Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.5.2021.2128

Transactional Leadership Patterns For Human Resources Development


Pola Kepemimpinan Transaksional Kepala Madrasah Untuk Pengembangan Sumber Daya Alam Manusia

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pattern of Leadership development human resources

Abstract

The pattern of  leadership is a style or model of leadership used by leaders to influence subordinates so that organizational goals are achieved or it can also be said that leadership style is a pattern of behavior and strategies that are preferred and often applied by a leader. A leader in an educational institution must have a style or model in order to influence his subordinates in order to achieve goals at the institution. The transactional leadership pattern can be interpreted as the method used by a leader in moving his members by offering rewards/consequences for each contribution made by members to the organization.

                The focus of this research is to find out the leadership pattern of a madrasah principal in his efforts to develop human resources, in this case educators and education staff. Because in reality, madrasas are still seen as educational institutions that are less good than public schools. The progress of an educational institution cannot be separated from the participation of the principal, educators, teaching staff and parents of students. The author sees the leadership pattern of the head of MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin with a transactional leadership pattern

This study uses a descriptive method which is carried out through data collection in the field, which provides an overview of the leadership of the madrasah principal. This research approach uses a qualitative approach. The data of this research are in the form of quotes, words, phrases, and story sentences. 

From the research conducted, MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng has not yet fully implemented the pattern of transactional leadership, because the exiting human resources tend to stagnate and do not develop in terms of academic graduates who are generally reluctant tot continue their studie at a higher level.

Kepala Madrasah merupakan pemimpin lembaga pendidikan madrasah yang berperan sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia di madrasah. Ketercapain tujuan lembaga pendidikan madrasah tergantung pada kecakapan dan kebijakan kepala madrasah sebagai pemimpinnya. Kepala madrasah adalah seorang pejabat yang profesional dalam organisasi madrasah yang berfungsi mengatur semua sumber daya yang dimiliki oleh madrasah. Lingkungan madrasah yang kondusif dapat dicapai melalui perbaikan dalam pelaksanaan kurikulum yang terus menerus dilakukan, melalui penyediaan sumber daya belajar yang memadai, menciptakan situasi belajar yang menarik, meningkatkan mutu guru, penguatan pendidikan karakter, dan menata manajemen madrasah dengan baik. Manajemen sekolah dikelola oleh kepala madarasah dengan difokuskan pada pengelolaan benda hidup, sumber daya manusia, karena madrasah adalah lembaga yang memanusiakan manusia. Dalam pelaksanaannya tentu diperlukan sarana dan prasarana yang dikelola oleh kepala madrasah. Fokus pada manusia–manusia di persekolahan ini berhubungan dengan kepemimpinan kepala sekolah .[1]

Fenomena yang terjadi masih banyak pimpinan dalam hal ini kepala madrasah yang ragu untuk dapat merubah pola-pola yang sudah ada dan belum berkembang , adapula yang lebih suka dengan menggunakan paksaan-paksaan agar bawahannya dapat tunduk dan patuh ke dalam semua kebijakan dan perintah sesuai dengan keinginannanya tanpa melalui proses musyawarah terlebih dahulu ( otoriter ). Berdasarkan temuan penelitian dari Suyani tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam peningkatan kinerja guru Madrasah Ibtidaiyah Se- Kecamatan Jabung Kabupaten Lampung Timur . [ 2]

Oleh karena itu , upaya peningkatan mutu sumberdaya madrasah merupakan tuntutan yang mendesak dan tidak mungkin dihindari . Pada era otonomi daerah , madrasah diharapkan mampu bersaing dengan sekolah umum dan kemampuan bersaing tentu hanya mungkin muncul jika mutu sumberdaya madrasah yang meliputi guru/ tenaga pendidik , karyawan , siswasiswa , sarana prasarana , visi-misi , program kerja madrasah tersebut berkualitas . Tanpa kualitas dari kepala madrasah yang visioner selaku pemimpin maka output sumber daya madrasah akan menjadi tenaga lapis bawah .

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut , Kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin kabupaten selalu melakukan pengembangan sumber daya manusia dalam upaya pengembangan madrasah. Penulis memilih penelitian ini , karena melihat realita yang ada bahwa madrasah masih di pandang sebagai lembaga pendidikan yang kurang bagus di banding dengan sekolah . Kemajuan suatu lembaga pendidikan tidak lepas dari peran serta kepala madrasah, pendidik , tenaga pendidik dan orang tua peserta didik .

