Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.5.2021.2199

Arabic Language Curriculum Development in Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya in Maintaining Middle Eastern Culture-based Educational Institutions.


Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya Dalam Mempertahankan Lembaga Pendidikan Berbasis Kultur Timur Tengah.

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Arabic Language Curriculum Development Educational Institutions Middle East Culture

Abstract

Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya is an educational institution that concentrates on providing Arabic language education and islamic studies with an institutional style based on Middle Eastern Culture. This study aims to describe and analyze the development of the Arabic language curriculum and the achievement of Arabic curriculum development at MUBK Surabaya in maintaining Middle Eastern culture based educational institutions.This research uses a naturalistic qualitative approach with the type of field research and case study research design. The subjects in this study were Mudir, Deputy Mudir, Lecturers of Ma’had, alumni and students of MUBK Surabaya. data was collected by observation, interview, and documentation. Data analiysis techniques using data analysis techniques of Miles and Huberman, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions.The results of this research showed that the development of the Arabic language curriculum at MUBK Surabaya was carried out because of many background aspect including: stakeholder demands and students need. The principles of curriculum development are relevance, flexibility, continuity, as well as effectiveness and efficiency. The foundation of curriculum development used is religious, capability, psychological, and sosio-cultural. Middle Eastern culture at MUBK Surabaya includes 3 aspects, namely: first, the value system and nature of Middle Eastern people thought. Second, the pattern of life, attitudes, and Islamic habits of the Middle East. Third: patterns of student-teacher relationships in Middle Eastern cultures. The acvievement of curricilum development at MUBK Surabaya is by designing several courses to support the implementation of the 3 aspects of Middle Eastern culture.

Keywords : Arabic Language Curriculum Development; Educational Institutions; Middle East Culture.

I. Pendahuluan

Pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang. Pendidikan sebagaimana yang dirumuskan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 yaitu upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam pendidikan, kurikulum mempunyai kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan dan memegang peranan penting karena kurikulum mengarahkan tujuan pendidikan ke depannya agar berjalan lebih baik dan maksimal. Kurikulum merupakan instrumen atau perangkat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sukses tidaknya pendidikan berbanding lurus dengan kurikulum. Bila kurikulum dirancang dengan sistematis, komprehensif, dan melengkapi keperluan dalam memajukan proses kegiatan belajar mengajar, tentunya hasil atau prestasi pendidikan itu pun akan sesuai harapan.

Kurikulum mempunyai rumusan yang berbeda-beda, tergantung pada posisi pihak tertentu dalam sistem pendidikan. Subyek pembuat kurikulum akan memberi pengertian yang berbeda dengan pihak pemakai kurikulum yang meliputi guru dan peserta didik, pembuat kurikulum akan menyatakan bahwasannya kurikulum merupakan suatu rencana pelaksanaan pembelajaran yang ideal untuk di praktikkan di lembaga pendidikan, seorang guru akan memiliki pemaknaan tersendiri bahwasannya kurikulum merupakan produk pemerintah yang mengikat dan menjadi keharusan untuk di praktikkan, sedangkan seorang murid memahami bahwasannya kurikulum merupakan sesuatu yang harus mereka pelajari agar mereka dapat menuntaskan pendidikannya.

Mendesain sebuah kurikulum pendidikan di Indonesia yang merupakan negara besar dengan kebhinekaan yang beragam menjadi sebua hal yang tidak mudah. Pembuat kurikulum seperti berhadapan dengan pekerjaan mengurai benang kusut dikarenakan harus mempertimbangkan banyak hal terkait dengan adanya latar belakang keragaman ideologi, pandangan politik, kondisi sosial, variasi budaya, dan taraf ekonomi elemen bangsa dalam merumuskan kurikulum. Itulah di antara penyebab perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia hingga beberapa kali dan kemungkinan akan terus mengalami perubahan. Oleh sebab itu perlu pematangan agar tidak muncul kesan bahwa kurikulum yang dijalankan bukan sekedar kurikulum uji coba. Persoalan ini membuktikan tingkat kesulitan dalam merumuskan kurikulum pendidikan di Indonesia.

Menurut Suyanto keragaman ideologi, pandangan politik, kondisi sosial, variasi budaya, dan taraf ekonomi elemen bangsa adalah kenyataan yang tidak mudah untuk disikapi. Kebhinekaan seperti ini yang sepatutnya menjadi bahan baku pertimbangan dalam penyusunan kurikulum. Namun disayangkan, keragaman tersebut kurang diperhatikan [1].

