Abstract
This quantitative descriptive study aims to examine the influence of tax rate changes, calculation methods, and system modernization on tax compliance among Small and Medium-sized Enterprise (SME) taxpayers, with tax fairness as a moderating variable. The research was conducted at the South Sidoarjo Pratama Tax Office, with a sample size of 100 SME taxpayers selected using purposive sampling based on turnover and one year of tax registration. Primary data were collected through direct survey questionnaires and analyzed using multiple linear regression analysis and moderated regression analysis with an absolute difference approach. The findings reveal a positive relationship between tax rate changes, calculation methods, and system modernization, and tax compliance among SME taxpayers. These results emphasize the significance of tax fairness in promoting compliance among SMEs, thereby having important implications for tax policy and administration. The study sheds light on the factors that can enhance tax compliance and provides valuable insights for policymakers and tax administrators to foster a fair and effective tax system.
Highlights:
- Tax fairness as a moderating variable: The study investigates the role of tax fairness in influencing tax compliance among SME taxpayers, highlighting the importance of equitable taxation policies and practices.
- Positive relationship between tax factors and compliance: The research findings reveal a positive association between tax rate changes, calculation methods, system modernization, and tax compliance among SMEs, emphasizing the need for effective tax policies and administration.
- Implications for tax policy and administration: The study provides valuable insights for policymakers and tax administrators on the significance of tax fairness in promoting compliance among SMEs, guiding the development of fair and effective tax systems to encourage voluntary tax compliance.
Keywords: tax compliance, Small and Medium-sized Enterprises (SMEs), tax rate changes, calculation methods, system modernization.
Pendahuluan
Pembiayaan Negara dan pembangunan negara membutuhkan banyak sumber penerimaan dari pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya seperti yang tertera dalam undang-undang 1945. Sumber penerimaan negara di Indonesia ada yang berasal dari pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak dapat berupa penerimaan Sumber Daya Alam, bagian laba BUMN dan penerimaan bukan pajak lainnya. Sedangkan, Penerimaan pajak yaitu penerimaan pajak dalam negeri dan penerimaan pajak perdagangan internasional.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak yaitu kegiatan ekstensifikasi. Kegiatan ekstansifikasi yang berkaitan dengan target penerimaan (ekstra effort) yaitu penambahan jumlah wajib pajak. Dengan perluasan jumlah wajib pajak diharapkan dapat menambah penerimaan pajak. Sensus Pajak Nasional (SPN) merupakan kegiatan untuk perluasan jumlah wajib pajak andalan Direktorat Jendral Pajak (DJP) untuk mencapai dan mengamankan target penerimaan pajak. salah satunya kegiatan ini ada untuk menjaring wajib pajak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Permasalahan tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi permasalahan yang terus menerus terjadi dalam bidang perpajakan. Di Indonesia tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah. Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sangat ironis jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan usaha di Indonesia. Pertumbuhan jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun, peningkatan jumlah UMKM tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran para pemilik UMKM untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
[1] berpendapat tidak semua wajib pajak dapat memahami aturan maupun prosedur implementasi pelaporan pajak yang benar. Kurangnya pemahaman mengenai peraturan perpajakan menjadikan wajib pajak UMKM termasuk ke dalam kelompok wajib pajak tidak patuh. Pemahaman peraturan perpajakan yang baik dan benar harus diberikan kepada masyarakat khususnya wajib pajak UMKM, dan juga peraturan perpajakan harus memiliki tariff pajak yang jelas untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayar.
Tarif pajak harus ditetapkan dengan jelas supaya wajib pajak dapat dengan mudah menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan. Penelitian yang dilakukan oleh [2] menunjukkan bahwa tarif pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dengan demikian kepatuhan wajib pajak juga dapat tercapai apabila ada penetapan tarif yang jelas, selain itu tarif pajak juga harus bersifat adil dalam menentukan subjek dan objek pajaknya.
Tahun | Perhitungan | Kepatuan |
2017 | V | V |
---|---|---|
2018 | V | V |
2019 | V | V |
2020 | V | V |
Hal inilah yang membuat wajib pajak UMKM tidak patuh dalam membayar kewajiban pajaknya, bahkan wajib pajak cenderung melakukan penghindaran pajak ataupun penggelapan pajak.
[3] Modernisasi Sistem Pajak adalah salah satu yang paling elemen penting yang mendukung keberhasilan pajak pemungutan suara suatu negara. Menurut (Siti Rahayu, 2013) juga sistem perpajakan dapat disebut sebagai cara pengelolaan pajak yang terutang oleh wajib pajak untuk dapat mengalir ke pundi-pundi negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengikat wajib pajak atau fiskus, dengan berbagai kebijakan pemerintah untuk tujuan tertentu, seperti kerangka kerja untuk membangun pajak yang efektif administrasi sebagai pelaksana teknis perpajakan sistem dipilih. Fenomena pajak sistem adalah wajib pajak yang merasa tidak adil atas Kementerian petugas pajak, petugas pajak tidak diberikan karena pengajuan dari Wajib Pajak keberatan [4]
Pelaksanaan kewajiban perpajakan diIndonesia didukung self assessment system, dimana hal tersebut menyebabkan kebenaran pembayaran pajak tergantung pada kebatuhan wajib pajak, sehingga kepatuhan wajib pajak menjadi persoalan yang terpenting di Indonesia [5]. Kelemahan Self Assessment System sangat bergantung pada kejujuran dan ketaatan pembayar pajak yang kerap menimbulkan kekecewaan dan bahkan di- salahgunakan dengan sengaja [6] Dengan perubahan sistem tersebut, dapat mengakibatkan pertambahan biaya kepatuhan pajak karena harus menghitung sendiri jumlah pajak. Biaya kepatuhan pajak adalah aspek beban pajak yang sering tidak dibahas dalam buku teks dan kebanyakan literatur, wajib pajak biasanya tidak mempertimbangkan beban atau biaya tambahan selain kewajiban pajak yang diwajibkan pembayar pajak dalam proses mematuhi ketentuan perpajakan (Eragbhe dan Modugu 2014) Apabila wajib pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan dan kelalaian terhadap kewajibanpajak.
