Abstract
This study aims to determine and describe the interpersonal communication of single mothers in forming the self-confidence of adolescent children in Jemirahan Village RT08/RW03, Jabon District, Sidoarjo Regency. Data collection methods used in this study were observation and interviews. Observations were made in Jemirahan Village, RT 08/ RW 03, Jabon District, Sidoarjo Regency. Interviews were conducted with 4 (four) informants, namely JR (age 46 years), NH (age 36 years), JY (age 40 years) and NI (age 27 years). The data analysis used in this study consisted of three stages, namely: data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study can be explained that there are 4 (four) general qualities of single mother success in forming children's self-confidence, namely 1) openness, 2) empathy, 3) supportiveness, and positive (positive) attitude. In addition, there are other aspects that can make a single mother able to form her child's self-confidence, namely accessibility.
Pendahuluan
Keluarga yang juga dapat diartikan sebagai kelompok sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri, dan seorang anak. Keluarga merupakan wadah pertama bagi seorang anak untuk mengawali perkembangannya sejak saat dilahirkannya, yaitu perkembangan jasmani dan rohani. Menurut Mulyono untuk mencapai perkembangan yang optimal seorang anak membutuhkan bentuk kasih sayang, perhatian, dan rasa aman dari orang tua atau keluarga. Tanpa sentuhan-sentuhan manusiawi tersebut seorang anak bisa jadi merasa kurang atau bahkan tidak aman dan tidak nyaman sehingga dapat membuatnya kurang percaya diri. [1]
Gunarsa melengkapi bahwa peran keluarga terutama orang tua sangatlah penting bagi seorang anak, dimana anak dapat memperoleh pengalaman-pengalaman pertama yang dapat mempengaruhi kehidupannya dimasa yang akan datang. Gunawangsa menambahkan bahwa seorang anak yang dibesarkan dari keluarga yang harmonis lebih berpotensi memiliki benteng dalam pencegahan dari perilaku agresif atau negatif. Maka dari itu keharmonisan sebuah keluarga cukup penting untuk dihidupkan atau dipertahankan. [2]
Namun, tak semua keluarga dapat berjalan harmonis dalam kondisi keluarga yang utuh. Disamping keluarga yang utuh ada pula keluarga yang tidak utuh atau bercerai, dan setelah perceraian maka terjadilah kehidupan keluarga dengan status single parents.Perempuan yang menjadi single mother dapat menjalankan peran ganja yaitu menjadi sosok ibu serta ayah terhadap anaknya, itulah yang menjadikan memilih single mother sebagai subjek yang diteliti komunikasi interpersonalnya.[3]
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan berfokus pada komunikasi interpersonal single mother terhadap anaknya yang berusia remaja dalam membentuk kepecayaan diri. Penelitian ini berlokasi di Desa Jemirahan RT 08/RW 03 Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan observasi, peneliti melakukan pengamatan secara langsung yang selanjutnya dengan menggunakan teknik Purposive Sampling dalam menentukan informan dan mendapatkan 4 informan.[4]
No | Nama Informan (Inisial) | Umur | Pendidikan Terakhir | Pekerjaan | Jumlah Anak | Keterangan | Masa Single Mother |
1 | JR | 46 | SMP | Pedagang (Jualan Kerupuk) | 3 | Cerai Hidup | 6 tahun |
2 | NH | 36 | SMP | Pedagang (Jualan Kue) | 2 | Cerai Hidup | 3 tahun |
3 | JY | 40 | SD | Swasta | 2 | Cerai Hidup | 4 tahun |
4 | NI | 27 | SMK | Staff Admin | 1 | Cerai Hidup | tahun |
Hasil dan Pembahasan
Komunikasi interpersonal single mother dalam membentuk kepercayaan diri anak yaitu adanya keterbukaan (openness). Adanya kesediaan untuk membuka diri antara kedua belak pihak yang berkomunikasi [6]. Keterbukaan dalam penelitian ini terlihat antara ibu dan anak dengan berani dan jujur menyampaikan perasaan satu sama lainnya. Keterbukaan dalam komunikasi interpersonal yang terjalin dalam keluarga dapat menimbulkan rasa nyaman dan kesamaan, sehingga satu sama lain akan merasa lebih dekat. [7]
Tidak hanya itu, sikap mendukung (suportiveness) single mother juga sangat dibutuhkan oleh seorang anak untuk membentuk tingkat kepecayaan dirinya. Sikap mendukung dalam penelitian ditunjukkan seorang single mother yang memberikan kebebasan anak untuk berekspresi dan mengenal dirinya dengan berusaha tidak memberi batasan kepada anak untuk menjukan ekspresinya terhadap lingkungan sosial, bergaul dengan siapa saja dan berbuat apa saja tentu selama masih dijalur yang positif agar anak tumbuh menjadi anak yang percaya diri.[8] Pernyataan tersebut, selaras dengan Devito yang mengatakan bahwa ungkapan yang positif dan dukungan termasuk dalam proses komunikasi interpersonal yang efektif. Komunikasi interpersonal yang efektif antara ibu dan anak dapat mencapai tujuan sang ibu dalam mengajarkan rasa percaya diri. Hal tersebut dikarenakan, konsep diri berupa tingkat kepercayaaan diri sangat dipengaruhi oleh keluarga. Oleh karena itu, konsep diri tersebut dapat diubah, diperkuat oleh komunikasi antar anggota keluarga, salah satunya dengan memberikan dukungan. [9]
Selain itu, sikap empati (empathy) seorang anak untuk dapat memahami keadaan keluarganya sangat diharapkan oleh seorang single mother [10]. Sikap empati dalam penelitian ini dilakukan oleh single mother dengan selalu berinteraksi pada sang anak. Keempat informan dalam penelitian ini menjalani kehidupan pasca perceraian seperti biasa karena antara ibu dan anak dapat menerima dengan baik dan menyesuaikan keadaan agar tidak menjadi beban satu sama lain. Hal tersebut, dapat dikatakan bahwa terjalin komunikasi baik antara ibu dan anak.
Sikap positif (positivennes) merupakan sikap yang ditunjukan seorang anak ketika single mother membentuk konsep diri anaknya. Jika pesan-pesan di sampaikan oleh single mother kepada anaknya bisa diterima dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan tercipta perubahan prilaku sang anak. Dalam penelitian ini, sikap positif ditunjukkan oleh informan dengan menanamkan pembelajaran menabung bagi anak dengan tidak membeli barang yang tidak penting, mengajarkan rasa tanggung jawab sang anak guna menumbuhkan rasa kepercayaan diri. Dengan melakukan pujian atau ucapan terima kasih setelah anak berhasil melakukan tanggung jawab itu. Dengan begitu anak akan merasa lebih dianggap dan merasa diapresiasi atas tindakannya sehingga memotivasi dirinya untuk terus berbuat hal yang positif maka akan membuatnya dapat lebih percaya diri.
Kemudian dengan adanya aksesibilitas kehadiran seorang ibu dan waktu yang diberikan kepada anaknya (Doherty, Kouneski, & Erickson, 1998). Hal ini, selaras dengan hasil penelitian ini, bahwa setiap hari ibu sebagai orang tua tunggal selalu meluangkan waktu untuk anaknya dan selalu menemani kegiatan rutinnya setiap hari. Seperti misalnya mengantar ke TPA dan sekolah, atau membimbing belajar, dan sekedar bersepeda bersama. Kegiatan ini akan membuat anak merasa tidak kesepian karena keadaan keluarganya yang tidak ideal.
Kesimpulan
Terdapat empat kualitas umum keberhasilan seorang single mother dalam komunikasi interpersonal untuk membentuk kepercayaan diri anaknya, yakni: Keterbukaan (openness) keterbukaan antara single mothers dan anak yang terjalin dalam keluarga dapat menimbulkan rasa nyaman dan kesamaan, sehingga satu sama lain akan merasa lebih dekat. Empati (empathy) yang dituntujukkan oleh single mother dengan selalu berinteraksi pada anak. Sikap mendukung (suportiveness) ditunjukkan seorang single mothers yang memberikan kebebasan anak untuk berekspresi dan mengenal dirinya dengan berusaha tidak memberikan batasan kepada anak untuk menunjukan ekspresinya terhadap lingkungan sosial. Sikap positif (positivennes) ditunjukkan oleh informan dengan menanamkan pembelajaran menabung bagi anak dengan tidak membeli barang yang tidak penting. Selain 4 kualitas umum keberhasilan seorang single mother dalam membentuk kepercayaan diri anaknya yang sudah dijelaskan di atas. Ada aspek lain yang dapat membuat seorang single mother dapat membentuk kepercayaan diri anaknya yaitu aksesibilitas. Aksesibilitas menjadi sangat penting dan perlu diprioritaskan oleh seorang single mother untuk membentuk kepercayaan diri anaknya.
References
- Astuti, Denny. 2016. Keterlibatan Pengasuhan Ayah Sebagai Orang Tua Tunggal Dengan Anak Perempuannya Setelah Terjadinya Perceraian (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Di Desa Kwangsan, Kec Jumapolo). Komuniti, Vol VIII.
- Fitri, Eliza Riani. Rustiyarso. Salim, Izhar. 2016. Penerapan Pola Asuh Oleh Orang Tua Tunggal (Ibu) Dalam Pencapaian Pendidikan Formal Anak.
- Haryanti, Vinna Dewi. 2014. Perilaku Komunikasi Remaja Dengan Lingkungan Sosial Dari Keluarga Single Parent. Universitas Diponegoro.
- Hendriana, Haris. 2014. Membangun Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pembelajaran Matematika Humanis. Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19.
- Kinanti, Putri Cahaya. 2016. Pola Komunikasi Dan Hubungan Interpersonal Ibu Single Parent Dan Anaknya (Studi Kasus Pada Siswa SMP Negeri 7 Kotabumi). Universitas Lampung Bandar Lampung.
- Losa, Tirza Juwita. Boham, Antonius. Harilama, Stefi. 2016. Pola Komunikasi Ibu Single Parent Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Kelurahan Tingkulu. e-jurnal Acta Diurna, Vol V, No 2.
- Mulyana, Dedi. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Edisi 3. Bandung.
- Nurudin. 2016. Ilmu Komunikasi Ilmiah Dan Populer. PT Raja Grafindo Persada. Edisi 1. Jakarta.
- Suharsaputra, Uhar. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Edisi kedua. PT Refika Aditama. Bandung.
- Suryadinata, Elvany. 2016. Proses Komunikasi Interpersonal Antara Orang Tua Tunggal (Ibu) Dengan Anak Dalam Mempertahankan Intimacy. Jurnal e-Komunikasi, Volume 4.