Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.3016

Application of the Project Citizen Learning Model in Developing Social Intelligence Elementary School Students in Grade 5 and 6


Penerapan Model Pembelajaran Project Citizen Dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Siswa Kelas 5 Dan 6 SD

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Model Pembelajaran Project Citizen Dan Kecerdasan Sosial

Abstract

The purpose of this study was to analyze the application of the Project Citizen Learning Model and social intelligence to the 5th and 6th graders of SD Muhammadiyah 01 Sidoarjo. The method used is descriptive qualitative. The result is that the steps in this model have been implemented by the teacher. Starting from the beginning of learning, teachers and students identify problems and seek information about public policies that exist in the community by discussing, groups will present their work and portfolios that have been made, reflecting on the learning experience at the end of the lesson. Based on the results of the questionnaire data obtained 89% of students are confident in making new friends, 97.8%. Students easily communicate with friends, 93.5% are able to communicate with other people including school workers, 79.7% help friends complete assignments, 90% are able to do school assignments well, 100% of students answer the mandate to take care of safekeeping items. With this Learning Model, not only cognitive abilities are obtained by students but the development of students' social intelligence is evident from the results of questionnaires distributed by researchers.

Pendahuluan

Pendidikan adalah aspek utama dalam kehidupan manusia untuk pemberdayaan manusia dalam menghadapi tantangan global. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi, kecerdasan, keterampilan, kepribadian serta akhlak. Tujuan pendidikan nasional yang juga menjadi tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi modal dasar untuk menyiapkan manusia yang berkualitas. Sedangkan fakta di lapangan ditemukan bahwa sekolah yang merupakan tempat siswa mengenyam pendidikan justru menjadi tempat yang menyeramkan bagi sebagian siswa.

Kenyataan yang telah dikemukakan di atas tentu tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran saat ini. Menurut peraturan menteri pendidikan Republik Indonesia No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah tujuan pembelajaran bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai dan kemanusiaan; (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.

Di antara intructional treatment untuk mencapai target-target di atas adalah project citizen.Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang pertama kali digunakan di California pada tahun 1992. Kemudian program ini dikembangkan oleh Center For Civic Education (CCE) pada tahun 1995. Model ini telah diadaptasi menjadi model Praktik Belajar Kewarganegaraan yang diujicobakan secara bersama-sama antara oleh Center For Cific Education (CCE), Kanwil Depdiknas Jawa Barat serta Center For Indonesian Civic Education (CICED). Model Pembelajaran Project Citizen merupakan pembelajaran yang tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak warga negara demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintah dan masyarakat sipil.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, Model Pembelajaran Project Citizen adalah model pembelajaran yang cocok diterapkan untuk mengembangkan kecerdasan sosial anak. Sehingga penting penulis fokus melakukan penelitian ini karena berdasarkan hasil observasi ketika penulis mengajar di SD Muhammadiyah 01 Pucangan Sidoarjo, diperoleh data bahwa siswa kelas 5 dan 6 yang seringkali saling mengolok-olok dengan nama orangtua masing-masing dari mereka. Selain itu, sikap yang kurang sopan juga sering ditemui, banyak yang kurang menghargai guru dan karyawan SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Ada juga yang memiliki kelainan mental kleptomania tetapi bukan karena tanpa sebab, melainkan itulah salah satu cara mereka untuk menanggapi sikap yang tidak baik yang telah diberikan anak yang lain kepada anak tersebut. Harapan Dengan diterapkannya Model Pembelajaran Project Citizen, siswa mampu mengembangkan kecerdasan sosialnya sehingga bermanfat bagi dirinya ditingkat lanjut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penting bagi penulis untuk membuat penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Project Citizen dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Siswa Kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo” dengan rumusan masalah yang pertama, bagaimana penerapan Model Pembelajaran Project Citizen di Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo? Dan yang kedua, bagaimana kecerdasan sosial siswa kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo setelah diterapkan Project Citizen?. Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis penerapan Model Pembelajaran Project Citizen di Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo serta menganalisis pengembangan kecerdasan sosial siswa kelas 5 dan 6 Sekolah Dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo Setelah diterapkan Project Citizen.