Kemajuan tekhnologi informasi akuntansi telah membawa manusia kedalam masyarakat kedalam era informasi yang dimana segala pengetahuan dan kehidupan masyarakat telah tergantung pada teknologi dan informasi yang dapat mempermudah urusan manusia dalam berkomunikasi dengan satu sama lain. Perkembangan teknologi yang pesat ini telah mempengaruhi pengelolaan administrasi, baik itu administrasi pemerintahan maupun administrasi bisnis [7] Konsep modernisasi administrasi pada prinsipnya adalah merupakan perubahan sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi senhingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak menjadi institusi yang profesional dengan citra yang baik di mata masyarakat dengan tujuan meningkatkan kinerja perpajakan serta memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Saat ini Pemerintah mulai melirik sektor swasta yang dipastikan memiliki potensi yang besar untuk pemasukan pajak, yaitu dari Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), omset dan labanya memang jauh lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan besar. Keberadaan UMKM ditengah situasi yang serba sulit dan penuh ketidakpastian menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah baik pusat maupun daerah. UMKM memainkan sekitar 95% dari keseluruhan ekonomi dan mereka berfungsi sebagai sumber penciptaan lapangan kerja, inovasi, persaingan,dinamisme ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan nasional bahwa UMKM memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi baik di negara berkembang maupun negara maju. Pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997 banyak usaha besar gulung tikar (bangkrut), sementara itu UMKM sebagian besar mampu bertahan. Menurut [11] Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil survey Deperindagkop dan PKM (Pengusaha Kecil dan Menengah) diperoleh gambaran dari 225.000 UMKM 64.1% masih mampu bertahan, 0.9% mampu berkembang, 31.0% mengurangi kegiatan usahanya, 4.0% menghentikan usahanya. Perekonomian Indonesia sesungguhnya secara riil digerakkan oleh penafsiran dari wajib pajak UMKM dalam hal kewajiban perpajakannya dan kinerja dari aparat pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak.
Dari hasil pendataan sampai dengan tahun 2020 diperoleh jumlah usaha mikro kecil di wilayah kota Sidoarjo sebanyak 21.553 UMKM, yang tersebar di 18 (Delapan Belas) kecamatan dengan berbagai jenis usaha. Dalam melaksanakan pembinaan, pelaku ini di kelompokan dalam 2 katagori, yaitu usaha mikro dan usaha kecil binaan berdasarkan wilayah kecamatan dalam tahun 2020, dapat dilihat dari tabel berikut:
NO | KECAMATAN | USAHA | JUMLAH | |
MIKRO | KECIL | |||
1 | Balongbendo | 834 | 361 | 1.195 |
2 | Buduran | 1.312 | 214 | 1.526 |
3 | Candi | 1.330 | 224 | 1.554 |
4 | Gedangan | 1.325 | 204 | 1.529 |
5 | Jabon | 562 | 469 | 1.031 |
6 | Krembung | 740 | 683 | 1.423 |
7 | Krian | 1.354 | 234 | 1.588 |
8 | Prambon | 1.348 | 234 | 1.582 |
9 | Porong | 508 | 421 | 929 |
10 | Sedati | 326 | 289 | 615 |
11 | Sidoarjo | 1.344 | 342 | 1.686 |
12 | Sukodono | 1.354 | 234 | 1.588 |
13 | Taman | 561 | 95 | 656 |
14 | Tanggulangin | 505 | 231 | 736 |
15 | Tarik | 394 | 159 | 553 |
16 | Tulangan | 844 | 216 | 1.115 |
17 | Waru | 1.344 | 284 | 1.628 |
18 | Wonoayu | 562 | 112 | 674 |
TOTAL | 16.547 | 5.006 | 21.553 | |
Sidoarjo merupakan kawasan yang sangat setrategis untuk pendiri umkm. Mengapa demikian karena banyaknya gedung-gedung perkantoran, tempat pendidikan sehingga peneliti lebih memfokuskan penelitian dikecamatan Sidoarjo Karna banyak peluang serta peminat untuk produk UMKM tersebut. Termasuk makanan kering yang sudah di packing seperti keripik, krupuk, dan olahan ikan lainnya dengan berbagai varian rasa tentunya. Hal tersebut sangat berkaitan dengan UMKM industri makanan harus memperhitungkan harga pokok produksinya sehingga mampu mencapai laba yang di harapkan.
Pengenaan PPh dalam hal ini dilakukan terhadap penghasilan kena pajak yang dihitung dari perhitungan laba-rugi akuntansi (pembukuan) setelah dilakukan koreksi fiskal, Karena berdasarkan pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), wajib pajak badan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Namun muncul permasalahan, karena UMKM tidak dibiasakan untuk melakukan pencatatan dan penyusunan laporan keuangan sebagai gambaran kegiatan usaha dan posisi keuangan perusahaan. Pengusaha sektor UMKM di negara berkembang masih di dominasi oleh tingginya tingkat pendidikan yang belum, hal itu menjadi tantangan dalam pengetahuan pajak di Indonesia
Menurut Pandiangan yang di-kutip oleh menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), umumnya masih banyak hanya melakukan pencatatan atas transaksi yang dilakukan, yang dicatatat menyangkut jumlah barang yang masuk (dibeli) dan yang keluar (dijual). Dengan kondisi ini, sulit diketahui dengan pasti besarnya penghasilan neto, sehingga butuh waktu yang tidak sebentar, belum lagi keakuratannya. UMKM juga tergolong dalam usaha rumahan dimana pengusaha bertindak sebagai pengelola kurang mampu membuat pembukuan tertib. Mereka mencatat hanya menyangkut jumlah barang yang masuk dan yang keluar. Peng-usaha kurang memahami tentang perlunya pencatatan keuangan menggunakan konsep, metode dan prosedur akuntansi dan pengurangan kompensasi kerugian menyelenggarakan pembukuan.
Jumlah pajak yang dibayarkan oleh pelaku UMKM akan berkurang, akan tetapi beberapa pelaku usaha akan membayar pajak lebih tinggi dari sebelumnya sama seperti menjelaskan bahwa pelaku usaha dengan penghasilan bruto Rp 0 sampai dengan Rp 250.000.000 dan Rp 250.000.000 s.d. Rp 1.250.000.000 akan merasa dirugikan dalam kebijakan ini, karena PPh Final yang diatur dalam PP 46 Nomor 46 Tahun 2013 tidak memiliki batasan minimal ozet, sehingga berapapun penghasilan yang diperoleh maka wajib pajak wajib membayar pajak.