II. Metode

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang bagaimana pola kepemimpinan transaksional kepala madrasah untuk pengembangan sumber daya manusia di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif menghasilkan temuan yang tidak diperoleh memakai prosedur statistik . Maksud dari penelitan kualitatif adalah penelitian dilakukan yang dilakukan secara intensif, artinya peneliti berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara detail dan hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan dan membuat laporan secara mendetail.[3]

Penelitain kualitatif tidak melakukan generalisasi tetapi lebih menekankan kedalam informasi dalam pengumpulan data sehingga sampai pada tingkat makna. Dalam pengumpulan data terjadi interaksi antara peneliti dengan sumber data yang memiliki latar belakang yang berbeda, pandangan, keyakinan, nilai-nilai, kepentingan dan persepsi yang berbeda-beda, sehingga dalam pengumpulan data, analisis, dan pembuatan laporan akan terikat oleh nilai-nilai masing-masing.[4]

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut informan, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu, dalam penelitian ini adalah pola kepemimpinan kepala madrasah untuk pengembangan sumber daya manusia.[5]

Ada dua hal penting yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari setting-nya, data bisa dikumpulkan pada setting alamiah dari laboratorium, dengan metode eksperimen, di rumah dengan para responden, pada suatu seminar, diskusi dan lain-lain. Bila dilihat dari sumbernya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancaran), quesioner (angket), dokumentasi dan tes.[6]

III. Hasil dan Pembahasan

Kepemimpinan merupakan khazanah penting dalam memahami apa dan bagaimana kepemimpinan itu, yang pasti dalam kehidupan sosial masyarakat, sejak awal disadari bahwa kepemimpinan seseorang berperan sebagai penggerak dalam proses kerjasama antar manusia dalam suatu kelompok atau organisasi termasuk di bidang pendidikan. Pemimpin dalam suatu masyarakat, lembaga, organisasi, atau suatu kelompok memiliki peran sangat penting dalam menggerakkan lembaga tersebut. Seberapa maju dan mundurnya suatu lembaga tergantung seberapa cepat dan lambatnya pemimpin dalam menggerakkan lembaga yang dipimpinnya.

Kepemimpinan merupakan suatu usaha dari seorang pemimpin untuk dapat merealisasikan tujuann individu maupun tujuan organisasi Sehingga, seorang pemimpin harus dapat mempengaruhi, mendukung, dan memberikan motivasi kepada bawahannya agar mereka secara sadar dan antusias dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya untuk tercapai tujuan yang diinginkan baik oleh individu maupun organisasi. Kepemimpinan transaksional dibangun atas dasa tarnsaksi yang saling memuaskan antara pemimpin dan para pengikut dalam konteks situasi khusus. Kepemimpinan transaksional menunjukkan adanya tiga kekuatan yaitu kepemimpinan, para pengikut, dan situasi. Dengan demikian kepemimpinan model transaksional terjadi ketika penilaian terhadap tiga kekuatan yang memiliki karakteristik penting dan cara ketiga ketiga kekuatan tersebut saling interaksi.

Konsep kepemimpinan tarnsaksional berangkat dari asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Kepemimpinan transaksional berawal dari pertukaran antara pemimpin dan anggota berdasarkan pemenuhan kewajiban kontrak dan biasanya direpresentasikan sebagai menetapkan tujuan, memantau, dan mengendalikan hasil. Kepemimpinan transaksional memberikan motivasi kepada anggotanya agar bekerja semaksimal mungkin melalui pemberian penghargaan sebagai imblan apabila mereka dapat melaksanakan tugas-tugas organisasi dengan baik dan sesuai dengan harapan pemimpin. Kepemimpinan tersebut sangat memperhatikan beberapa nilai yakni nilai moral individu anggota yang jujur dan bertanggungjawab. Tujuan kepemimpinan transaksional adalah membantu anggota organisasi atau lembaga agar mereka terus berkembang dalam pekerjaan guna pemenuhan kebutuhannya.[7]

Kepemimpinan transaksional dalam lembaga pendidikan sangat berkaitan dengan bagaimana kepala sekolah atau madrasah mampu memberi motivasi serta melakukan pemberdayaan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan. Jika kepala sekolah menerapkan kepemimpinan transaksional, maka akan berkaitan dengan bagaimana kepala sekolah mampu memberi motivasi serta melakukan pemberdayaan terhadap guru dan staf sekolah.

