa rasio, yakni profitabilitas, likuiditas, dan leverage. rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu. Rasio ini dicerminkan dalam return on asset (ROA) [6] . Rasio yang menunjukkan efisiensi manajemen aset. Menurut profitabilitas menunjukkan efisiensi dan efektivitas penggunaan aset perusahaan karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan penggunaan asset [7] . Dengan adanya efektivitas dari penggunaan aset perusahaan maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, maka perusahaan akan memperoleh penghematan dan akan memiliki kecukupan dana untuk menjalanan usahanya. Dengan adanya kecukupan dana tersebut maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress dimasa yang akan datang akan menjadi lebih kecil.

Selain rasio profitabilitas, likuiditas juga dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress. rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo [8] . Rasio likuiditas yang biasa dipakai dalam berbagai penelitian adalah rasio lancar (current ratio). Current ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan [9] . Perusahaan dapat dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut bisa menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo, tetapi apabila perusahaan tidak bisa menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak likuid atau illikuid. Ketika nilai rasio likuiditas tinggi maka perusahaan memiliki kemampuan memenuhi kewajiban hutang jangka pendeknya, sebaliknya jika nilai rasio likuiditasnya rendah maka perusahaan tidak sanggup untuk melunasi hutang jangka pendeknya. Apabila perusahaan dalam kondisi illikuid maka secara otomatis perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan atau financial distress.

Selain rasio likuiditas, rasio leverage juga dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi terjadinya financial distress. rasio utang/leverage menunjukkan seberapa banyak hutang yang digunakan untuk membiayai aset-aset perusahaan [10] . Rasio leverage yang biasa digunakan adalah rasio utang (debt ratio) yaitu total utang dibagi dengan total aktiva. Informasi rasio utang ini juga penting karena melalui rasio utang, kreditur dapat mengukur seberapa tinggi risiko utang yang diberikan kepada suatu perusahaan. Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar hutang yang digunakan dalam pembelanjaan [11] . Rasio leverage yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki tingkat hutang tinggi yang bisa membebani perusahaan pada saat jatuh tempo, sehingga penting bagi perusahaan untuk memperhatikan tingkat leverage agar perusahaan bisa membayar kewajibannya. Apabila perusahaan tidak bisa membayar kewajibannya maka akan sangat mengganggu aktivitas operasional perusahaan dan akan menyebabkan berkurangnya tingkat pendapatan.

Berdasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu tentang prediksi kondisi financial distress, peneliti tertarik meneliti rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage untuk memprediksi financial distress yang terjadi pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Alasan peneliti menggunakan variabel tersebut adalah mengacu pada penelitian terdahulu [12]. Variabel rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini dipandang cukup relevan untuk masing-masing rasio keuangan, yaitu rasio profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, rasio likuiditas sebagai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban saat ini, rasio leverage sebagai rasio keuangan yang menjelaskan sejauh mana perusahaan menggunakan sumber dana yang berasal dari hutang terhadap pendanaan aktiva.

Dalam penelitian ini terjadi ketidak konsistenan hasil antara beberapa peniliti yaitu , yang “Kekuatan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di BEI” bahwa rasio likuiditas (current ratio) dan rasio profitabilitas (profit margin on sales) tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan meskipun bertanda negatif sedangkan rasio profitabilitas (return on total assets) dan rasio leverage (current liabilitas total asset) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan [13] .

“Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif” bahwa likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress perusahaan, likuiditas yang diukur dengan quick ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan, likiuditas yang diukur dengan cash ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress perusahaan, profitabilitas berpengaruh negatif terhadap financial distress perusahaan, financial leverage yang diukur dengan total liabilities to total asset tidak berpengaruh terhadap financial distress perusahaan [14] . menunjukkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Profitabilitas berpengaruh terhadap kondisi financial distress [15] . Financial leverage tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress. Arus kas dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat penulis simpulkan bahwa dari penelitian terdahulu banyak menunjukkan hasil yang berpengaruh negatif. Hal tersebut menjadi alasan penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan leverage terhadap financial distress.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang merupakan satu kategori perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Sektor ini menjadi menarik untuk dijadikan sebagai objek penelitian karena dari tahun lalu industri tersebut cenderung mengalami kesulitan keuangan maupun operasional. Hal tersebut dapat dilihat dari penurunan laba yang cukup signifikan dan turunnya harga batubara sepanjang 2019 yang disebabkan oleh oversupply. Selain itu perusahaan sektor pertambangan khususnya di bidang batubara diketahui memiliki hutang yang jauh lebih besar. Penggunaan hutang, terutama pada hutang jangka panjang yang sangat besar tentu akan memudahkan sektor pertambangan dalam membiayai segala kebutuhan usahanya yang memerlukan dana sangat besar dan waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil dari usahanya tersebut. Akan tetapi sektor pertambangan harus menanggung resiko financial yang semakin tinggi karena beban bunga serta angsuran pokok pinjaman yang ditanggung semakin meningkat dan sebagai konsekuensinya kemungkinan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan akan semakin besar.

Dari penjelasan diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Sektor Pertambanganyang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”

Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menurut (Sugiyono, 2017) penelitian kuantitatif adalah salah satu metode penelitian dengan data penelitiannya berupa angka-angka, digunakan untuk meneliti populasi dan sampel tertentu, menggunakan alat penelitian, dengan analisis data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan sesuai variabel-variabel yang akan diteliti. Lokasi penelitian ini adalah Bursa Efek Indonesia. Data diperoleh dari situs resmi http://www.idx.co.id

B. Definisi Operasional, Identifikasi Variabel, dan Indikator Variabel.

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati [16]. Definisi operasional pada variabel-variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Definisi Operasional

a. Profitabilitas

rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Rasio profitabilitas secara umum ada 4 (empat) yaitu: Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return on Investment, Return on Equity.[17]

b. Likuiditas

rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitas jangka pendeknya. Dalam kelompok ini terdapat 3 (tiga) rasio yang biasa digunakan yaitu: Current Ratio, Quick Ratio, Cash Ratio.[18]

c. Leverage

rasio leverage adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang [19]. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Rasio leverage secara umum ada 8 (delapan) yaitu: Debt to Equity Ratio, Debt to Total Asset, Long Term Debt to Total Capitalization, Times Interest Earned Ratio, Times Interest Earned, Cash Flow Coverage, Fixed Charge Coverage, dan Cash Flow Adequancy.

d. Financial Distress

financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Apabila hal ini tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan seperti hilangnya kepercayaan dari stakeholder, dan bahkan perusahaan akan mengalami kebangkutan. Kriteria perusahaan yang mengalami financial distress adalah : (1) beberapa tahun memperoleh laba bersih operasi negatif; (2) menghentikan pembayaran deviden; dan (3) mengalami restrukturisasi besar atau penghentian usaha.

2. Identifikasi Variabel

a. Definisi Variabel Dependen

Variabel dependen disebut juga variabel terikat oleh karena perubahan yang terjadi di variabel ini dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen adalah hasil dari variabel independen (perlakuan). Hasil dari suatu penelitian eksperimen dilihat pada variabel dependen [20]

1) Financial Distress

financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan dan apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan [21]. Financial distress berawal ketika perusahaan mengalami kerugian operasional yang terus menerus sehingga menyebabkan defisiensi modal. Financial distress ini dapat dilihat dengan berbagai cara, seperti kinerja perusahaan yang semakin menurun, ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya, adanya penghentian pembayaran dividen, masalah arus kas yang dihadapi perusahaan, kesulitan likuiditas, adanya pemberhentian tenaga kerja, dan kondisi-kondisi lainnya yang mengindikasikan kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Untuk mendeteksi financial distress suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan rasio keuangan perusahaan. Secara umum rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage berlaku sebagai indikator yang signifikan.

