Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.3072

Growing Students' Moral Reasoning Through Parenting Parenting in Elementary Schools


Menumbuhkan Penalaran Moral Siswa Melalui Pola Asuh Orang Tua di Sekolah Dasar

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Penalaran Moral Pola Asuh Sekolah Dasar

Abstract

This study aims to describe students' moral reasoning and parenting applied by parents in growing students' moral reasoning at Leminggir State Elementary School. This research is a qualitative research with a case study research design. The subjects in this study were the fifth grade students of the Leminggir State Elementary School. Data collection was taken through interviews, observation, and documentation. The results of this study indicate that (1) The moral reasoning of fifth grade students at Leminggir State Elementary School shows at level II (Conventional Morality) namely in the first stage: Child orientation or a good person. (2) The parenting pattern of parents in growing children's moral reasoning is by fostering obedience to religious moral teachings that are accustomed to daily life with religious moral values ​​such as discipline, honesty, and not being arrogant that have been applied to have an impact on children's lives such as and children's words are more orderly, children can distinguish between good and bad even if only a few actions.

Pendahuluan

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang berkepribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh [1].

Pola asuh tediri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pola” berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata “asuh” dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu dan melatih), dan memipin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan tersebut antara lain pengetahuan, nilai moral, dan standart perilaku yang harus dimiliki anak bila dewasa nanti. Pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan [2].

Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tampil dalam aneka macam bentuk, tanggung jawab orang tua diantaranya adalah menanamkan rasa cinta sesama anak, memberikan kasih sayang, memperlakukan anak dengan lemah lembut, menanamkan pendidikan akhlak dan lain-lain. Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan adalah tanggung jawab dalam pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan rasional, pendidikan kejiwaan, pendidikan sosial, dan pendidikan seksual [3].

Bentuk pola pengasuhan orang tua pada anak sangat berpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan anak. Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan anak sehari-hari. Kebiasaan tertentu yang dimiliki anak adalah sesuatu yang lumrah. Akibatnya, banyak orang tua yang cenderung abai dengan kebiasaan tersebut. Padahal, ada beberapa kebiasaan yang sebenarnya berbahaya bagi kesehatan anak, baik secara fisik ataupun mental. Kebiasaan tersebut seperti anak hiperaktif, suka melawan dan keras kepala, suka berkata kotor, dan lain-lain. Adanya kebiasaan-kebiasaan anak merupakan hasil yang diperoleh dari internalisasi nilai dalam keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa anak yang memiliki kebiasaan buruk adalah anak yang kurang mendapat pemahaman moral yang baik dari orang tua [4].

Penalaran dalam aspek moralitas sangat penting bagi anak, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi [5]. Penalaran moral bukan sesuatu yang baik atau buruk melainkan bagaimana seseorang sampai pada keputusan bahwa sesuatu itu baik atau buruk. Hal ini berarti bahwa penalaran moral merupakan suatu alasan atau pertimbangan mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk [6].

Moralitas secara umum dikaitkan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan berhubungan dengan perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Piaget berpendapat bahwa pemahaman moral berkembang bertahap sesuai dengan fenomena sosial dan relasi anak dengan lingkungannya. Penalaran moral yang sering disebut juga moral reasoning, moral judgment, atau moral thinking yang merupakan bagian dari kemampuan kognitif [7] yang digunakan untuk membantu individu memecahkan dilema moral yang biasanya muncul dalam situasi yang ambigu.

Berdasarkan kasus yang telah diobservasi dalam penelitian [8] orang tua tidak mengetahui ataupun kurang paham mengenai perkembangan penalaran moral anak yang menyebabkan para orang tua tidak bijak dalam menanamkan nilai-nilai moral yang berimbas pada permasalahan anak. Sejalan dengan pemikiran tersebut, jenis kenakalan yang terjadi pada siswa SD melalui analisis penelitian di SD Bahter (Berlian Siregar) ditunjukkan dalam kategori "tinggi" dengan rincian kenakalan sebagai berikut: a) terjadinya perkelahian, b) kata kotor, c) tidak sopan, d) tidak memiliki akhlak yang baik, e) selalu brutal, f) ingin mengganggu ketenangan orang lain, g) memberikan keributan, h) terjadinya pencurian.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Menurut Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Studi kasus adalah merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif, dimana peneliti melakukan ekplorasi secara mendalam terhadap program, kejadian, proses, aktifitas, terhadap satu atau lebih orang creswel.

