Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Science
DOI: 10.21070/acopen.5.2021.1944

Exclusive History Of Asi With Stunting Events In A Childhood


Riwayat Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Toddlers History of exvlusive breastfeeding Stunting

Abstract

Stunting is a condition in which a toddler’s growth and development does not match hias age. Meanwhile, exclusive breastfeeding without adding or replacing it with other foods or drinks given to babies from birth to 6 monts of age. The incidence prevalence data in Sidoarjo, precisely in Terik village, is (0,8%) of the 226 children under five who are stunting. This shows the hugh incidence of stunting in Terik Village, so it is necessary to carry out further studies. The purpose of this study was to determine the history of exclusive breasfeeding with the incidence of stunting in children under five.The research design used is a descriptive method and a questionnaire data collection instrument. The total population of 20 chidren under five who participated in the posyandu in Terik village was the subject of the study. Data presented in the form of frequency distribution tables and analyzed descriptively without statistical tests.The result showed that majority (55%) of children under five were not exclusively breastfed, a small proportion (10%) of children under five at the Posyandu as Terik villagewere stunted. Toddlers who are exclusively breastfed are not stunted (100%) more than those who are not exclusively breastfed (81,8%).The conclusion of this study is that children who are exclusively breastfed are not stunted more than those who are not exclusively breastfed, suggest that health workers provide health information or socialization to the public for early stunting prevention.

PENDAHULUAN

Stunting(pendek) atau kekurangan gizi secara kronik pada balita merupakan suatu bentuk lain dari pertumbuhan balita yang gagal. Kekurangan gizi kronik merupakan keadaan yang telah lama terjadi dan tidak sama seperti kurang gizi akut. Anak yang menderita stunting memiliki badan yang wajar tetapi sebenarnya tinggi badan anak tersebut lebih pendek dari tinggibadan anak yang normal seusianya. Stunting adalah suatu kejadian masalah yang menyebabkan terhambatnya perkembanagn pada manusia secara global. Saat ini anak umur lima tahun kebawah mengalami stunting sekitar 162 juta anak. Apabila tren tersebut berlanjut maka diprediksi pada tahun 2025 akan terdapat 172 anak dibawah umur 5 tahun yang mengalami stunting [1].

Salah satu faktor penyebab stunting adalah faktor riwayat ASI eklusif, ASI eklusif merupakan makanan terbaik pada bayi yang mengandung banyak mineral, vitamin dan antibodi yang diberikan samapai bayi umur 6 bulan. Apabila bayi tidak mendapatkan ASI dari lahir hingga berusia 6 bulan dapat dipastikan kebutuhan gizi yang dikonsumsi sangat kurang, dan antibodi alami tidak terbentuk. Hal itulah yang menyebabkan bayi yang tidak ASI eklusif rentang terhadap penyakit dan kurang gizi pada anak dapt menyebabkan proses pertumbuhan dan perkembangan terhambat atau tidak optimal sehingga kemungkinan akan mengakibatkan stunting[2].

Dampak dari stunting jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan dan kecerdasan otak, menghambat proses pertumbuhan fisik dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme tubuh. Sedangkan dampak dalam waktu jangka panjang dari stunting yaitu menurunnya kemampuan berfikir yang mempengaruhi prestasi belajar, daya tahan tubuh yang menurun menyebabkan anak mudah sakit, beresiko memicu penyakit diabetes, kelebihan berat badan atau obesitas, penyakit jantung, kanker, stroke dan kualitas kerja yang tidak maksimal karena rendahnya produktivitas ekonomi [3].

Hasil penelitian data awal di posyandu desa Terik kecamatan Wonoayu Sidoarjo yang dilakukan pada 4 November 2020 menunjukan sebagian kecil (10%) baliata di posyandu desa Terik mengalami stunting dan sebanyak (81,8%) balita tidak mendapatkan ASI eklusif maka perlu dilakukan sosialisasi kesehatan lebih lanjut untuk mencegah stunting lebih dini.

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dan intrumen pengumpulan data kuisioner. Populasi seluruh balita yang ikut posyandu di desa Terik sejumlah 20 balita seluruhnya dijadikan subyek penelitian. Data yang tersaji dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisa secara deskriptif tanpa uji statistik.

III. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini terdapat data umum dan data khusus. Dalam data umum terdiri dari usia balita, jenis kelamin balita, riwayat berat badan lahir balita, tinggi badan ibu, tingkat pendidikan ibu dan pekerjaan ibu. Sedangkan pada data khusus terdapat riwayat pemberian ASI eklusif dan tinggi badan balita.

Hasil Penelitian

Data Umum

3.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu Balita Di Posyandu Desa Terik Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

Pendidikan Frekuensi Persentase
SD /Sederajat 4 20 %
SMP/Sederajat 4 20 %
SMA/Sederajat 10 50 %
Perguruan Tinggi 2 10 %
Total 20 100 %

Sumber: kohort ibu Januari-Maret 2020

Tabel 3.1 menunjukan setengahnya (50%) ibu balita di Posyandu Desa Terik berjenjang pendidikan SMA. Hal tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan ibu balita di Posyandu desa Terik tentang stunting.

3.2 Distribusi Frekuensi Ibu Bekerja Di Posyandu Desa Terik Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

Bekerja Frekuensi Persentase
Tidak bekerja 9 45 %
Bekerja 11 55 %
Total 20 100 %

Sumber: kohort ibu Januari-Maret 2020

Tabel 3.2 menunjukan sebagian besar (55%) ibu balita di Posyandu Desa Terik bekerja.

Data Khusus

3.3 Distribusi Frekuensi Balita Stunting Di Posyandu Desa Terik Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

Stunting Frekuensi Persentase
Stunting 2 10 %
Tidak stunting 18 90 %
Total 20 100 %

Sumber: kohort balita di Posyandu desa

Tabel 3.3 menunjukan sebagian kecil (10%) balita di posyandu desa Terik adalah mengalami stunting. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2012) dimana terdapat keterkaitan antara pemberian ASI ekslusif pada balita dengan kejadian stunting pada balita [4].

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hien dan Kam juga menyatakan balita yang tidak mendapat ASI ekslusif akan lebih beresiko 3,7% mengalami kejadian stunting[5]. Pada penelitian Arifin [2012] juga menyatakan bahwa stunting dipengaruhi oleh pemberian ASI eklusif [6].

3 .4 Distribusi Frekuensi Riwayat Asi Ekslusif Di Posyandu Desa Terik Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

Riwayat asi Ekslusif Frekuensi Persentase
ASI eklusif 9 45 %
Tidak ASI eklusif 11 55 %
Total 20 100 %

Sumber: kohort ibu Januari-Maret 2020

Tabel 3.4 menunjukan sebagian besar (55%) balita di posyandu desa Terik tidak ASI ekslusif.

Dalam tabel tersebut dapat dilihat sebagian besar (55%) balita tidak mendapatkan ASI eksklusif dikarenakan banyak ibu balita yang bekerja sehingga balita tersebut tidak optimal dalam pemberian ASI eklusif. Perilaku tersebut dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi ibu [7].

Tingkat pendidikan ibu juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya stunting, ibu dengan pendidikan tinggi akan memiliki wawasan yang luas dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah[7]. Dalam penelitian Akombi menyebutkan anak yang lahir dari ibu yang terdidik dengan pendidikan tinggi cdenderung anaknyan tidak mengalami stunting [8].

3.5 Tabel Tabulasi Silang Riwayat ASI Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di Posyandu Desa Terik

Stunting
ASI ekslusif Ya Tidak Total
ASI ekslusif 0 (0 %) 9 (100%) 9
Tidak ASI ekslusif 2 (18,2 %) 9 (81,8%) 11
Total 2 18 20 (100%)

Sumber: kohort ibu Januari-Maret 2020

Tabel 3.5 Balita yang ASI ekslusif lebih banyak tidak mengalami stunting (100%) daripada yang tidak ASI ekslusif (81,8%), sedangkan balita yang tidak ASI ekslusif lebih banyak tidak mengalami stunting (18,2%) daripada balita yang ASI eksklusif (0%).

