Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.6.2022.2689

Al-Quran Learning for Autistic Children in School


Pembelajaran Al Quran Terhadap Anak Autis Di Sekolah

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pembelajaran Al quran Autis Sekolah Inklusi

Abstract

This study aims to find out how the strategy is and how the level of difficulty in learning the Koran for autistic children is at the Labschool Umsida school, Candi Sidoarjo and to find out what are the obstacles and supports in the learning process at the Labschool Umsida school, Candi Sidoarjo. What is the strategy and what is the level of difficulty in learning the Koran for autistic children at Labschool Umsida, Candi Sidoarjo and what are the obstacles and supports in the learning process. This study uses a qualitative research type. Using a Field Research approach or field research where information is obtained from research subjects through interviews, observations, and documentation as data collection instruments. The findings of this study indicate that in the process of learning the Koran for autistic children, they use audio murottal media and visual media using pictures, cards and blocks. The rest just listen and imitate because they still can't distinguish the shape of the hijaiyah letters. Moreover, the school still does not have its own clinic center that can identify student needs. Apart from that, all the apperceptions that the school has built for students and guardians of students are very helpful and supportive in the learning process so far as well as the facilities owned by the school which are so diverse and can meet the needs of autistic students in learning the Qur'an.

Pendahuluan

Dalam suatu ungkapan disebutkan: “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat”terlepas dari adanya perdebatan dari periwayatan hadist ini shahih atau tidaknya sesungguhnya ungkapan ini memberikan suatu masukan serta motivasi yang cukup berharga bagi pendidikan disamping ungkapan ini tidak bertentangan dengan ayat Al Quran dan Hadist Mutawatir. [1] Ungkapan ini memberikan makna betapa pentingnya sebuah pendidikan yang menuntut kita untuk belajar hingga batas sampai ke liang lahat, yang itu berarti bahwa pendidikan merupakan suatu keharusan serta kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa memandang jenis kelamin, latar belakang, kondisi psikis maupun fisik. Rasanya tanpa pendidikan, mustahil manusia dapat hidup berkembang dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka sendiri. Hal ini di dukung dengan adanya per Undang Undangan Negara, yakni: Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 1 menyatakan bahwa:

‘Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu’ [2]

Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 2 mengatakan: 66.750 450, 1,8

‘warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.’ [3]

Dengan adanya undang-undang tersebut menunjukkan bahwa anak dengan keterbatasan khusus juga berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan, termasuk kepada anak autisme juga demikian.

Autisme adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kelainan dalam perkembangan otak, khususnya yang berkaitan dengan kondisi neorologika. Keadaan ini menyebabkan kemampuan untuk memahami interaksi sosial, bahasa dan komunikasi serta kemampuan akademik terhambat. Semua gejala tersebut telah dapat diidentifikasi sebelum usia tiga tahun.[4]

Proses pembelajaran pada anak autis tentu sangat berbeda dengan anak normal lainnya, sebab materi pelajaran anak autis tidak jauh dari bagaimana mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan santun, bagaimana mereka berlatih meningkatkan keterampilan bantu diri, serta bagaimana mereka melatih keterampilan berperilaku didepan umum, yang selanjutnya dapat diajarkan hal lainnya yang sesuai dengan kemampuan mereka menurut jenis kebutuhan dan tingkat intelegensi pada setiap anak. Mengingat anak autis yang sulit untuk berkonsentrasi, tentu tidak mudah memberi pengertian dan melatih anak autis. Dibutuhkan kesabaran ekstra bagi orangtua dan guru agar mereka dapat memperoleh hak mereka dalam pendidikan agama.