PP No. 46 Tahun 2013 juga tidak mempertimbangkan keadaan untung dan rugi usaha, karena tidak dapat mengajukan kompensasi atas kerugian pada tahun pajak berikutnya, ini dibuktikan Kenyataannya pada penelitian yang dilakukan PP No. 46 Tahun 2013 ini menyebabkan penurunan penerimaan pajak penghasilan sebesar 56,57%. Pelaksanaan peraturan pemerintah ini bertentangan dengan semangat mendukung pertumbuhan usaha mikro dan kecil, sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang No 20 Tahun 2008 tentang UKM. dan juga bukti dari jurnal Menyatakan bahwa Secara teoritis, penelitian ini memperkaya literatur dan memberikan kesimpulan untuk penelitian sebelumnya tentang kepatuhan pajak di Indonesia yang hasilnya bervariasi. Secara praktis, penelitian ini memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pemerintah tentang faktor-faktor (sosialisasi perpajakan, pengetahuan perpajakan, kesadaran perpajakan, kualitas pelayanan perpajakan, sanksi perpajakan, dan pemeriksaan pajak) yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Bahkan kementrian koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) meminta pembatasan UKM kena pajak jika omset melebihi Rp. 200 juta. Jika dibawah Rp. 200 juta, kementrian koperasi dan UKM khawatir akan Mematikan Pengusaha kecil [8]. Hal inilah yang membuat wajib pajak UMKM tidak patuh dalam membayar kewajiban pajaknya, bahkan wajib pajak cenderung melakukan penghindaran pajak ataupun penggelapan pajak.
Kepatuhan wajib pajak adalah sejauh mana wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku Permasalahan tingkat kepatuhan wajib pajak menjadi permasalahan yang terus menerus terjadi dalam bidang perpajakan. Di Indonesia tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah. Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sangat ironis jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan jumlah usaha di Indonesia [9] Begitu juga dengan keadaan kepatuhan wajib pajak di Kota Makassar yang masih rendah. Menurut kepala Kanwil DJP Jawa Timur, Neilmaldrin Noor mengatakan, “pencapaian 22% dari target Rp 14,7 triliun masih lebih rendah dari penerimaan pajak secara Nasional yang sudah mencapai 30% pada periode yang sama, ini masih jauh dari target padahal sekarang sudah mei, itu berarti tidak sejalan dengan realisasi secara Nasional”, dalam acara Entaxprenuership di Kantor KPP Pratama Sidoarjo
Dengan adanya peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 ini wajib pajak khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidak perlu lagi melakukan pembukuan yang sebagian besar pengusaha kurang memahaminya Penelitian yang dilakukan [10] menjelaskan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem perpajakan dan variabel pemeriksaan pajak berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. sebagian besar UMKM dikelola oleh pemiliknya sehingga penyusunan rekening, SPT dan juga pengajuannya berada di tangan pengelola yang kurang memiliki keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk menangani masalah perpajakan. Secara tidak langsung PP No. 46 Tahun 2013 telah menurunkan hak fungsional dan praktis Wajib Pajak untuk memilih menggunakan pembukuan atau pencatatan.
Salah satu penerimaan negara yang diperoleh dari pengenaan pajak dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan penggerak roda ekonomi masyarakat Indonesia. Namun masih banyak pelaku UMKM yang tidak paham dan tidak patuh terhadap pajak. Terlihat dari penerimaan pajak UMKM yang jauh dari target karena belum semua UMKM menjadi wajib pajak atau punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Menurut Kepala KPP Pratama Sidoarjo Utara di Financial Bisnis bahwa penerimaan pajak UMKM hanya mencapai 3%. Hal tersebut dapat mempengaruhi penerimaan pajak orang pribadi lainnya karena sektor UMKM ini berperan membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak. Selain itu masih banyak UMKM yang belum paham tentang perpajakan, cara perhitungannya, atau cara melaporkannya serta jumlah pajak terutang lebih rendah dibandingkan melakukan pencacatatan yang perhitungannya lebih sederhana.. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM belum patuh terhadap kewajiban pajak.
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tarif Pajak, Metode Penghitungan Pajak dan Modernisasi Sistem Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada UMKM di Kota Sidoarjo.
Hubungan Antar Variabel
1. Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menentukan jumlah pajak terutang dari suatu objek pajak [ 11 ] . Tarif pajak akan memotifasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak untuk tujuan penghindaran pengenaan pajak dengan tarif tinggi [ 12 ] . Tarif pajak yang rendah akan meningkatkan utility wajib pajak sehingga memberikan inisiatif dalam melaporkan penghasilan kepada administrasi pajak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh [ 13 ] menyimpulkan bahwa tarif pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, kemudian penelitian yang dilakukan menerangkan bahwa tarif pajak berpengaruh tidak signifikan terhdap kepatuhan wajib pajak. Namun berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusro dan [ 14 ] bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Juga menjelaskan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghapusan tarif fiskal tidak mempengaruhi penerimaan pemerintah dari pajak penghasilan pribadi. Dampak dari penghapusan tarif adalah peningkatan jumlah penumpang yang pergi ke luar negeri.
2. Pengaruh Metode Penghitungan Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Sesuai ketentuan pasal 28 ayat 1 UU Ketentuan umum dan tata acara perpajakan (KUP) diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Namunn dalam peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 wajib pajak orang pribadi maupun badan yang memiliki peredaran bruto yang kurang dari Rp 4.800.000.000 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Laporan keuangan komersial yang dihasilkan dari pemahaman akuntansi diperlukan untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajaknya setelah dilakukannya koreksi fiscal sesuai dengan peraturan perpajakan [15] Dalam penelitian yang dilakukan oleh [34] menjelaskan bahwa melakukan pembukuan lebih rendah dalam pembayaran pajak dibandingkan dengan melakukan pen-catatan. Secara tidak langsung PP No. 46 Tahun 2013 telah mendegredasi secara fungsional dan praktik hak wajib pajak untuk memilih untuk menggunakan pembukuan atau pencatatan. diperkuat dengan jurnal Internasional Milik yang menyatakan bahwa Berdasarkan hasil pengolahan data primer (kuesioner) dengan metode analisis regresi linier berganda, uji F dan uji t diketahui variabel sosialisasi perpajakan, pemahaman prosedur perpajakan, kesadaran wajib pajak dan sanksi perpajakan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Secara parsial, penelitian ini menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan pemahaman prosedur perpajakan dan kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak bumi dan bangunan.
