Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Medicine
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.1993

Relation Between Leukocyte Count and CRP (C-Reactive Protein) Levels in Typhoid Fever Patients


Hubungan Jumlah Leukosit dan Kadar CRP (C-Reactive Protein) Pada Pasien Demam Tifoid

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

CRP (C-Reactive Protein) typhoid fever leukocyte

Abstract

Typhoid fever is a systemic infectious disease characterized by the patient experiencing fever and abdominal pain due to the spread of Salmonella bacteria. Typhoid fever sufferers cause the immune system to decline which can affect changes in the number of white blood cells and in an infection, an inflammatory process occurs that produces cytokines which are the core stimulators of acute phase protein production, including C-reactive protein (C-reactive protein = CRP). This study was conducted in April 2021 with the aim of knowing the relationship between the number of leukocytes and CRP levels in typhoid fever patients at RA Basoeni Mojokerto Hospital. The design carried out in this study was a laboratory experimental, the sample needed in this study was 30 typhoid fever patients at RA Basoeni Hospital. Examination of the leukocyte count uses an automatic method with a Hematology analyzer, while CRP examination uses a semi-quantitative method. In the Spearman correlation test, it was found that there was no significant relationship between the number of leukocytes and the level of CRP p = 0.460.

I. Pendahuluan

Demametifoidradalah penyakitlinfeksi yang bersifatqsistemiktdengan ciri penderitalmengalamildemam dan nyeritabdominalekarenarpenyebaranldarilbakterioSalmonellaq[1].pMenurutidataiDinaslKesehatanlProvinsilJawa Timur tahun 2013, penyakitrdemamitifoid merupakanr10 penyakitlterbanyakldi Provinsi Jawa1Timur [2].

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti sel, disebut juga sel darah putih. Sistem kekebalan yang menurun dapat mempengaruhi perubahan jumlah sel darah putih, salah satunya pada penderita demam tifoid [3]. Sistem imun tubuh yang turun dapat menyebabkan terganggunya mekanisme respon imun seluler dan humoral, sehingga untuk mengembalikan keseimbangan sistem imun dapat dilakukan dengan pemberian imunostimulator [4]. Pemeriksaan laboratorium pada pasien demam tifoid akan menunjukan adanya leukopenia, leukositosis atau leukosit normal [5].

C-reactive protein merupakan salah satu protein fase akut non spesifik yang dihasilkan oleh hati dan kadar dalam darah meningkat pada inflamasi sebagai akibat respon imun non spesifik [6]. Bakteri umumnya menyebabkan penyakit yang lebih berat akibat inflamasi yang lebih luas sehingga lebih banyak melepaskan sitokin interleukin (IL) 6 yang merupakan sitokin penginduksi sintesis CRP [7]. Pada suatu infeksi, terjadi proses inflamasi yang menghasilkan sitokin yang merupakan stimulator inti dari produksi protein fase akut termasuk protein C-reaktif (C-reactive protein=CRP) [6].

II. Metode

A. Desain penelitian

PenelitianyiniPmenggunakanuanalisisPkuantitatifPmetodePeksperimentalPlaboratorikPuntukPmengetahuiphubunganojumlahgleukositodan kadar CRP pada penderita demam tifoid. Dengancmenggunakantdesainopenelitian ini yaitu potong lintang atau Crossysectional.

B. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien demam tifoid. Sampel pada penelitian ini adalah darah vena pasien rawat inap dan rawat jalan yang terkena demam tifoid dengan hasil pemeriksaan widal titer 1/160-1/320. Sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 30 pasien yang berada di RSUD. RA Basoeni, Gedeg Mojokerto.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium RSUD. RA Basoeni, Gedeg Mojokerto Penelitian ini dilakukan april 2021.

D. Alat dan Bahan

Alatpyang digunakan pada penelitian ini adalah HematologixAnalyzer, mikroskop, platetCRP, batanghpengaduk, mikropipet, pipet tetes. Bahan yang digunakan adalah sampel darahtEDTA 10%, serum, spuid, yellow tip, antihuman CRP antibody, control positif, control negatif.

E. Tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan

Persiapanyyaitultahap dimanalpenelitilmelakukan persiapan alat, bahan dan pengambilan darah vena. pengambilan darah vena yang pertama yaitu tentukan lokasi penusukan. Pasangytourniquetipada lengan atas. Fiksasilvena dengan kapasialcohol 70% Lakukanlpenusukan arah jarumisejajar arah vena, lubang jarum menghadap ke atas. Bila arah tepatiakan tampak darahtmemasuki pangkal jarum. Hisapapelan-pelan yang diperlukan. Lepas tourniquet, tekan tempat penusukan dengan kapas steril, cabut jarum pelan-pelan. Masukkan darahike botol EDTAldengan tabunglantikoagulan.

