Skip to main navigation menu Skip to main content Skip to site footer
Education
DOI: 10.21070/acopen.6.2022.1464

Implementation of Cleaning Service Retribution Policy in Sidoarjo Regency


Implementasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Kebersihan di Kabupaten Sidoarjo

Universitas Muhammaddiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

pelayanankebersihan implementasikebijakanretribusi

Abstract

In the context of regional autonomy, each region is given full authority to regulate its own region by making policies that are oriented towards regional original income (PAD). One of the potential policies is waste retribution. To follow up on this, the Sidoarjo Regency Government issued Regional Regulation No. 6 of 2012 concerning Waste Management and Retribution for Waste/Cleaning Services. There is still miscommunication at the implementing level of the policy implementer level with the retribution obligors. Without any form of communication between the implementer and the mandatory waste retribution in Sidoarjo Regency, there are obstacles such as socialization, the community has not realized the obligation to pay the cleaning levy. The problem of low public understanding of the waste retribution policy is one of the factors for not achieving the revenue target of this policy.

PENDAHULUAN

Retribusi pelayanan kebersihan menjadi peran penting untuk diselesaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki tupoksi dalam bidang persampahan/ kebersihan. Berdasarkan data yang telah peneliti dapatkan dari Dinas Lingkungan Kebersihan Hidup Kabupaten Sidoarjo selama 3 tahun terakhir, menyatakan bahwa pendapatan retribusi sampah di Kabupaten Sidoarjo dari tahun 2016 hingga 2018 tidak pernah mencapai target.

Tahun Anggaran Persentase Realisasi Target
2016 73% 1.604.721.000 2.207.400.000
2017 66% 1.439.506.000 2.207.400.000
2018 79% 1.730.904.000 2.207.400.000
2019 119,7% 2.988.149.000 2.507.400.000
Table 1.Target dan realisasi retribusi pelayanan kebersihan Kabupaten Sidoarjo tahun 2016-2019DLHK rekap tahun 2016-2019

Pada tabel 1. ditunjukkan bahwa sejak tahun 2016 hingga 2018 belum ada pemenuhan realisasi dari target yang telah ditentukan.sedangkan pada tahun 2019 terdapat peningktan dan pencapaian target retribusi kebersihan sebanyak 119,7% persentasenya. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh DLHK, ditemukan beberapa masalah yang menyebabkan belum tercapainya target yaitu komunikasi yang dilakukan oleh antar pegawai di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan strukur organisasi dan tupoksi, masing-masing pegawai kurang menjalankan dengan baik. Komunikasi yang dilakukan hanya dua kali dalam satu bulan sedangkan untuk memperolah hasil yang baik agar tercapai membutuhkan empat kali dalam sebulan. koordinasi antar pegawai juga sangat disayangkan karena tidak terjadi komunikasi yang baik seperti acuh tak acuh pegawai satu dan pegawai lainnya yang biasa disebabkan oleh masalah personal, kurang mau mendengarkan, dan salah persepsi yaitu yang membuat komunikasi dan koordinasi tidak berjalan dengan baik .

Mengenai sumber daya manusianya sendiri dianggap kurang kompeten dalam melakukan sosialisasi ke masyarakatnya. Karena terlalu mempermasalahkan permasalahan personal ke pekerjaanya yang menyebabkan kurang fokusnya pegawai itu sendiri dalam melakukan jobdisknya (pekerjaanya).

Mengenai sosialisasinya sudah dilakukan pada tahun 2012 namun tidak dilakukan secara rutin ke masyarakatnya yaitu yang membuat masyarakat merasa acuh tak acuh atau tidak memperdulikan dan kemudian sosialisasi dilakukan Kembali pada tahun 2019 dilakukan melalui secara online maupun penyuluhan langsung ke perkumpulan desa di Kabupaten Sidoarjo. Dalam hal ini bertujuan agar masyarakat lebih peduli dengan pelayanan kebersihan retribusi itu sendiri namun pada kenyataannya masyarakat tidak menanggapi penyuluhan dari pemerintah selama ini. Sehingga pemerintah melakukan revisi pada perda yang diterbitkan pada tahun 2012 dengan dijatuhkan sanksi pada masyarakat yang tidak membayar iuran sampah maka sampah tersebut tidak akan diangkut oleh pihak dinas kebersihan .karena pada perda sebelumnya meskipun masyarakat membayar iuran atau tidak sampah tetap diangkut karna itu sudah menjadi kewajiban pegawai dinas kebersihan. Maka dari itu masyarakat terlalu menganggap remeh mengenai iuran retribusi pelayanan sampah kebersihan.