Keragaman yang dapat dikatakan berposisi sebagai sebuah variabel bebas berada pada lingkup sekolah dan masyarakat di mana suatu kurikulum sedang dalam proses pengembangan diharapkan menjadi pengubah yang signifikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dapat diprediksikan. Pengaruh tersebut secara konkret berada pada diri guru yang bertanggungjawab terhadap pengembangan kurikulum dan pada siswa yang melaksanakan kurikulum [2]. Dapat pula dikatakan, pengaruh tersebut berada pada level yang tak boleh diabaikan sama sekali. Oleh sebab itu, keragaman ideologi, pandangan politik, kondisi sosial, variasi budaya, dan taraf ekonomi harus menjadi faktor yang diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum.

Pengembangan kurikulum adalah keniscayaan bagi lembaga pendidikan dalam proses dan pencapaian tujuan pendidikan sesuai harapan yang dicanangkan dan dapat memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat supaya dapat mengikuti tuntutan era yang ada.

Pengembangan kurikulum merupakan rangkaian pembuatan rancangan kurikulum agar memperoleh kurikulum menghasilkan kurikulum yang lebih komprehensif dan mendetail. Strategi penyeleksian dan penyusunan beberapa unsur kegiatan belajar mengajar saling berkaitan, dianya yaitu penentuan daftar kegiatan penyusunan kurikulum dan membuat detail arah pencapaian yang diajurkan, materi pelajaran, aktivitas, berpedoman pada sumber-sumber pengembangan kurikulum, rancangan, alur materi pelajaran rangkap, dan dapat mempercepat penyelesaian dalam kegiatan pembelajaran [3].

Kancah penelitian yang dipilih oleh penulis adalah Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya (MUBK Surabaya). Menurut dokumen MUBK 2021: Ma’had Umar Bin Al-Khattab (MUBK Surabaya), Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) adalah Lembaga Pendidikan Bahasa Arab dan Dirosah Islamiyyah yang didirikan atas program kerjasama Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Asia Muslim Charity Foundation (AMCF), sebuah organisasi sosial, nirlaba, dan nonpolitik, berbasis di Dubai Uni Emirat Arab dan telah berkiprah di Indonesia dan berkantor pusat di Jakarta. Lembaga Pendidikan Bahasa Arab dan Studi Islam yang lahir dari yayasan AMCF hingga tahun 2020 telah mencapai 20 ma’had yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, dan MUBK Surabaya adalah salah satunya.

MUBK Surabaya program bahasa Arab memiliki visi yaitu membentuk para mabasiswa yang berkarakter islami, berkarakter budi perkerti yang baik, melahirkan mahasiswa yang dapat berkomunikasi dengan bahasa Arab melalui ucapan dan rangkaian tulisan dalam menggapai tujuan pemahaman Al- Qur’ān dan Al-Sunnah dengan benar. Adapun misinya yaitu: 1) Melatih bahasa Arab secara optimal dengan media mutakhir dan sistematis, 2) Melatih kurikulum dasar Islam dengan berbahasa Arab, dan 3) Melatih agar mampu berbahasa Arab secara lisan dan tulisan digunakan baik di dalam maupun di luar ruang perkuliahan.

Hal inilah yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian di MUBK Surabaya ini, juga dilatarbelakangi dengan beberapa hal: Pertama, kurikulum yang digunakan adalah replikasi dari kurikulum lembaga-lembaga pendidikan bahasa Arab khas Timur Tengah, sangat representatif untuk dijadikan penelitian. Kedua, sistem pendidikan dan pola pengelolaan lembaga yang kental kultur Timur Tengahnya tidak seperti umumnya lembaga pendidikan lainnya di Indonesia. Ketiga, Lulusan MUBK Surabaya diproyeksikan memahami syariat agama Islam dan menjadi da’i, bukan hanya mempelajari bahasa Arab dari perspektif-perspektif linguistik semata.

Inilah beberapa kultur dan kekhasan yang diadopsi dari lembaga pendidikan Timur Tengah (khususnya Arab Saudi), dan berhasil menjadi magnet atau daya tarik bagi kalangan masyarakat untuk menempuh pendidikan di MUBK Surabaya. Daya tarik bagi masyarakat inilah yang menjadi alasan MUBK Surabaya mempertahankan kultur Timur Tengah dalam sistem pendidikannya.

Peneliti ingin mengetahui pengembangan kurikulum pembelajaran bahasa Arab di MUBK Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah ini sehingga dapat menjadi bahan pengayaan wawasan pendidikan bahasa Arab dan studi Islam bagi peneliti, pembaca, institusi-institusi pendidikan bahasa arab, maupun Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program studi pendidikan bahasa Arab.

Peneliti melihat permasalahan ini, sehingga memandang penting untuk mengadakan tinjaun dan penelitian dengan tema “Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya Dalam Mempertahankan Lembaga Pendidikan Berbasis Kultur Timur Tengah” dalam rangka memberikan sumbangsih pemikiran bagi Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dan khalayak pendidikan terutama dalam bidang pendidikan bahasa Arab.