Pembalajaran Al Quran sejak dini menjadi salah satu sarana untuk melatih dan mendidik akhlak peserta didik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhyidin bahwa, anak yang memahami Al Quran sejak dini akan berdampak pada akhlaknya yang semakin membaik. [5] Adanya program tartil dan tahfidz dalam kehidupan masyarakat khususnya lembaga pendidikan telah menjadi harapan tersendiri dalam membuat inovasi yang lebih baik dalam memberi pemahaman Al Quran, yang dengan kegiatan tersebut dianggap dapat memberi dampak positif serta efektif dalam mengembangkan karakter positif khususnya bagi peserta didik. Apalagi menerapkannya di sekolah inklusi bukan suatu hal perkara yang mudah, khususnya implementasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Dibutuhkan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang terkonsep serta menyiapkan strategi khusus untuk itu agar hasil yang didapat bisa maksimal dan membuahkan hasil. Namun demikian, bukan berarti mengajari dan mendidik anak berkebutuhan khusus itu merupakan perkara yang mustahil untuk direalisasikan. Selain karena memang mereka membutuhkan pelayanan khusus yang sesuai dengan kebutuhan mereka juga disebabkan oleh mood mereka yang mudah berubah dan tidak bisa ditebak. Jadi bisa dibilang, secepat-cepatnya anak berkebutuhan khusus dapat menghafal, tentu berbeda cepat dengan anak sebaya reguler dalam menghafal.

Sekolah inklusi merupakan salah satu wujud kepedulian pemerintah terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK turut berpartisipasi dalam kegiatan bersama didalam kelas bersama anak sebaya disekolah reguler, dengan tujuan agar dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Misalnya sekolah inklusi Labschool Umsida sebagai salah satu sekolah inklusi yang berada di Sidoarjo yang menangani anak berkebutuhan khusus seperti Sindrom Down (kelainan kromosom genetik 21), Speech Delay (keterlambatan dalam berbicara), Tunarungu (gangguan pendengaran) dan Autisme (gangguan perkembangan otak/gangguan spektrum). Didalamnya menerapkan pembelajaran Al Quran dengan menghadirkan beberapa program seperti program tartil, program tahfidz, dan doa-doa yang dianggap sebagai salah satu media dalam pembentukan karakter yang baik bagi peserta didik reguler, dan menjadi salah satu media terapis bagi anak berkebutuhan khusus.

Disekolah Labschool sendiri terdapat 3 anak dengan gangguan autisme. Salah satu penderitanya telah mengalami perkembangan yang sangat baik pada pola interaksi dan perkembangan menghafal pada otak, khususnya dalam menghafal Al Quran. Tentu hal ini menjadi suatu hal kebanggan yang diharapkan oleh pihak sekolah maupun pihak keluarga, sebab itu berarti ada suatu keberhasilan dari media terapis yang diterapkan di sekolah yang tentu tidak terlepas dari bagaimana pelaksanaan mereka dalam pembelajaran Al Quran juga bagaimana strategi mereka dalam menangani hal tersebut. Namun bukan berarti keberhasilan tersebut didapat secara mudah dan instan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa butuh adanya sebuah konsep pembelajaran yang terarah, pelaksanaan yang matang, dan kesabaran dalam membimbing dan mendidik anak autis. Guru dituntut untuk memenuhi dan memahami pengetahuan dengan seksama mengenai pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya, memahami tujuan yang akan dicapai, penguasaan materi serta penyesuaian terhadap metode yang tepat. Ada yang namanya hambatan sekaligus pendukung dalam proses tersebut baik dari peserta didiknya sendiri, dari guru, maupun adanya keterbatasan sarana yang ada disekolah.

Penelitian sejenis yang telah dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian lapangan yang dilakukan oleh Nurul Nuradilah sarjana pendidikan jurusan Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Indonesia tahun 2018 dalam skripsinya yang berjudul: StrategiPembelajaranPendidikan Agama Islam PadaAnakAutis di Slb N 1 Sleman Yogyakarta yang bertujuan untuk mengetahui strategi pembelajaran pendidikan Agama Islam di SLB N 1 Sleman Yogyakarta. Metode yang digunakan terkait pengumpulan data yakni melalui wawancara terstruktur, observasi sistematik dan dokumentasi. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa, teori Thorndike dalam strategi pembelajaran pendidikan anak autis cukup baik, karena strategi yang digunakan di Slb N 1 Sleman menggunakan strategi pengulangan. [6]

Sedang dalam penelitian ini peneliti focus dalam menganalisa strategi pembelajaran Al Quran terhadap anak autis yang ada di sekolah inklusi Labschool Umsida, Candi Sidoarjo.