Salah satu desa di Sidoarjo yaitu Desa Sepande mengelami keresahan akibat sampah yang berserakan karena warga spande merasa belum mendapatkan pelayanan retribusi kebersihan. Kemudian salah satu anggota karang taruna berinisiatif untuk mengirimkan laporan hasil rapat dengan warga spande jika sampah nya selama ini tidak ada yang bertugas untuk mengangkut sampah di daerah spande maka dari itu banyak lahan kosong yang dipergunakan warga untuk lahan membuang sampah. Setelah hasil rapat tersebut dikirimkan ke dinas lingkungan hidup kebersihan maka keputusan yang diambil oleh bapak ketua RT dan RW bahwa mulai bulan depan akan dikenakan biaya Rp.50.000 untuk biaya retribusi sampah perbulannya.

Komunikasi antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Sidoarjo dengan wajib retribusi dilakukan dengan cara memberikan sosialisasi kepada wajib retribusi mengenai kebijakan retribusi sampah. Bentuk komunikasinya meliputi jumlah tarif, mekanisme pembayaran, sanksi yang dijatuhkan, dan sebagainya. Untuk mengkomunikasikannya, selama ini dilakukan melalui internet maupun memberikan tugas tambahan kepada para pegawai penarik retribusi untuk sekaligus mensosialisasikan kebijakan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, komunikasi di tingkat pelaksana kebijakan tingkat pelaksana dengan para wajib retribusi masih terjadi miskomunikasi. Kendala komunikasi ini terdapat pada pendataan bagi wajib retribusi/ masyarakat antara yang belum dan yang sudah membayar retribusi pelayanan kebersihan. Tanpa adanya bentuk komunikasi antara pelaksana dan wajib retribusi sampah di Kabupaten Sidoarjo mengalami kendala seperti sosialisasi, masyarakat belum menyadari kewajiban pembayaran retribusi kebersihan. Persoalan pemahaman masyarakat yang masih rendah terhadap kebijakan retribusi sampah menjadi salah satu faktor tidak tercapainya target pendapatan dari kebijakan ini.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari DLHK. Masyarakat tidak menyadari pentinganya pembayaran retribusi kebersihan karena membayar ataupun tidak, petugas kebersihan tetap melakukan penarikan sampah di lingkungan dan perumahan. Atas dasar tersebut, masyarakat tidak merasa perlu untuk melakukan pembayaran retribusi pelayanan kebersihan.

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui implementasi retribusi pelayanan kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup dan kebersihan, dengan judul penelitian : “Implementasi Retribusi Pelayanan Kebersihan di Kabupaten Sidoarjo.

METODE PENELITIAN

Peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sugiyono (2012:13) menjelaskan bahwa “penelitian deskriptif merupakan sebuah penelitian yang digunakan atau dilakukan tanpa melakukan sebuah perbandingan ataupun menghubungkan dengan suatu variabel yang lainnya, karena dalam penelitian deskriptif memiliki tujuan untuk memahami dari variabel mandiri, baik memiliki satu variabel maupun lebih dari satu variabel”. Sementara Moleong (2007:6) menjelaskan bahwa “penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang dimaksudkan untuk dapat memahami sebuah fenomena tentang apa yang dialami oleh subjeknya misal dari perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya baik secara holistik ataupun dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”. Metode deskriptif kualitatif dipilih dalam meneliti implementasi kebijakan retribusi pelayanan kebersihan di Kabupaten Sidoarjo karena dalam peneliitian deskriptif kualitatif data yang dikumpulkan bukan berupa sebuah angka-angka melainkan, sebuah hasil naskah wawancara, catatan observasi dilapangan, dokumen pribadi dan lain sebagainya. Dan penelitian deskriptif kualitatif juga mudah ditangkap dalam pemahaman faktor-faktor dari sebuah fenomena permasalahan yang ada dilingkungan penelitian.

