Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.4.2021.1739

Literature Study of Multiple Intelligences Implementation on Learning Outcomes in Elementary Schools


Studi Literatur Implementasi Multiple Intelligences Terhadap Hasil Balejar di Sekolah Dasar

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

HASIL BELAJAR MULTIPLE INTELLIGENCES SEKOLAH DASAR

Abstract

This study is intended to describe the implementation of Multiple Intelligences on learning outcomes in elementary schools. This research is included in qualitative research with the type of literature study research (Literature Review). There are four stages in this research, among others are; organize, synthesize, identify and formulate questions that require further research. The results of the research show that the implementation of Multiple Intelligences on learning outcomes in elementary schools can be applied to the learning process which includes; strategies, models, learning methods. the implementation of Multiple Intelligences on learning outcomes in elementary schools can be applied by all educators and education personnel, both teachers and principals. The implementation of Multiple Intelligences in elementary schools is also a new breakthrough in the education system in Indonesia because Multiple Intelligences is an education system that empowers students. There are 9 types of intelligence, including; linguistic, logical-mathematical, visual-spatial, kinesthetic, interpersonal, intrapersonal, musical, naturalistic and existential.

Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan segala potensi yang mereka miliki. dimana potensi-potensi itu akan berkembang dan meningkat dilihat dari aspek sikap, pengetahuan dan psikomotor. Kemampuan ini akan dibutuhkan oleh siswa terutama dalam hal bermasyarakt, berbangsa dan bernegara.

Peran guru adalah sebagai pengolah pembelajaran yang aktif dan inofatif. Pembelajaran aktif yang dimaksud ini adalah dapat terrealisasikan apabila telah dipersiapkan secara matang sehingga pembelajaran yang berlangsung akan kondusif dan terarah yang mana akan dapat memengaruhi hasil belajar siswa[1]. Setiap manusia memiliki keragaman kecerdasan, dalam pengertian lain disebut dengan kecerdasan ganda. Jasmine (2007: 26) mengatakan bahwa tidak ada manusia normal yang hanya memiliki satu jenis kecerdasan saja. Anak-anakpun juga memiliki potensi lebih dari satu kecerdasan[2].

Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dalam mengartikan suatu permasalahan kemudian dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, atau dapat dikatakan seseorang yang mampu menciptakan sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. kecerdasan tidak dapat diukur semata hanya karena

melihat tinggi rendahnya suatu nilai yang diperoleh sesorang dalam suatu tes atau ujian. Kecerdasan majemuk (multiple intelligences) adalah konsepsi yang dikembangkan oleh Howard Gardner. Menurut Gardner, intelegensi dapat berkembang bergantung pada konteks keterbiasaan yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh penyelesaian atau solusi dari berbagai masalah dan dapat menciptakan produk-produk baru yang bernilai budaya, karena intelegensi dapat berkembang dinamis tidak bersifat tetap dalam bentuk nilai konstan[3]. Agar seseorang berhasil dalam kehidupannya, maka keseimbangan kecerdasan IQ, harus dalam takaran seimbang serta beriringan dengan kecerdasar EQ dan SQ. Hal ini yang melatarbelakangi tolak ukur kecerdasan dan gagasan rasionalisme dimana intelegensi manusia hanya dilihat dari tingkat nilai IQ yang tinggi. Oleh sebab itu, Howard Gardner merumuskan teorinya yaitu tentang Multiple Intelligences. Howard Gardner berpendapat bahwa kecerdasan manusia terbagi menjadi 9 kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensial[4]

Di Indonesia, sekolah yang menerapkan Multiple Intelligence sini masih belum banyak adanya, karena belum seluruhnya sekolah-sekolah di Indonesia mengetahui dan memahami konsep dari Multiple Intelligences. Sekolah-sekolah yang ada di Indonesia pada saat ini masih tergolong sekolah yang menerapkan atau mengedepankan tes pada saat penerimaan peserta didik baru, maka dapat dikatakan sekolah tersebut hanya memperhatikan kecerdasan sebagian saja seperti hanya kecerdasan kognitif. Padahal manusia mempunyai beberapa kecerdasan untuk dapat dikembangkan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Howard Gardner[5].