3. Pengaruh Modernisasi Sistem pajak Pajak Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Adanya pelaksanaan sistem self assessment pada sistem perpajakan Indonesia telah menutut wajib pajak untuk aktif menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang pada negara. Namun demikian, sebagian masyarakat menganggap pajak sebagai sebuah beban dan biaya yang harus ditanggung dalam kegiatan ekonominya. Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat disebut modernisasi. Dasar dari program ini adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan menggunakan teknologi informasi saat ini. Namun, kebijakan yang dibuat dengan berbasis teknologi informasi kurang sosialisasinya kepada masyarakat, ini terbukti dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui bahwa daftar menjadi wajib pajak bisa dilakukan secara cepat dan dimana saja dengan menggunakan sistem elektronik pajak. pernyataan diatas di perkuat dengan jurnal internasional milik yang menyatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan penerapan modernisasi sistem administrasi perpajakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Bandar Lampung berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dengan arah hubungan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi modernisasi sistem administrasi perpajakan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ) dan akan meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) dalam membayar pajak
Metode Penelitian
A. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama wilayah Sidoarjo Selatan yang beralamatkan Jl. Raya Jati No.06 Sidoarjo.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu Menurut Dinas Koprasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur, jumlah UMKM yang terdapat di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 306.481 yang dijadikan populasi penelitian ini.
Sampel menurut [39] merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Sampel dalam penelitian menggunakan metode Aksidental sampling. aksidental sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel apabila orang yang secara kebetulan ditemui tersebut cocok sebagai sumber data.
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling, teknik purposive sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan sifat-sifat, karakteristik, ciri dan kriteria tertentu yang dapat mencerminkan keadaan populasinya. Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Pratama Sidoarjo. Alasan dipilih kriteria tersebut karena wajib pajak dianggap telah memiliki waktu dan pengalaman untuk beradaptasi dan serta menilai kondisi usahanya.
Pertimbangan dalam pemilihan sampel pada umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian. Adapun pengambilan kriteria adalah sebagai berikut:
- Responden yang bersangkutan minimal telah menjadi wajib pajak dari usaha yang dilakukan.
- Memiliki omset di bawah dari 500 juta rupiah
Jumlah populasi sebnyak 40 perusahaan dan setelah dilakukan seleksi sampel dengan kriteria yang telah disebutkan diatas, maka diperoleh sampel sebanyak 20 perusahaan.
Selanjutnya analisis dilakukan dengan menambahkan jumlah pengamatan, yaitu dengan mengalikan jumlah sampel dengan periode pengamatan (5 tahun) sehingga jumlah pengamatan dalam penelitian ini sebanyak 100 pengamatan (20 perusahaan x 5 tahun.
C. Jenis Sumber data
data subjek adalah jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subjek penelitian (responden).
Data primer dalam penelitian ini adalah tanggapan yang akan dijawab langsung oleh subjek penelitian melalui kuesioner.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini fakta yang diungkapkan merupakan fakta aktual yaitu data yang diperoleh dari kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Untuk memperoleh data yang sebenarnya kuesioner dibagikan secara langsung kepada responden, yaitu dengan mendatangi responden yang akan melakukan pembayaran pajaknya di KPP Pratama Sidoarjo dan mendatangi langsung wajib pajak di tempat usahanya sesuai dengan wilayah kerja KPP Pratama Sidoarjo.
E. Definisi Oprasional Variabel
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Perubahan Tarif Pajak (X1), Tarif pajak adalah dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menentukan jumlah pajak terutang dari suatu objek pajak [16] Pajak yang dikenakan atas penghasilan akan mengurangi penghasilan sebesar pajak yang digunakan. Karena besar pajak yang dikenakan ditentukan oleh besar tarif dan besarnnya penghasilan yang dikenai pajak, maka apabila terjadi perubahan tarif pajak akan berdampak pada perubahan besarnya pajak yang dikenakan.
- Metode Penghitungan Pajak (X2), Pembukuan dan Pencatatan merupakan metode yang dapat dilakukan dalam menghitung jumlah pajak. Dalam pasal 1 angka 26 Udang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, peng-hasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir. Kemudian pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final. Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Modernisasi Sistem Pajak (X3), Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat disebut modernisasi. Dasar dari program ini adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan menggunakan teknologi informasi saat ini untuk memudahkan wajib pajak dan pemerintah. Kemudahan dalam membayar Pajak bisa diwujudkan antara lain dengan selalu meningkatkan sistem pembayaran secara elektronik, menggabungkan beberapa jenis pajak atau bahkan menghapus jenis pajak yang tidak relevan, dan menyederhanakan proses pelaporan Wajib Pajak.
F. Kerangka Konseptual
Hasil dan Pembahasan
Hasil
A. Analisis Deskriptif
1. Analisis Data
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) | Metode Penghitungan Pajak (X2) | Modernisasi Sistem Pajak (X3) | Perubahan Tarif Pajak (X1) | |
KW2 | 0.706 | |||
KW3 | 0.759 | |||
KW6 | 0.783 | |||
MP 3 | 0.745 | |||
MP 4 | 0.749 | |||
MP 5 | 0.716 | |||
MP 6 | 0.735 | |||
MP 7 | 0.713 | |||
MS2 | 0.770 | |||
MS3 | 0.775 | |||
MS5 | 0.774 | |||
MS6 | 0.770 | |||
MS7 | 0.747 | |||
MS8 | 0.716 | |||
PT 3 | 0.734 | |||
PT 4 | 0.740 | |||
PT 5 | 0.805 | |||
PT 6 | 0.727 |
Korelasi antara konstruk dengan variabel pada awalnya belum memenuhi convergen validity karena masih cukup banyak indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0,60. Modifikasi model dilakukan dengan mengeluarkan indikator-indikator yang memiliki nilai loading factor di bawah 0,60. Pada model modifikasi sebagaimana pada tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa semua loading factor memiliki nilai di atas 0,60, sehingga konstruk untuk semua variabel sudah tidak ada yang dieliminasi dari model.