Metode Penelitian

Bila ditinjau dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kualitatif karena menggunakan Field Research atau penelitian lapangan yang informasinya didapat dari subjek penelitian melalui wawancara, observasi, hingga dokumentasi sebagai instrumen pengumpulan data. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitiannya adalah Kepala Sekolah, Guru Pengajar Pembelajaran Al Quran, Guru Wali Kelas dan Guru Shadow Autis di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo. Adapun data yang diperoleh merupakan data yang disajikan bukan dalam bentuk bilangan atau angka melainkan dalam bentuk kata verbal. Meliputi, deskripsi jenis kebutuhan Abk, deskripsi penerapan pembelajaran Al Quran kepada anak autis, deskripsi program kegiatan pembelajaran Al Quran yang ada di sekolah, deskripsi kurikulum sekolah, deskripsi metode yang digunakan sekolah dalam pembelajaran Al Quran, deskripsi proses dan strategi pembelajaran Al Quran di sekolah, deskripsi penghambat dan pendukung proses pembelajaran Al Quran di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan petunjuk wawancara yang berisi pertanyaan pokok untuk ditanyakan kepada Kepala Sekolah, Guru Wali Kelas, Guru Pendamping Autis dan Guru pengajar pembelajaran Al Quran di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo.Sehingga dalam penelitian ini peneliti perlu terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo dan berinteraksi dengan sesama guru guna mengetahui secara rinci bagaimana strategi dalam penerapan Pembelajaran Al Quran bagi anak autis di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo.

Adapun tahapan dalam analisis data antara lain Reduksi data, yang dilakukan melalui proses memilih, mengelompokkan data untuk kemudian dilakukan penyederhanaan dan editing terhadap beberapa jawaban yang mungkin menyalahi etika, kurang sopan dan kasar yang didapat peneliti selama dilokasi penelitian untuk nantinya di pertimbangkan dapat atau tidaknya dimasukkan kedalam laporan. Setelah mereduksi data, peneliti dapat melihat hasil data yang telah dihimpun untuk kemudian dapat diambil kesimpulan dan tindakan untuk kedepannya.Adapun data yang disajikan dapat berupa naras dan bagan. Selanjutnya adalah verifikasi data, data yang didapatkan kemudian dianalisis sebelum disajikan dan disimpulkan. Dalam tahap ini peneliti dapat mengambil kesimpulan yang sesuai dengan tujuan awal sehingga dari semua data yang telah didapat dan telah dipilah, dapat diketahui mana yang sesuai dengan focus dan tujuan awal penelitian.

Pembahasan

  1. Pembelajaran Al Quran

Pembelajaran Al Quran adalah sebuah proses dalam mengkontruksi tingkah laku peserta didik melalui proses belajar mengajar seperti berlatih membaca, menulis, dan merenungi Al Quran dengan fasih, baik dan benar yang sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dengan harapan terbentuknya nilai-nilai Al Quran dalam diri peserta didik dan menjadi pedoman bagi kehidupannya sehari-hari.

Dalam penelitian ini, pembelajaran yang diamksud adalah pebelajaran Al Quran terhadap siswa berkebutuhan khusus melalui proses belajar seperti membaca, menulis dan menghafal Al Quran dengan baik.

  1. Autisme

Autisme diambil dari bahasa Yunani yaitu kata autos yang berarti self atau “diri sendiri”. Jadi penyandang autisme atau untuk selanjutnya disebut sebagai autis pada dasarnya seseorang yang cenderung menikmati kegiatan dengan dirinya sendiri.[7] Autisme adalah suatu keadaan seseorang anak berbuat semaunya sendiri, baik dari cara berfikirnya maupun berperilaku. [8] Dalam KBBI Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang menyebabkan anak tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan oranglain terganggu. [9] Pada umumnya anak autis ditandai oleh perilaku yang utama, yaitu bermasalah dan berbeda dari anak pada umumnya. Gejalanya yang beragam menjadikan sering terjadinya beberapa penyimpangan seperti pada perkembangan sosial, kemampuan bahasa serta kepribadian. Dengan kata lain, anak autis mempunyai kelainan emosi yang tidak stabil.