C. Indikator Variabel

Variabel Yang Diukur Skala Cara Pengukuran Sumber
Profitabilitas Rasio ROA = (Murhadi, 2015)
Likuiditas Rasio Current Ratio = (Fahmi, 2015)
Leverage Rasio Debt Ratio = (Fahmi, 2015)
Financial Distress Variabel Dummy Perusahaan yang memiliki laba bersih negatif selama 2 Tahun berturut-turut diberi angka = 1perusahaan yang memiliki laba bersih positif selama 2 tahun berturut-turut diberi angka = 0pada periode Tahun 2016-2018 (An Nasution, 2016)
Table 1.Indikator Variabel

D. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan objek yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Populasi yang akan diamati dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di BEI selama periode 2016-2018. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 41 perusahaan yang berasal dari sektor pertambangan Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria- kriteria tertentu yang diduga dapat mewakili populasi dan sampel dalam penelitian. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria yang akan digunakan adalah:

1. Tercatat sebagai emiten yang masih terdaftar sejak tahun 2018 – 2020.

2. Perusahaan yang secara terus menerus melaporkan laporan keuangannya dari tahun 2018 – 2020.

3. Perusahaan yang menyampaikan data secara lengkap selama periode pengamatan tahun 2018 – 2020berkaitan dengan variabel profitabilitas, likuiditas, dan leverage.

Berdasarkan pemilihan sampel dari kriteria diatas, sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 34 perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2016-2018 yang telah memenuhi kriteria sampling.

E. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang dinyatakan dalam angka (skala numerik) dan menunjukkan nilai suatu besaran ataupun variabel yang diwakilinya. Data kuantitatif bersifat time series, yang berarti data tersebut menggambarkan suatu perkembangan dari waktu ke waktu dan kemudian digunakan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perubahan dalam rentang waktu tertentu [24] Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. data sekunder merupakan sumber yang secara tidak langsung memberikan data kepada para pengumpul data, yaitu data yang diperoleh melalui orang lain atau atau diperoleh dari dokumen [25]. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari annual report perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2016-2018 yang diakses melalui website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji berbagai penelitian terdahulu dan literatur buku sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan masalah pada penelitian ini serta akan digunakan sebagai pedoman teori. Data tersebut diperlukan untuk analisis terhadap permasalahandan pencatatan teori-teori yang telah dipelajari pada peristiwa yang terjadi.

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder (dokumentasi) yang diperoleh dari beberapa buku, jurnal, dan artikel yang ada kaitannya dengan judul penelitian ini. Studi dokumentasi pada penelitian ini dilakukan dengan menganalisis annual report perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2016-2018.

Untuk menghitung profitabilitas, likuiditas, dann leverage data yang dikumpulkan dari laporan laba rugi yaitu diihat dalam annual report yang diterbitkan perusahaan setiap tahunnya. Sebagai berikut:

  1. Untuk menghitung profitabilitas, data yang dikumpulkan dari laporan laba rugi menggunakan rumus ROA yaitu perbandingan laba bersih dengan total aktiva.
  2. Untuk menghitung likuiditas, data yang dikumpulkan dari neraca yaitu menggunakan rumus current ratio yaitu perbandingan aset lancar dengan kewajiban lancar.

Untuk menghitung leverage, data yang dikumpulkan dari neraca yaitu menggunakan rumus debt ratio yaitu perbandingan total utang dengan total aktiva.

G. Teknik Analisis

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Dalam penelitian ini analisis kuantitatif dilakukan dengan cara mengkuantifikasi data-data penelitian sehingga menghasilkan informasi yang dibutuhkan dalam analisis. Terdapat tiga uji yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu uji statistik deskriptif, uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda.

3. Uji Statistik Deskriptif

Penelitian statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians dan range statistik [26]Dalam penelitian ini statistik deskriptif dilihat dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum maupun minimum.

4. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk menghasilkan model regresi yang baik. Untuk menghindari kesalahan dalam pengujian asumsi klasik maka jumlah sampel yangdigunakan harus bebas dari bias.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal Dalam penelitian ini akan dilakukan pengamatan terhadap nilai residual dan juga distribusi variabel-variabel yang akan diteliti. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogrov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah apabila nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 atau 5% maka data terdistribusi secara normal dan apabila nilai probabilitas < 0,05 atau 5% maka data tidak terdistribusi normal

b. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas memiliki tujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Multikolinearitas didapat dari nilai toleransi dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Untuk pengambilan keptusan dalam menentukan ada atau tidaknya multikolinearitas yaitu dengan kriteria sebagai berikut :

  1. Jika nilai VIF > 10 atau jika nilai tolerance < 0,10 maka terjadi multikolinearitas dalam model regresi.
  2. Jika nilai VIF < 10 atau jika nilai tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas :bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas menggunakan uji Glejser. Untuk mengetahui tidak adanya heteroskedastisitas ditunjukkan dengan tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Residual (AbsRes). Jika hasil pengujian menunjukkan signifikansi pada uji t > 5% maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Jika hasil pengujian menunjukkan signifikansi pada uji t < 5% maka terjadi heterosdektasitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t- 1 (sebelumnya) di dalam model regresi linier. Jika terjadi korelasi, maka dapat disimpulkan terdapat masalah atau problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.

5. Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda karena untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi linier berganda dilakukan dengan uji individual (uji t), uji simultan (uji f) dan uji koefisien determinasi (R2). Model regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Y i = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + є

Keterangan :

Y= Financial Distress

α = Konstanta

β= Koefisien Regresi

X1 = Profitabilitas

X2 = Likuiditas

X3= Leverage

є = Error/Tingkat Kesalahan

6. Uji Hipotesis

1. Uji T

Uji t dimaksudkan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerapkan variabel dependen Jika p-value < tingkat signifikansi maka variabel independen tersebut secara terpisah atau secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jadi hipotesis dapat diterima. Nilai t sendiri dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikasi 5%. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis adalah Ha diterima dan H0 ditolak ketika t-static > 1,96. Untuk menolak atau menerima hipotesis menggunakan probabilitas, maka Ha diterima jika nilai p < 0,05.

2. Koefisien Determinasi (R2)

Uji ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi ini dalam menjelaskan dan menerangkan variabel dependen. Nilai R2 yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan dari variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Pada setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti akan meningkat tidak memandang apakah variabel tersebut berpegaruh secara signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Maka dari itu, untuk jumlah variabel independen yang lebih dari dua lebh baik menggunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R2) Semakin tinggi nilai R2berarti semakin baik model prediksi dari penelitian yang diajukan. Sebagai contoh, jika R2sebesar 0,7 artinya variasi perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 70% , sedangkan 30% dapat dijelaskan oleh variabel lain

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis yang dibangun dalam penelitian. Untuk mendapatkan hasil yang terbebas dari bias, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.

a. Uji Asumsi Kasik

Untuk mendapatkan hasil pengujian hipotesis yang terbebas dari bias dalam model regresi linier berganda, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan 4 (empat) uji, yaitu :uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 20,0.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan melihat tingkat signifikansinya. Residual dinyatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov > 0,05. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai signifikan sebesar 0,000.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 34
Kolmogorov-Smirnov Z 2.715
Asymp. Sig. (2-tailed) .103
Table 2.Uji NormalitasData diolah, 2021

Berdasarkan hasil normalitas diatas menunjukkan bahwa uji kolmogorov smirnov menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0.103 yang lebih besar dari 0.05 (α=5%), sehingga berdasarkan nilai signifikansi tersbut dapat dikatakan data terdistribusi normal.

c. Uji Autokorelasi

Model regresi linier berganda yang baik adalah regresi yang terbebas dari gejala autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan dengan membandingkan antara nilai Durbin-Watson (dW) dengan nilai dU. Jika nilai Durbin-Watson terletak pada rentang dU ≤ dW ≤ 4 – dU, maka data penelitian terbebas dari gejala autokorelasi. Berdasarkan tabel Durbin-Watson untuk taraf signifikan (α) = 5%, jumlah data pengamatan (n) =34, dan jumlah variable bebas (k) = 3, diperoleh nilai dU = 1.8061. Hasil uji autokorelasi disajikan dalam tabel 4.4 dibawah ini.

d U dW dL 4 – dU HASIL
1,6519 1.907 1,2707 2,3481 dU ≤ dW ≤ 4 – dU
Table 3.Hasil Uji Autokorelasidata diolah, 2022.