2. Analisis Deskriptif Variabel
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | ||
Perubahan Tarif Pajak | 100 | 18,00 | 27,00 | 23,8191 | 1,80181 | |
Metode Penghitungan | 100 | 22,00 | 35,00 | 27,4255 | 2,42518 | |
Modernisasi Sistem Pajak | 100 | 25,00 | 40,00 | 31,1702 | 2,80414 | |
Keadilan Pajak | 100 | 22,00 | 37,00 | 30,6596 | 2,76520 | |
Kepatuhan Wajib Pajak | 100 | 20,00 | 30,00 | 24,6064 | 1,93006 | |
Valid N (listwise) | 100 |
Tabel 4.8 menunjukkan statistik deskriptif dari masing-masing variabel penelitian. Berdasarkan tabel 4.7, hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap perubahan tarif pajak menunjukkan nilai minimum sebesar 18, nilai maksimum sebesar 27, mean (rata-rata) sebesar 23,82 dengan standar deviasi sebesar 1,802. Selanjutnya hasil analisis dengan menggunakan statistik deskriptif terhadap variabel metode penghitungan pajak menunjukkan nilai minimum sebesar 22, nilai maksimum sebesar 35, mean (rata-rata) sebesar 27,43 dengan standar deviasi sebesar 2,425. Variabel modernisasi sistem pajak menunjukkan nilai minimum sebesar 25, nilai maksimum sebesar 40, mean (rata-rata) sebesar 31,17 dengan standar deviasi sebesar 2,804. Variabel keadilan pajak menunjukkan nilai minimum sebesar 22, nilai maksimum sebesar 37, mean (rata-rata) sebesar 30,66 dengan standar deviasi sebesar 2,765. Sedangkan variabel kepatuhan wajib pajak menunjukkan nilai minimum sebesar 20, nilai maksimum sebesar 30, mean (rata- rata) sebesar 24,61 dengan standar deviasi sebesar 1,930.
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tertinggi berada pada modernisasi sistem pajak yakni 31,17, sedangkan yang terendah adalah variabel perubahan tarif pajak yaitu 23,82. Untuk standar deviasi tertinggi berada pada variabel modernisasi sistem pajak yaitu 2,804 dan yang terendah adalah variabel perubahan tarif pajak yaitu 1,802.
3. Discriminant Validity
(Cross Loading)
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) | Metode Penghitungan Pajak (X2) | Modernisasi Sistem Pajak (X3) | Perubahan Tarif Pajak (X1) | |
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) | 0.720 | |||
Metode Penghitungan Pajak (X2) | 0.741 | 0.714 | ||
Modernisasi Sistem Pajak (X3) | 0.815 | 0.714 | 0.730 | |
Perubahan Tarif Pajak (X1) | 0.749 | 0.745 | 0.771 | 0.720 |
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa beberapa nilai loading factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel laten masih memiliki nilai loading factor yang tidak paling besar dibanding nilai loading jika dihubungkan dengan variabel laten lainnya. Hal ini berarti bahwa setiap variabel laten belum memiliki discriminant validity yang baik dimana beberapa variabel laten masih memiliki pengukur yang berkorelasi tinggi dengan konstruk lainnya.
4. Mengevaluasi Reliability dan Average Variance Extracted (AVE)
Cronbach's Alpha | rho_A | Reliabilitas Komposit | Rata-rata Varians Diekstrak (AVE) | |
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) | 0.816 | 0.823 | 0.865 | 0.518 |
Metode Penghitungan Pajak (X2) | 0.840 | 0.840 | 0.879 | 0.510 |
Modernisasi Sistem Pajak (X3) | 0.875 | 0.887 | 0.901 | 0.533 |
Perubahan Tarif Pajak (X1) | 0.813 | 0.821 | 0.865 | 0.519 |
Berdasarkan tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa semua konstruk memenuhi kriteria reliabel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai composite reliability di atas 0,70 dan AVE diatas 0,50 sebagaimana kriteria yang direkomendasikan.
B. Pengujian Model Struktural (Inner Model)
Hasil pengujian uji chow, menunjukkan bahwa probabilitas Cross-section chi-square sebesar 0.0000 lebih kecil dari alpha (0.05) sehingga Ha diterima. Maka metode yang sesuai dalam penelitian dan teknik terbaik untuk melakukan uji regresi adalah Model Fixed Effect.
C. Pengujian Hipotesis
a. R-Square
R Square | Adjusted R Square | |
Kepatuhan Wajib Pajak (Y) | 0.726 | 0.718 |
Tabel 4.7 menunjukkan nilai R-square untuk variabel KW diperoleh sebesar 0,726. Perolehan nilai tersebut menjelaskan bahwa presentase besarnya Kepatuhan Wajib Pajak dapat dijelaskan oleh perubahan tarif pajak, metode penghitungan pajak dan modernisasi sistem pajak sebesar 73%.
b. Path Coefficients
Sampel Asli (O) | Rata-rata Sampel (M) | Standar Deviasi (STDEV) | T Statistik (| O/STDEV |) | P Values | |
X2 -> Y | 0,256 | 0,250 | 0,114 | 2,234 | 0,026 |
X3 -> Y | 0,498 | 0,494 | 0,117 | 4,251 | 0,000 |
X1 -> Y | 0,175 | 0,190 | 0,136 | 1,285 | 0,199 |
Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh hasil uji hipotesis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen melalui variabel moderating, antara lain sebagai berikut :
1. Perubahan Tarif Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai T-Statistics untuk variabel Perubahan Tarif Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajakadalah sebesar 1,285. Hasil tersebut menunjukkan bahwa T-statistics lebih kecil dari 1,96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Perubahan Tarif Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Dan besarnya nilai koefisien jalur dari variabel Perubahan Tarif Pajak (X1) terhadap Kepatuhan Wajib Pajakadalah sebesar 0,175 Sehingga hipotesis 1 tidak diterima.