Unit Analisis

Unit analisis penelitian ini mengacu pada judul penelitian, maka dalam hal ini unit analisis sebagai berikut:

  1. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi, penalaran moral bukanlah pada apa yang baik atau yang buruk, tetapi pada bagaimana seorang berfikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu baik atau buruk. Penalaran moral dalam penelitian ini, yaitu : (1) Menumbuhkan ketaatan pada ajaran agama; (2) Pemuasan kebutuhan akan pentingnya kesadaran moral; (3) Menjadi anak yang baik; (4) Kesadaran hukuman dan peraturan; (5) Hak perseorangan, dan (6) Prinsip-prinsip moral.
  2. Pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan non fisik (seperti perhatian, empati, kasih sayang dan lain-lain)

Subjek dan Setting Penelitian

Subjek penelitian sebagai informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, Subjek penelitian sebagai orang yang diamati sebagai sasaran penelitian [10]. Berdasarkan pengertian tersebut peneliti mendeskripsikan subjek penelitian bahasa sebagai pelaku bahasa yang merupakan sasaran pengamatan atau informan pada suatu penelitian yang diadakan oleh peneliti. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Leminggir, yang berjumlah 5 orang dengan inisial orang tua sebagai berikut :

No. Inisial Nama Subjek Inisial Nama Orang Tua subjek
1. RAR MJ
2. ANA KA
3. MNH NR
4. MA YN
5. TCK NY
Table 1.

Pengambilan sampling pada penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling yaitu peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Wawancara
  2. Observasi
  3. Dokumentasi

Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas. Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis yang meliputi reduksi data, display data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Langkah-langkah analisis data tersebut dapat digambarkan dengan skema berikut :

Gambar 2.1

Analisis Data Model Miles dan Huberman

Pengecekan Keabsahan Data

Menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu [11]. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektifitas).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Peneliti melakukan wawancara yang dilaksanakan dengan menggunakan teknik purposive terhadap 5 orang subjek kunci yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Leminggir Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Subjek yang berhasil diwawancarai secara intensif dengan nama menggunakan inisial sebagai berikut :

No. Inisial NamaSubjek Inisial NamaOrang Tua Subjek Waktu Wawancara WaktuObservasi
1. RAR MJ 05 Agustus 2021 09 Agustus 2021
2. ANA KA 03 Agustus 2021 07 Agustus 2021
3. MNH NR 03 Agustus 2021 04 Agustus 2021
4. MA YN 05 Agustus 2021 10 Agustus 2021
5. TCK NY 03 Agustus 2021 06 Agustus 2021
Table 2.Waktu wawancara dan observasi

Hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi akan terlampir pada lembar lampiran, namun pada sub bab deskripsi penemuan ini peneliti akan mendeskripsikan ringkasan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Hasil Wawancara dan Observasi Pola Asuh Orang Tua dalam Menumbuhkan Penalaran Moral Siswa

Terdapat 6 indikator wawancara dan observasi untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan subjek dalam menumbuhkan penalaran moral anak. Keenam indikator tersebut yakni ketaatan pada moral beragama, pemuasan kebutuhan akan pentingnya kesadaran moral, membangun kepribadian anak yang baik, kesadaran hukum dan peraturan, hak perseorangan, dan prinsip-prinsip penalaran moral. Kemudian diuraikan menjadi beberapa sub indikator, namun peneliti akan mendeskripsikan keenam indikator tersebut pada 5 subjek sebagai berikut:

  1. Ketaatan pada moral beragama
  2. Pemuasan kebutuhan akan pentingnya kesadaran moral.
  3. Membangun kepribadian anak yang baik.
  4. Kesadaran hukum dan peraturan
  5. Hak perseorangan
  6. Prinsip-prinsip penalaran moral

Pola Asuh yang di Terapkan Orang Tua dalam menumbuhkan penalaran moral Anak

Lingkungan keluarga berperan penting dalam menumbuhkan penalaran moral anak, dalam menumbuhkan penalaran moral anak yang baik tidak terlepas dari peran orang tua dan pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Pola asuh dari ayah dan Ibu mempunyai peran nyata dalam menumbuhkan penalaran moral anak.

Toleransi yang berlebihan dan pola asuh yang berlebihan dari orang tua yang terlalu keras kepada anak dapat menghambat perkembangan penalaran moral anak. Pengalaman kehidupan anak meliputi pengalaman di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Pembahasan

Peneliti akan menganalisis dua aspek pokok. Pertama, mendeskripsikan penalaran moral siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri Leminggir. Kedua, mendeskripsikan pola asuh yang di terapkan orang tua dalam menumbuhkan penalaran moral siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri Leminggir.

Penalaran Moral Anak

Moral adalah sikap dan tindakan yang mengacu pada baik dan buruk. Sebelum sampai pada moral itu sendiri, jelas adanya penalaran moral. Penalaran moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi, dengan demikian penalaran moral bukanlah pada apa yang baik maupun buruk akan tetapi lebih kepada kemampuan seseorang dalam berfikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu baik atau buruk [12].