Berdasarkan nilai Durbin-Watson(dW) yang diperoleh dari tabel Durbin-Watson pada tingkat signifikasi 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian tidak mengalami gejala autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dari nilai Durbin-Watson terletak pada rentang dU ≤ dW ≤ 4 – dU.

d. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi linier yang baik adalah model regresi yang tidak ditemukan gejala adanya korelasi antar variabel bebas. Uji multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan nilai tolerance atau nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance < 0,1 atau nilai VIF > 10, maka data penelitian mengalami gejala korelasi antar variable bebas (gejala multikolinieritas). Hasil uji multikolinieritas dalam penelitian ini disajikan pada table 4.5 di bawah ini.

Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
PROFITABILITAS .738 1.356
LIKUIDITAS .411 2.431
LEVERAGE .398 2.514
Table 4.Hasil Uji Multikolinieritasdata diolah, 2021.

Berdasarkan nilai tolerance dan VIF yang terdapat pada Tabel 4.5, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian tidak mengalami gejala multikolinieritas. Hal ini ditunjukkan dari nilai tolerance > 0,1 atau nilai VIF < 10.

e. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier memiliki kesamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Jika varians dari satu residual ke residual lainnya tetap, maka dapat dikatakan bahwa data pengamatan adalah homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak mengalami kesamaan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Glejser. Data tidak mengalami gejala heteroskedastisitas jika data seluruh variabel yang digunakan mempunyai nilai Signifikan hitung (Sig) > 0,05, untuk model regresi terhadap nilai residual yang dihasilkan. Hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 4.6 di bawah ini.

Model t Sig.
1 (Constant) 3.743 .000
PROFITABILITAS -1.956 .052
LIKUIDITAS .191 .849
LEVERAGE -2.140 .134
Table 5.Hasil Uji Heteroskedastisitasdata diolah, 2022.

Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi tiap-tiap variabel independen lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

f. Analisis Regresi dan Hasil Pengujian Hipotesis

Analisis model regresi linier berganda bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari profitabilitas (ROA), likuiditas (CR), Leverage dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap financial distress (FD).

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 21.817 7.028 3.104 .002
PROFITABILITAS 11.565 5.958 .145 1.941 .054
LIKUIDITAS .547 .459 .120 1.191 .235
LEVERAGE -7.982 2.776 -.293 -2.875 .005
Table 6.Hasil Uji Regresi Linear Bergandadata diolah, 2022.

Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 5, maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y = 21.817 + 11.565 X1 + 0.547 X2 -7.982 X3 + e

Berdasarkan persamaan regresi linier berganda diatas, maka dapat dilihat seberapa besar pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap financial distress. Penjelasan pengaruh masing-masing variabel berdasarkan persamaan regresi linier berganda diatas adalah:

  1. Nilai konstanta (intercept) sebesar 21.817, hal ini menunjukkan jika seluruh variabel bebas yang digunakan tidak mengalami perubahan, maka nilai financial distress akan mengalami kenaikan sebesar 21.817 dan berdampak terhadap meningkatnya kebangkrutan perusahaan sebesar 21.817 yang disebabkan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.
  2. Nilai koefisien regresi profitabilitas sebesar 11.565 dan bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki hubungan yang searah dengan financial distress dan mengandung arti jika profitabilitas meningkat satu kali, maka nilai financial distress akan mengalami kenaikan sebesar 11.565. Artinya semakin tinggi profitabilitas, maka financial distressjuga akan meningkat
  3. Nilai koefisien regresi likuiditas sebesar 0.547 dan bertanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas memiliki hubungan yang searah dengan financial distress dan mengandung arti jika likuiditas meningkat satu kali, maka nilai financial distress akan mengalami kenaikan sebesar 0.547. Artinya semakin tinggi likuiditas, maka financial distressjuga akan meningkat
  4. Nilai koefisien regresi Leverage sebesar -7.982 dan bertanda negatif. Hal ini menunjukkan bahwa Leverage memiliki hubungan yang tidak searah dengan financial distress dan mengandung arti jika Leverage meningkat satu kali, maka nilai financial distress akan mengalami penurunan sebesar 7.982. Artinya semakin tinggi Leverage, maka financial distressjuga akan menurun
  5. Nilai error pada persamaan regresi ini adalah sebesar 4.69095958. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi variabel Beta (Y) yaitu financial distress sebesar 5.28942889. Hal ini berarti bahwa model regresi yang digunakan sudah baik.

g. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2011:98).

Model F Sig.
1 Regression 13.893 .000b
Residual
Total
Table 7.Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)data diolah, 2022.

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa variabel independen profitabilitas (ROA), likuiditas (CR), dan Leverage terhadap financial distress (FD) mempunyai signifikansi F hitung sebesar 0.000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan profitabilitas (ROA), likuiditas (CR), Leverage berpengaruh terhadap financial distress (FD).

h. Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Imam Ghozali, 2006:97).

Model R R Square Adjusted R Square
1 .521 .271 .213
Table 8.Hasil Uji R2 (Koefisien Determinasi)Data diolah 2022

Dari Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa profitabilitas (ROA), likuiditas (CR), Leverage dapat menjelaskan variabel dependen financial distress (FD) sebesar nilai Adjusted R Square sebesar 0,271 atau sekitar 27,1%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini dapat memprediksi financial distress (FD) 27,1% , sedangkan sisanya sebesar 22,9% diprediksi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

i. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011:98). Pengujian hipotesis dengan uji t pada penelitian ini digunakan untuk menguji dan mengetahui pengaruh variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen secara parsial.

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 21.817 7.028 3.104 .002
PROFITABILITAS 11.565 5.958 .145 1.941 .054
LIKUIDITAS .547 .459 .120 1.191 .235
LEVERAGE -7.982 2.776 -.293 -2.875 .005
Table 9.Hasil Uji tdata diolah, 2022.

Berdasarkan table diatas dapat dijabarkan hasil uji t antara lain :

a) Nilai signifikansi sebesar 0,054. Ini berarti H1 ditolak, artinya profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.

b) Nilai signifikansi sebesar 0,235. Ini berarti H2 ditolak, artinya likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05.

c) Nilai signifikansi sebesar 0,005. Ini berarti H3 diterima, artinya Leverage berpengaruh signifikan terhadap financial distress karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05.

Pembahasan

a) Hubungan antara Profitabilitas dengan Financial Distress

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa tinggi atau rendahnya nilai profitabilitas tidak mempengaruhi kemungkinan adanya financial distress. Profitabilitas yang tinggi dapat menunjukan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan efisiensi terhadap risiko-risiko keuangan dengan perolehan laba yang telah dicetak dengan baik. hasil tersebut mendukung atau sesuai dengan penelitian [27] bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap financial distress

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan profit. profitabilitas menunjukkan efisiensi dan efektivitas penggunaan aset perusahaan karena rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan penggunaan asset [28]. Salah satu rasio profitabilitas yang sering digunakan adalah Return On Assets (ROA). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas yang diukur menggunakan ROA tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian [29] bahwa rasio profitabilitas (profit margin on sales) tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan meskipun bertanda negatif sedangkan rasio profitabilitas (return on total assets) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan.

b) Hubungan antara Likuiditas dengan Financial Distress

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Likuiditas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas sangat penting bagi suatu perusahaan dikarenakan berkaitan dengan mengubah aset menjadi kas. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, dan persediaan.