Fokus penelitian adalah sabagai berikut :

  1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
  2. Sumber Daya
  3. Karakteristik dari agen pelaksana
  4. Komunikasi antar anggota dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
  5. Kecenderungan (disposisi) atau sikap pelaksana
  6. Kondisi sosial,ekonomi,politik

Teknik penentuan informan dilakukan dengan memakai teknik purposive sampling. Informan penelitian ini antara lain yaitu Kepala Dinas DLHK Kabupaten Sidoarjo, Kepala Bidang Retribusi Kabupaten Sidoarjo, dan Masyarakat Kecamatan Magersari, Larangan, dan Sepande. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan yaitu melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif sebagaimana teori Miles & Huberman dalam Sugiyono (2014) yakni diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan terakhir penarikan kesimpulan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan penelitian, DLHK dalam mengimplementasikan kebijakan retribusi kebersihan sudah baik, namun ada beberapa hal yang masih kurang maksimal.

Sesuai dengan hasil penelitian riset Kebijakan Retribusi pelayanan kebersihan di Kab. Sidoarjo sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, pada prinsisipnya Pemkab. Sidoarjo sudah menentukan petunjuk teknis untuk melakukan pengukuran tujuan-tujuan yang sudah ditentukan, apakah kebijakan tersebut telah sukses atau belum.

Ukuran kebijakan terkait dengan besarnya kelompok sasaran, pentinnya kebijakan bagi kelompok sasaran, dan besarnya kelompok sasaran yang mendukung kebijakan. Sementara itu, tujuan kebijakan retribusi kebersihan itu adalah peningkatan PAD per tahunnya.

Implementasi kebijakan yang harus memiliki tujuan yang jelas dan dapat diukur tersebut sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa kinerja dari implementasi dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan yang bersifat realistis dan sosio-kultur yang terdapat pada para pelaksana kebijakan. Kejelasan tujuan dan parameternya akan memudahkan dalam melakukan evaluasi implementasi kebijakan.

Secara komprehensif terkait dengan pelaksanaan kebijakan retribusi pelayanan kebersihan di Kabupaten Sidoarjo maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ukuran kebijakan untuk menjangkau kelompok sasaran yang terlayani dalam kebersihan dan persampahan sudah baik. Namun untuk jumlah dukungn kelompok sasaran terhadap reribui pelayanan kebersihan belum tercapai. Masih ada kelompok sasaran yang belum membayar retribusi kebersihan.

Tujuan kebijakan sudah berjalan yaitu menambah PAD. Namun target belum sesuai dengan yang ditetapkan karena keterbatasan keterbatasan anggaran, jumlah SDM, dan fasilitas yang terbatas. Terkait dengan pemahaman implementator dengan maksud dan tujuan kebijakan sudah baik karena adanya sosialisasi sejak awal. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Norhana (2016) bahwa standar dan ukuran kebijakan pelayanan persampahan di Kabupaten Mamuju Utara belum jelas dan belum terukur. Hal itu disebabkan oleh belum terlaksananya program kebijakan dengan maksimal. Tujuan kebijakan juga belum sepenuhnya dipahami oleh pelaksana kebijakan retribusi karena kurangnya sosialisasi.

Seluruh petugas tersebut juga dilengkapi dengan pemahaman terkait kebijakan retribusi sampah yang bisa dijadikan mediator sosialisasi kebijakan sehingga jika nanti di lapangan mendapatai hambatan bisa menjawab kritik dan keluhan masyarakat terkait dengan kebijakan retribusi. Dilihat dari jumlah pegawai, proporsi pegawai DKP Pemkab. Sidoarjo dalam menjalankan kebijakan retribusi kebersihan sesungguhnya belum memadai.