Kelebihan kepemimpinan transaksional yakni mampu mengakomodasi kebutuhan individu dalam organisasi m elalui kontrak kesepakatan antara pemimpin dan anggota organisasi yang memiliki kedekatan secara personal berupa hadiah. Pemberian hadiah bagi anggota organisasi yang mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab dengan baik, secara tidak langsung mendorong dan memotivasi individu untuk meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan transaksional dapat memotivasi bawahan atau anggota organisasi untuk meningkatkan motivasi kerja melalui minat-minat individu yang mereka inginkan . Reward dan punishment dalam kepemimpinan transaksional sejatinya mampu mamacu motivasi kinerja seluruh anggota untuk bekerja secara maksimal melewati standar yang ditetapkan sebelumnya . Di lihat dari kacamata positif, Kepemimpinan transaksional merupakan salah satu bentuk pola kepemimpinan di mana seorang pemimpin dalam peningkatan produktivitas lembaga melalui hubungan personal yang cukup dekat dengan anggota yang di rasa mampu membantu pemimpin menyelesaikan tugasnya dengan imbalan reward dan punishment yang mengakomodasi kebutuhan individu anggota itu sendiri.

Menurut hasil observasi dan wawancra peneliti dengan informan, peneliti menemukan, bahwa kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin menerapkan pola kepemimpinan tarnsaksional. Indikator kepemimpinan transaksional antara lain adalah:

a.Pemimpin menentukan tujuan yang akan dicapai oleh organisasi atau perusahaan dan menginformasikannya kepada para karyawan;

b.Pemimpinan mengawasi para karyawan dalam menjalankan pekerjaan atau tugas-tugasnya, untuk meraih tujuan tersebut;

c.Pemimpin memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi atau berhasil mencapai kinerja sesuai yang ditetapkan organisasi;

d.Pemimpin memberikan sanksi atau hukuman kepada karyawan yang tidak dapat mencapai kinerja sesuai yang telah ditetapkan organisasi.

e.Dalam gaya kepemimpinan transaksional, pemimpin cenderung menggunakan motivasi ekstrinsik sebagai cara untuk meningkatkan kinerja para karyawannya, seperti gaji, bonus, upah, jaminan sosial, profit sharing, pengakuan, dan promosi.

Dalam kepemimpinannya kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin memberlakukan orang lain sebagai individu, mempertimbangkan kebutuhan individual dan aspirasi-aspirasi, mendengarkan, mendidik, melatih, bawahan, memberi teladan dan mendorong kinerja bawahan. Ketika terjadi permasalahan diutamakan penyelesaiannya melalui musyawarah, saling sharing secara kekeluargaan, akan tetapi jika kondisi mengharuskan tegas dan keras, maka tidak ragu-ragu dalam memberikan sangsi kepada bawahannya dalam rangka untuk mendidik para guru agar lebih disiplin, bertanggung jawab, dan profesional sesuai bidangnya. Selain memberikan sangsi kepada bawahan, kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin juga memberikan penghargaan bagi bawahan yang mampu menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya dengan benar dan tepat waktu. Kepemimpinan kepala madrasah dalam sebuah lembaga pendidikan menurut ibu Sulbiyah tidak hanya mengikuti pola kepemimpina tertentu, melainkan pemimpin harus mengetahui dan memahami lembaga yang dipimpinnya, kapan harus memberi sangsi dan kapan harus memberi penghargaan, kapan harus bersikap tegas, kapan harus bertindak lebih demokratis serta memahami tiap-tiap kebutuhan dan kekurangan bawahan. Setiap guru dan karyawan dalam sebuah lembaga pendidikan tentunya memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda-beda baik dari segi psikologi, sosial, bahkan segala yang menyangkut pribadinya. Pemimpin di lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan dalam memahami karakter bawahannya, hal ini penting agar seorang pemimipin dapat memberikan motivasi, supervisi, pengarahan-pengarahan dengan tepat sasaran, sesuai dengan kebutuhan bawahannya agar mereka bisa mengembangkan sumber daya dan potensi yang miliki secara maksimal.

Kepemimpinan transaksional kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng akan bisa menimbulkan ketidakstabilan madrasah jika kemudian tidak bisa mengatur, mengarahkan dan mempengaruhi mereka akan pentingnya komitmen kepada Muhammadiyah. Pendidik dan tenaga kependidikan dal;amm menjalankan tugas dan kewajiban di madrasah tidak hanya karena adanya imbalan atau pengharagaan tetpi mereka juga di tuntut untuk memiliki komitmen terhadap Muhammadiyah, sebagaimana janjinya ketika awal masuk menjadi bagian dari MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng.