Berdasarkan hasil pada penelitan ini menunjukan bahwa balita di desa Terik yang mengalami stunting dikarenakan tingkat pendidikan ibu rendah sehingga pengetahuan tentang pentingnya pemberian ASI secara ekslusif 0-6 bulan kurang dan juga dikarenakan sebagian ibu bekerja menyebabkan waktu untuk pemberian ASI secara ekslusif tidak maksimal, sehingga bayi yang tidak mendapat kecukupan ASI mengalami stunting.

Penyebab stunting pada balita di posyandu desa Terik salah satunya adalah faktor pendidikan, hal tersebut juga didukung oleh penelitian Haile (2013) yang menyatakan anak yang dilahirkan dari ibu atau orang tua berpendidikan rendah cenderung akan menderita stunying, berbeda dengan ibu yang memiliki jenjang pendidikan tinggi mereka dengan mudah menerima pendidikan atau edukasi kesehataan seperti kecukupan gizi pada anak [9].

Karena pendidikan yang rendah tersebut, beberapa balita di posyandu desa Terik mengalami stunting karena tidak mendapat asupan ASI yang cukup, hal tersebut sejalan dengan penelitian oleh Tiwari (2014) yang menyatakan anak yang mendapat ASI eklusif cenderung tidak berpotensi mengalami stunting daripada anak yang tidak mendapat ASI eklusif [10].

KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di posyandu Terik kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Simpulan dari penelitian ini adalah : sebagian besar balita di posyandu desa Terik tidak mendapatkan ASI ekslusif, sebagian kecil balita di posyandu desa Terik mengalami stunting, balita yang ASI ekslusif lebih banyak tidak mengalami stunting daripada yang tidak ASI ekslusif.

UCAPAN TERIM A KASIH

Kepala desa dan bidan desa serta seluruh staff institusi lahan penelitian, dan seluruh ibu balita di posyandu desa Terik kecamatan Wonoayu Sidoarjo yang telah bersedia menjadi responden yang kooperatif dan membantu proses perizinan dan pengambilan data dalam penelitian ini samapai terselesaikan Karya Tulis Ilmiah ini .

References

  1. Word Health Organization. 2013. Childhoold Stunting: Challenges and Opportunities. Switzerland: Department of Nutrition for Health and Development.
  2. Tiwari, Rina, Ausman Lynne M, Agho Kingsley Emwinyore. 2014.Determinants of stunting and severe stunting among under-fives: evidence from the 2011 Nepal Demographic and Health Survey.Nepal: BMC Pediatric
  3. UNICEF. 1998. The State of The World’s Children. Oxford University press.
  4. Anisa, Paramitha. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 25-60 Bulan Di Kelurahan Kalibiru Depok Tahun 2012. Jakarta: Universitas Indonesia.
  5. Hien, N.N. and S. Kam. 2008. Nutrional Status and the Characteristics Related to Malnutrion in Children Under Five Years of Age in Nghean, Vietnam. J Prev Med Public Health:41(4). 232-240. DOI : 10.396/JPMPH.2008.41.4.232.
  6. Arifin, D.Z., Irdasari, S.Y., Sukandar,H. 2012. Analisis sebaran dan faktor resiko stunting pada balita di Kabupaten Purwakarta. Epidemiologi Komunitas FKUP Bandung
  7. Notoatmodjo, soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
  8. Akombi, Blessing Jaka. Agho Kingsley E, Hall John J, Merom Dafna, AstelBurt Thomas, and Renzaho Andre M.N. 2017. Stunting and severe stunting among children under-5 years in Nigeria: A multilevel analysis. Nigeria: BMC Pediatrics
  9. Haile, Demwoz, Azage Muluken, Mola Tegegn, and Rainey Rochelle. 2016. Exploring spatial variations and factors associated with childhood stunting in Ethiopia: spatial and multilevel analysis. Eithopia: BMC Pediatrics
  10. Tiwari, Rina, Ausman Lynne M, Agho Kingsley Emwinyore. 2014.Determinants of stunting and severe stunting among under-fives: evidence from the 2011 Nepal Demographic and Health Survey.Nepal: BMC Pediatrics