2. Metode Perhitungan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai T-Statistics untuk variabel Metode Perhitungan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak adalah sebesar 2,234. Hasil tersebut menunjukkan bahwa T-statistics lebih besar dari 1,96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Metode Perhitungan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Dan besarnya nilai koefisien jalur dari variabel Metode Perhitungan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajakadalah sebesar 0,256 Sehingga hipotesis 2 diterima
3. Modernisasi Sistem Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai T-Statistics untuk variabel Modernisasi Sistem Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajakadalah sebesar 4,251. Hasil tersebut menunjukkan bahwa T-statistics lebih besar dari 1,96. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Modernisasi Sistem Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Dan besarnya nilai koefisien jalur dari variabel Modernisasi Sistem Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajakadalah sebesar 0,498 Sehingga hipotesis 3 diterima
Pembahasan
1. Perubahan Tarif Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Hipotesis pertama (H1) yang diajukan dalam penelitian ini adalah perubahan tarif pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardizet variabel perubahan tarif pajak sebesar 1,285 Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan tarif pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin baik perubahan tarif pajak yang dilakukan pemerintah maka wajib pajak lebih termotivasi untuk membayar pajak sehingga akan berdampak terhadap kepatuhan wajib pajak terkhusus wajib pajak UMKM, dengan demikian hipotesis pertama diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan tarif pajak akan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak UMKM, karena perubahan tarif ke arah yang lebih baik untuk melakukan pembayaran pajak tentu akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Tarif pajak merupakan salah satu unsur penting dalam menghitung jumlah pajak terutang, sehingga tarif pajak yang tidak sesuai dengan keadaan wajib pajak akan menimbulkan masalah-masalah. Seperti yang dijelaskan tarif pajak akan memotivasi wajib pajak melakukan perencanaan pajak untuk tujuan penghindaran pengenaan pajak dengan tarif tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh menyimpulkan bahwa tarif pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, kemudian penelitian yang dilakukan [17] menerangkan bahwa tarif pajak berpengaruh tidak signifikan terhdap kepatuhan wajib pajak. Namunberbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh [44] bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Wajib pajak yang menganggap tarif pajak yang berlaku sudah baik maka tingkat kepatuhan untuk membayar pajak juga meningkat. Teori reasoned action dengan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia, begitu juga dengan wajib pajak yang dengan sadar dan mempertimbangkan apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai perubahan tarif pajak, baik mengarah pada meningkatnya tarif pajak maupun tidak maka wajib pajak akan bertindak sesuai dengan yang dia inginkan. Di samping itu berdasarkan teori reasoned action, pengusaha kena pajak juga akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan diperoleh apabila melakukan tindakan yang akan dilakukannya, hal ini disebabkan oleh hasil pertimbangan antara untung atau ruginya pengusaha kena pajak atas suatu perilaku dan tindakan. Menurut teori asuransi hakekatnya pembayaran pajak yang dilakukan wajib pajak akan kembali lagi dirasakan timbal baliknya oleh masyarakat, maka apabila wajib pajak menganggap tarif pajak yang berlaku sudah baik dan sesuai dengan yang dirasakan oleh wajib pajak atas manfaat dari pembayaran pajaknya maka pengusaha kena pajak akan lebih patuh untuk membayar pajaknya.
2. Metode Perhitungan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Hipotesis kedua (H2) yang diajukan dalam penelitian ini adalah metode penghitungan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardizet variabel metode penghitungan pajak sebesar 2,234. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa metode penghitungan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin baik metode penghitungan pajak yang diterapkan oleh wajib pajak maka akan menurunkan jumlah pajak terutang dan wajib pajak lebih termotivasi untuk membayar pajak sehingga akan berdampak terhadap kepatuhan wajib pajak terkhusus wajib pajak UMKM, dengan demikian hipotesis pertama diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode penghitungan pajak akan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak UMKM, karena penggunaan metode penghitungan pajak yang baik akan mempengaruhi jumlah pajak yang terutang dan tentu akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak apabila wajib pajak mengaplikasikan metode yang dapat menurunkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengusaha kena pajak. Metode penghitungan pajak merupakan salah satu alternatif dalam menghitung jumlah pajak terutang agar lebih rendah bagi wajib pajak UMKM, sehingga metode penghitungan yang tidak sesuai dengan keadaan wajib pajak akan menaikkan jumlah pajak yang dibayarkan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh menjelaskan bahwa melakukan pembukuan lebih rendah dalam pembayaran pajak dibandingkan dengan melakukan pencatatan. Secara tidak langsung PP No. 46 Tahun 2013 telah mendegredasi secara fungsional dan praktik hak wajib pajak untuk memilih untuk menggunakan pembukuan atau pencatatan [18] karena disisi lain juga penggunaan pembukuan memberikan manfaat bagi pengusaha untuk mengetahui lebih rinci tentang keadaan keuangannya, serta jumlah pajak terutang lebih rendah dibandingkan melakukan pencacatatan yang perhitungannya lebih sederhana.
Teori reasoned action dengan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia, begitu juga dengan wajib pajak yang dengan sadar dan mempertimbangkan dalam memilih metode penghitungan pajak baik menggunakan metode pencatatan maupun menggunakan metode pembukuan. Di samping itu berdasarkan teori reasoned action, pengusaha kena pajak juga akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan diperoleh apabila melakukan tindakan yang akan dilakukannya, hal ini disebabkan oleh hasil pertimbangan antara tinggi atau rendahnya pajak yang dibayarkan pengusaha kena pajak atas suatu perilaku dan tindakan yang dipilihnya. Apabila wajib pajak menganggap bahwa metode penghitungan yang dilakukan membuat jumlah pajak yang di bayarkan lebih rendah maka akan memotivasi wajib pajak untuk lebih patuh dalam membayar pajaknya. Hal ini sesuai dengan teori motivasi yang mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus mempunyai motivasi.
3. Modernisasi Sistem Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM
Hipotesis kedua (H1) yang diajukan dalam penelitian ini adalah modernisasi sistem pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien beta unstandardizet variabel modernisasi sistem pajak sebesar 4,251 dan (sig.) t sebesar 1,96. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa modernisasi sistem pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin baik modernisasi sistem pajak yang ditawarkan pemerintah kepada wajib pajak maka wajib pajak akan lebih mudah untuk membayar pajak sehingga berdampak terhadap kepatuhan wajib pajak terkhusus wajib pajak UMKM, dengan demikian hipotesis pertama diterima.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modernisasi sistem pajak akan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak UMKM, karena modernisasi sistem pajak yang lebih mempermudah dan up to date akan mempengaruhi wajib pajak dalam membayar pajak karena administrasi dalam pembayaran pajak sangat mudah dan cepat sehingga tentu akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Modernisasi sistem administrasi pajak merupakan salah satu kebijakan pihak pemerintah yang mempermudah wajib pajak. Mengingat tekhnologi informasi saat ini yang berkembang begitu cepat sehingga menuntut pemerintah harus ikut menyesuaikan diri dengan kebijakan yang menerapkan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan menggunakan tekhnologi informasi saat ini yang cepat dan dapat dilakukan dimana saja. Seperti penelitian yang dilakukan oleh [19] menyimpulkan bahwa sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Hanya saja masalah kepatuhan wajib pajak terjadi karena masih banyak wajib pajak yang belum mengetahui dan memahami benar e-system dan penggunaannya serta sering terjadi kendala dari segi teknis dalam sistem online sehingga bertumpuknya data yang akhirnya sistem online menjadi terhambat [20]
Asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia dalam theory reasoned action (TRA), begitu juga dengan wajib pajak yang dengan sadar dan mempertimbangkan dalam menggunakan e-system. Di samping itu berdasarkan teori reasoned action, pengusaha kena pajak juga akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan diperoleh apabila melakukan tindakan yang akan dilakukannya, hal ini disebabkan oleh hasil pertimbangan wajib pajak untuk mengikuti modernisasi sistem perpajakan yang dapat mempermudah dan mempercepat urusan perpajakannya. Teori motivasi yang mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus mempunyai motivasi. Seperti wajib pajak menganggap bahwa elektronik sistem yang dikembangkan pemerintah dapat mempermudah dan mempercepat administrasi perpajakan maka akan memotivasi wajib pajak untuk lebih patuh dalam membayar pajaknya.
