Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.2749

The Relationship Between Self-Concept and Aggressive Behavior in Junior High School Students


Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Perilaku Agresif Pada Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

konsep diri Perilaku Agresif Siswa

Abstract

This research is motivated by the phenomenon of aggressive behavior in junior high school students. One of the factors that influence aggressive behavior is self-concept. This study aims to determine the relationship between self-concept and aggressive behavior in students at Private Junior High School X Tanggulangin. This research is a type of quantitative research with a correlational approach. The variables contained in this study are self-concept as the independent variable and aggressive behavior as the dependent variable. This research was conducted at the Private Junior High School X Tanggulangin with a total sample of 143 and was taken with a saturated sampling technique. Data collection techniques in this study used two Likert model psychological scales, namely the self-concept scale and the aggressive behavior scale. The hypothesis in this study is that there is a negative relationship between self-concept and aggressive behavior in students at SMP Swasta X Tanggulangin. Analysis of the data used is analysis with Pearson Product Moment correlation technique using SPSS 18 for windows program. The results of the data analysis of this study showed a correlation coefficient of -0.275 with a significance of 0.000. So there is a negative relationship between self-concept and aggressive behavior in students at Private Junior High School X Tanggulangin and the initial hypothesis proposed by the researcher is acceptable. The effective contribution of self-concept to aggressive behavior in this study was 7.5%. Keywords: Self-concept, Aggressive Behavior, Students of Private Junior High School X Tanggulangin

Pendahuluan

Sekolah merupakan lembaga untuk mengajarkan siswa di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara pasti memiliki sistem pendidikan yang wajib. Di sekolah, siswa mengalami kemajuan melalui kegiatan yang ada di sekolah. Bagi siswa sekolah merupakan lembaga sosial dimana mereka berkembang. Sekolah juga merupakan lembaga yang mengajarkan tentang nilai moral. Dalam sekolah siswa diberikan berbagai macam pelajaran maupun norma-norma dalam bermasyarakat, sehingga siswa bisa menerima diri sendiri dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat atau lingkungan [1].

Realitanya, terdapat berbagai macam masalah yang dialami oleh siswa dalam lingkungan sekolahnya khususnya pada lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini merupakan hal wajar, karena usia siswa SMP termasuk dalam masa remaja yang masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Di masa remaja, siswa SMP mengalami perkembangan di semua fungsi fisik maupun psikis yang khas saat seseorang memasuki masa remaja. Masa remaja juga sering kali disertai dengan kondisi yang mengarah pada pemberontakan, karena pada masa ini remaja mengeksplor berbagai pengetahuannya sendiri yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai moral yang berlaku dan sudah diajarkan di sekolah. Tanpa bimbingan orang tua atau guru, remaja akan mengalami salah pergaulan. Jika remaja melakukan hal yang positif maka akan diterima oleh masyarakat, tetapi jika melakukan hal yang sebalikanya maka dinilai buruk dalam msyarakat. [2].

Salah satu tindakan yang dinilai buruk oleh masyarakat seperti mengatakan kata-kata kotor, menghina dan menyerang orang. Dalam istilah psikologi diartikan dengan agresi. Menurut Breakwell [3] agresi adalah bentuk perilaku untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan seseorang tersebut. Perilaku agresif yang umum dilakukan siswa adalah perkelahian, mengatakan kata-kata tidak sopan seperti memaki, menghina dan mengejek orang lain. Hasil penelitian yang dilakukan Amini [4] tentang perilaku agresif dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk perilaku seperti menyerang orang lain secara fisik yaitu memukul, mengigit, menendang dan juga menampar, dan secara verbal seperti melecehkan orang lain dengan mengejek, berterik, berkata kasar, bersikap tidak sopan, serta mengambil barang yang bukan miliknya secara sengaja. Gejala perilaku agresif yaitu melakukan kekerasan fisik (mendorong, memukul atu berkelahi), menyerang dengan menggunakan tubuh misalnya dengan kaki atau tangan untuk mengganggu temannya dan menyerang dalam bentuk verbal (berbicara kotor, mengejek, mencaci dan mengolok-olok) [8]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sentana & Kumala [5] pada siswa di Banda Aceh dengan jumlah sampel 270 siswa. Terdapat 2,96% siswa berada pada kategori agresivitas tinggi, 81,48% siswa pada kategori agresivitas sedang dan 15,56% berada pada kategori agresivitas rendah siswa di kota Banda Aceh. Penelitian perilaku agresif juga dilakukan oleh Dima [6] pada siswa di Tulangan Sidoarjo diketahui 56,32% siswa menunjukkan perilaku agresif tinggi, dan 25,32% perilaku agresif sedang, serta 18,36% menunjukkan perilaku agresif rendah.