Konsep Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab

Secara etimologis, asal usul makna kata kurikulum sebenarnya dari bahasa Yunani yakni curriculum, curir maknanya “pelari” dan curere maknanya “tempat berpacu”. Zaman Romawi Kuno di Yunani makna kata kurikulum digunakan dalam olahraga atletik. Sedangkan dari bahasa Perancis asal usul makna kurikulum yakni dari kata courier yang berari berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak lintasan pacu (running course) yang wajib ditempuh bagi seorang peserta lomba lari dari start sampai ke finish untuk mendapatkan penghargaan atau trofi [4].

Makna kurikulum dalam bahasa Arab didefinisikan dengan manhaj, yaitu tempat lintasan jelas dan nyata atau lintasan yang mempunyai aturan jelas yang ditempuh manusia dari segi kehidupannya. Dari segi posisi pendidikan, kurikulum mempunyai makna lintasan jelas dan nyata yang wajib ditempuh bagi guru dan siswa untuk memajukan ilmu pengetahuan, keterampilan dan etika serta norma-norma [5].

Secara terminologis, makna kata kurikulum dari segi pendidikan merupakan sekumpulan materi pelajaran yang wajib dituntaskan siswa di sekolah untuk memperoleh ijazah sebagai tanda penghargaan. Meskipun makna itu termasuk tradisional, setidaknya orang dapat mengetahui dan memahami asal usul makna kurikulum.

Kata pengembangan dapat dimaknai dengan proses, cara, perbuatan mengembangkan. Definisi pengembangan secara konvensional adalah aktifitas yang mewujudkan strategi baru sesudah diselenggarakannya evaluasi serta perbaikan seperlunya. Pengembangan juga mempunyai makna penyusunan, pengorganisasian, evaluasi dan perbaikan [6].

Pengembangan kurikulum yaitu strategi penyusunan kurikulum supaya memperoleh kurikulum yang komprehensif dan mendetail. Strategi tersebut harus memiliki relevansi antara pemilahan dan penyusunan beragam unsur kondisi belajar mengajar [7].

Pengembangan kurikulum juga mempunyai makna lain, yakni: proses membuat kurikulum, proses mempersatukan yang saling berkaitan agar dapat memperoleh kurikulum yang tepat dan proses penulisan rancangan, pengorganisasian, evaluasi dan perbaikan kurikulum [8].

Pengembangan kurikulum diupayakan sejalan dengan harapan, keadaan dan lingkungan masyarakat. Tahapan identifkasi dan kajian secara komprehensif dan mendetail berkaitan dengan landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum. Landasan dalam pengembangan kurikulum tersebut terdiri dari 6 macam, yaitu: landasan religius, landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial budaya, landasan organisatoris, dan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi [9].

Terdapat landasan lain yang dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum yaitu teori belajar tentang bagaimana siswa belajar. Selama ini, banyak pihak berbicara berkenaan dengan teori belajar yang dikembangkan terutama dari perspektif psikologi. Teori belajar seperti yang dikenal dalam literatur berbagai aliran dan teori psikologi. Sayangnya menurut Freire [10], teori belajar yang dikembangkan berangkat dari perspektif psikologi ini tidak jarang mengasumsikan bahwa peserta didik belajar dalam sebuah keadaan yang bebas nilaiatau lebih tepat dikatakan terlepas dari nilai sosial budaya. Jelas sekali bahwa teori-teori belajar seperti ini tidak menganggap bahwa peserta didik adalah suatu individu yang hidup dan bereaksi terhadap pemicu-pemicu yang melekat erat pada lingkungan sosial dan budaya di mana ia hidup.

Perlu diperhatikan supaya kurikulum mencapai keberhasilan yang sinkron dengan harapan segenap khalayak adalah menerapkan prinsip-prinsip dasar kurikulum dari suatu lembaga pendidikan, peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemerintah. Prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum, antara lain: prinsip berorientasi pada tujuan dan kompetensi, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibilitas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, dan prinsip sinkronisasi [11].

Perencanaan adalah awal dari proses pengembangan kurikulum. Langkah awal dalam perencanaan adalah membuat pemikiran-pemikiran untuk dituangkan dan dikembangkan dalam program. Terdapat lima ide yang mengawali perencanaan penyusunan kurikulum, yaitu: pencanangan visi, Kebutuhan stakeholders dan kebutuhan melanjutkan jenjang sekolah, sistem analisis terdahulu yang menuntut kemajuan zaman dan kemajuan IPTEK, pendapat-pendapat para ahli dari berbagai daerah asalnya, dan kecenderungan era globalisasi. Kelima ide tersebut selanjutnya dirancang yang mempunyai tujuan memajukan strategi kurikulum menjadi bentuk dokumen berupa silabus dan komponen-komponen kurikulum yang harus dimajukan dan disebarkan melaui sistem pelaksanaannya [12].