Teori reasoned action dengan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia, begitu juga dengan wajib pajak yang dengan sadar dan mempertimbangkan keadilan yang terkandung dalam sistem perpajakan. Di samping itu berdasarkan teori reasoned action, pengusaha kena pajak juga akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan diperoleh apabila melakukan tindakan yang akan dilakukannya, hal ini disebabkan oleh hasil pertimbangan apakah modernisasi sistem pajak yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini telah sesuai atau tidak dengan asas keadilan pajak, baik pengusaha kena pajak dengan jenis usaha bersekala besar atau usaha yang bersekala kecil
Simpulan
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu perubahan tarif, metode penghitungan dan modernisasi sistem pajak terhadap variabel dependen yaitu kepatuhan wajib pajak UMKM dan adanya interaksi variabel moderasi yaitu keadilan pajak.
1. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan tarif
Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin perubahan tarif pajak maka kepatuhan wajib pajak akan semakin baik.
2. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa metode
Penghitungan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin baik metode penghitungan pajak yang digunakan oleh wajib pajak UMKM maka kepatuhan wajib pajak UMKM akan semakin baik.
3. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa modernisasi sistem
Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa semakin baik penerapan modernisasi sistem administrasi perpajakan maka kepatuhan wajib pajak UMKM juga semakin meningkat. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih mutlak menunjukkan bahwa interaksi keadilan pajak dan perubahan tarif pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa keadilan pajak merupakan variabel moderating.
4. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih
Mutlak menunjukkan bahwa interaksi keadilan pajak dan metode penghitungan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti bahwa keadilan pajak bukan merupakan variabel yang memoderasi metode penghitungan pajak.
5. Hasil analisis regresi moderasi dengan pendekatan nilai selisih
mutlak menunjukkan bahwa interaksi keadilan pajak dan modernisasi sistem pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM. Hal ini berarti keadilan pajakmerupakan variabel moderating.
References
- Akinboade, Oludele Akinloye. 2015. Correlate of Tax Compliance of Small and Medium Size Businesses in Cameroon. Managing Global Transitions. 13(14): 389-413.
- Ananda, Pasca Rizki Dwi., Srikandi Kumadji dan Achmad Husaini. 2015. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Tarif Pajak, dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Perpajakan (JEJAK). 6(2): 01-09.
- Andreas dan Enni Savitri. 2015. The Effect of Tax Socialization, Tax Knowledge, Expediency of Tax ID Number and Service Quality on Taxpayers Compliance With Taxpayers Awareness as Mediating Variabels. Procedia- Social and Behavioral Sciences. 211: 163-169
- Anggraini, Funika Anggun. 2015. The Effect Of The Implementation On Modernization Of The Tax Administration System To The Compliance Level Of Taxable Entrepreneurs At Tax Service Office Pratama Tebet South Jakarta. Jurnal Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung: 1-26.
- Ashar. 2013. Pajak dan Zakat: Suatu Kajian Komparatif. FENOMENA. 5(2): 175- 187.
- Atawodi, Ojochogwu Winnie dan Stephen Aanu Ojeka. 2012. Factors That Affect Tax Compliance among Small and Medium Emnterprises (SMEs) in North Central Nigeria. International Journal of Business and Management. 7(12): 87-96.
- Damanik, Erikson. 2011. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Pengusaha UMKM Memilih Penggunaan Norma Perhitungan dari pada Pembukuan (Studi Deskriptif pada KPP Pratama Medan Kota). Jurnal Murni Sadar. 1(2): 44-62.
- Dewi, Komang Trisna Sari., N. N. Trisna Herawati dan D. N. Sri Werastuti. 2015. Persepsi Pemilik UMKM Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Di Kabupaten Buleleng. E-journal S1 Ak Univesitas Pendidikan Ganesha. 3(1): 1-12.
- Diatmika, I Putu Gede. 2013. Penerapan Akuntansi Pajak Atas PP No. 46 Tahun 2013 Tentang PPh Atas Penghasilan Dari Usaha Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jurnal Akuntansi Profesi. 3(2): 113-121.
- Endrianto, Wendy. 2015. Prinsip Keadilan dalam Pajak Atas UMKM. Bisnus Business Review. 6(2): 298-308.
- Eragbhe, Emmanuel dan K.P. Modugu. 2014. Tax Compliance Costs of Small and Medium Scale Enterprises in Nigeria. International Journal of Accaounting and Taxation. 2(1): 63-87.
- Franatra, Rico., Betri Sirajuddin dan Usniawati Keristin. 2016. Analisis Perencanaan Pajak Berdasarkan PP 46, Norma Perhitungan pada Kondisi Keuangan CV. Hendrik Jaya. Artikel, STIE MDP, Palembang: 1-11.
- Freddy, Daulat. 2013. Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern, Kualitas Pelayanan Terhadap Motivasi Wajib Pajak dalam Memenuhi Kewajiban Pajak. Jurnal Ekonomi. 4(2): 126-144.
- Furi, Yulia Ratna. 2014. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Batang (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM yang Terdaftar di KPP Batang). Naskah Publikasi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta: 1-10.
- Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21.Semarang: BP UNDIP.