Beberapa kajian literatur yang dapat dipakai adalah karya dari Titik Haryati dan Rahmat Sudrajat (2014) yang berjudul “Model Pembelajaran Project Citizen Pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Karakter Siswa Sebagai Warga Negara Yang Baik” penelitian tersebut menjelaskan “di lapangan terungkap bahwa dengan pembelajaran berbasis project citizen dapat mengembangkan karakter siswa sebagai warganegara yang mampu mengubah dan menyadari karakter atau watak ke arah yang lebih positif yang nantinya akan membuat watak kita akan menjadi lebih baik dan membuat kita menjadi orang yang lebih baik dalam menjalani hidup”. Kekurangan dalam penelitian ini adalah kurangnya detail tentang apa yang harus dilakukan anak untuk mewujudkan karakter yang baik. Penelitian ini penting dengan mengupas mengenai penerapan langkah model pembelajaran project citizen untuk mengembangkan kecerdasan sosial siswa dengan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari siswa.

Metode

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Sukmadinata, dasar penelitian kualitatif merupakan konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 dan 6 sekolah dasar Muhammadiyah 01 Sidoarjo. Data primer dalam penelitian ini, diambil melalui kuisioner yang yang akan diisi oleh guru yang juga menjabat sebagai wali kelas dan wawancara dengan siswa kelas 5 dan 6 pada sekolah dasar Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Sumber data sekunder dalam penelitian ini didapat dari membaca, mempelajari, dan memahami literatur dan buku-buku pustaka mengenai psikologi anak dalam berinteraksi sosial serta penelitian terdahulu mengenai penerapan Model Pembelajaran Project Citizen. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui 3 cara yaitu observasi, dokumentasi dan kuisioner. Analisis data yang digunakan peneliti adalah analisis data model Miles Huberman yang mencakup reduksi data, display data, penarikan kesimpulan, dan verifikasi.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil dari angket yang diisi oleh guru kelas, guru telah melaksanakan langkah Model Pembelajaran Project Citizen yang pertama yaitu di awal pembelajaran, guru dan siswa mengidentifikasi masalah kebijakan publik yang ada dalam masyarakat kemudian siswa menggali pengetahuan yang dimiliki terkait masalah-masalah dengan berdiskusi. Dalam menentukan tema diskusi, guru memilih tema permasalahan yang ada di sekolah, karena siswa banyak menghabiskan waktu di sekolah. Penentuan tersebut dipilih bersama-sama guru dan siswa secara berkelompok.

Salah satu tema yang pernah menjadi bahan diskusi di kelas adalah mengenai akhlak sebagai seorang siswa terhadap orang tua, guru, dan teman. Tema tersebut dibahas terutama berkaitan dengan masalah yang biasa terjadi di sekolah. Kelas 5 dan 6 yang seringkali saling mengolok-olok dengan nama orangtua masing-masing dari mereka. Selain itu, sikap yang kurang sopan juga sering ditemui, banyak yang kurang menghargai guru dan karyawan SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Ada juga yang memiliki kelainan mental kleptomania. Tema tersebut dibahas dan didiskusikan terkait dengan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan terhadap orang tua baik orang tua di sekolah maupun orang tua di rumah serta sampai mana batas anak boleh bercanda. Ketika bercanda, siswa harus mengetahui kondisi teman, ketika teman sudah menunjukkan wajah marah, maka bercanda sudah harus dihentikan. Memahami hak-hak setiap orang juga penting dan diajarkan, agar tidak ada siswa yang mencuri barang milik temannya atau mengambil dan meminjamnya tanpa seizin pemilik barang. Hal ini selaras dengan pendapan Gerungan mengenai faktor-faktor kecerdasan sosial dalam lingkungan keluarga dan sekolah.