Model pengembangan kurikulum dipilih tidak hanya dilihat dari keunggulan dan keberhasilan yang maksimal, akan tetapi bisa disinkronkan dari sistem pendidikan, acuan sistem pengelolahan pendidikan dan pola penggunaan proses pendidikan. Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat tentang Model pengembangan kurikulum diantaranya yaitu: The Administrative Model, The Grass-Root Model, The Demonstration Model, Taba’s Inverted Model, Roger’s Interpersonal Relation Model, The Systematic Action Research Model, dan Emerging Technical Model[13].

Para ahli pendidikan dan kurikulum semenjak lama menyadari bahwa salah satu landasan pengembangan kurikulum di samping landasan lain seperti ilmu pengetahuan, teknologi, perkembangan masyarakat, ekonomi, dan politik adalah kultur. Kebudayaan/ kultur sebagaimana yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan faktor penting sebagai akar landasan pendidikan sebuah bangsa [14]. Seorang pakar kurikulum yaitu Print memberikan pandangan tentang pentingnya kultur yang memiliki posisi sebagai landasan bagi kurikulum dengan mengatakan bahwa kurikulum dapat mengonstruksi sebuah kebudayaan. Keseluruhan totalitas corak manusia hidup tercermin dalam kultur kebudayaan, ia merombak pola kehidupannya sehingga bukan saja menjadi landasan di mana kurikulum dikembangkan tetapi juga menjadi target hasil pengembangan kurikulum [15].

Kultur kebudayaan berfungsi dalam dua perspektif yaitu eksternal dan internal sebagaimana diungkapkan oleh J.T. Eggleston. Ia juga mengatakan:

The environment of the curriculum is external insofar as the social order in general establishes the milieu within which the schools operate; it is internal insofar as each of us carries around in our mind’s eye models of how the schools should function and what the curriculum should be. The external environment is full of disparate but overt conceptions about what the schools should be doing. The internal environment is a multiplicity of largely unconscious and often distorted views of our educational realities for, as individuals, we caught by our own cultural mindsets about what should be, rather than by a recognition of our swiftly changing, current realities[16]..

Kultur memiliki posisi yang amat penting dalam proses kurikulum. Namun, para pengembang kurikulum jarang meberikan perhatian serius dalam proses pengembangan yang mereka laksanakan. Pengaruh pandangan terhadap perkembangan ilmu dan teknologi seringkali lebih dominan mewarnai arah pemikiran para pengembang kurikulum dalam pengembangan kurikulum. Kebutuhan peserta didik dan masyarakat seringkali dihadapkan dengan pertimbangan yang diasumsikan lebih mendesak dan aktual yaitu adanya perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Biar bagaimanapun, posisi kultur kebudayaan adalah sangat penting dalam pengembangan kurikulum dan tidak boleh diabaikan.

Sanusi menyatakan bahwasanya terdapat beberapa faktor yang yang berpengaruh terhadap belajar siswa yaitu bahasa, persepsi, kognisi, keinginan berprestasi, motivasi berprestasi. Lebih tepatnya lagi keterkaitan antara kebudayaan dengan semua faktor tersebut menunjukkan hasil belajar yang lebih baik bagi peserta didik. Fakta tersebut mengemuka dikarenakan kultur memainkan perannya yang sangat menentukan bagi individu peserta didik dalam memaknai dengan tepat eksistensi dirinya di tengah lingkungan tempatnya berada. Maka dari itu, menjadi sebuah keniscayaan untuk memperhitungkan faktor kultur sebagai landasan penting dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar [17].

Lembaga Pendidikan Berbasis Kultur Timur Tengah

Secara umum, definisi lembaga pendidikan adalah  tempat berlangsungnya proses pendidikan bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar. Hasbullah mengungkapkan bahwa lembaga pendidikan adalah tempat berlangsungnya proses pendidikan yang meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Ada 3 macam bentuk lembaga pendidikan, yaitu: Pertama, lembaga pendidikan formal yaitu lembaga pendidikan yang dilaksanakan di sekolah mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Kedua, lembaga pendidikan informal yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dalam masyarakat dan keluarga. Ketiga, lembaga pendidikan nonformal yaitu lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga di luar sekolah atau diluar perguruan tinggi [18].

Apabila kultur kebudayaan seperti yang diutarakan para ahli merupakan landasan yang sangat penting dalam mengembangkan sebuah kurikulum, maka proses pengembangan kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan perlu menempatkan kultur sebagai pertimbangan penting. Dalam kamus bahasa Indonesia kata “kultur” adalah identi dengan makna kebudayaan. Kultur Timur Tengah yang dimaksud dalam penelitian ini difokuskan pada kultur arab yang identik dengan nilai-nilai agama Islam yang mencakup: sistem nilai dan alam pemikiran masyarakat Timur Tengah; Pola hidup, sikap dan kebiasaan islami Timur Tengah; dan Pola hubungan antar siswa-guru kultur Timur Tengah yang dinafasi ajaran islam.

