Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.6.2022.2369

The Relationship Between Body Image And Psychological Well Being In Senior High School Students


Hubungan Antara Body Image Dengan Psychological Well Being Pada Siswi Sekolah Menengah Atas

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Body Image dan Psychological Well Being

Abstract

This research is motivated by the phenomenon of psychological well being experienced by students. The purpose of this study was to determine the relationship between body image and psychological well being in students of SMA Muhammadiyah 4 Porong. This research is a quantitative research with correlational quantitative method. The population in this study were all students of SMA Muhamadiyah 4 Porong, totaling 62 students. The sample in this study amounted to 62 students with saturated sampling technique. In the data collection technique, the researcher uses a psychological scale, this type of data collection uses a Likert scale in the form of a body image scale (ɑ = 0.797) and a psychological well being scale (ɑ = 0.948). The data analysis technique used Pearson's product-moment correlation with the help of SPSS 22.0. The results of the data analysis of this study indicate that the correlation coefficient (rxy) is 0.246 with a significance of 0.027 <0.05, which means that there is a significant positive relationship between body image and psychological well being in students of SMA Muhamadiyah 4 Porong. The effect of body image on psychological well being in this study was 6.1%.

Pendahuluan

Perkembangan manusia merupakan suatu hal yang menarik untuk didiskusikan terutama di masa remaja. Di masa remaja ini ditandainya dengan banyaknya perubahan serta memasuki ruang lingkup kehidupan yang lebih luas. Menurut Irwanto Masa remaja dianggap sebagai periode transisi, peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. [1] Sedangkan menurut Erikoson Masa remaja berada pada tahap (identivity versus identivity confusion), yaitu tahap dimana remaja mencari identitas dan jati diri mereka. [2] Pada tahap ini, remaja harus memutuskan siapakah dirinya, bagaimana dirinya, serta tujuan apa yang yang hendak diraihnya. Ia juga menambakan bahwa masa remaja sebagai tahap pencarian jati diri, penuh dengan konfik dan tantangan yang dihadapinya, serta ditandai dengan adanya perubahan yang menempatkan remaja pada tingkat tekanan yang berpotensi pada perkemangan psiklogis.

Berdasarkan karakeristik remaja dan tugas perkembanganya, remaja dituntut untuk menentukan tujuan hidupnya serta menyelesaikan permasalan yang terjadi, banyak yang merasakan kebingungan dan merasakan tertekan ketika usahanya untuk mencapai tujuan hidupnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Fenomena yang terjadi di masa remaja yakni banyak remaja yang mengalami depresi dengan presentase yang cukup besar yakni sebesar 6,2%. Individu yang mengalami depresi dengan kategori berat cenderung untuk melukai diri sendiri (self injury) hingga menyebakan bunuh diri. Depresi dan kemasan mebuat kasus bunuh diri melonjak hingga sekitar 80 – 90%. Sudah mencapai 10.000 jiwa atau tiap satu jam ada kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia. Menurut ahli suciodologist 4,2% siswa di Indonesia memiliki keinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri [3]

Fenomena diatas menunjukkan bahwa ada indikasi adanya rendahnya psychological well being yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik individu yang memiliki psychological well being yakni tidak ada gejala depresi. [4] Berdasarkan penjelasan diatas, mengenai fenomena psychological well-being tersebut maka remaja diharapkan mempunyai psychological well-being agar mengurangi potensi depresi, memiliki kepuasan hidup dan rasa kebahagiaan yang tinggi. Oleh sebeb itu, fenomena psychological well beingyang dialami remaja merupakan suatu hal yang layak untuk diteliti. Hal ini karena psychological well beingmerupakan unsur penting yang perlu ditumbuhkan untuk menguatkan individu dalam menghadapi berbagai tantangan dihidupnya.