Namun, ada satu guru yang secara sepihak menentukan tema diskusi. Hal tersebut dilakukan untuk keseragaman serta kebutuhan pembelajaran. Salah satu tema yang dipilih adalah tentang kebersihan kamar mandi dan sampah. Pemilihan tema tersebut juga sangat relevan dengan masalah yang terjadi pada SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Di SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo, siswa dianjurkan untuk membawa bekal makan siang. Pada saat jam makan siang, siswa yang tidak memakan bekal makanannya, kotak makan diletakkan di atas meja begitu saja tanpa diberikan kepada temannya yang membutuhkan atau tidak dibuang ke tempat sampah, akhirnya ruang kelas menjadi bau. Tidak hanya itu, siswa yang makanpun, makanannya berserakan di lantai sedangkan setelah jam makan siang, akan dilanjutkan dengan jadwal selanjutnya. Hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi belajar mengajar.

Masalah kebersihan memang menjadi tanggung jawab bersama. Tidak hanya masalah kebersihan, menjaga semua fasilitas yang ada di sekolah adalah tanggung jawab bersama. Kita tidak bisa dengan hanya mengandalkan petugas sekolah yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Petugas-petugas tersebut pasti kuwalahan apabila harus melayani ratusan orang setiap harinya.

Pemilihan masalah yang akan dibahas dalam kelas. Dalam tahap ini, guru SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo meminta siswa menjelaskan pentingnya masalah yang dipilih oleh siswa untuk dibahas berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian, siswa akan melakukan pemilihan terhadap masalah yang akan dibahas oleh kelas dengan cara pemungutan suara. Pada langkah Model Pembelajaran Project Citizen ini juga telah diterapkan semua guru SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Namun, guru yang telah menetapkan tema secara sepihak dengan mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran, mengaku bahwa tema yang ia pilih adalah untuk kepentingan ibadah dan kepedulian sekitar. hal tersebut sesuai dengan jawaban salah satu guru kelas enam saat saat menjawab pertanyaan penulis dalam angket ”Apakah Bapak/Ibu guru pernah memberikan penjelasan kepada siswa mengapa masalah-masalah yang ada penting untuk dibahas di dalam kelas? Jika tidak, mengapa?” “Ya sebab berhubungan dengan ibadah dan kepedulian sekitar”.

Mengumpulkan informasi yang relevan dengan masalah. Siswa akan belajar untuk mencari informasi yang memiliki keterkaitan dengan masalah ataupun pembahasan dari tugas setiap kelompok sebanyak mungkin., mengidentifikasi setiap sumber informasi dan meninjau ulang pemerolehan informasi. Pada langkah Model Pembelajaran Project Citizen ini, guru SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo juga telah menerapkannya. Pada saat diskusi mengenai lingkungan misalnya, langkah ini diterapkan dengan siswa mencari informasi tentang betapa pentingnya tumbuhan bagi manusia, sebagai penyuplai oksigen yang merupakan kebutuhan utama manusia. Betapa terbatasnya oksigen saat ini, sempitnya lahan untuk menanam pohon, serta serakahnya manusia merubah hutan menjadi gedung-gedung bertingkat.

Menyajikan portofolio (show case) Pada kegiatan ini setiap kelompok akan mempresentasikan hasil pekerjaannya beserta portofolio yang telah dibuat dihadapan dewan juri. Setiap siswa akan belajar untuk meyakinkan orang lain atas solusi yang dihasilkan oleh siswa yang diyakini dapat mengatasi sebuah permasalahan. Langkah ini juga tidak kalah penting, dalam diskusi dengan tema lingkungan, siswa secara berkelompok langsung diajarkan praktik menanam pohon di sekolah.

Menuju langkah model pembelajaran selanjutnya yaitu menyajikan portofolio (show case) Pada kegiatan ini setiap kelompok akan mempresentasikan hasil pekerjaannya beserta portofolio yang telah dibuat dihadapan dewan juri. Setiap siswa akan belajar untuk meyakinkan orang lain atas solusi yang dihasilkan oleh siswa yang diyakini dapat mengatasi sebuah permasalahan. Secara berkelompok, siswa ditugaskan untuk mempresentasikan hasil dari apa yang telah dipraktikkan mulai dari pemilihan bibit pohon serta tahapan-tahapan dalam mencangkok dan proses penanaman.