Untuk itu sekolah perlu menerapkan Multiple Intelligences, Karena konsep dari Multiple Intelligences yakni menitikberatkan pada ranah keunikan yang selalu menemukan kelebihan dari setiap peserta didik. Lebih lanjut, konsep ini percaya bahwa tidak ada anak/peserta didik yang bodoh sebab setiap peserta didik pasti memiliki minimal satu kelebihan. Apabila kelebihan tersebut telah diketahui sejak awal, secara tidak langsung kelebihan tersebut dapat dikatakan sebagi potensi kepandaian sang peserta didik. Atas dasar itu seharusnya sekolah menerima siswa secara psikologis, dengan cara mengetahui kecenderungan kecerdasan peserta didik melalui metode riset yang dinamakan dengan Multiple Intelligences Research[6].

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, penerapan multiple intelligences di sekolah dasar Indonesia masih kurang maksimal. Masalah ini jika dibiarkan akan membuat sekolah-sekolah tetap mengutamakan kecerdasan kognitif saja. Artinya siswa akan menganggap dirinya bodoh jika kecerdasan konitifnya kurang , padahal mereka bisa saja memiliki kecerdasan lain yang dapat menunjang hasil belajarnya. Dalam hal ini, perlunya studi mengenai penerapan mulitiple intelligences di Sekolah Dasar. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian Studi Literatur Implementasi Multiple Intelligences Terhadap Hasil Belajar di Sekolah Dasar.

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif konstruktif. Dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interpretasi terhadap banyak perspektif yang beragam dari partisipan yang bergabung dalam penelitian[7].

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan atau studi literatur atau Literature Review. Studi Literatur adalah serangkaian penelitian yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka dimana objek penelitiannya digali melalui banyak informasi kepustakaan, misalnya adalah buku ensiklopedia, jurnal ilmiah, koran, majalah dan dokumen[8].

Sumber data pada peneltian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung pada subjek sebagai sumber data yang dicari[9]. Sumber data utama yaitu berasal dari Skripsi “ Moh Fadli Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, yang berjudul Implemetasi Konsep Multiple Intelligences dalam Mewujudkan Sekolah yang Unggul” yang dilakukan pada tahun 2015. Sedangkan pada data sekunder diperoleh dari jurnal-jurnal yang relevan dari yang berasal dari DOAJ, Google Schoolar serta bersal dari Procedia Journal. Terdapat 22 jurnal yang menjadi sumber data pada penelitian ini.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara mengumpulkan jurnal ilmiah atau artikel ilmiah yang sesuai dengan topik penelitian, topik penelitian dalam penelitian ini adalah tentang Imlementasi Multiple Intelligences di Sekolah Dasar. Metode analisis data pada penelitian ini peneliti terlebih dahulu mencari jurnal, artikel yang berhubungan dengan topik penelitian kemudian mencari persamaannya, mencari pertidaksamaanya, memberikan pandangan yang dimaksud dalam hal ini adalah peneliti memberikan pendapat berdasarkan teori yang ada, langkah berikutnya adalah membandingkan kemudian meringkas. Langkah Penelitian yang dilakukan yaitu (1) Organize, yaitu mengorganisasikan yang akan ditinjau atau di review, pada tahap ini peneliti terlebih dahulu menemukan ide penelitian, tujuan umum penelitian serta kesimpulan dari literatur yang diperoleh kemudian

mengelompokkan yang bertujuan untuk memfokuskan pembahasan untuk meninjau. (2) Synthezise yaitu menyatukan hasil yang diperoleh pada prosedur pertama yaitu mengorganisasikan menjadi suatu ringkasan agar menjadi kesatuan yang padu dengan memperhatikan hal-hal yang terkait diantara literatur yang diperoleh yaitu dengan fokus pengimplementasian multiple intelligences terhadap hasil belajar. (3) Identify, yaitu mengidentifikasikan isu-isu dalam literatur, dengan melakukan sebuah generalisasi hasil dari tahap penelitian ke dua (4) Merumuskan pertanyaan yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Maksudnya adalah setelah melakukan tahap ketiga terdapat hal baru yang perlu untuk dikupas dan dejelaskan lebih lanjut atau tidak[10].

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan analisis data dari berbagai sumber artikel yang dipublikasikan baik jurnal/prosiding ditemukan implementasi Multiple Intelligences di sekolah dasar.