Likuiditas adalah kemampuan ketepatan waktu perusahaan membayar kewajiban financial jangka pendeknya, jika current ratio rendah artinya kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban juga rendah karena aktiva yang dimiliki perusahaan tidak cukup untuk membayar kewajiban perusahaan dan perusahaan tersebut mengalami kondisi penurunan keuangan dikhawatirkan perusahaan tersebut mengalami financial distress [30]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas yang diukur menggunakan current ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress. Perusahaan dengan nilai likuiditas besar atau kecil tidak akan berdampak besar pada kondisi keuangan perusahaan dan perusahaan belum tentu mengalami masalah keuangan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap financial distress.

ketidakmampuan membayar kewajiban secara tepat waktu akan langsung dirasakan oleh kreditor, terutama kreditor yang berhubungan dengan operasional perusahaan (supplier). hal ini telah mengindikasikan adanya sinyal distress yang menyebabkan adanya penundaan pengiriman dan masalah kualitas produk. Apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil.

c) Nilai signifikansi sebesar 0,005. Ini berarti H3 diterima, artinya Leverage berpengaruh signifikan terhadap financial distress karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa Leverage berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio (DAR) berpengaruh terhadap financial distress Hal tersebut berarti bahwa semakin besar pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang, maka akan semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut akan mengalami financial distress, hal ini dikarenakan semakin besar kewajiban perusahaan dalam melunasi hutang tersebut.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Suma Sari1 dan Gde Herry Sugiarto Asana (2020) bahwa Leverage berpengaruh terhadap financial distress. Berdasarkan hasil penelitian bahwa leverage (current liabilitas total asset) berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan. Perusahaan sebaiknya harus menyeimbangkan berapa utang yang layak diambil dan darimana sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membayar utang-utang perusahaan tersebut.

rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang. leverage menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. semakin besar jumlah utang maka semakin besar potensi perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan kebangkrutan, kebangkrutan biasanya diawali dengan terjadinya moment gagal bayar, hal ini disebabkan semakin besar jumlah hutang, semakin tinggi probabilitas financial distress. Perusahaan dengan banyak kreditor akan semakin cepat bergerak ke arah financial distress, dibanding perusahaan dengan kreditor tunggal. Apabila suatu perusahaan pembiayaannya lebih banyak menggunakan utang, hal ini beresiko akan terjadi kesulitan pembayaran di masa yang akan datang akibat utang lebih besar dari aset yang dimiliki. Jika keadaan ini tidak dapat diatasi dengan baik, potensi terjadinya financial distress pun semakin besar.

Terdapat berbagai sumber pendanaan dalam perusahaan salah satunya yaitu hutang, khususnya pada perusahaan go public tentu tidak bisa lepas dari hutang untuk membiayai jalannya operasional perusahaan. Sehubungan dengan itu perusahaan yang menggunakan hutang untuk pendanaannya maka dapat dikatakan perusahaan tersebut memiliki Leverage. Leverage adalah rasio yang menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang, dan juga menunjukan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Munawir, 2014:32). Rasio Leverage ini menekankan pada seberapa besar proporsi hutang yang digunakan dalam pendanaan aset suatu perusahaan. Rasio Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Asset Ratio (DAR). DAR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan dalam menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang yang dimiliki perusahaan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :

  1. Perencanaan Pendidikan lingkungan hidup di SD Muhammadiyah 1 Krembung dimulai dari beberapa Langkah yang meliputi Pemilihan materi pembelajaran di sekolah dasar, kemudian Melakukan analisis tujuan pembelajaran dan Pendidikan lingkungan hidup yang akan dicapai, setelah itu Melakukan analisis tujuan terhadap permasalahan lingkungan hidup yang telah dihubungkan dengan bahasan, Menyusun alat evaluasi dan yang terakhir yaitu Membuat peta konsep pembelajaran berorientasi pendidikan lingkungan hidup.
  2. Penerapan Pendidikan lingkungan hidup di SD Muhammadiyah 1 Krembung mengacu pada indikator Pendidikan lingkungan di sekolah maupun di kelas, Sebagian besar telah terealisasi, meliputi Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah, Tersedianya tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan, Pembiasaan hemat energi, Melakukan pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan non-organik, Menyediakan peralatan kebersihan, Memprogram cinta bersih lingkungan, Membersihkan halaman sekolah