Temuan perilaku agresif yang ditunjukkan siswa dapat berdampak pada perkembangan emosi dan perilaku sosial siswa yang bersangkutan. Perilaku agresif bisa mempengaruhi prestasi akademik siswa dan interaksi sosial dengan teman sebaya dan guru. Menurut hasil riset dari Kauffman menjelaskan bahwa anak yang agresif umumnya memiliki prestasi yang rendah untuk usia mereka. Anak agresif cenderung kesulitan dalam bidang akademis, memiliki kekurangan pada keterampilan sosial untuk bekerja sama di kelas, guru dan siswa lain [7]. Dampak perilaku agresif siswa SMP Swasta X Tanggulangin pada tahun 2017 s/d 2020 menunjukkan bahwa siswa yang menjadi korban dari perilaku agresif temannya merasa takut dan trauma bila bertemu pelaku, siswa yang tidak ingin satu kelas dengan pelaku, bahkan siswa menginginkan pindah dari sekolah. Siswa yang memiliki sifat agresif akan dijauhi teman-temannya bahkan keluarganya. Bagi korban yang mengalami perilaku agresif ini sendiri akan mengalami perasaan khawatir, tidak nyaman tinggal di lingkungannya karena telah mengalami perilaku agresif dan menjadi takut jika mengalami kejadian perilaku agresif lagi [9].

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses perilaku agresif yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup gen, hormon, kimia darah, instink, stress, emosi, frustasi, dan konsep diri. Faktor eksternal (sosial) mencakup keluarga, rekan sebaya, tetangga dan sekolah [10]. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku agresif, salah satunya adalah konsep diri. Konsep diri didefinisikan sebagai totalitas dari pemikiran individu dan perasaan memiliki referensi untuk dirinya sendiri sebagai obyek. Konsep diri merupakan persepsi dan perasaan individu tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsep diri individu terdiri dari sikap individu terhadap diri yang individu itu pegang [11]. Menurut Fitts [12] dimensi konsep diri terbagi menjadi dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal terdiri dari diri identitas, yang menjelaskan bagaimana individu yang mendiskripsikan dirinya, misalnya nama, jenis kelamin, etnis, ras, usia atau pekerjaan. Selanjutnya diri pelaku merupakan adanya keinginan diri individu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsangan dari internal dan eksternal misalnya dengan rencana masa pada masa depan dan mewujudkan cita-citanya dan diri penerima (penilai) sebagai pengamat, penentu standar dan terutama sebagai penilai, diri penerima ini merupakan penghubung antara diri identitas dan pelaku. Dimensi eksternal terdiri dari diri fisik adalah persepsi seseorang terhadap kondisi fisiknya baik berupa kesehatan atau performa dirinya, misalnya cantik, kurus, gendut, bugar, sakit atau mapan. Kemudian diri etik moral adalah penilaian seseorang terhadap dirinya apakah sudah sesuai atau belum dengan nilai dan norma, sosial dan agama, misalnya mengikuti kegiataan keagamaan, mematuhi tata tertib yang ada di sekitar lingkungan, dan menghormati orang yang lebih tua. Selanjutnya diri pribadi adalah Perasaan seseorang mengenai kepuasan individu terhadap pribadinya, misalnya memiliki pekerjaan yang mapan, berprestasi di sekolah dan mampu mendapatkan apa yang diinginkan. Selanjunya diri keluarga adalah perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukan sebagai anggota keluaga hingga peran maupun fungsi yang dijalankan sebagai anggota keluarga, misalnya ayah sebagai kepala keluarga dan anak mendapat pendidikan dan kasih sayang yang cukup dari orang tua. Terakhir diri sosial adalah evaluasi individu tentang interaksi antara dirinya dengan orang lain dan lingkungan sekelilingnya, contohnya mudah bergaul, cuek, acuh, supel, memiliki simpati dan empati, atau aktif kegiatan dalam kegiatan sosial diluar (kerja bakti, kegiatan keagamaan, dan organisasi).

Konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, individu akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut. Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempresepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang di tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsinya secara subjektif tersebut. Konsep diri pada individu perlu ditanamkan sejak dini pada anak supaya menjadi dasar yang mampu mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari [13]. Tuhumena menjelaskan bahwa perilaku individu cenderung sesuai dengan bagaimana individu tersebut memandang dirinya sendiri. Jika siswa memiliki konsep diri tinggi akan mampu menerima diri identitas, diri penilai, diri pelaku, diri fisik, diri sosial, diri pribadi, diri etik moral dan diri keluarga, cenderung untuk bersikap optimis dan percaya diri untuk menghadapi situasi apa saja yang akan dialami. Dengan kondisi tersebut, maka akan diikuti oleh rendahnya perilaku agresi verbal (bergosip, berdebat dan memaki), agresi fisik (menyerang dan memukul), agresi marah (hilangnya kesabaran, kesal dan tidak bisa mengkontrol amarah) dan sikap permusuhan (iri hati, benci dan curiga). Namun bila siswa memiliki konsep diri rendah yang menimbulkan rasa tidak percaya diri, tidak bisa menerima diri identitas, diri penilai, diri pelaku, diri fisik, diri sosial, diri pribadi, diri etik moral dan diri keluarga akan mengundang siswa berperilaku agresif. Siswa akan memiliki perilaku agresif tinggi seperti perilaku agresi verbal (bergosib, berdebat dan memaki), agresi fisik (menyerang dan memukul), agresi marah (hilangnya kesabaran, kesal dan tidak bisa mengkontrol amarah) dan sikap permusuhan (iri hati, benci dan curiga). Penelitian ini berangkat dari adanya hipotesis bahwa ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku agresif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan peneliti terbukti benar atau tidak [14].

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian kuantitatif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya berdasar pada koefisien korelasi yang diperoleh dari analisis data penelitian. Variabel Y dari penelitian ini adalah perilaku agresif. Menurut Berkowit agresi merupakan bentuk perilaku untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental [15]. Variabel X dari penelitian ini adalah konsep diri. Menurut Susana & Tjipto [16] menjelaskan konsep diri adalah pandangan dan sikap individu kepada diri sendiri. pandangan diri terkait fisik, karateristik individu, dan motivasi diri. Pandangan diri tidak meliputi kekuatan-kekuatan individu, tetapi juga kelemahan bahkan kegagalan dirinya. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik di SMP Swasta X Tanggulangin sejumlah 143 siswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu seluruh populasi siswa-siswi SMP Swasta X Tanggulangin sebanyak 143 siswa, yang diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi berupa skala konsep diri(ɑ = 0,863) dan skala perilaku agresif (ɑ = 0,915 ) dengan model skala likert yang telah dimodifikasi. Analisis datanya, peneliti menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson, dengan bantuan program SPSS 18.0 for windows.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Sebelum melakukan uji korelasi, peneliti melakukan uji asumsi, meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Hasil uji normalitas dilihat dari output uji kolmogrov-smirnov, dan menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk variabel konsep diri dan variabel perilaku agresif sebesar 0,111 (> 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil uji normalitas untuk variabel konsep diri dan variabel perilaku agresif berdistribusi normal, seperti pada tabel 1

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Table 1.Uji Normalitas
Konsep i Diri Perilaku Agresif
N 143 143
Normal Parametersa,b Mean 87.47 117.17
Std. Deviation 15.235 15.690
Most Extreme Differences Absolute .101 .058
Positive .101 .058
Negative -.074 -.040
Kolmogorov-Smirnov Z 1.203 .693
Asymp. Sig. (2-tailed) .111 .723
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Table 2.