Penerapan Multiple Intelligences di Indonesia masih asing dan belum banyak yang menerapkan teori ini karena beberapa hal, antara lain adalah :

Pertama, Guru-guru di Indonesia masih belum mengerti pengaplikasian teori Multiple Intelligence. Masih belum mengerti dikarenakan pada penerapannya antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya, bergantung pada kondisi masing-masing keadaan sekolah, keadaan siswa dan sarana penunjang yang lainnya

Kedua, beberapa Elemen sistem pendidikan di Indonesia masih kurang sejalan dengan sistem pendidikan yang proporsional. Pemahaman yang salah tentang sekolah unggul. alur pendidikannya, mulai dari input, proses dan output. Input adalah pandangan kita dari penerimaan siswa baru untuk masuk sekolah, proses adalah bagaimana proses belajar menagajar dapat berjalan dengan efektif. Sedangkan output adalah bagaimana proses assesment (penilaian) terhadap kegiatan pembelajaran yangharus dilakukan secara adil dan manusiawi.

Ketiga, rendahnya kreativitas guru di Indonesia. Banyak guru yang hanya fokus untuk menyampaikan materi pembelajaran tidak menghiraukan siswa tersebut memahami atau tidak. Karena fokus guru seperti itu maka metode yang digunakan untuk menyampaikan pembelajaran tersebut adalah hanya ceramah.

Keempat, rendahnya kreativitas guru di Indonesia. Banyak guru yang hanya terlalu fokus dalam menyampaikan materi pembelajaran dan kurang memiliki rasa apakah siswa memahami materi yang disampaikan atau tidak. Kebanyakan yang digunakan adalah metode ceramah[11].

Implementasi Multiple Intelligences terhadap Hasil Belajar dalam hal ini dapat dikatan bahwa penerapannya terdapat dalam proses pembelajaran yang meliputi: strategi, model, metode pembelajaran. Implementasi Multiple Intelligences terhadap Hasil Belajar di sekolah dasar dapat diimplementasikan atau diterapkan oleh seluruh pendidik dan tenaga pendidik baik guru dan kepala sekolah. Hal ini juga dipaparkan oleh Bapak Munif Chatib dalam bukunya yang berjudul Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia[12].

Jenis Multiple Intelligences terdapat 9 antara lain adalah kecerdasan linguistik, kecerdasan logik-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalistik, dan kecerdasan eksistensial. Kesembilan jenis kecerdasan atau Teori Multiple Intelligences dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran[13].

Penerapan Multiple Intelligences di sekolah dasar yang dapat mempengaruhi hasil belajar terjabarkan kedalam tiga tahap yang penting antarai lain adalah input, proses, dan output[14].

Input, pada tahap ini terdapat kegiatan yang disebut dengan MIR (Multiple Intelligences Research) yang adalah sebuah tes masuk yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan calon peserta didik serta sebagai penentuan kelas sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya.

Proses, pada tahap ini terdapat pada saat proses pengolahan pembelajaran, dimana dalam pembelajaran harus terdapat kesesuaian antara gaya mengajar guru dan gaya belajar siswa. Fokus pembelajaran terletak pada kondisi siswa dalam beraktivitas. aktivitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Kecerdasan Linguistik: aktivitas yang harus didiskusikan adalah melibatkan abjad, suara, pengucapan atau pelafalan, berbicara dan lain-lain; Kecerdasan Spasial: aktivitas yang harus di diskusikan yang melibatkan film, video, dan peragaan; Kecerdasan Matematis: aktivitas yang harus di diskusikan yang melibatkan bilangan dan angka, berbagai macam pola dll; Kecerdasan Kinestetis: aktivitas yang harus didiskusikan yang melibatkan kegiatan fisik maupun ketrampilan otot besar maupun kecil; Kecerdasan Musik: aktivitas yang harus didiskusikan yang melibatkan kegiatan mendengarkan dan menciptakan musik baik secara fokkal maupun instrumental; Kecerdasan Interpersonal: aktivitas yang harus didiskusikan yang melibatkan kelompok belajar kooperatif; Kecerdasan Interpersonal: aktivitas yang harus didiskusikan yang melibatkan pemikiran mendalam atau renungan; dan Kecerdasan Naturalis: aktivitas yang harus didiskusikan yang melibatkan alam dan lingkungan sekitar[15]. pada tahap satu telah terdeteksi kecenderungan intelejensi dan gaya belajar maka dalam tahap proses ini bisa digunakan metode yang cocok sesuai dengan gaya belajar dan kecenderungan intelejensi siswa dikelas misalnya adalah metode environtment learning dan contectual learning. Penerapan pembelajaran berbasis Multiple Intelligences diiringi dengan prinsip mastery learning yang mana pembelajaran difokuskan dalam bentuk latihan mengerjakan tugas-tugas yang bersifat melalui pengalaman langsung yang akan langsung terintegrasi dengan penilaiannya. Dengan kegiatan tersebut akan dapat mempengaruhi hasil belajar yang diperoleh oleh siswa.