- Handar. 2017. DPJ Incar Pelaku UMKM. Upeks Bacaan Pebisnis Sukses. 23 Mei 2017. (upeks.fajar.co.id/2017/05/23/djp-incar-pelaku-umkm/). Diakses pada pukul 11.30 WITA, tanggal 31 Juli 2017.
- Hanefah, Mustafa,. Mohamed Ariff dan Jeyapalan Kasipillai. 2002. Compliance Costs Of Small And Medium Enterprises. Journal of Australian Taxation. 4(1): 73-97.
- Hasanah, Niswatun., Muhammad Khafid dan Indah Anisykurlillah. 2014. Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Kabupaten Jepara. Accounting Analysis Journal. 3(2): 168-176.
- Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE, UGM.
- Irene dan Amelia Sandra. 2015. Analisis Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dan Penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan Netto (NPPN) atau Pembukuan. Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4: 1-15.
- Kartiko, Dien Anindia. 2015. Analisis Perencanaan Pajak dan Titik Impas Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Kriteria UMKM Berdasarkan PER Nomor 17 Tahun 2015 dan PP Nomor 46 Tahun 2013. Artikel: 1-21.
- Kharisma, Raditha., R.A. Rini Anggraini dan Gautama Budi Arundhati. 2014. Pengaruh Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Terhadap Kelangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa: 1-9.
- Kharuddin, Ashari. 2013. Analisis Potensi Wilayah Kota Makassar. (online) (http://ashariacca.blogspot.co.id/2013/07/analisis-potensi-wilayah-kota- makassar.html?m=1). Diakses pada pukul 20.30 WITA, tanggal 29 September 2016.
- Kuncoro, Mudrajad. 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?. Edisi 4. Jakarta: Erlangga.
- Leliya dan Fifi Afiyah. 2016. Efektivitas Sistem Pembayaran Pajak Daerah Online dalam Peningkatan Pendapatan Daerah Kota Cirebon. Jurnal Al-Mustashfa. 4(2): 158-177.
- Luckvani, Maria Yoka dan Erly Suandy. 2015. Analisis Perbedaan Pajak Penghasilan Terutang Berdasarkan Norma Perhitungan dengan PPh Final Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Di Bidangn Usaha Jasa pada KPP [26]Pratama Purworejo. Artikel, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Jogjakarta: 1- 11.
- Mangoting, Yenni dan Arjal Sadjiarto. 2013. Pengaruh Postur Motivasi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 15(2): 106-116.
- Mavengere, Kudakwashe. 2015. An Analysis of Factors Affecting Tax Compliance among SME’s In Zimbabwe. A Case of Bulawayo Smes. Internasional Journal of Management Sciences and Business Research. 4(8): 06-11.
- Mintje, Megahsari Seftiani. 2016. Pengaruh Sikap, Kesadaran, dan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak [28]Orang Pribadi Pemilik (UMKM) dalam Memiliki (NPWP). Jurnal Emba. 4(1): 1031-1043.
- Mir’atusholihah., Srikandi K dan Bambang I. 2016. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus dan Tarif Pajak Terhadapa Kepatuhan Wajib Pajak. Artikel, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya: 1-9.
- Mukhlis, Imam. 2016. Tax Compliance for Businessmen of Micro, Small and Medium Enterprises Sector in the Regional Ekonomy. International Journal of Economics, Commerce and Management. 4(9): 116-126.
- Mukhlis, Imam., Sugeng Hadi Utomo dan Yuli Soesetio. 2015. The Role of Taxation Education Knowledge and Effect on Tax Fairnes as well as Tax Cmpliance on Handicraft SMEs Sectors in Indonesia. Internasional Journal of Financial Research. 6(4): 161-169.
- Mungaya, Mika., Andrew H. Mbwambo dan Shiv K. Tripathi. 2012. Study of Tax System Impact on the Growth of Small and Medium Enterprises (SMEs): With Reference to Shinyanga Municipality, Tanzania. International Journal of Management & Business Studies. 2(3): 99-105.
- Anisa Nirmala Santi. 2012. Analisis Pengaruh Kesadaran Perpajakan, Sikap Rasional, Lingkungan, Sanksi Denda dan Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi Empiris Pada WPOP di Wilayah KPP Pratama Semarang). Skripsi. Semarang. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.
- Cindy Jotopurnomo dan Yenni Mangoting .2013. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Perpajakan, Lingkungan Wajib Pajak Berada terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Surabaya. Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra. Tax & Accounting Review, Vol.1,No.1,2013
- Choiriyatus Zahidah. 2010. Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kepatuhan dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Kewajiban Perpajakan Pengusaha Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
- Dwi Sudaryati dan Gerlan Hehanusa. 2013. Pengaruh Self Assessment System dan Kemauan Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil Dan Menengah di Kabupaten Sleman Yogyakarta. UPN “Veteran” Yogyakarta. Proceeding Seminar Nasional & Call For Papers ( SCA-3) Vol 3, No 1 (2013).
- Diana, Anastasia. dan Setiawati, Lilis. 2009. Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Andi.
- Dinas Kementrian Koperasi dan UMKM.2013. Data Usaha Mikro,Kecil dan Menengah 2009-2012
- Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM Kudus. 2013. Jumlah Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah 2013 di Kabupaten Kudus.
- Esther Yohannah, 2012. Tinjauan atas Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Kinerja Account Representative Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus KPP Pratama Jakarta Pademangan). Skripsi. Jakarta. Fakultas Ekonomi Program Studi SI Reguler Akuntansi Universitas Indonesia. Depok
- Farrisa Tantry dan Siti Kurnia. 2013. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Penerapan Self Assessment System Pada KPP Pratama Palembang Ilir Barat. Akuntansi STIE MDP.
- Farid Syahril. 2012. Pengaruh Tingkat Pemahaman Wajib Pajak Kualitas Pelayanan Fiskus terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PPh Orang Pribadi. Padang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
- Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariance Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
- Gunanto dan Susilo Raharjo. 2011. Pemahaman Individu. Kudus: Nora Media Enterprise.
- Hardono, Warsono, sony dkk. 2010. Akuntansi UMKM.
- Asgard Chapter Hardiningsih, Pancawati dan Nila Yulianawati. 2011. Faktor-Faktor Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Semarang. Program Studi Akuntansi Universitas Stikubank. Dinamika Keuangan dan Perbankan,ISSN 1979-4878,Vol 3, No.1
- Judisseno, K, Rimsky. 2001. Perpajakan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama