Abstract
This study aims to determine the relationship between emotional support and psychological well-being in students. This research method is quantitative with a correlational approach. The variables in this study are emotional support as the independent variable and psychological well-being as the dependent variable. This research was conducted at SMKN 1 Grati with a sample of 333 students who were taken by the sampling method used was probability sampling method with simple random sampling technique. namely the sampling technique by providing equal opportunities for each element. Data analysis was performed by Pearson product moment correlation analysis using SPSS 23 for windows program. The results showed that there was a positive relationship between emotional support and psychological well-being for students at SMKN 1 Grati. The results showed that the correlation coefficient was 0.562 with a significance level of 0.000 <0.05, which means that the hypothesis in this study can be accepted. With an effective contribution of 31.6%, which means that emotional support affects the level of psychological well-being of students.
Pendahuluan
Karakteristik peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk dalam fase remaja. Anna Freud menyatakan bahwa ketika dalam fase remaja terjadi sebuah proses perkembangan berupa beberapa perubahan dalam diri remaja yang salah satunya berkaitan dengan perkembangan psikoseksual. Hall [1] menjelaskan bahwa remaja merupakan masa yang penuh tekanan karena masa tersebut adalah masa terjadinya perubahan fisik, intelektual dan emosional yang dipengaruhi dan berpengaruh pada lingkungan. Remaja cenderung membentuk kelompok – kelompok sebaya yang sering disebut dengan teman atau sahabat [2] sehingga tidak heran jika pada masa ini peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai memilah teman untuk didekati. Hal ini dimaksudkan sebagai tanda dimana peserta didik sedang mencari identitas diri, sehingga peserta didik akan mencari bentuk hubungan senyaman mungkin sesuai dengan dirinya saat berada dalam lingkungannya.
Hubungan ini menciptakan kemampuan pada remaja dalam meningkatkan keterampilan sosial dan memberi informasi akan dirinya pribadi, dimana dukungan orang lain seperti teman dan sahabat adalah sumber penyelesaian masalah secara emosional dan kognitif, sehingga akan terjadi hubungan timbal balik yang membuat keakraban dari hubungan yang telah dibangun [3].Cara remaja untuk menyikapi peristiwa - peristiwa perubahan yang terjadi pada dirinya akan menentukan perilakunya dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Rice berpendapat bahwa masa remaja adalah masa peralihan, dari masa anak – anak menjadi individu yang memiliki kematangan. Karena itu dapat dikatakan pada masa ini penting sekali memperhatikan psychological well-being pada remaja. Sekolah Menengah Kejuruan adalah salah satu pendidikan formal yang menyiapkan sumber daya manusia dengan lulusan yang siap kerja. Untuk persiapan persaingan yang ada pada dunia kerja , peserta didik harus memiliki Psychological well-being yang bagus. Karena, di dunia kerja tidak hanya keterampilan yang harus diasah, namun sehat secara psikologis dan fisik juga harus dimiliki pada peserta didik.
Psychological well-being tidak hanya mengarah pada kebahagiaan atau kepuasan terhadap keinginan yang benar dan salah, melainkan lebih mencakup karakteristik tertinggi dari kesejahteraan manusia, yaitu mencapai kesempurnaan dengan merealisasikan potensi diri dengan benar. Pentingnya mengkaji Psychological well-being secara mendalam karena kesehatan mental akan menimbulkan nilai positif yang dapat membuat individu memahami apa yang tidak ditemukan dalam kehidupannya [4]. Kondisi psychological well-being pada remaja seharusnya mendapat perhatian yang lebih karena jika kondisi psychological well-being yang baik akan mendapat dampak positif bagi remaja itu sendiri begitupun sebaliknya. Psychological well–being merupakan suatu upaya untuk mewujudkan tujuan agar dapat mengembangkan serta memperbaiki diri. Psychological well-being adalah ketika individu bisa melakukan penerimaan diri, menjalin hubungan pada orang lain, menerima dengan positif pada tekanan sosial, dapat mengkondisikan lingkungan sosial, memiliki arti hidup, serta mewujudkan potensi-potensi dalam dirinya secara berkala [3]. Psychological well-being yang tinggi berkaitan dengan fungsi sosial yang positif, relasi interpersonal yang lebih tinggi, kemampuan beradaptasi yang baik serta pembentukan potensi diri yang lebih matang.
Psychological well-being yang baik mampu membimbing remaja menjadi kreatif dan mengerti dengan perilaku yang sedang dilakukannya. Namun sebaliknya psychological well-being yang buruk akan membuat remaja mudah menyerah dalam melakukan sesuatu atau menghadapi sebuah masalah dan tidak dapat mengembangkan potensi dirinya. MenurutRyff psychological well-being merupakan konsep dinamis yang mencakup dimensi subjektif, sosial dan psikologis serta perilaku yang berhubungan. Kenyamanan dan kebahagiaan remaja dalam proses pembelajaran sangatlah penting karena akan menunjang potensinya untuk menentukan tujuan hidup remaja itu sendiri. Pentingnya mengkaji Psychological well-being pada peserta didik sekolah menengah lanjutan, terutama pada peserta didik di SMK karena agar para peserta didik mengetahui serta menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya guna dapat menggali dan mengasah keterampilan sesuai minat yang dimiliki [4]. Dalam penelitian yang dilakukan Prabowo [5] menunjukkan bahwa tingkat Psychological well-being pada remaja di Sekolah Menengah Kejuruan cenderung sedang karena dalam jurnalnya menjelaskan bahwa konsep Psychological well-being adalah kemampuan yang harus dimiliki individu untuk menerima dirinya secara apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan individu lain, mandiri dalam melakukan berbagai hal dan mandiri dalam menghadapi tekanan sosial,memiliki tujuan hidup serta mampu merealisasikan potensi yang ada pada dirinya secara berkelanjutan.
Masa remaja adalah masa yang kritis karena terjadi peralihan perkembangan dari anak – anak menuju masa dewasa. Mintarsih [6] menunjukkan bahwa tingkat Psychological well-being pada peserta didik di SMK adalah rendah. Dalam jurnalnya mengatakan bahwa masalah – masalah yang dialami oleh peserta didik yang ditemui pada masa perkembangannya akan berdampak pada psychological well-beingnya. Karena itu peserta didik yang mempunyai psychological well-being yang baik akan mudah untuk diarahkan menjadi individu yanng optimis,kreatif, dapat mengaktualisasikan potensi dirinya dan memiliki tanggung jawab dalam kehidupannya. Seperti dalam penelitian yang dipaparkan oleh mintarsih [6] dan Prabowo [5] bahwa tingkat psychological well-being pada remaja cenderung di tingkat rendah sampai sedang. Fenomena ini juga terlihat pada peserta didik di SMKN 1 Grati. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa peserta didik tersebut menggambarkan tentang peserta didik di SMKN 1 GRATI yang memerlukan aspek - aspek dari psychological well-being karena merasa kurang atau tidak mendapatkan dukungan yang bisa menunjang tingkat psychological well-being yang dimiliki, salah satu aspek yang ingin didapatkan oleh peserta didik adalah hubungan positif dengan orang lain.
Peserta didik membutuhkan cara untuk mengolah hubungan interpersonal serta rasa kepercayaan satu sama lain. Karena dengan hubungan interpersonal yang baik peserta didik akan merasa berharga dan penting dalam kehidupan bersosial. Hubungan interpersonal yang baik juga berpengaruh dengan pemaknaan dalam diri peserta didik tentang saling memberi dan menerima dalam suatu hubungan. Selain dukungan positif, aspek lainnya yang tergambar adalah penguasaan lingkungan. Kemampuan memodifikasi lingkungan menjadi penting karena untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan yang akan dihadapi oleh peserta didik. Ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi psychological well-being yaitu : pertama adalah usia, karena penguasaan lingkungan yang dilakukan oleh individu juga akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kemudian faktor selanjutnya adalah jenis kelamin, hal ini menjadi faktor yang mempengaruhi psychological well-being karena tingkat dan juga perkembangan dari psychological well-being akan berbeda antara perempuan dan laki – laki. Kemudian faktor yang ketiga adalah dukungan sosial, hal ini sangat jelas karena individu sebagai makhluk sosial akan memerlukan orang lain untuk bisa membantu keberlangsungan hidupnya [5].
Menurut Sarafino [6] individu yang mendapatkan dukungan sosial akan merasa dicintai, dipedulikan, dihormati dan dihargai, merasa salah satu bagian dari jaringan sosial, seperti keluarga dan juga organisasi masyarakat dan mampu bertahan pada saat dibutuhkan dalam keadaan bahaya. Karena itu dukungan sosial adalah salah satu faktor yang penting untuk tingkat psychological well-being pada remaja. Karena remaja juga sangat membutuhkan campur tangan orang lain untuk bisa membantunya dalam dalam banyak hal dan salah satunya proses penerimaan diri dalam lingkungan yang mereka temui. Dukungan sosial dari teman sebaya dan orang tua menjadi fungsi sosialisasi utama pada masa remaja [7]. Salah satu bentuk dukungan sosial adalah dukungan emosional. Berbagai bentuk dukungan sosial yang dapat diterima ternyata dukungan emosional menjadi dukungan yang penting, hal ini dikarenakan dukungan emosional dapat memberikan rasa aman dan dicintai bagi individu yang mendapatkannya [2]. Dukungan emosional merupakan ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu sehingga individu merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Dukungan emosional ini membuat remaja belajar saling bertukar perasaan dan masalah karena merasa saat individu bercerita maka akan merasa lebih nyaman karena merasa individu yang mendengar telah mengerti akan keadaan dirinya dan masalah yang sedang ia hadapi.
Hal ini bisa membuat remaja merasa memiliki teman senasib, teman berbagi minat yang sama, teman berbagai hal yang sama yang saling menguatkan untuk melakukan berbagai hal [8]. Dukungan teman sebaya adalah hal biasa yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari [9]. Salah satu bentuk dukungan yang bisa diberikan adalah dukungan emosional. Adanya hubungan secara emosional dalam kehidupan remaja dengan teman sebayanya akan memunculkan berbagai manfaat yang memberikan pengaruh yang besar bagi remaja tersebut. Remaja sebagai peserta didik sekolah beranggapan bahwa tingkat kesesuaian diri dalam menjalin hubungan dengan orang lain merupakan suatu tingkatan sosial yang bisa meningkatkan hubungan dalam pertemanan. Hal tersebut terjadi karena kelompok pertemanan ini akan memberikan dukungan dan kekuatan secara emosional terhadap remaja baik secara individu maupun kelompok. Dukungan emosional yang baik akan membuat individu bisa mengatasi masalah yang sedang dihadapi karena mendapatkan dukungan - dukungan dari lingkungannya dan begitupun sebaliknya, apabila dukungan emosionalnya negatif maka saat individu menghadapi masalah akan bingung bahkan bisa memunculkan stres pada diri individu karena tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Dukungan emosional diberikan untuk mendukung atau membentuk psychological well-being pada remaja. Yang mana diketahui masa remaja memiliki emosional yang labil karena sejatinya sedang mencari jati diri. Masa remaja bisa juga disebut dengan masa storm and stress yang mana pada masa ini telah menunjukkan perubahan fisik dan kelenjar hormone yang mengakibatkan terjadinya ketegangan emosi yang meninggi. Pada masa ini remaja telah mengalami perubahan fisik juga ketidakstabilan emosional tentang banyak hal yang remaja temui di lingkungannya. Individu yang memiliki kontrol emosional yang baik akan bisa mengontrol serta memahami perasaan yang mereka miliki dengan baik pula, individu tersebut juga dapat memahami perasaan yang dialami orang lain secara baik. Individu dengan perkembangan emosional yang baik akan memungkinkan individu tersebut dapat mengontrol dengan baik pikiran yang mereka miliki sehingga bisa mendorong produktivitas mereka. Mengetahui kecerdasan emosional semenjak peserta didik baru memasuki sekolah perlu diperhatikan karena guna mendukung secara maksimal keberhasilan serta kesejahteraan psikologis peserta didik. Sehingga bisa dikatakan untuk membentuk psychological well-being yang tinggi salah satu cara yang dapat dilakukan dengan memperhatikan dukungan emosional yang didapat. Hal ini dikarenakan dukungan emosional bisa membuat individu merasa nyaman dan percaya diri karena merasa mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasi. Penelitian kuantitatif didefinisikan sebagai alat untuk menganalisis keterangan tentang apa yang ingin diketahui dengan proses menemukan pengetahuan dengan menggunakan data berupa angka. Penelitian korelasi adalah suatu penelitian pengumpulan data untuk menentukan adanya hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Subjek penelitian ini adalah peserta didik di SMKN 1 Grati dengan populasi yang berjumlah 2000 orang. Rumus Solvindigunakan pada pengambilan sampel di penelitian ini, yang menggunakan toleransi kesalahan 5%. Sehingga sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 333 responden. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan probability sampling dengan metode simple random sampling yakni dengan memilih peserta didik secara acak sebagai sampel. Metode probability sampling yang merupakan metode pengambilan sampel dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi sampel.Teknik ini di gunakan peneliti karena populasi yang di gunakan bersifat homogen yaitu peserta didik di SMKN 1 Grati.
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala psikologi. Untuk mengumpulkan data, skala akan disebarkan kepada responden yang menjadi subjek penelitian. Model penskalaan pada penelitian ini menggunakan model skala Likert. Skala psychological well-being yang digunakan adalah skala yang diadopsi dari Aini [10] dengan nilai reliabilitas skala setelah dilakukan try out sebesar 0,822 dan nilai validitas item berkisar 0,314 – 0,483. Sedangkan, Skala dukungan emosional yang digunakan adalah skala yang diadopsi dari Nisak [2] dengan nilai reliabilitas skala setelah dilakukan try out sebesar 0,894 dan nilai validitas item berkisar 0,310 – 0,756. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang menggunakan statistik inferensial. Analisis yang digunakan dalam statistik inferensial adalah analisis korelasi product moment.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan koefisien korelasi 0,562 dengan taraf signifikansi 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan emosional dengan psychological well-being. Hubungan positif dari penelitian ini menggambarkan bahwa semakin tinggi mendapatkan dukungan emosional maka tingkat psychological well-being yang dimiliki oleh peserta didik di SMKN 1 Grati juga akan semakin tinggi dan sebaliknya jika semakin rendah mendapatkan dukungan emosional maka maka tingkat psychological well-being yang dimiliki oleh peserta didik di SMKN 1 Grati juga akan rendah. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima karena memiliki hubungan positif antara dukungan emosional dengan psychological well-being pada peserta didik terbukti. Penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan tingkatdukungan emosional pada peserta didik perempuan dan laki – laki. Karena rata – rata tingkat dukungan emosional pada peserta didik perempuan dan laki – laki sebesar 38,364 dan 37,928. Dan juga rata – rata tingkat psychological well-being antara peserta didik perempuan dan laki – laki sebesar 57,820 dan 56,494. Dengan jumlah peserta didik antara perempuan dan laki – laki tidak sama yaitu dengan peserta didik perempuan sejumlah 250 orang dan peserta didik laki – laki sejumlah 83 orang.
Hasil kategorisasi pada penelitian ini dapat diketahui bahwa tingkat dukungan emosional yang dimiliki oleh peserta didik di SMKN 1 Grati ini berkisar pada kategori sedang sampai rendah yaitu sekitar 42% Hal ini menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang memiliki tingkat dukungan emosional yang rendah sehingga tingkat psychological well-being yang dimiliki oleh peserta didik pun juga rendah yaitu sekitar 36,9 %. Penelitian ini mendapatkan responden sekitar usia 16 tahun – 18 tahun atau berada pada fase remaja awal ( (13/14 – 17 tahun) dan remaja lanjut (17 – 20/21 tahun). Masyarakat dunia akhir – akhir ini sedang menghadapi kesusahan karena dilanda musibah berupa wavah virus COVID-19. System pembelajaran yang secara signifikan berubah akibat dari terjadinya pandemic COVID-19 yang mana dari proses interaksi belajar mengajar secara tatap muka langsung menjadi interaksi dalam jaringan (daring) atau jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh ini membawa dampak kepada peserta didik, yakni karena tidak biasanya bertemu secara tatap muka baik dengan teman dan guru harus berubah menjadi tatap muka secara virtual membuat timbulnya rasa kejenuhan dan kebosanan pada banyak peserta didik ketika pembelajaran berlangsung [11]. Individu akan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengolah permasalahan yang dihadapi di sekolah ketika memiliki hubungan dekat dengan teman atau keluarga [11].
Peserta didik merasa kesulitan dalam proses pembelajaran jarak jauh karena disebabkan oleh minimnya sumber pembelajaran dan kurangnya dukungan orang tua [8]. Dampak pandemi juga menimbulkan stress saat di berada di rumah. Ditambah dengan kebijakan pembatasan sosial yang mengharuskan berada di dalam rumah membuat memiliki kecenderungan resiko kebingungan dan kemarahan. Karena hal ini membuat peserta didik merasa memiliki tekanan karena tidak bisa bertemu dengan teman sebayanya juga lingkungan sosialnya sehingga membuat dukungan emosionalnya rendah. Hasil penelitian ini menunjukkan 31,6 % pengaruh dari dukungan emosional yang dapat mempengaruhi tingkat psychological well-being pada peserta didik dan sisanya tingkat psychological well-being dapat dipengaruhi oleh variabel lain dimana variabel tersebut tidak diteliti pada penelitian ini.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan emosional dengan psychological well-being pada peserta didik di SMKN 1 Grati. Hasil penelitian menunjukkan hasil koefisien korelasi 0,562 dengan taraf signifikansi 0,000 < 0,05 yang artinya hipotesis pada penelitian ini dapat diterima. Hubungan positif dari penelitian ini menggambarkan bahwa semakin tinggi mendapatkan dukungan emosional maka tingkat psychological well-being yang dimiliki oleh peserta didik di SMKN 1 Grati juga akan semakin tinggi dan sebaliknya jika semakin rendah mendapatkan dukungan emosional maka maka tingkat psychological well-being yang dimiliki oleh peserta didik di SMKN 1 Grati juga akan rendah.
References
- Aini, “Hubungan Celebrity Worship Dengan Pychological Well Being Pada Remaja Penggemar Korean Pop Di All Fandom Kpopers Malang,” Skripsi, no. Hubungan Celebrity Worship Dengan Pychological Well Being , pp. 1-126, 2019.
- Anggraeni, “Hubungan Antara Religiusitas dan stress dengan psychological well being pada remaja pondok pesantren,” jurnal psikologi : teori & terapan Vol. 2, No. 1, pp. 29-45, 2011.
- Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
- Arikunto, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
- Bayani Dan Sarwasih, “Attachment Dan Peer Group Dengan Kemampuan Coping Stress Pada Siswa Kelas Vii Di Smp Rsbi Al Azhar 8 Kemang Pratama,” Jurnal Soul,, Vol. %1 Dari %2vol.6, No.1, No. Attachment Dan Peer Group Dengan Kemampuan Coping Stress, 2013.
- Dinova, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Psichological Well-Being Pada Remaja Panti Asuhan,” Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, No. Ubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Psichological Well-Being, 2016.
- Duryati Dan Pratama, “Dukungan Sosial & Student Well-Being Pada Siswa Di Masa Pembelajaran Jarak Jauh,” Jurnal Pakar Pendidikan,, Vol. %1 Dari %2volume 18, Nomor 2, No. Dukungan Sosial & Student Well-Being, Pp. 8-20, 2020.
- Gomez-Lopez, Viejo Dan Ortega-Ruiz, “Psychological Wll-Being During Asolescence : Stability And Association With Romantic Relationships,” Frontiers In Psychology,, Vol. %1 Dari %2volume 10, Article 1772, No. Psychological Wll-Being During Asolescence, 2019.
- Handayani, Lilik Dan Agustin, “Perbedaan Psychological Well-Being Ditinjau Dari Strategi Self-Management Dalam Mengatasi Work - Family Conflict Pada Ibu Bekerja,” Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, No. Perbedaan Psychological Well-Being, 2017.
- Hardiningsih Dan Yuwono, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Resiliensi Pada Remaja Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta,” Naskah Publikasi, No. Ukungan Sosial Dengan Resiliensi Pada Remaja, Pp. 1-15, 2014.
- Hardjo Dan Novita, “Hubungan Dukungan Sosial Dengan Psychological Well-Being Pada Remaja Korban Sexual Abuse,” Program Studi Magister Psikologi, Program Pascasarjana, Universitas Medan Area, No. Dukungan Sosial Dengan Psychological Well-Being Pada Remaja, 2017.
- Harum, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kesejahteraan Siswa Di Smp Negeri 16 Surakarta,” Skripsi, No. Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kesejahteraan Siswa, Pp. 1-16, 2013.
- Karimah Dan NRH, “Perbedaan Psychological Well-Being Remaja Ditinjau Dari Persepsi Pola Asuh Orang Tua,” Jurnal Empati,, Vol. Volume 5(2), No. Perbedaan Psychological Well-Being, Pp. 291-295, 2016.
- Lakon, Wang, Butts, Jose Dan Hipp, “Cadcades Of Emosional Support In Friendship Networks And Adolescent Smoking,” Plos ONE, Vol. 12(6), No. Cadcades Of Emosional, Pp. 1-20, 2017.
- Mintarsih, “Hubungan Antara Perilaku Prososial Dengan Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) Pasa Siswa Kelas XI 2 Yogyakarta,” Skripsi, No. Perilaku Prososial Dengan Kesejahteraan Psikologis, Pp. 1-192, 2015.
- Musthafa Dan Widodo, “Psychological Well-Being Ditinjau Dari Dukungan Sosial Pada Santriwan-Santriwati Di Yayasan Al-Burhan Hidayatullah Semarang,” Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, No. Psychological Well-Being, 2017.
- C. Nisak, “Hubungan Dukungan Emosional Teman Sebaya Dengan Mekanisme Coping Pada Remaja Perempuan Di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember,” Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember, No. Dukungan Emosional Teman Sebaya Dengan Mekanisme Coping, 2017.
- A. Prabowo, “Kesejahteraan Psikologis Remaja Di Sekolah.,” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, Vol. %1 Dari %204,No.02, No. Kesejahteraan Psikologis, 2016.
- Pratiwi Dan Lakmiwati, “Pengaruh Dukungan Emosional,Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumental Dan Dukungan Informatif Terhadap Stress Pada Remaja Di Yayasan Panti Asuhan Putra Harapan Asrori Malang.,” Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya, No. Pengaruh Dukungan Emosional,Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumental Dan Dukungan Informatif Terhadap Stress.
- Prayogi, Muslihati Dan Hardarini, “Hubungan Self Efficacy, Optimism, Sosial Support Dan Psychological Well-Being Peserta Didik Smk,” Jurnal Pendisikan : Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, Vol. 2 Nomor 4, No. Hubungan Self Efficacy, Optimism, Sosial Support Dan Psychological Well-Being, Pp. 508-515, 2017.
- Rozsy, “Hubungan Antara Dukungan Emosional Teman Sebaya Dengan Burnout Pada Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember,” Skripsi, No. Hubungan Antara Dukungan Emosional Teman Sebaya Dengan Burnout, Pp. 1-119, 2018.
- Santrock, Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Jakarta: Erlangga, 2003.
- Winei, “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa Pada Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid 19,” Jurnal Kateketik Dan Pastoral, Vol. 6 No 1, No. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Motivasi Belaja, 2021.