Refleksi terhadap pengalaman belajar di akhir pembelajaran, guru mengajak siswa untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dapat belajar dari setiap kesalahan yang dilakukan pada saat itu untuk tidak mengulangi lagi di pembelajaran berikutnya. Pada langkah ini, siswa merawat pohon yang telah ditanam sebelumnya dengan cara memberikannya pupuk dan menyiramnya setiap istirahat sekolah. Kelompok yang mendapati pohonnya tidak tumbuh dengan baik bisa belajar kepada kelompok yang pohonnya tumbuh dengan baik agar tidak terjadi kesalahan yang berulang. Tahapan diatas sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran project citizen yang dikemukakan oleh Budimansyah, D & Suryadi, K.

Menurut Safaria, karakteristik seorang anak yang memiliki kecerdasan sosial adalah anak mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif. Dalam aplikasinya di sekolah, kecerdasan tersebut dapat diketahui melalui apakah siswa mampu dengan mudah mendapatkan teman baru serta bagaimana cara siswa berkomunikasi dengan teman kelompoknya pada saat belajar kelompok. Dari 138 siswa yang telah mengisi angket, 8% mereka mengaku kesulitan dalam memperoleh teman baru karena kurang percaya diri serta pandemi membuat anak kesulitan bertemu secara langsung, seperti yang dikatatakan salah seorang siswa pada saat mengisi angket pada tanggal 13 Juni lalu, “Kadang kadang saya merasa mudah dalam mendapatkan teman - teman tetapi saya juga pernah merasa susah mendapatkan teman dikarenakan kelas daring dan kurangnya percaya diri”. Sedangkankan lebih dari 89% mereka mudah dalam mendapatkan teman baru. Sedangkan untuk kemampuan siswa berkomunikasi dengan teman pada saat belajar kelompok, dari 138 siswa, sebanyak 109 siswa merasa mudah dalam berkomunikasi dengan teman kelompoknya. Sedangkan sisanya merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan alasan malu serta kurang tanggung jawab dalam mengerjakan tugas kelompok. Banyaknya jumlah siswa di SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo, yang menjadikan karakter siswa tidak dapat disamaratakan.

Gerungan menyatakan karakteristik kecerdasan sosial adalah siswa mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain secara total. Dalam hal ini, penulis menguji rasa empati siswa dengan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan empati. Apakah kamu bersedia dengan suka rela menjenguk teman apabila sakit?” Dari 138 siswa, sebanyak 110 orang menjawab iya, 3 orang menjawab tidak dan 25 menjawab mungkin. Pertanyaan selanjutnya, apakah kamu mau berbagi dengan teman? Jika iya, mengapa kamu berbagi dengannya? Sebanyak 97,83% siswa menjawab iya dengan kebanyakan mereka beralasan berbagi itu indah, seperti yang ditulis salah satu siswa kelas 5 pada saat mengisi angket “Iya,karena berbagi itu baik”. Sedangkan 2,17% mereka tidak menyukai berbagi. Pertanyaan yang terakhir adalah apakah kamu pernah berkomunikasi dengan para pekerja di sekolah? jika tidak mengapa? Mereka yang tidak pernah berkomunikasi dengan pekerja sebanyak 6,5% siswa. Alasannya adalah kegiatan di sekolah terlalu padat dengan belajar dan sisanya beralasan karena malu. Sedangkan 93.5% mereka pernah berkomunikasi dengan para pekerja di sekolah.