Penalaran moral seseorang antara satu dan yang lain tidak selalu sama. Hal ini mengindikasikan adanya perkembangan penalaran moral. Perkembangan penalaran moral adalah perubahan dari standar tersebut dari waktu ke waktu. Perkembangan penalaran moral menentukan bagaimana seseorang individu menilai dunia luarnya, perkembangan penalaran moral ini membedakan anak kecil dan orang dewasa dalam hal penilaian baik buruk sebuah perilaku.

Pola Asuh yang di Terapkan Orang Tua dalam Menumbuhkan Penalaran Moral pada Ana

Pola asuh orang tua adalah cara mengasuh dan metode disiplin orang tua dalam berhubungan dengan anaknya dengan bertujuan membentuk watak, kepribadian dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar [13]. Pola asuh berarti pendidikan. Dengan demikian, pola asuh orang tua adalah upaya orang tua yang konsisten dan persisten dalam menjaga dan membimbing anak dari sejak dilahirkan. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi. Dalam memberikan pengasuhan, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya.

Peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik sangat mempengaruhi perilaku anak. Namun tidak semua orang tua memiliki pola pengasuhan yang sama dalam mendidik anak, tidak semua orang tua memiliki kesamaan dalam

mengambil keputusan dalam mendidik anak. Dalam kehidupan sehari-hari ada orang tua yang mengharapkan agar anak mengikuti jejak mereka, adapula yang membiarkan secara bebas dan adapula orang tua yang bisa mengarahkan anak.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan serta analisisnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Penalaran moral siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri Leminggir berada pada Tingkat II (Moralitas Konvensional). Pada Tingkat II ini mendasarkan pada pengharapan sosial, yaitu suatu perbuatan dinilai benar bila sesuai dengan peraturan yang ada dalam masyarakat. Tahap 3 : mempertimbangkan citra “anak baik”, pada tahap ini orientasi anak atau person yang baik. Anak menilai suatu perbuatan itu baik bila ia dapat menyenangkan orang lain, bila ia dapat dipandang sebagai anak wanita atau anak laki-laki yang baik, yaitu bila ia dapat berbuat seperti apa yang diharapkan oleh orang lain atau oleh masyarakat.
  2. Pola asuh orang tua dalam menumbuhkan penalaran moral anak yakni dengan menumbuhkan ketaatan pada ajaran moral beragama yang dibiasakan pada kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai moral beragama seperti disiplin, jujur, dan tidak sombong yang telah diterapkan berdampak pada kehidupan anak seperti tindakan dan perkataan anak lebih tertata, anak bisa membedakan mana yang baik dan buruk meskipun hanya beberapa perbuatan saja. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua subjek MNH , TCK, dan MA berupa pola asuh demokratis, subjek ANA menerapkan pol asuh permisif, sedangkan subjek RAR menerapkan pola asuh otoriter.

References

  1. Z. Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, p. 56.
  2. S. A. Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, 2014, p. 52.
  3. D. I. Nisa, "PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DALAM MEMBENTUK PERILAKU SOSIAL
  4. EMOSIONAL ANAK USIA DINI," Jurnal UIN Walisongo, p. 5, 2019.
  5. S. Amaliati, "Pendidikan Karakter Perspektif Abdullah Nashih Ulwan dalam Kitab Tarbiyah Aulad Fil Islam dan
  6. Relevansinya Menjawab Problematika Anak di Era Milenial," Child Education Journal, p. 39, 2020.
  7. Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Remaja rosdakarya, 2014.
  8. Setiono, Psikologi perkembangan : kajian teori piaget, selman, kohlberg dan aplikasi riset, Bandung: Widya
  9. Padjajaran, 2009.
  10. S. M. G. A. MM Shinta Pratiwi, "Pengasuhan Orangtua dan Penalaran Moral: Kajian Meta-Analisis," Insight
  11. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember, p. 47, 2020.
  12. R. Dwiyanti, "PERAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN MORAL ANAK (KAJIAN TEORI
  13. KOHLBERG)," Prosiding Seminar Nasional Parenting, 2013.
  14. R. A. A. Berlian Siregar, "ANALISIS JENIS-JENIS KENAKALAN SISWA SD BAHTERA MAKMUR
  15. KECAMATAN BAGAN SINEMBAH," Jurnal JIP FKIP Universitas Riau .
  16. H. Anna, "Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Konteks Multibudaya," Jurnal AlTa’dib, vol. 9, p. 2.
  17. Hamsa, "Pengajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum Berbasis," Jurnal Prasi, vol. 6, p. 12, 2010.
  18. A. A. d. F. A. Sumarwati, "Pembelajaran Kaidah Bahasa Indonesia dan Keterampilan Berbahasa Secara Terpadu
  19. dengan Pendekatan Fokus On From Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama," Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra
  20. dan Pengajarannya, vol. 13, p. 1, 2014.
  21. Gunatama, "Teori Apresiasi Pemaknaan dan Pembelajaran," Singaraja : Universitas Pendidikan Ghanesha, 2010.