Hasil uji linieritas menunjukkan nilai signifikansi seperti pada tabel 2 uji linieritas. Hasil uji linearitas diperoleh F sebesar 12.017 dengan siginifikansi 0,001 (< 0,05), sehingga dapat diasumsikan bahwa korelasinya linier.

ANOVA i Table
Sum of Squares df i Mean Square F i Sig. i
Perilaku Agresif * Konsep Diri Between Groups (Combined) 14776.329 50 295.527 1.347 .108
Linearity 2635.983 1 2635.983 12.017 .001
Deviation from Linearity 12140.346 49 247.762 1.130 .304
Within Groups 20180.300 92 219.351
Total 34956.629 142
Table 3.Uji Linieritas

Hasil uji normalitas dan uji linearitas seperti di atas dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson Hasil uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,275 dengan signifikansi 0,000 (< 0.05), seperti pada tabel 3 di bawah. Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku agresif. Hasil ini berarti semakin tinggi konsep diri siswa maka semakin rendah perilaku agresifnya. Sebaliknya makin rendah konsep diri siswa maka semakin tinggi perilaku agresifnya.

Correlations
KD PA
KD Pearson Correlation 1 -.275
Sig. (1-tailed) .000
N 143 143
PA Pearson Correlation -.275 1
Sig. (1-tailed) .000
N 143 143
Table 4.Uji Hipotesis

Selanjutnya, peneliti menghitung sumbangan variabel X, yaitu konsep diri, terhadap variabel perilaku agresif. Nilai pada kolom Rsquare sebesar 0,075. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel konsep diri memberi sumbangan pengaruh terhadap perilaku agresi sebesar 7,5%. Dan sisanya yaitu 92,5 % menunjukkan adanya pengaruhvariabel-variabel lain terhadap perilaku agresif, seperti faktor gen, stres, kimia darah, insting, emosi dan frustasi maupun faktor keluarga, rekan sebaya dan sekolah.

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .275 .075 .069 15.140
a. Predictors: (Constant), Konsep Diri
Table 5.Sumbangan Efektif

Hasil lain dari penelitian ini adalah kategorisasi dua variabel dalam penelitian ini. Yang menunjukkan bahwa dari 143 subjek, ada 45 siswa yang memiliki konsep diri rendah dan sangat rendah (32,2%), sedangkan 38 siswa lainnya memiliki konsep diri sedang (26,6%), dan tetapi ada 37 siswa yang konsep dirinya tinggi dan sangat tinggi (40,5%). Dengan demikian siswa SMP Swasta X Tanggulangin cenderung memiliki konsep diri yang mengarah pada kategori sedang ke tinggi, hanya sebagian kecil saja yang konsep dirinya rendah Selain itu, dari sejumlah 143 subjek, diketahui bahwa ada 41 siswa yang menunjukkan perilaku agresif tinggi dan sangat tinggi (28,7%), sedangkan ada 57 siswa yang perilaku agresifnya sedang (39,9), tetapi ada juga sejumlah 45 siswa yang perilaku agresifnya tergolong rendah dan sangat rendah (31,5%). Dengan demikian siswa SMP Swasta X Tanggulangin cenderung memiliki perilaku agresif yang mengarah pada kategori sedang ke rendah, hanya sebagian kecil saja yang perilaku agresifnya tinggi, seperti terlihat pada tabel 4 di bawah.