Autis bukanlah sebuah penyakit, melainkan sekumpulan gejala dengan kelainan berperilaku dan kemajuan perkembangan. Sehingga anak autis tidak mempu bersosialisasi, mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang serta tidak bisaa terhadap rangsangan sekitarnya. Dengan kata lain, anak autis mempunyai kelainan emosi yang tidak stabil, secara intelektual dan kemauannya (gangguan prevetif). Autisme adalah suatu keadaan seseorang anak berbuat semaunya sendiri, baik dari cara berfikirnya maupun berperilaku.

  1. Sekolah Inklusi

Sekolah inklusi merupakan salah satu wujud kepedulian pemerintah terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan ABK turut berpartisipasi dalam kegiatan bersama didalam kelas bersama anak sebaya disekolah reguler, dengan tujuan agar dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Sekolah inklusi juga merupakan sekolah yang memberikan kesempatan pada anak berkebutuhan khusus, tanpa mempertimbangkan kecacatan, kelainan atau karakteristik lainnya yang memiliki potensi atau kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama seperti peserta didik pada umumnya.

Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warna Negara.[10]

  1. Proses pembelajaran Al Quran terhadap anak autis di sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo

Dalam proses pembelajaran untuk anak autis tentu harus melalui berbagai macam metode dan model yang menyesuaikan pada jenis dan karakter anak autis. Secara umum metode yang digunakan adalah sama (diusahakan sama) dengan siswa reguler hanya saja implementasinya yang berbeda adapun metodenya yaitu Drill, media menirukan dan tajdid. Namun secara spesifik ada 2 metode pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, autis yakni melalui audio dengan media murottal dan visual yang menggunakan media gambar atau kartu. Melalui pendekatan misal dalam 1 ayat panjang yaitu dengan menyampaikan bacaannya dengan sedikit gambar gerakan. Pemilihan metode yang tepat merupakan salah satu penentu keberhasilan pembelajaran. Terlepas dari itu anak autis tentu membutuhkan pelayanan khusus yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang disebabkan oleh mood mereka yang mudah berubah dan tidak bisa ditebak. Jadi bisa dibilang, secepat-cepatnya aanak autis dapat mengikuti pembelajaran, tentu berbeda cepat dengan anak sebaya reguler dalam mengikuti pembelajaran.

Pembelajaran Al Quran di sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo selain dilaksanakan sekali dalam sepekan juga sebenarnya dilakukan setiap hari dalam bentuk program pembiasaan yakni morning routine yang diikuti oleh seluruh siswa baik oleh siswa reguler maupun siswa autis dengan metode yang sama hanya saja untuk indikator penerapannya yang berbeda. Dan yang kedua ada program tahfidz yang diikuti oleh beberapa siswa alias tidak wajib.

Contoh penerapan morning routine, jika ayat yang dibaca dalam satu hari itu adalah ayat panjang maka cukup 1 ayat, akan tetapi jika ayat yang dibaca adalah ayat pendek maka ditambah menjadi 3 ayat. Berbeda halnya untuk siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus sebab tujuan dari program ini tidak lain hanya untuk melatih bicara dan fokus anak artinya tidak ada target khusus dalam hafalan Al Quran yang terpenting adalah dia bisa mengetahui bentuk dari kegiatan itu seperti apa, dia bisa mengenali setiap huruf yang dibacanya serta tau perbedaannya, dan juga bisa menjadi teratment bagi anak autis dalam mengelola interaksi dan komunikasi. Jadi sekolah tidak harus dan selalu menuntut agar siswa autis memiliki kesamaan dalam kemampuan, ketertarikan dan sebagainya dengan siswa reguler.