2. Prosedur Pemeriksaan Widal

Pengujian ini menggunakan metodeislide atau SlidelAglutination. Pipet serumlmasing-masing, 20μl, 10μl, dan 5μl kedalam tiap lingkaran yang telah ditetesi serum, maka pengencerannya adalah 1:80, 1:160, 1:320. Campuryreagenlwidal dan serumihingga homogenldengan menggunakanlbatang pengaduk yang tersedia didalam kotak reagen. Kemudian baca hasil dalam waktu >1 menit. Bila terjadilaglutinasi,ldikatakan reaksi widalipositif dan jikaitidak terjadilaglutinasildikatakantnegatif [8].

3. Prosedur Pemeriksaan Leukosit

Tahapipengujian ini menggunakan alat hematologixanalyzer. Nama Alat Nihon Kohden tipe Alat MEK 6410K. Homogenkanltabung EDTA yangiberisi darah. Tekan OK pada alatylalu masukkan sampel padaijarum hingga hampirlmenyentuh dasar botol sampel. Kemudian tekanlcountiswitch dan biarkanihinggaljarum naik ke atas. Lalu Tarik tabung EDTA tersebut dan tunggu ± 1 menit hingga hasil sampel keluar pada layar. Isi identitas pada layariyang sesuaildengan identitasipada blanko permintaan. Tekan save, kemudian tekan preview dan print.

4 . Prosedur Pemeriksaan CRP ( C-Reactive Protein )

Pada pemeriksaanikadar CRP menggunakan metode kualitatif, jika hasil dari kualitatif menunjukkan CRP positif maka dilanjutkan metode semi kuantitatif. Dipipet keratasilingkarantslidetsampeliserumlsebanyake1ltetes (50μL), kontrolrpositifp(CP) danrkontrolinegatif (CN). Kemudianiditambahkan 1 tetes reagen lateks (antigen CRP) masing-masing ke atas lingkaran tersebut. Dihomogenkanidengan caralmemutaripada rotatorldengantkecepatani100irpm selamar2imenit.iSetelahlitu,phasiltdibacatdilbawahusinariterang.pAglutinasilyangpterjadilmenunjukkanrCRPipositif(CRP dalam spesimen ≥ 6 mg/L).

  • Pemeriksaan Kualitatif
  • Pemeriksaan Kuantitatif

Serum dengan metode kualitatif positif dilakukan pengencerantsampel secara seri, dengan cara: dipipetosebanyak 50?μL NaCl 0,9% keratasi6ilingkaran slide.pSetelahlitu,ldipipeto50oμL serumikeoatasilingkarantI (pengencerany2 kali), dihomogenkan. Dipipetlsuspensi dari lingkaranlI sebanyakl50 μL keiatasilingkaran II (pengenceran 4 kali), sampailkeislide Vi(pengencerani32 kali). Dipipetlsebanyaki50 μL,ikeplingkaranoVI (untukostok), jikatmasih menunjukkan hasilypositif pada lingkaran V. Setelah itu,iditambahkan ke atas masing-masing lingkaran reagenilateks CRP sebanyak 1 tetes. Dihomogenkanidengan caratmemutarlpadalrotatoridengan kecepatant100irpm selamay2imenit. Setelahlitu, hasiltdibacaldilbawahlsinariterang. Pengenceranitertinggilyang masihypositift(tampaktaglutinasi)odikalikanidenganp6mg/LimenunjukkanltiteriCRPldalamispesimenlserumiyangidiperiksa.

5. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan software statistic SPSS versi 16.0. Untuk menentukan normalitas suatu kelompok data adalah dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (untuk sampel <50). Distribusi tidak normal maka dilakukan secara statistik dengan melakukan uji statistik non parametrik Spearman.

6. Etika Penelitian

Peneliti telah melakukan uji kelayakan etik dan mendapatkan sertifikat ethical clearance nomor 191/HRECC.FODM/IV/2021 dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya.

III. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap hubungan jumlah leukosit dan kadar CRP (C-Reactive Protein) pada pasien demam tifoid, didapatkan hasil pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rerata ± Standar Deviasi (SD) Jumlah Leukosit dan kadar CRP (C-Reactive Protein) pada pasien demam tifoid

Variabel Rata-rata±SD
Jumlah leukosit (103/µL) 12.997±7,276
Kadar CRP (mg/l) 24,4±35,16

Berdasarkan Tabel 4.1. menunjukkan bahwa rata-rata jumlah leukosit dari 30 pasien widal positif yang diteliti adalah 12.997 103/µL jumlah leukosit terendah adalah 3.400 103/µL dan jumlah leukosit tertinggi adalah 33.400 103/µL sedangkan rata-rata kadar CRP sebesar 24,4 mg/l kadar CRP terendah adalah 0 dan kadar CRP tertinggi adalah 96.