References

  1. Herliansyah, Yudhi, 2012, “Modul Seminar : Akuntansi Pertambangan Umum”, Seminar Akuntansi, Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana
  2. Yoliawan, H. (2019). Harga saham emiten telekomunikasi melejit, berikut rekomendasi analis.
  3. Widarjo, Wahyu & Setiawan, Doddy, (2009), Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.11, No.2, Agustus 2009.
  4. Brahmana, Rayenda. K. (2007). Identifying Financial Distress Condition in Indonesia Manufacture Industry. Birmingham Business School, University of Birmingham United Kingdom. Halaman 1-19.
  5. Almilia, Luciana dan Kristijadi, 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), Volume 7 Nomor 2.
  6. Hanafi, Mamduh H dan A. Halim. 2007. Analisis Laporan Keuangan, edisi 3. Yogyakarta : Penerbit UPP STIM YKPN.
  7. Ariani, D. Wahyu. 2009. Manajemen Operasi Jasa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
  8. Hendra, Kusuma. 2009. Manajemen Produksi:Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi 4. Yogyakarta: Penerbit Andi.
  9. Kasmir. 2015. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Satu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
  10. Arthur J. Keown, 2008, Manajemen Keuangan, Edisi 10, Jakarta: PT macanan Jaya Cemerlang
  11. Alfinda Rohmadini, Muhammad Saifi, Ari Darmawan. 2018. Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas Dan Leverage [12]Terhadap Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Food & Beverage Yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016).Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)Vol. 61 No. 2 Agustus 2018. Diakses pada 30 November 2018.
  12. Atika, Darminto, & Handayani, S. R. (2013). Pengaruh Beberapa Rasio Keuanganterhadap Prediksi Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011).
  13. Hapsari, E. Indri. 2012. “Kekuatan rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur di BEI”. Jurnal Dinamika Manajemen Vol.3, No, 2. Universitas Negeri Semarang
  14. Widarjo, dan Setiawan, Doddy. (2009). Pengaruh rasio keuangan terhadap kondisi financial distress perusahaan otomotif. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi. Vol. 11, No. 2, Halaman 107–119.
  15. Mas’ud, I., & Srengga, R, M.(2016) . Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Universitas Jember, Hal 139-154.
  16. Azwar, S. (1998). Metode Pnenelitian. Pustaka Belajar.
  17. Fahmi, Irham. 2015. Pengantar Manajemen Keuangan Teori dan Soal Jawab. Bandung: Alfabeta.
  18. Murhadi, W. R. (2015). Analisis Laporan Keuangan, Proyeksi dan Valuasi Saham (A. Rasyid (ed.)). Jakarta: Salemba Empat.
  19. Agus, Sartono. 2015. ManajemenKeuangan:TeoridanAplikasi. EdisiKeempat. Yogyakarta: BPFE.
  20. Kountur, R. (2003). Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan TESIS. Jakarta: PPM.
  21. Andre, O. (2013). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress (Studi Empiris Pada Perusahaan Aneka Industri yang Terdaftar di BEI). 23.
  22. Arthur J. Keown, 2008, Manajemen Keuangan, Edisi 10, Jakarta: PT macanan Jaya Cemerlang
  23. Lukman Syamsuddin. 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT Raja Grafindo.
  24. Kuncoro, M. (2009). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
  25. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kantitatif, Kualirtatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
  26. Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
  27. Prastowo, Dwi dan Juliaty, Rifka. 2008. Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi Edisi Kedua. Yogyakarta. UPP STIM YKPN.
  28. Widarjo, W., & Setiawan, D. (2009). Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif. 11(2), 107–119.
  29. Hapsari, E. I. (2012). Kekuatan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI. 3(2), 101–109.
  30. Widhiari, N. L., & Merkusiwati, N. L. (2015). Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity dan Sales Growth Terhadap Financial Distress. ISSN E Journal Akuntansi Universitas Udayana.