Sistem nilai dan alam pemikiran masyarakat arab Timur Tengah bersumber dari ajaran tauḥīd yang merupakan pedoman sistem keyakinan yang fundamental,oleh sebab itu pembelajaran mata kuliah al-Tauḥīddi kancah penelitian ini memegang peranan kunci.

M. Zuhri menyatakan bahwa hal utama yang diwahyukan al-Qur’ān kepada Nabi Muḥammad SAW yaitu memberi mindset kepada masyarakat arab Timur Tengah dengan norma-norma agama ke arah tauḥīd. Nabi Muḥammad SAW. berasal dari wilayah Timur Tengah sehingga Nabi mengenal benar karakter yang dimiliki oleh masyarakat Timur Tengah. Setelah usia Nabi Muḥammad SAW. 40 tahun dirasa sudah matang, dan Nabi dianggap sangat berpengalaman sehingga Allāh memberikan amānah untuk mengajarkan tauḥīd kepada masyarakat Timur Tengah. Modal utama da‘wah Nabi Muḥammad SAW. adalah pengalamnnya dalam menganilis psikologis yang real dari lingkungan sosial Timur Tengah dan Nabi pun pernah bertaḥannuṡ di Gua irā’. Di dalam Gua Nabi merenung dan berfikir, sehingga Allah memberikan wahyu kepada Nabi dan tergeraklah hatinya untuk mensyiārkan agama Allāh. Syiār Nabi menggunakan cara dialektika. Dengan dialektika, Nabi dapat menganalisa secara cermat kejadian apa yang sesungguhnya ada di lingkungan sosial Timur Tengah. Dengan berpedoman pada al-Qur’ān lah dialektika itu dilakukan. Dialektika merupakan komunikasi secara langsung, tidak bisa dituangkan menjadi tulisan buku, akan tetapi ajaran beliau akan tersimpan rapi dalam tulisan al-Qur’ān dan fenomena tersebut akan diabadikan dalam al-Qur’ān [19].

Pola hidup, sikap dan kebiasaan islami Timur Tengah menunjuk pada perilaku etika maupun simbol-simbol syiar yang melekat pada masyarakat arab yang yang dijiwai agama islam dari mulai tata cara berbusana, berbicara, bergaul, hingga cara makan dan minum. Kancah penelitian ini mengonstruksi hal-hal tersebut melalui pembelajaran mata kuliah al-Ḥadīṡyang konten materinya mengajarkan pola hidup, sikap dan kebiasaan yang dimaksud. Rasulullah sendiri telah mengajarkan bagaimana cara menyelenggarakan pendidikan yang baik, yaitu pendidikan yang dilakukan secara kontinyu sepanjang kehidupan manusia. Tidak terbatas pada sekolah tetapi juga di rumah, di masjid, di tanah lapang, di tempat-tempat kerja, dan di berbagai tempat lainnya dimana manusia hidup dan melangsungkan aktivitas kehidupan. Tegasnya, pendidikan itu bisa dilakukan di segala tempat dan di sepanjang masa, serta diselenggarakan oleh setiap insan. Ukuran hasil dari kegiatan pendidikan ini tidak berada pada ijazah, dengan angka-angka yang ada padanya, melainkan wujud kepribadian muslim sejati yang diekspresikan melalui pola pikir, pola sikap, dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah kadar kemanusiaan pada pribadi anak didik bisa dilihat dan diukur kevaliditasannya [20].

Pola hubungan antara peserta didik ke guru pada lembaga pendidikan yang positif sangat penting untuk dipertahankan. Pada kancah penelitian ini diajarkan pola hubungan siswa-guru diajarkam melalui kitab Ta‘līm al-Muta‘allimyang konten materinya berkisar tentang etika menuntut ilmu dan etika kepada guru sebagai sumber ilmu. Menurut Nata [21] sebagai profesi penuntun masyarakat, guru didentikkan sebagai pengemban misi kenabian, bertugas meinginformasikan, mengedukasi umat dengan ayat-ayat al-Qur’ān, menuntun masyrakat untuk membersihkan diri dari dampak tindakan dosa-dosa, menjabarkan tentang perbuatan halāl-harām, menunjukkan mana sesuatu yang haqq dan memperingatkan mana yang bāṭil. Guru juga meniru karakter kenabian yang menuturkan kronologi sejarah peradaban bangsa-bangsa. Tugas risālah yang identik itulah yang menyebabkan guru memperoleh kedudukan terhormat yang hampir sejajar dengan seorang Nabi. Murid memperlakukan seorang guru dengan penuh respect dikarenakan ketinggian derajat tersebut.Kedalaman ilmu dan kredibilitas spiritual seorang guru membuat murid mengimplementasikan nilai-nilai ’uswah dari guru dalam aktifitas kehidupannya. Pada akhirnya guru menjadi faktor sentral dan utama dalam proses ta‘līm karena posisi’uswah yang dipegangnya. Murid yang terinspirasi dengan hal tersebut berupaya meniru dengan sebaik mungkin apa yang dicontohkan oleh guru. Hingga pada taraf seorang murid terobsesi untuk meraih posisi seperti gurunya dan menerima tongkat estafet perjuangan. Guru yang berkarakter ’uswah ini impact keteladananya sangat kuat pada diri murid. Implikasinya adalah murid berupaya menguatkan diri secara ilmiah dan pada saat yang bersamaan mengokohkan diri pada aspek spiritual. Murid berupaya membangun karakter kepribadian yang positif, membersihkan hati, menerapkan kewaspadaan tinggi dari tindakan yang rendah, menanamkan moral relijius yang tumbuh subur, dan mengasah spiritualitas pada tataran yang terbaik.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik dengan jenis penelitian lapangan (Field Research) dan rancangan penelitian studi kasus. Lokasi penelitian di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya. Subjek pada penelitian ini adalah: mudir, wakil mudir, dosen, alumni dan mahasiswa MUBK Surabaya. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Dalam penelitian ini, data dianalisis menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, maka yang digunakan dalam penelitian ini, data dianalisis secara interaktif dan secara terus menerus hingga mendapatkan data secara tuntas, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. Tahapan analisis datanya yaitu: data reduction atau reduksi data, data display atau penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