Uji normalitas menggunakan metode Shapiro-Wilk yang dilakukan pada jumlah leukosit dan kadar CRP pasien demam tifoid menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal dengan nilai signifikansi berturut-turut p= 0,000 dan 0,043.

Tabel 4.2 Uji normalitas jumlah leukosit dan kadar CRP pasien demam tifoid

Variabel p
Jumlah Leukosit (103/µL) 0,043
Kadar CRP (mg/l) 0,000

Hasil analisis menunjukkan bahwa data tersebut terdistribusi tidak normal maka uji korelasi menggunakan uji non parametrik yaitu Korelasi Spearman.

Tabel 4.3 Uji korelasi spearman jumlah leukosit dan kadar CRP pasien demam tifoid

Variabel Koefisien Korelasi Sig
Jumlah Leukosit (103/µL) dengan Kadar CRP (mg/l) 0,140 0,640

Berdasarkan hasil korelasi Spearman didapatkan koefesien korelasi atau r = 0,140 yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat lemah antara jumlah leukosit dengan kadar CRP (C-Reactive Protein), sedangkan nilai p= 0,640 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara jumlah leukosit dengan kadar CRP.

  • Analisis Data
  • Pembahasan

PenyakitoTyphoid Fever (TF)oatau masyarakat awam mengenalnya dengan tifus ialah  demam yang disebabkan oleh infeksizbakteri Salmonella typhi dan menyebarcke seluruh tubuh. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kumanspathogen penyebabldemamitifoid, yaitulpenyakit infeksilsistemikiyang disertai demam jangka panjang, adanya bacteremia disertailinflamasilyangidapat merusaklusus daniorgan-organlhati. Setelah penderita terinfeksi bakteri tersebut, gejalaopenyakitnya akan berlangsungzselama satu hinggapdua minggu. Gejalaqumum yang terjadiopada penyakitltifoid adalah demam naik secaratbertanggaipada minggulpertama lalu demamqmenetap (kontinyu)latauiremiten padaominggu kedua. Demamqterutama sore/malamohari, sakit kepala, nyeritotot, anoreksia,imual, muntah,zobstipasi atau diarei[9].

Berdasarkan penelitianoyang dilakukan di Laboratorium RSUD diperoleh hasil yaitu: rata-rata jumlah leukosit 12,997 yang artinya normal pada orang sehat, sedangkan rata-rata nilai CRP sebesar 24,4 yang artinya lebih dari nilai rujukan CRP. Perhitungan menggunakan korelasi spearman didapatkan nilai koefisien korelasi atau r sebesar 0,140 yaitu adanya hubungan yang sangat lemah antara jumlah leukosit dengan kadar CRP, sedangkan nilai p= 0,640 yangimenunjukkan tidakqada hubungan yangzsignifikanqantaraijumlah leukosit dengan kadar CRP.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cita pada tahun 2011 yaitu pada gambaran abnormal pemeriksaan hematologi yang sering ditemukan pada penderita demam tifoid yaitu leukopeni, leukositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia, limfopenia, limfositosis, monositosis, peningkatan laju endap darah, anemia ringan,dan trombositopenia. Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yolanda pada tahun 2017 [10] didapatkan hasil CRP rata-rata 18,40 mg/L.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Syamsul Arifin [11]jumlah leukosit pada penderita demam tifoid didapatkan hasil 20wpenderita (65%) demam tifoid dengan kadarqleukosit normal dan 11 penderita (35%) demam tifoid dengan kadar leukosit abnormal. Dari data tersebut diketahui bahwa penderitaodemam tifoid denganzkadar leukositenormal lebihlbanyakldaripadaipenderitaidemam tifoididengan kadarlleukosit abnormal. Abro et al (2009) [12] telahsmelaporkan bahwa padaqpenderitaqdemamltifoid hanya 14,6% penderitalsajalyang kadarlleukositnyaqabnormal. Sedangkan penelitian pada penelitian Choo et al tahun 2001 [13] menyatakan kadar CRP padalanakidengan kultur S.typi positif,quji Widal dan Typhidot positif sebesar 43 mg/L. Penelitian Adeputri tahun 2016 menyatakan kadar CRP pada pasien demam tifoid sebesar 53 mg/L. Hal ini dapat terjadi mungkin karena adanya perbedaanometode pemeriksaan kadar CRP dan subjek penelitian juga berbeda. Namun demikian, tetap saja terjadi peningkatan kadar CRP pada pasien demam tifoid yang melebihionilai rujukan pada orang sehat [13; 14]