Pengembangan merupakan kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan umum jangka panjang. Pengembangan dapat dimaknai sebagai upaya meningkatkan segala sesuatu yang dimiliki agar bertambah menjadi lebih baik atau lebih besar dari sebelumnya. Pengembangan sumber daya manusia berarti segala upaya untuk meningkatkan agar potensi sumber daya manusia tersebut menjadi lebih besar, lebih baik, dan lebih berkualitas dalam rangka penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang lebih tinggi dan memenuhi kebutuhan jangka panjang yang terus menerus.

  • Pola Kepemimpinan Transaksional Kepala Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 2 Kedungbanteng
  • Wujud Pengembangan Sumber Daya Manusia di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng

Wujud dari pengambangan sumber daya manusia di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng dilakukan oleh kepala madrasah dengan pembagian tugas dan wewenang kepada guru-guru senior. Pemberian penghargaan atau reward bagi guru dan karyawan yang mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan efektif dan efesien. Kemudian juga memberikan kesempatan kepada semua guru dan karyawan untuk mengembangkan kariernya, baik di sekolah, persyarikatan dan juga di pemerintahan desa.

Pengembangan sumber daya manusia secara umum di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng masih belum nampak, dikarenakan para guru dan karyawan merasa berada dalam zona nyaman. Mereka yang sudah bersertifikasi dan termasuk guru senior juga belum ada keinginan untuk melanjutkan kuliah S2, dikarenakan tidak ada dampak yang bisa dirasakan dari peningkatan kualitas akademik. Bagi guru madya juga belum termotivasi untuk mengembangkan sumber daya yang dimiliki diakrenakan belum adanya standar dan perbedaan bagi yang S1 dan S2. Mereka sudah merasa bangga ketika sudah bisa mengajar di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng sebagi bentuk pengabdian dan rasa kepedulian pada madrasah tersebut. Bagi guru-guru muda atau yang baru juga masih mencari pengalaman dan juga sekedar mempraktikkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah, sehingga mereka juga belum termotivasi dan mempunyai kemauan untuk pengembangan sumber daya melalui peningkatan akademik

Pengembangan sumber daya manusia di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng masih berjalan natural, apa adanya dan belum terprogram secara baik. Sehingga yang terjadi dalam pengembangan sumber daya hanya sebatas pada guru senior, guru yang sudah bersertifikasi, guru madya dan guru muda. Namun dengan pola kepemimpinan transaksional tidak serta merta diterima oleh semua pihak yang ada di madrasah. Justru terkadang persolan muncul di internal guru senior yang kurang terjalin komunikasi yang baik antar mereka. Juga bisa terjadi kecemburuan bagi guru muda atau madya kepada guru senior karena terlalu diberikan kewenangan dan tugas yang berlebihan. Kemudian juga adanya rasa kurang diperhatikan dan dihargai kontribusi dan peran bagi guru muda dan madya.

Peran kepala madrasah yang kurang dominan juga menjadi kendala tersendiri ketika kepala madrasah menyampaikan gagasan atau pemikirannya untuk madrasah. Hal tersebut juga bisa mempengaruhi wibawa dari seorang kepala madrasah. Pemberian penghargaan yang tidak terkondisikan juga bisa mempengaruhi kinerja anggota yang lainnya. Termasuk kedekatan pimpinan kepada salah seorang yang dianggap banyak membantu kinerja kepala madrasah akan mengabaikan aspek yang dalam lembaga pendidikan. Sehingga berdampak pada adanya penurunan kinerja dari kelompok lain karena merasa bukan bagian dari kelompokm tersebut. Jika hal ini tidak segera diatasi maka akan muncul kelompok-kelompok dalam lembaga tersebut. Jika kelompok satu dengan lainnya berusaha saling berlomba-lomba untuk kebaikan hal tersebut berdampak positif bagi madrasah, namun sebaliknya jika persaingan tersebut mengarah pada salin mencari kesalahan satu sama lain maka justru berakibat kurang baik bagi madrasah.

Pola kepemimpinan transaksional kepala madrasah untuk pengembangan SDM dengan mendorong para guru untuk memiliki usaha lain atau sampingan sehingga mampu membantu penuhan kebutuhan madrasah dalam jangka waktu yang lama akan menjadi sesuatu yang kurang baik bagi perkembangan madrasah itu sendiri. Ketika seorang guru atau karyawan lebih banyak meninggalkan madrasah dikarenakan usaha sampingan atau kegiatan di luar madrasah akan mempengaruhi proses belajar mengajar. Apalagi jika kemudian ada beberapa guru atau karyawan yang sering meninggalkan madrasah, maka siswa merasa kurang mendapat perhatian bimbingan dan pendampingan dari guru tersebut menyebabkan proses belajar mengajar akan terganggu.

IV. Kesimpulan

Berdasaarkan penelitian yang dilakukan peneliti melalui data dan analisis yang sudah dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpilan bahwa Pola kepemimpinan Transaksional Kepala Madrasah untuk pengembangan sumber daya manusia di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin sebagai berikut :

1.Pola kepemimpinan kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin adalah belum sepenuhnya melakukan pola kepemimpinan transaksional. Pola tersebut terlihat ketika kepala madrasah memberikan peran serta pembagian tugas kepada guru senior. Kepala madrasah berharap dengan pembagian tugas dan wewenag kepada guru senior yang punya kemampuan, pengalaman, dan komitmen yang tinggi kepada persyarikatan memberikan dampak yang baik dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng. Memang ada beberapa indicator pola kepemimpinan transaksional yang Nampak di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng, namun itu tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pengembangan SDM di sana. Hanya sebatas pembagian tugas dan wewenang melalui transaksi yang dilakukan oleh kepala madrasah dan guru-guru senior agar tercipta kinerja yang sinergi dan terarah antara pimpinan dan bawahannya, tetapi tidak ada transfer knowlage ataupun motivasi agar bisa terus meningkatkan SDM masing-masing.

2.Pemberian penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang juga menjadi ciri dari pola kepemimpinan transaksional. Kepala MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng juga memberikan apresiasi dan juga penghargaan bagi setiap individu yang ada di madrasah ketika mereka melakukan tugasnya dengan baik dan penuh tanggungjawab. Hal tersebut diharapkan menjadi salah satu bentuk dari peningkatan kinerja dan juga memotivasi para guru dan karyawan untuk tetap berkarya dan mengabdikan dirinya di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng Tanggulangin. Di samping memberikan penghargaaan , kepala madrasah juga memberikan sangsi bagi guru dan karyawan nyang teledoran, jurang disipli, dan tidak memiliki tanggunag jawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

3.Dalam rangka pengembangan karier bagi guru dan karyawan di MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng adalah memberikan kesempatan bagi mereka untuk berperan aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan di madrasah, persyarikatan dan juga lingkungannya. Pemberian kesempatan dalam pengembangan karier juga termasuk didalamnya adalah mendorong para guru dan karyawan mempunyai usaha sampingan untuk menopong perekonomian keluarganya. Dengan usaha sampingan yang dilakukan oleh guru tersebut diharapkan juga bisa memberikan kontribusi untuk membantu kepala madrasah dalam hal pembiayaan dan juga fasilitas bagi MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng.

4.Dalam pengembangan sumber daya pola kepemimpinan tersebut belum dapat memberikan kontribusi kepada para guru dan karyawan. Hal ini dapat dilihat, pertama dari data guru dan karyawan yang ada MI Muhammadiyah 2 Kedungbanteng yang mayoritas berpendidikan sarjana atau S1, kedua yang ada hanya guru senior , guru madya, dan guru muda, ketiga secara struktural penempatan guru pada jabatan struktur tidak sepenuhnya berdasarkan kemampuan dari sumber daya yang dimiliki, tetapi lebih pada kemauan atau kesediaan dari guru dan karyawan tersebut.

References

  1. Rizkiyatul Laili, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Mutu Sumberdaya Guru : Studi Kasus di SMA Negeri I Tumpang ( Malang: Tesis UIN, 2015)
  2. Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan (Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Motivational dan Mitos), (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.141.
  3. Ghony, M. Djunaidi, and. F.A, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta : Ar Ruzz Media, 2012)
  4. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung : Alfabeta, 2013), 295A.
  5. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2012), 153J. R.
  6. Bungin B, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013) hlm 128
  7. Sutarto Wijono, Kepemimpinan Dalam Perspektif Organisasi (Jakarta : Prenadamedia Group, 2018) 4