Kategori Subyek Penelitian
Konsep Diri Perilaku Agresif
∑ Sub j ek % ∑ Sub j ek %
Sangat Rendah 15 10,5% 8 5,6%
Rendah 31 21,7% 37 25,9%
Sedang 38 26,6% 57 39,9%
Tinggi 31 37,1% 30 21,0%
Sangat Tinggi 6 3,4 % 11 7,7%
Jumlah 143 100% 143 100%
Table 6.Kategorisasi Skor Subyek

Pembahasan

Hasil analisis data diatas menunjukkan bahwa terdapati hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku agresi padaipeserta didiki SMP Swasta X Tanggulangin. Hal tersebut dapat diketahui dari koefisien koefisien sebesar rxy = - 0,275 dengan signifikansi 0,000 ( p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Hipotesis penelitian yang diterima memiliki arti bahwa dengan konsep diri yang tinggi, perilaku agresif siswa akan rendah, sebaliknya siswa yang memiliki konsep diri rendah menunjukkan perilaku agresif yang tinggi.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Andriani [17], menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dan perilaku agresif dengan koefisien korelasi -,0747 dengan p = 0,000. Andriani [17] juga menyatakan bahwa konsep diri adalah variabel penting dalam mengurangi terjadinya perilaku agresif. Penelitian dari Sandiah [18] dimensi konsep diri ada internal (diri identitas, diri pelaku dan diri penilai) dan eksternal (diri fisik, diri etik moral, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial) yang memiliki pengaruh terhadap perilaku agresif. Konsep diri merupakan faktor internal yang merupakan diri identitas individu yang menjelaskan tentang dirinya seperti agamanya, rasnya, umurnya, dan hal yang berhubungan dengan identitasnya. Kemudian yang merupakan faktor eksternalnya berupa diri etik moral yang mampu menerapkan moral baik berperilaku. Selanjunya diri pribadi dimana individu mampu mengontrol dirinya bila individu memiliki perilaku agresif dan dinasehati temannya untuk menjadi lebih baik, menerima kritik dari temannya dan perlahan berubah menjadi lebih baik untuk pribadinya dan diri sosial. Individu yang dapat mengatur lingkungan akan menjadi baik bagi dirinya, misalnya dengan membatasi diri pada teman yang memiliki sikap negatif seperti berperilaku agresif (menyerang, memukul, bergosib, memiliki rasa iri dan dengki, dan tidak bisa mengkontrol marah). Hal ini menunjukkan bahwa konsep diri yang meningkat, akan diikuti oleh menurunnya perilaku agresif. Sebaliknya, konsep diri yang menurun, akan diikuti oleh meningkatnya perilaku agresif.

Penelitian Adawiyah [19] juga menyimpulkan bahwa adanya hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dan perilaku agresif dengan perhitungan korelasi rxy -,089. Peserta didik yang mempunyai konsep diri tinggi cenderung bersikap optimis dan percaya diri. Sebaliknya peserta didik yang mempunyai konsep diri rendah akan bersikap rendah diri, pesimis, minder dan menarik diri dari lingkungan atau komunitasnya. Secara teori, perilaku agresif siswa akan mengarah ke tingkat merusak bila kualitas lingkungan, kualitas hubungan orang tua dan konsep diri semuanya negatif, Perilaku agresif merupakan suatu bentuk tindakan dengan maksud melukai juga merugikan orang lain dan dapat menimbulkan dampak dari individu tersebut juga korban (orang lain). Rendahnya konsep diri akan memicu perilaku agresif dan perasaan negatif mengenai diri seperti benci, iri, dengki, marah dan takut akan membuat seseorang lebih berkemungkinan untuk menyerang. Hal tersebut menjelaskan bahwa konsep diri dapat mempengaruhi terjadinya perilaku agresif. Jika peserta didik mampu menerima apa yang ada dalam dirinya seperti fisik, identitas, pribadinya, keluarga dan lingkungan maka peserta didik tersebut akan memiliki konsep diri yg tinggi, Sebaliknya jika siswa tersebut kurang mampu menerima apa yang ada dalam dirinya maka siswa tersebut akan memiliki konsep diri yang rendah. Konsep diri yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan siswa dalam penyesuaian diri dengan lingkungan secara baik. Sebaliknya, siswa yang konsep dirinya rendah cenderung terhambat dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya sehingga dengan rendahnya konsep diri individu akan menyebabkan timbulnya perilaku agresif dan cenderung individu melakukan kekerasan atau perilaku agresif seperti melakukan agresi fisik, agresi verbal , atau sikap permusuhan dan agresi marah [20].