Selama terjadi infeksi, produk seperti lipopolisakaridao(LSP) mengaktifkan magrofag dan sel lain untuk melepaskan berbagaisitokin seperti Interleukin 1, Interleukin 6, Interleukin 8 dan TNF sebagai respon imun non-spesifik terhadap antigen bakteri. Sitokin-sitokin ini merangsanglhati untuk mensintesisqdan melepas sejumlahlprotein plasmalyang disebut proteinifase akut, sepertilC-Reactive Protein, MannanlBinding Lectin (MLB), asamoglikoprotein A1, komponenqamiloid P serum seruloplastin, dan fibrinogen (Longo dan Fauci, 2013; [15]. Penelitian yang dilakukan Amal et al 2012 tentang efek demam tifoid terhadap sitokin (Interleukin 6 dan 8) dan C-Reactive Proteinomenunjukkan bahwa terjadi peningkatan signifikan dari rata-rata Il-6, Il-8 dan CRP yang berturut-turut sebesar 153 pg/ml, 131 pg/ml dan 37,2 mg/L [16].

VII. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah leukosit dengan kadar CRP (p= 0,460).

Ucapan Terima Kasih

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium RSUD R.A Basoeni Mojokerto serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

References

  1. Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., and Jameson, J.L. (2005). Harrison’s principlesof Internal Medicine 16th edition. New York: McGraw-Hill. Retrieved from https://accessmedicine.mhmedical.com/book.aspx?bookID=2129
  2. Departemen Kesehatan Jawa Timur. (2013). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur.
  3. Widodo, D. (2006). Demam Tifoid : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III (IV). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  4. World Health Organization. (2011). Typhoid and other invasive salmonellosis. WHO: Geneva
  5. Rosinta, L., Suryani yani dewi., & Nurhayati, E. (2014). Hubungan durasi deman dengan kadar leukosit pada penderita demam tifoid anak usia 5-10 tahun yang dirawat inap di Rumah sakit Al-ihsan perioe januari-desember tahun 2014. Karya ilmiah, Universitas Islam Bandung, 43-48. Retrieved from http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/download/1221/pdf
  6. Irawati., Melinda, H., & Idjradinata, P.S. (2010). Kesesuaian nilai C-reaktif protein dan procalcitonin dalam diagnosis pneumonia berat pada anak. Jurnal saripediatri, 12(2),78-81. Retrieved from https://saripediatri.org/index.php/saripediatri/article/view/527
  7. Subanda, I.B., Purniti, N.P.S. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia bakteri pada anak. . Sari Pediatri. Universitas Udayana. 12 (3), 184- 9. DOI: http://dx.doi.org/10.14238/sp12.3.2010.184-9. Retreived from https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/512
  8. Handojo I., Edijanto SP., Probohoesodo MY & Mahartini NN. (2004). Comparison of the diagnostic value of local Widal slide test with imported Widal slide test. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicine and Public Health. 35 (2):366- 370. Retrieved from https://www.semanticscholar.org/paper/Comparison-of-thediagnostic-value-of-local-Widal-HandojoEdijanto/3a6c2e9185172bae8dc00d35d9b61392119c3c47.
  9. Dimitrov, T., Eded, E., Ossama, Albaksami., Shehab Al-Shehab., Abdul Kilani., Medhat, Shehab and Aref, Al-Nakkas. (2007). Clinical and microbiological investigation of typhoid rever in an infectious disease hospital in Kuwait. Journal of Medical Microbiology. 56 (2),538-544. DOI 10.1099/jmm.0.46814-0
  10. Sari, C.Y., Santosa, B., & Prastiyanto, M, E. (2017). Hubungan Kadar C-Reactive Protein Dengan Laju Endap Darah Pada Pasien Widal Positif. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. Retrieved from https://repository.unimus.ac.id/1207
  11. Arifin, S., Hartoyo, E., & Srihandayani, D. (2009). Hubungan Tingkat Demam dengan Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Penderita Demam Tifoid. Skripsi Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan. Retrieved from http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/1253
  12. Abro, A. H., Abdou, A. M., Gangwani, J. L., Ustadi, A. M., Younis, N. J., & Hussain, H. S. (2009). Hematological and Biochemical Changes In Typhoid Fever. Pakistan Journal Of Medical Science, 25, 166-171.
  13. Choo, K.E., David, T.M.E., Henry, R.L., Chan L.P., (2001). ‘Serum C-Reactive Protein Concentrations in Malaysian Children with Enteric Fever’. Journal of Tropical Pediatrics, vol. 47, pp. 211–214. .
  14. Idhyu, A.T. (2014). Perbedaan Kadar C-Reactive Protein pada Demam Akut karena Infeksi Dengue dan Demam Tifoid. Jurnal Penyakit Dalam, 3 (3), 138-141. Retrieved from http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/24/21.
  15. Bratawidjaja, K dan Rengganis, I. (2010). Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  16. Agustin & Melati. (2016). Gambaran C-reaktif Protein Pada Obesitas. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Bandung. 9-27. Retrieved from http://repository.poltekkesbdg.info/files/original/22bfe67a79c87259c1b5b7977 528fcf5.pdf