III. Hasil dan Pembahasan

Kurikulum Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya walaupun kontribusinya tidak sebesar kurikulum lembaga pendidikan tinggi islam di Indonesia lain yang sudah besar kiprahnya, namun demikian eksistensinya ikut memberikan warna dalam pendidikan anak bangsa baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum pendidikan yang sekarang dilaksanakan adalah agar mencakup seluruh aspek potensi peserta didik baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kurikulum MUBK Surabaya tidak hanya berisi pengetahuan untuk menunjang aspek kognitif yang berkonotasi pada penguatan kecerdasan akademis, namun juga dikonsentrasikan pada pembentukan kepribadian da’i dan relijius berbasis kultur islami yang berlandaskan al-Qur’ān dan al-Sunnah serta berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang menginginkan generasi bangsa yang mempunyai kematangan īmān dan taqwā.

Kepribadian berbasis al-Qur’ān dan al-Sunnah itu perlu dikondisikan dalam sebuah lembaga pendidikan yang memiliki kultur yang selaras dengan nilai-nilai Qur’ān yaitu kultur islami itu sendiri. Dalam penelitian ini kultur islami tersebut distilahkan dengan kultur Timur Tengah disebabkan oleh hubungan tak terpisahkan antara keduanya.

Pengembangan kurikulum di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah direncanakan dan dilaksanakan secara kontinyu dalam rangka mengantisipasi kebutuhan dan tuntutan dari stokeholder, idealnyatanpa harus menunggu munculnya kebutuhan dan perubahan terlebih dahulu.

Terlebih pada periode modern seperti saat ini dimana dunia telah memasuki era globalisasi dan era industri 4.0 yang semakin menuntut adanya perubahan dan pengembangan dalam segala hal. Hal tersebut berpengaruh pada dinamika di masyarakat, terlebih lagi pada aspek pendidikan dan kebutuhan mereka terhadap mutu dari lembaga pendidikan. Masyarakat semakin cerdas dan tuntutan akan lulusan juga semakin tinggi. MUBK Surabaya juga harus mampu menjawab tuntutan tersebut, yang pada masa lalu masyarakat sekedar menuntut lulusannya ahli membaca (Qirā’ah), berbicara (Kalām), menyimak (Istimā‘), menulis (Kitābah) dalam bahasa Arab saja. Demikian pula pada masa sekarang bukan sekedar mampu berpidato bahasa arab, menyampaikan materi keagamaan, atau mampu mentransfer ilmunya dengan cara mengajar di lembaga pendidikan, dan lain sebagainya namun harus berkarakter dā‘ī dan menerapkan nilai-nilai Islām yang terinternalisasi dalam dirinya.

Pengembangan kurikulum bahasa Arab di MUBK Surabaya dikembangkan secara terstruktur dan berkala, mengacu kepada al-Qur’ān dan al-Sunnah dan perkembangan zaman sebagai pijakan untuk menentukan arah kebijakan dalam ranah kehidupan sehari-hari sebagai praktek nyata dari nilai-nilai Islam.

Program belajar mengajar yang ada di MUBK Surabaya dirancang untuk membimbing, mengarahkan, menunjukkan, melatih, mendesain suasana kelas agar mahasiswa dapat menguasai konten kurikulum dan membekali mahasiswa dengan praktek dan aplikasi ilmu pengetahuan yang telah mereka dapatkan selama menjadi mahasiswa MUBK Surabaya dalam realitas kehidupannya.