  1. Tingkat kesulitaan pembelajara Al Quran terhadap anak autis di sekolah Labschool umsida, Candi Sidoarjo

Dimulai dari kendala yang ditemui selama pembelajaran yaitu rata-rata anak autis di sekolah belum hafal dan belum bisa membedakan bentuk-bentuk huruf dari pada huruf hijaiyah. Apalagi bahasa Al Quran merupakan bahasa diluar bahasa Indonesia yang mereka kenal selama ini, bisa dibilang bahasa Al Quran atau bahasa Arab adalah bahasa asing bagi mereka. Karenanya pada saat pembelajaran berlangsung anak autis hanya bisa mendengarkan dan menirukan awalan dari ayat atau akhirannya. Namun sebenarnya jika saja kita bisa memahami mereka lebih dalam sebenarnya mereka paham dan bisa untuk membaca Al Quran hanya saja mereka belum tau cara mengkomunikasikannya bagaimana. Sebab di beberapa kesempatan saat anak autis diperintahkan untuk mencoba menirukan bacaan dari teman-temannya mereka bahkan mengatakan “saya loh ustadzah sudah baca, ko disuruh terus si.” Memberi metode lain. Menangani kendala tersebut guru shadow perlu untuk memberi perhatian lebih kepada anak berkebutuhan khusus yakni autis dengan membantu guru pengajar dalam memberikan rangsangan kepada anak autis. Yang pertama dilakukan adalah membangun moodboster agar mudah bagi anak untuk fokus kemudian memberikan metode yang cocok apakah dia tipe visual atau audio agar nantinya anak dapat membedakan mana hurufب dan mana huruf نyang terkadang masih suka kebalik. Kalau ب titiknya di bawah kalauن titiknya di atas.

Begitulah mengajari anak berkebutuhan khusus, autis penuh drama tapi juga sebenarnya kita terlatih sabar akan karakter mereka yang seperti itu. Berbeda cerita jika dalam proses pmebelajaran anak mulai tantrum atau tidak mood lagi maka guru pengajar atau guru shadow akan mengganti model atau metodenya. Misalkan membaca dengan menggunakan media dadu bersusun, kalau anak tidak suka dengan bangun ruang yasudah tidak usah diberikan, jika anak suka dengan bentuk lain yang berbahan lebih lembut maka sekolah akan buatkan. Ada anak yang trauma dengan benda keras seperti dadu, dia akan merasa takut dan akan menolak meskipun sudah 3x diberi sugesti bahwa “ini adalah dadu, dia tidak menggigit dan ini adalah permainan seru” meski demikian sudah diberikan dan anak tetap tidak mau maka jangan diteruskan.

Namun sebagai seorang guru, dia harus mencari cara bagaimana nantinya dia akan mengenali benda tersebut tanpa ada rasa takut mungkin sekarang dijauhkan terlebih dahulu tapi nanti perlahan-lahan mulai dikenalkan karena gimana pun juga suatu saat nanti anak akan bertemu juga dengan beda yang serupa. Seperti itulah peran guru shadow terhadap anak berkebutuhan khusus. Berbeda dengan guru wali kelas. Peran guru walikelas adalah, memberikan evaluasi dan treatment sesuai dengan mata pelajaran. Jadi misalkan, anak berkebutuhan khusus yang menggunakan alat bantu dengar maka guru akan membantu murid untuk melatih cara komunikasinya. Misal jika anak sakit perut maka ya harus ke kamar mandi (dicontohkan/ditunjukkan) mana yang sakit, tapi bukan berarti menggunakan bahasa isyarat.

  1. Hambatan dan pendukung dalam proses pembelajaran Al Quran di sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo

Hambatannya adalah bahwa Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo masih belum memiliki klinik center sendiri yang bisa di ajak untuk sharing terkait keluhan-keluhan yang dialami oleh anak berkbutuhan. Jadi selama ini yang dilakukan adalah dengan menyampaikan kepada wali murid bahwa sekolah hanya bisa memberikan treatment terkait pembelajaran. Karenanya sekolah masih belum bisa mengidentifikasi anak ini termasuk di berkebutuhan apa, karena ada beberapa orangtua yang ketika awal mula mendaftarkan anaknya di sekolah Inklusi belum melakukan test psikologi. Ada anak yang secara fisik dan psikisnya terlihat baik-baik saja, tapi terkadang terlihat memiliki kebutuhan yang hampir sama dengan anak berkebutuhan khusus, jadi guru harus tau indikator apa saja yang termasuk ke dalam anak berkebutuhan khusus jenis A atau jenis B.