Output, pada tahap ini berupa apresiasi atau sebuah penilaian. Dalam memberikan penilaian dilakukan terhadap keseluruhan aspek kompetensi yang telah dipelajari oleh peserta didik selama kegiatan pembelajaran yang disebut juga dengan penilaian otentik. Dalam penilaian ini terdapat tiga ranah yang dinilai antara lain adalah kognitif, afektif dan psikomotor serta pengembangan multiple intelligences peserta didik.

Terdapat beberapa sekolah dasar yang telah berhasil dalam mengimplementasikan multiple intelligences dalam sekolahnya, antara laian adalah Sekolah Dasar Unggulan Terpadu Kabupaten Jepara, MIM PK Kartasura, SD Plus Mutiara Ilmu Pandaan.

Kesimpulan

Multiple Intelligences adalah trobosan baru yang dapat diterapkan di sekolah dasar baik Negeri maupun Swasta. Mulai dari Kultur sekolah, Mnajemen mutu hingga proses kegiatan pembelajaran karena Multiple Intelligences sendiri berarti memberdayakan peserta didik. Multiple Intelligences sendiri terdiri 8 jenis namun seiring dengan perkembangannya terdapat 9 jenis kecerdasan. Kecerdasan tersebut anatara lain adalah Kecerdasan Linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan musikal, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan visualspasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalistik dan kecerdasan religius.

Hasil belajar merupakan suatu pencapaian yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran yang mana mencakup 3 aspek yaitu aspek sikap (afektif), aspek pengetahuan (kognitif) dan aspek ketrampilan (psikomotor).

Dengan menerapkan pembelajaran berbasis teori MI dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

References

  1. Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
  2. Jasmine J. Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa, 2007.
  3. H. Gardner, Frames of Minds. The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic Books, 1983
  4. R.E Slavin. Psikologi Pendidikan; Teori dan Praktik. Jakarta: PPM, 2011.
  5. R.R. Jannah dkk. Strategi Pembelajaran Anak Usia Dini Berbasis Multiple Intelligences. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2018.
  6. M. Chatib. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.
  7. A. Rukajat. Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitatif Research Approuch). Yogyakarta: Budi Utama, 2018.
  8. N. Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya, 2009.
  9. S. Anwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005.
  10. M. L. Kornhaber, “The theory of multiple intelligences,” Cambridge Handb. Intell., pp. 659–678, 2019, doi: 10.1017/9781108770422.028.
  11. M. Chatib. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.
  12. N. H. Rofiah, “Menerapkan multiple intelligences dalam pembelajaran di sekolah dasar,” J. Din. Pendidik.Dasar, vol. 8, no. 1, pp. 69–79, 2016, [Online]. Available: http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/Dinamika/article/view/937/875.
  13. A. Kurniawan, "Pembelajaran dengan Kecerdasan Jamak di Sekolah," J. Pendidikan.Guru.MI, vol. 2, no. 2, 2015, [Online]. Available: http://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/ibtida.
  14. M.N Makarim dan M. Sholeh, "Implementasi Program Multiple Intelligences di SD Plus Mutiara Ilmu Pandaan," J. Inspirasi.Manajaemen.Pendidikan, vol. 7, no.8, 2019.
  15. Alhamuddin, "Desain Pembelajaran untuk Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Siswa Sekolah Dasar," J. Al-Murabbi, vol. 2 no. 2, 2016.