Dalam upaya pengembangan kurikulum ini, pihak Ma’had mempertimbangkan metode, materi pembelajaran, standar kelulusan untuk setiap level, sarana prasarana, anggaran, waktu yang dibutuhkan, dan evaluasi.

Tahap-tahap yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah adalah:

Pertama, Analisis kebutuhan dan kelayakan. Pada tahap ini pengembangan kurikulum melakukan mempertimbangkan dan merencanakan termasuk di dalamnya kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga.

Kedua, perencanaan kurikulum. Pada tahap ini pengembangan menyusun konsep perencanaan kurikulum. Berpijak pada kemampuan awal yang hendak dikembangkan pada tahap pertama, kemudian tujuan pengembangan kurikulum, serta model dan strukur kurikulum yang diharapkan dapat dikembangkan. Pengembang kurikulum merancang langkah-langkah belajar mengajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas yang meliputi pendekatan, strategi, metode, sumber, sistem penilaian, kompetensi setiap jenjang berlandaskan langkah-langkah yang telah disepakati bersama pada tahap pertama tadi. Pemilihan metode, materi, bahan ajar, dan sistem penilaian ada baiknya mengacu pada kompetensi yang dimiliki oleh setiap pengajar, situasi, kondisi, karakteristik Ma’had dan latar belakang, permintaan stakeholders, landasan kurikulum, prinsip-prinsip kurikulum.

Latar belakang pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah adalah adanya kebutuhan masyarakat kepada bahasa arab yang semakin meningkat.

Sehubungan dengan penetapan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah menerapkan prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, dan prinsip efektifitas dan efesiensi.

Landasan pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah adalah landasan religius, landasan kemampuan dan landasan sosial budaya.

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah telah memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh para ahli, namun pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah tersebut masih menggunakan prinsip-prinsip umum dalam mengembangkan kurikulumnya seperti yang telah dijelaskan oleh Nana Syaodih. Sehingga pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah lebih kompleks serta spesifik, hal-hal tersebut meliputi latar belakang, landasan pengembangan kurikulum dan prinsip pengembangan kurikulum.

Pencapaian pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah terkait erat dengan kultur Timur Tengah islami yang dikembangkan di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya, yaitu:

Pertama, sistem nilai dan alam pemikiran islami masyarakat Timur Tengah yang diaktualisasikan pada mata kuliah al-Tauḥīd.Hasil Pencapaian: bahwa sistem pendidikan tauḥīd di Ma‘had ‘Umar Surabaya mencakup strategi atau cara yang tepat dalam proses membentuk para mahasiswa agar dapat mengenal Allāh (ma‘rifat Allāh) secara baik, memiliki pondasi iman, mampu melaksanakan ibadah kepada Allāh dan menjalin hubungan dengan sesama manusia, sehingga aspek akhirat maupun aspek duniawi bisa dicapai secara proporsional.

Kedua pola hidup, sikap dan kebiasaan islami Timur Tengah yang diaktualisasikan pada mata kuliah al-Ḥadīṡ.Hasil Pencapaian: bahwa pembinaan karakter mahasiswa yang lebih diutamakan adalah aspek akhlāq (afektif) baru aspek pengetahuan dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) dan ini dapat terwujud apabila Ma‘had mampu membangun budaya Islami di Ma‘had. Dengan membangun budaya islami di Ma‘had sudah tentu dapat meningkatkan mutu pendidikan khususnya mutu Ma‘had dan Ma‘had akan menjadi pilihan masyarakat untuk kelanjutan pendidikan anak-anaknya.

Ketiga pola hubungan antara mahasiswa ke guru yang diaktualisasikan pada mata kuliah Ta‘līm al-Muta‘allim . Hasil Pencapaian: bahwa Ta‘līm al-Muta‘allim yang dapat memberikan dampak positif kepada penuntut ilmu khususnya mahasiswa yang sedang belajar di MUBK Surabaya yaitu: 1) Menguatkan sikap respek kepada ilmu pengetahuan dan ilmuan; 2) mempunyai kemampuan filter dan seleksi terhadap sumber ilmu pengetahuan dan subyek pemberi ilmu; 3) Konsep transmisi pengetahuan yang cenderung pada hafalan; 4) Kiat-kiat teknis pendayagunaan potensi otak, baik yang sifatnya terapi spiritual atau mental-psikologis.

Ketiga elemen tersebut merupakan acuan dan sasaran yang ingin dicapai serta diaktualisasikan di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya dalam kurikulum yang diterapkan melalui pembelajaran mata kuliah-mata kuliah yang diajarkan.