Pendukungnya adalah fasilitas dan media yang dimiliki sekolah dalam pembelajaran Al Quran terhadap anak autis cukup memadai. Seperti permainan rubik, kotak, poku bubble, kartu, gambar, dll seluruh wali murid sudah paham tentang sekolah inklusi itu seperti apa dan lingkungannya akan bagaiamana, hal ini terbentuk agar anak berkebutuhan khusus tidak merasa dibully atau meminimalisir pembullyan. Sekolah mengajak siswa sekaligus wali murid untuk saling menyayangi dan memahami bentuk menyayangi itu bagaimana, belajar untuk bersyukur dan memahami bentuk syukur itu bagaimana, jadi bukan hanya murid saja yang diberi mindset atau afirmasi seperti itu orangtua pun harus memiliki mindset yang sama semacam membangun apersepsi yang sama terkait sekolah inklusi. Jadi sedari awal sebelum masuk ke sekolah label inklusi sudah disampaikan supaya tidak menyesal dikemudian hari.

Kesimpulan

Proses pembelajaran Al Quran terhadap anak autis di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo melalui berbagai macam metode dan model yang menyusaikan pada jenis dan karakter anak autis. Secara umum metode yang digunakan adalah sama (diusahakan sama) dengan siswa reguler yaitu Drill, media menirukan, dan tajdid. Namun, secara spesifik ada 2 jenis karakter anak autis dalam pengajaran yakni audio media murottal dan visual yang menggunakan media gambar dan kartu.

Tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran bagi anak autis di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo yaitu rata-rata anak autis di sekolah belum hafal dan belum bisa membedakan bentuk-bentuk huruf dari pada huruf hijaiyah. Jadi pada saat pembelajaran berlangsung anak autis hanya bisa mendengarkan dan menirukan awalan dari ayat atau akhirannya. Menangani kendala tersebut peran guru shadow sangat diperlukan dalam memberikan rangsangan kepada anak autis yaitu dengan membangun moodboster bagi anak untuk kemudian melatih fokus anak dalam pembelajaran.

Hambatan dan pendukung dalam proses pembelajaran di Sekolah Labschool Umsida, Candi Sidoarjo. Hambatannya adalah bahwa Sekolah masih belum memiliki klinik center sendiri yang bisa di ajak untuk sharing terkait keluhan-keluhan yang dialami oleh anak berkebutuhan. Karenanya sekolah masih belum bisa mengidentifikasi anak ini termasuk ke dalam anak berkebutuhan khusus jenis A atau jenis B. Pendukungnya adalah fasilitas dan media yang dimiliki sekolah dalam pembelajaran Al Quran terhadap anak autis cukup memadai. Seperti permainan rubik, kotak, poku bubble, kartu, gambar, dll serta sekolah sudah menanamkan apersepsi positif yang baik tentang sekolah inklusi selain kepada siswa juga kepada seluruh wali murid untuk meminimalisir pembullyan terhadap anak berkebutuhan khusus.

References

  1. Syukrillah, Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian hingga ke liang lahat (https://syukrillah.wordpress.com/2010/08/29/ternyata-bukan-hadis-shohih/amp/)
  2. Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf,), 5
  3. Martini Jamaris, Anak Berkebutuhan Khusus: Profil, Asesmen, Dan Pelayanan Pendidikan (Bogor: Ghalia Indonesia, 2018), 87
  4. Nurul Nuradilah, :”Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Autis di Slb N 1 Sleman Yogyakarta” (Skripsi – Universitas Islam Indonesia, Jakarta 2018), 35
  5. Kresno Mulyadi, Autis Is Treatable (Jakarta: Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2011), 13.
  6. Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak, (Jakarta: Pustaka Populer, 2003), 9-10
  7. Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep & Aplikasi. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), 23