Karakteristik kecerdasan sosial selanjutnya adalah siswa mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif. Untuk mengetahui apakah siswa mampu mempertahankan relasi sosialnya, peneliti memberikan pertanyaan, seberapa sering kamu bertengkar dengan teman? Sebanyak 66 siswa menjawab tidak pernah, 74 menjawab jarang, artinya siswa pernah berselisih dengan teman di sekolah tetapi kuantitasnya tidak sering. Sebagian besar dari mereka beralasan pada awalnya hanya main-main kemudian berlanjut sampai dengan pertengkaran, “Dari bercanda yang kelewatan” kata salah satu siswa kelas 5 saat mengisi angket dan hanya ada satu siswa yang menjawabnya sering. “Apakah kamu pernah mengejek teman kamu karena teman kamu tidak sesuai dengan kamu?” Pertanyaan tersebut penulis gunakan untuk mengetahui apakah siswa mampu menyesuaikan dirinya secara efektif. Hasilnya adalah 79,7% mereka tidak pernah melakukannya dan sisanya pernah melakukannya.

Karakteristik kecerdasan sosial yang lain adalah siswa mampu memecahkan masalah yang terjadi dengan relasi sosialnya. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah siswa memenuhi indikator tersebut penulis memberikan pertanyaan kepada siswa “Apakah kamu bersama dengan temanmu pernah membantu orang dalam menyelesaikan tugas? jika pernah, mengapa kamu mau membantunya?” Dari 138 siswa yang terdiri dari 75 siswa kelas 5 dan 63 siswa kelas 6, 105 siswa menjawab pernah dengan berbagai alasan. Ada yang mengatakan karena iba, Hal tersebut dibuktikan dengan hasil angket yang diisi oleh salah satu siswa, “Karena saya dan teman saya merasa kasihan kepadanya”.sebagian yang lain menjawab karena suka membantu, dan sebagian yang lain karena ada kedekatan emosional yang sehingga mereka rela melakukannya. Sedangkan siswa yang menjawab tidak pernah sebanyak 33 anak. Artinya, lebih dari 70% siswa kelas 5 dan 6 memenuhi indikator ini.

“Ayolah semua orang juga pernah berbohong, teman saya melarang saya berteman dengan teman yang dia tidak suka,suatu hari pada saat teman saya tidak masuk sekolah saya bosan akhirnya saya bermain dengan teman yang tidak disukainya esoknya dia bertanya apa kamu bermain bersama dia aku jawab tidak,saya bosan terus bermain dengannya saja”.

Charity (kemampuan untuk mengajak dan menyakinkan seseorang) merupakan indikator selanjutnya untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan sosial siswa-siswi kelas 5 dan 6 SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. Dari indikator tersebut, penulis kemudian memberikan pertanyaan “Apakah kamu senang ketika guru memberikan tugas untuk melakukan presentasi? Jika tidak, mengapa?” dari pertanyaan tersebut sebanyak 75 siswa menyukai tugas presentasi sedangkan 63 siswa lainnya tidak menyukainya. Kebanyakan dari mereka masih malu apabila harus melakukan presentasi. serta “Apakah kamu pernah membujuk teman agar teman kamu melakukan sesuatu yang kamu inginkan?” sebanyak 56 siswa pernah melakukannya dan sebanyak 82 siswa belum pernah melakukannya.

Aspek Kecerdasan yang terakhir adalah empathy (rasa empati) dari indikator tersebut, penulis memberikan pertanyaan kepada siswa-siswi “Apa yang kamu rasakan ketika melihat teman kamu sakit? Haruskah kamu melakukan sesuatu ketika ada teman yang sakit?” “Sedih, ya mengantarkan nya pulang atau mengantarnya ke UKS” kata salah satu siswa dari 123 siswa yang merasa iba dan mengambil tindakan untuk membantu, sedangkan sisanya hanya bersimpati.

Dari keseluruhan langkah Model Pembelajaran Project Citizen yang telah dipenuhi oleh semua guru kelas, dapat diketahui bahwa Model Pembelajaran Project Citizen termasuk model pembelajaran yang sukses mengantarkan siswa-siswi dalam membentuk serta meningkatkan kecerdasan sosial siswa. Jumlah siswa di SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo banyak sehingga tidak bisa apabila semua siswa disamaratakan. Hal tersebut terjadi karena kemampuan menangkap siswa yang berbeda-beda, sikap siswa ketika berada di kelas, serta faktor lingkungan keluarga yang dapat mempengaruhi kecerdasan sosialnya. Seperti yang telah disampaikan oleh Gerungan pada bab sebelumnya bahwa:

“Keluarga merupakan tempat pertama sesorang belajar dalam kehidupan sosial. Keluargalah yang mampu membuat orang tersebut belajar bagaimana norma-norma lingkungan, prilaku, internalisasi norma-norma lingkungan. Pengalaman-pengalaman berinteraksi di dalam keluarga menjadi tonggak dan landasan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang lebih luas. Gaya pengasuhan, keutuhan keluarga, status ekonomi, sikap orang tua terhadap anak dapat membentuk kecerdasan sosial anak tersebut. Faktor status ekonomi bukan suatu faktor krusial yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, melainkan hal itu semua tergantung kepada sikap orang tua dan interaksinya di dalam keluarga. Namun, bagi siswa yang memiliki latar belakang keluarga status ekonominya tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya”.

SD Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo dapat belajar dari beberapa alasan yang dikemukakan oleh siswa atau siswi, mengapa kurang menyukai Model Pembelajaran Project Citizen ini serta alasan mengapa terdapat indikator kecerdasan sosial yang belum bisa mereka penuhi.

Kesimpulan

Penerapan Model Pembelajaran Project Citizen yang pertama yaitu di awal pembelajaran, guru dan siswa mengidentifikasi masalah kebijakan publik yang ada dalam masyarakat kemudian siswa menggali pengetahuan yang dimiliki terkait masalah-masalah dengan berdiskusi. Mengumpulkan informasi yang relevan dengan masalah. Menyajikan portofolio (show case) Pada kegiatan ini setiap kelompok akan mempresentasikan hasil pekerjaannya beserta portofolio yang telah dibuat dihadapan dewan juri. Refleksi terhadap pengalaman belajar di akhir pembelajaran, guru mengajak siswa untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, siswa mampu membangun pembelajaran dan mengembangkan kecerdasan sosial.

Berdasarkan hasil angket diperoleh data 89% siswa percaya diri dalam memperoleh teman baru, 97,8%. siswa mudah berkomunikasi dengan teman, 93,5% mampu berkomunikasi dengan orang lain termasuk pekerja sekolah, 79,7% membantu teman menyelesaikan tugas, 90% mampu melakukan tugas sekolah dengan baik, 100% siswa menjawab amanah menjaga barang titipan. Dengan adanya Model Pembelajaran Project Citizen tidak hanya kemampuan kognitif yang diperoleh oleh siswa namun berkembangnya kecerdasan sosial siswa terbukti dari hasil angket yang disebarkan oleh peneliti

References

  1. Mentri Pendidikan Nasional, UU Republik Indonesia no 20, Jakarta: Sisdiknas, 2003.
  2. Mentri Pendidikan Nasional, Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No 22, Jawa Barat: Dinas Pendidikan, 2006.
  3. N. S. Ulfa dan S. I. Hamid, “Model Project Citizen Dalam Pembelajaran PKn Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa,” Antologi UPI, vol. V, p. 138, 2017.
  4. Lukman, “Penerapan Model Pembelajaran Project Citizen Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa,” Jurnal Kajian Teori dan Praktik Kependidikan, vol. 2, p. 1, 2017.
  5. Titik Haryati;Rahmad Sudrajat, “Model Pembelajaran Project Citizen pada mata pelajaran PKn dalam Membentuk Karakter Siswa sebagai warga Negara yang baik,” dalam Prosiding Seminar Nasional dan Bedah Buku , Semarang, 2014.
  6. N. S. Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
  7. Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: Alfabeta, 2015.
  8. G. S. K. 5. D. 6, Interviewee, Penerapan Model Pembelajaran Project Citizen pada siswa sd Muhammadiyah 01 Pucanganom Sidoarjo. [Wawancara]. 14 Juni 2021.
  9. G. W.A, Psikologi Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama, 2004.
  10. D. Budimansyah, Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio, Bandung: PT. Genesindo, 2002.
  11. T. Safaria, Interpersonal Intelegence, Yogyakarta: Amara Books, 2005.
  12. G. W.A, Psikologi Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama, 2004.