Selain uji hipotesis, peneliti mendapat data bahwa dalam penelitian ini konsep diri memiliki sumbangan efektif sebesar 7,5%. Hal tersebut berarti bahwa masih terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku agresif sebesar 92,5%. Penelitian Prakoso [21] menjelaskan bahwa konformitas dapat mempengaruhi terjadinya perilaku agresif. Begitupun juga dengan komunikasi interpersonal orang tua yg dibuktikan oleh penelitian Minarni [22] dan kekerasan dalam media dalam penelitian Hidayat [23]. Menurut Baron & Byrne [24] faktor eksternal yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku agresif antara lain, yaitu frustrasi, provokasi, dan model dari lingkungannya.

Penelitian ini tidak lepas dari adanya limitasi, yaitu limitasi pertama terletak pada penggunaan 1 variabel bebas saja, yaitu konsep diri, untuk dilihat pengaruhnya terhadap perilaku agresif pada peserta didik SMP, dan mengabaikan banyak faktor lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap terbentuknya perilaku agresif. Limitasi kedua adalah tipe penelitiannya hanya terbatas pada kuantitatif saja, dan jenis analisisnya hanya terbatas menggunakan skor total setiap aspek dan tidak menjelaskan detail pengaruh per aspek antar variabel penelitian dan sampel hanya terbatas pada satu sekolah saja.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku agresif pada siswa SMP Swasta X di Tanggulangin. Hal ini dapat dibuktikan dengan perolehan koefisien korelasi = - 0,275 dengan signifikansi 0,000 (< 0.05), sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Hasil lain dari penelitian ini berupa data sumbangan efektif konsep diri terhadap perilaku agresif pada siswa SMP Swasta X di Tanggulangin sebesar 7,5 % sedangkan sisanya 92,5% dipengaruhi oleh faktor lain.

Saran

  1. Bagi Siswa

Siswa dengan konsep diri rendah diharapkan belajar meningkatkan konsep dirinya seperti menjaga perilaku, tidak melanggar norma, menjadi diri sendiri dan melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, sekolah maupun masyarakat misalnya mengikuti kegiatan extrakulikuler di sekolahan, ibadah, mengikuti kajian agama, maupun kegiatan gotong royong. Siswa juga diharapkan dapat menurunkan perilaku agresifnya seperti menghindari perkelahian (memukul dan menendang), tidak bergosip, tidak memiliki iri hati yang menyebabkan ingin bermusuhan dengan siswa lain,

  1. Bagi Sekolah

Konsep diri yang ada di sekolahan SMP Swasta X Tanggulangin terbilang sedang, pihak sekolah diharapkan mampu membantu siswa agar meningkatkan konsep diri yang baik didalam diri siswa seperti dengan kegiatan sekolah yang positif bagi siswa, mempelajari dan mempraktekkan norma-norma yang berlaku bagi siswa sesering mungkin, melakukan kegiatan gotong royong guna menumbuhkan rasa tolong menolong bagi siswa, mempelajari tentang sebab akibat jika memiliki perilaku agresif dan melaksanakan kajian mengenai keagamaan kepada siswa. Dengan kegiatan yang positif diharapkan siswa dapat mengurangi perilaku agresif yang ada didalam diri siswa tersebut.

  1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti-peneliti selanjutnya dapat mengkaji faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku agresif seperti faktor internal yang terdiri dari gen, hormon, kimia darah, stress, emosi dan frustasi sedangkan faktor eksternal yang terdiri dari keluraga, rekan sebaya dan sekolah.

References