IV. Kesimpulan

Hasil penelitian dengan judul “Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab Di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya Dalam Mempertahankan Lembaga Pendidikan Berbasis Kultur Timur Tengah”, setelah melalui proses pencarian data, pemaparan data, reduksi data, dan analisis data dengan rumusan masalah, maka peneliti paparkan kesimpulan sebagai berikut:

Pengembangan kurikulum bahasa Arab di MUBK Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah berkisar pada 3 ruang lingkup yaitu latar belakang pengembangan kurikulum, prinsip pengembangan kurikulum, dan landasan pengembangan kurikulum. Latar belakang pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya meliputi beberapa hal yaitu: kondisi generasi muda Islam yang kurang memprioritaskan belajar bahasa arab, era industri 4.0 yang menuntut pengembangan pada segala hal, dan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya meliputi: pertama, prinsip relevansi yaitu keterkaiatan antara konten kurikulum dan juga lulusan dengan masyarakat. Kedua, prinsip fleksibilitas (keluwesan), dosen diberikan kewenangan untuk mengelola proses belajar mengajar, mahasiswa memiliki beberapa peluang dan keleluasaan untuk mengoptimalkan kebijakan kuliah. Ketiga, prinsip kesinambungan (Kontinuitas). Keempat, prinsip efektif dan efesien. Landasan pengembangan kurikulum bahasa Arab di Ma’had Umar Bin Al-Khattab Surabaya meliputi: landasan religius, landasan kemampuan, landasan psikologis, dan landasan sosial budaya.

Pencapaian pengembangan kurikulum bahasa Arab di MUBK Surabaya dalam mempertahankan lembaga pendidikan berbasis kultur Timur Tengah adalah dengan adanya pengefektifan mata kuliah-mata kuliah tertentu dan pembiasaannya dalam lingkungan Ma’had yang yang dapat menunjang 3 aspek kultur Timur Tengah yaitu: Pertama, sistem nilai dan alam pemikiran islami masyarakat Timur Tengah yang dikuatkan melalui mata kuliah al-Tauḥīd, Kedua pola hidup, sikap dan kebiasaan islami Timur Tengah yang dikonstruksi dengan mata kuliah al-Ḥadīṡ, dan Ketiga pola hubungan antara mahasiswa ke guru melalui pembelajaran kitab Ta‘līm al-Muta‘allim. Konten materi al-Tauḥīd mengarah pada penguatan sistem keyakinan, keimanan, dan falsafah hidup mahasiswa agar selaras dengan Aqīdah dan Manhaj Islām yang benar. Materi al-Ḥadīṡ berorientasi pada penguatan cara hidup yang Islami baik dalam dimensi ritual, etika perilaku interaksi sosial, dan menampilkan simbol-simbol syi‘ār keagamaan. Kitab Ta‘līm al-Muta‘allim konten materinya berfokus pada penanaman etika peserta didik kepada pendidik dan etika menuntut ilmu secara umum.

Ucapan Terima Kasih

Dengan beriring rasa syukur yang amat dalam kehadirat Allah SWT. penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam penelitian ini yaitu yang terhormat:

Pemerintah provinsi Jawa Timur sebagai donor penyedia dana bagi studi dan penelitian penulis melalui program beasiswa guru madrasah diniyyah .

Bapak/ Ibu dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya Program Studi Manajemen Pendidikan Islam yang memberikan sumbangsih wawasan yang luar biasa kepada penulis.

Keluarga tercinta atas dukungan dan motivasi yang luar biasa.

References

  1. Suyanto dan Jihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Melenium III. (Yogyakarta: Adicita, 2000).
  2. Darmaningtyas, Pendidikan Pada dan Setelah Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999).
  3. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
  4. Zainal Arifin, Konsep Dan Model pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012),
  5. Al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, (Terj. Hassan Langgulung) ( Jakarta: Bulan Bintang, 1984).
  6. Winarno Sukhmad, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru, 1997).
  7. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
  8. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).
  9. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
  10. Paulo Freire, Menggugat Pendidikan, (terj.) Omi Intan Naomi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
  11. Anin Nurhayati, Kurikulum Inovasi Telaah Terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: Teras, 2010)
  12. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).
  13. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
  14. Ki Hajar Dewantara, Dasar-dasar Pembaharuan Pengajaran, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1946)
  15. Ondi Saondi, Konsep-Konsep Dasar Menjadi Sekolah Unggul, (Yogyakarta: Deepublish, 2015).
  16. Agustinus Hermino, Manajemen Kurikulum Berbasis Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2010).
  17. M. Faisol Fatawi, Tafsir Sosiolinguistik: Memahami Huruf Muqata’ah Dalam al-Qur’ān, (Malang: UIN Malang Press,2005).
  18. Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)
  19. M. Zuhri, Potret Keteladanan Kiprah Politik Muhammad Rasulullah, (Yogyakarta, LESFI, 2004).
  20. Isa Anshori, Cendikiawan Muslim Dalam Perspektif Pendidikan Islam, (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2020).
  21. Abuddin Nata. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-murid. Jakarta: Raja Grafindo Persada.2001.