Menurut Ryff Psychological Well Being yaitu suatu kajian ilmu dari psikologi positif tentang bagaimana penilaian manusia terhadap dirinya seperti kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya serta dapat mengembangkan potensi secara optimal yang dimilikinya. [1] Sedangkan menurut Psychological well beingmerupakan suatu untuk memahami tujuan seseorang untuk mengembangkan diri untuk hasil sesuai dengan harapan. [5] Berdasarkan penjelasan diatas psychological well beingadalah sebuah kondisi dimana seseorang mempunyai sikap yang positif pada dirinya maupun orang lain, mampu menentukan pilihannya untuk menentukan tujuan hidupnya, dan mengendalikan perilaku mereka sehingga mereka dapat membangun dan mengelola lingkungan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha untuk membina dirinya sendiri,

Gambaran karakteristik individu yang memiliki kesejateraan psikologis yakni seseorang yang menerima dirinyadari segi kekurangan mauun kelebihannya, tidak ada gejal depresi, mempunyai tujuan hidup berupa aktualisasi diri, mampu menyesuaian diri dengan lingkungan serta mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. menurut Ryff. [1] Selanjutnya, Ryff menyatakan seseorang yang memiliki kesahjeraan psikologis ketika individu tidak mengalami tekanan yang bisa menyebabkan mental seseorang menurun. Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 2007) kebahagian adalah hasil dari kesejahteraan psikologis yang merupakan salah satu tujuan utama yang ingin yang ingin dicapai oleh setiap manusia.[1]

Adapun faktor yang dapat mempengaruhi psychological Well Being yakni usia, jenis kelamin, status sosial, pendidikan, pekerjaan, status, kepribadian, maupun status kesehatan fisik menurut Ryff Salah satu factor psychological well beingyakni usia.[1] Pertambahan usia yang awalnya masih kanak-kanak beranjak remaja ditandai dengan terjadinya perubahan fisik yang sangat signifkan. Hal ini membuat remaja menjadi amat meperhatikan tubuhnya. Perasaan cemas mengenai bentuk tubuhnya sering terjadi pada remaja karena adanya perubahan pada fisiknya hal tersebut akan berdampak pada psikologis.

Individu yang memiliki body image negatif meningkatkan resiko seseorang mengalami depresi menurut Cash dan Pruzinsky. [6] Ozmen dkk mengatakan kesejahteraan psikologis yang terjadi di masa remaja diidentikkan dengan body image. [6] hal tersebut juga dikatakan oleh Kim (2001) yang mengatakan remaja putri yang mempunyai body image yang negatif akan mengakibatkan individu mengalami depresi. Remaja perempuan lebih kurag pus dengn tubuhnya daripada remaja laki-laki. [2]

Menurut Burn Body Image yakni pandangan individu terhadap bentuk tubuhnya karena pada dimasa remaja akan mengalami pubertas, dimana kita ketahui seseorang remaja akan mengalami perubahan pada dirinya. [7] Body imageyaitu evaluasi seseorang mengenai bentuk tubuh sesuai norma-norma sosial dan penilaian dari orang lain terhadap bentuk tubuhnya [8]

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan metode kuantitatif korelasi, dengan ujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara satu variable dengan variabel lainnya. Populasi dalam penelitian ini yakni seluruh siswi SMA Muhammadiyah 4 porong dengan jumlah 62 siswi. Sampel penelitian ini sebanyak 62 siswi dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan skala psikologi dengan model skala likert berupa skala body image dari modifikasi yang dikembangkan oleh Fatma Dwi Cahyani (2020) dengan α = 0,797 dan skala psychological well beingdari hasil dari modifikasi skala yang telah dikembangkan oleh Lu’lu’il Ma’un (2018)dengan α = 0,948 . Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment peorsen melalui program SPSS 22.0 for windows. Teknik penggambilan data menggunakan google form (online).

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 1 diihat dari output uji kolmogrov-smirnov, mendapatkan nilai signifikan sebesar 0,181untuk skala body image sedangkan psychological well beingnilai signifikan sebesar 0,200. Maka artinya nilai signifikansi variabel tersebut merupakan distribusi data normal, karena menurut pedoman data dikatakan distribusi normal apabila nilai signifikan lebih dari 0,05.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Body Image Psycologial Well Being
N 62 62
Normal Parametersa,b Mean 41.7903 158.7097
Std. Deviation 7.69743 20.17821
Most Extreme Differences Absolute .102 .070
Positive .067 .057
Negative -.102 -.070
Test Statistic .102 .070
Asymp. Sig. (2-tailed) .181c .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Table 1.Uji Normalitas

Berdasarkan uji linieritas dapat dilihat nilai signifikansi pada kolom Deviation from Linearity, menunjukkan bahwa nilai F sebesar1.036 dengan signifikasi 0,453. Hasil signifikansi yang telah didapatkan tersebut dapat menunjukkan bahwa korelasinya linier, karena nilai signifikansi 0,453 lebih dari 0,05. Maka dapat bahwa variable body image dengan variabel psychological well beingmemiliki hubungan yang linier.

ANOVA Table
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Psychological Well Being * Body Image Between Groups (Combined) 11035.208 25 441.408 1.151 .343
Linearity 1507.525 1 1507.525 3.932 .055
Deviation from Linearity 9527.682 24 396.987 1.036 .453
Within Groups 13801.567 36 383.377
Total 24836.774 61
Table 2.Uji linieritas

Pada hasil uji korelasi () sebesar 0,246 dengan signifikansi 0,027 < 0,05. Artinya, bahwa hipotesis penelitian diterima yaitu terdapat hubungan positif antara body image dengan psychological well being. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi body image maka semakin tinggi psychological well being yang dimiliki siswi, sebaliknya semakin rendah body image semakin rendah psychological well beingyang dimiliki siswi.

Correlations
Body Image Psychological Well Being
Body Image Pearson Correlation 1 .246*
Sig. (1-tailed) .027
N 62 62
Psychological Well Being Pearson Correlation .246* 1
Sig. (1-tailed) .027
N 62 62
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Table 3.Uji Hipotesis

Pada uji hipotesis dari sumbangan efektif variabel X yaitu body image pada variabel psychological well beingsebesar 6,1 %. Hasil ini diperoleh dari R square sebesar 0,061 x 100% = 6,1%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengaruh body image terhadap psychological well being sebesar 6,1, dan sisanya sebanyak 93,9% dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .246a .061 .045 19.71854
a. Predictors: (Constant), Body Image
Table 4.Sumbangan Efektif

Berdasarkan dari tabel kategorisasi skor subjek pada skala body image dapat disimpulkan bahwa dari 62 siswi, diperoleh 6 siswi dengan body image yang sangat rendah, 11 siswi berada pada body image yang rendah, 29 siswi dengan tingkat body image sedang, 14 siswi berada pada body image yang tinggi dan 2 siswi dengan tingkat body image sangat tinggi. Pada skala psychological well being, hasil kategori subjek berdasarkan tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dari sejumlah 62 siswi, terdapat 6 siswi mempunyai psychological well beingsangat rendah, 17 siswi berada pada tingkat psychological well beingyang rendah, 20 siswi berada pada psychological well beingsedang, 15 siswi berada pada kaegori psychological well beingyang tinggi, dan 4 siswi pada tingkat kategori psychological well beingyang sangat tinggi.

Dari pembahasan kategori table 5, dapat disimpulkan bahwa siswi SMA Muhammadiyah 4 Porong yang terdiri dari kelas X,XI, dan XII memiliki body image dan psychological well beingberada pada kategori sedang dan rendah. Dapat dilihat pada table kategori dimana presentase dan jumlah subjek mayoritas berada pada kategori sedang dan rendah.

Kategori Skor Subjek
Body Image Psychological Well Being
∑ Siswi % ∑ Siswi %
Sangat Rendah 6 9,7 % 6 9,7 %
Rendah 11 17,7 % 17 27,4 %
Sedang 29 46,8 % 20 32,3 %
Tinggi 14 22,6 % 15 24,2 %
Sangat Tinggi 2 3,2 % 4 6,5 %
Jumlah 62 100 % 62 100 %
Table 5.Kategorisasi Skor Subjek

Pembahasan

Berdasakan hasil penelitian di atas, dapat diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,246 dengan taraf signifikasi 0,027. Hal tesebut dapat dikatakan hipotesis diterima yakni ada hubungan positif antara body image dengan psychological well being. Hipotesis tersebut menujukkan bahwa semakin positif body image semakin tinggi juga psychological well being. Begitupun sebaliknya, semakin negatif body image semakin rendah pula psychological well being.

Hasil penelitian ini sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anita Carolina Hendarko (2016), yang menyatakan bahwa adahubungan yang positif antara body image dengan psychological well being, dengan koefisien (p <0,01, r = +0,396).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dini Rahmawati tentang hubungan antara kepuasan citra tubuh dan psychological well being pada wanita usia dewasa madya. Hasilnya dari penelitian tersebut menujukkan bahwa adahubungan positif antara kepuasan citra tubuh dengan psychological well being. Dengan nilai koefisien (r = 0,289, p = 0,028) dengan arti, semakin tinggi body image semakin tinggi pula psychological well being. begitu sebaliknya semakin rendah psychological well beingsemakin rendah pula psychological well being.

Siswi SMA yang memiliki karakteristk body image yang positif, yakni siswi merasa Bahagia dengan tubuh mereka dan takut atas makanan yang mereka makan. Selain itu, padangan baik pada tubuhnya akan menciptakan kesejahteraan psikologis dan berdampak baik pada perkembangan fisik wanita pada Thompson dan Smolak (dalam . Pada peneliti yang dilakukan oleh peneliti, body image dapat mempengaruhi psychological well being sekitar 6,1%.

Hasil kategori dalam penelitian ini menujukkan bahwa sebanyak 62 siswi, terdapat 6 siswi (9,7 %) memiliki body mage pada kategori sangat rendah, 11 siswi (17,7%) memiliki tingkat body image yang rendah, 29 siswi (46,8%) termasuk pada kategori body image yang sedang, 14 siswi (22,6%) siswi memiliki body image yang tinggi, dan 2 siswi (3,2%) siswi memiliki body image yang sangat tinggi.

Selain itu, diketahui juga bahwa sebanyak 62 siswi, terdapat 6 siswi (9,7 %) siswi mempunyai psychological well being yang sangat rendah, 17 siswi (27,4%) siswi termasuk pada kategori psychological well being yang rendah, 20 siswi (32,3 %) siswi berada pada tigkat psychological well being yang sedang, 15 siswi (24,5%) siswi memiliki psychological well being yang tinggi, dan sebanyak 4 siswi (6,5 %) siswi memiliki psychological well being pada kaegori sangat tinggi.

Pada kategori diatas, dapat ditarik kesimpulan siswi SMA Muhammadiyah 4 Porong yang terdiri dari kelas 10,11,dan 12 memiliki body image termasuk pada kategori sedang sekitar 46,8% dimana persentase dan jumlah subjek mayoritas pada kategori sedang.

Penelitian ini dapat membuktikan bahwa adanya hubungan positif antara body image dengan psychological well being pada siswi SMA Muhammadiyah 4 Porong. Tetapi penelitian ini juga tidak lepas dari kekurangan seperti, kajian yang menggunakan variabel body image yang mempengaruhi psychological well being. Variabel body image pada penelitian ini hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap psychological well being. Variabel lain yang dapat mempengaruhi psychological well being salah satunya adalah dukungan sosial. Selain itu, penggunaan metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan skala psikologi melalui google form, sehingga peneliti tidak dapat mengawasi secara langsung yang menyebabkan subyek mungkin tidak bersungguh-sungguh dalam memberikan jawaban.

Simpulan

Dari hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulakan terdapat hubungan yang positif antara body image dengan psychological well beingpada siswi SMA Muhamadiyah 4 Porong. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa hasl koefisien korelasi () sebesar 0,246 dengan taraf signitikansi sebesar 0,027 kurang dari 0,05, artinya hipotesis pada penelitian ini dapat diterima. Hal tersebut berarti semakin positif body image semakin tinggi juga psychological well being pada siswi SMA Muhammadiyah 4 Porong. Begitu sebaliknya, semakin negatif body image maka semakin rendah psychological well being pada siswi SMA Muhammadiyah 4 Porong. Variabel body image dalam penelitian ini dapat berpengaruh terhadap psychological well beingsebesar 6,1 %. Hal tersebut berarti bahwa body image dapat berpengaruh terhadap psycholgoicalwell beingsebesar 6,1% da sisanya sebesar 93,9% dipengarui oleh faktor lain yang bukan menjadi focus peneliti.

Saran

Bagi siswi, hasil penelitian menujukkan bahwa tingkat body image siswi berada pada kategori sedang (menegah keatas) hal tersebut suda cukup baik sehingga siswi dapat mepertahankannya dengan cara menumuhkan sikap positif pada diri sendiri, dan mengapresiasi apa yang telah kita miliki. Seperti tidak membanding-bandingkan bentuk tubuh kita dengan orang lain.

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif unuk membantu anak-anaknya dalam menerima dan memahami potensi yang dimilikinya

Bagi sekolah diharapkan dapat membimbing siswa-siswinya untuk mengenali potensi yang dimilikinya dan selalu berperilaku positif untuk meningkatkan psychological well being.

Bagi peneliti selanjutnya mengenai body image dengan psychological well beingdiharapkan dapat mengali banyak fakor untuk diteliti yang dapat mempengaruhi psychological well being, karena dari hasil penelitian menunjukkan sumbangan variabel body image sebesar 6,1%. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya untuk mengungkap lebih banyak fenomena psychological well beingyang dapat dipengaruhi oleh faktor lain.

References

  1. Triama, a. (2019). Hubungan Antara Orientasi Religuius Dengan Psychological Well Being Pada Siswa SMA 2 BPOKPRI Yogyakata. Jurnal iset Mahasiswa Bimbingan Konseling, 217.
  2. Santrock, J. (2012). LIfe Span-Development Perkembangan Masa-Hidup Edisi Ketigabelas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
  3. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2019). Situasi Kesehatan Jiwa DI Indonesia. In InfoDATIN (p. 12).
  4. Ayu Bestari, W. (2016). Pengaruh Kecenderungan Ekstraversi dengan Dimoderatori Religiusitas Terhadap Psychological Well Being Pada Remaja. Psychology Forum UMM, 499-505.
  5. Islami Musthafa, A., & Widodo, P. (2013). Psychological Well-Being Ditinjau Dari Dukungan Sosial Pada Santriwan-Santriwati Di Yayasan Al-Burhan Hidayatullah Semarang. Empati: Jurnal Karya Ilmiah S1 Undip, 2(3), 248–257.
  6. Alwis, T. S., & Kurniawan, J. E. (2018). Hubungan Antara Body Image dengan Subjective Well Being pada remaja. Psychopreneur Journal, 52-60.
  7. Unziila Denich, A., & Ifdil. (2015). Konsep Body Image Remaja Putri. Jrnal Konseling dan Pedidikan, 55-61.
  8. Arman Rozika, L., & Ramadhani, N. (2016). Hubungan Antara Harga Diri dan Body Image dengan Online Self-Presentation pada Pengguna Instagram. Gadjah Mada Jurnal Of Psychology, 172-183.