Disamping itu, anggaran juga menentukan kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo yang berasal APBD Pemkab Sidoarjo. Anggaran tersebut dipakai untuk kendaraan angkut, operator, karcis retribusi, biaya operasional petugas penarik retribusi (gaji, bensin dan lain-lain), dan biaya lainnya.

Sumber daya anggran merupakan sumber daya yang menopang kesuksesan pelaksanaan kebijakan. Terbatasnya anggran akan memengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan, selain kebijakan tidak bisa dijalankan secara optimal, terbatasnya dana bisa memengaruhi kinerja SDM dalam menjalankan suatu kebijakan.

Waktu juga adalah sumber daya yang mempengaruhi kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo yang mencakup ketepatan waktu dalam menyetor hasil pungutan retribusi yang sudah dijalankan, ketepatan waktu dalam merealisakan target pendapatan retribusi sampah Kab. Sidoarjo per tahunya, dan ketepatan waktu sebagai feedback atas pembayaran yang dipungut DLHK Kab. Sidoarjo ke publik.

Sumber Daya Manusia, anggaran maupun waktu mempunyai peran masing-masing dalam implementasi kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo. Ketiga sumber daya tersebut menjadi aspek yang menggerakkan kebijakan retribusi kebersihan. Apakah kebijakan tersebut dapat terealisasikan tergantung dari perang ketika aspek tersebut.

Dilihat dari sumber daya manusia, anggaran, serta sarana dan dan prasarana, DLHK memiliki keterbatasan. Adanya keterbatasan sumber daya yang dapat menyebabkan pelaksanaan implmentasi kebijakan yang kurang maksimal sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan sangat tergantung pada sumber daya yang tersedia. Sumber daya baik SDM, anggran dan sarana prasarana, yang terbatas pada akhirnya membuat kerja DLHK Sidoarjo kurang maksimal..

Sesuai dengan riset pelaksanaan Kebijakan Retribusi Sampah di Kab. Sidoarjo sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, implementasi kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo juga melibatkan beberapa agen pelaksana yang terdiri dari beberapa kelompok swadaya masyarakat dari kelurahan, kecamatan, maupun RT/RW. Agen pelaksanan tersebut mempunyai peran tersendiri dalam menjalankan kebijakan pelayanan kebersihan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga (2017) bahwa karakteristik agen pelaksana kurang konsisten yang ditandai dengan pengangkutan sampah yang dilakukan terkadang mogok atau mengalami keterlambatan. Selain itu pengutipan pengutipan jumlah iuran yang dilakukan tidak menetap kepada masyarakat.

Pentingnya agen pelaksana dalam implmentasi kebijakan sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa pusat perhatian dari implementasi kebijakan yaitu terdapat pada agen pelaksana yang mencakup organisasi formal dan informal yang akan terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. DLHK Sidoarjo memiliki organisasi informal seperti kelompok swadaya masyarakat.

Komunikasi yang dilakukan oleh antar pegawai di DLHK Kab. Sidoarjo telah dilakukan dengan baik sesuai strukur organisasi dan tugas pokok dan fungsi tiap-tiap pegawai. Dalam menjalankan tugasnya, setiap pimpinan memiliki tanggung jawab dalam memimpin dan mengkoordinasikan bawahannnya masing-masing memberi arahan dan bimbingan implementasi tugas bawahan. Setiap pimpinan harus melakukan pengawasan implementasi tugas bawahannya masing-masing agar dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dan jika terjadi penyimpangan supaya cepat bertindak yang diperlukan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Selain komunikasi dalam organisasi yang dilakukan di lingkungan pegawai DLHK Kab. Sidoarjo, komunikasi dengan pihak luar juga dijalankan.

Komunikasi DLHK Kab. Sidoarjo dengan wajib retribusi dijalakan melalui memberi penyebarluasan informasi kepada wajib retribusi terkait kebijakan retribusi kebersihan/sampah. Wujud komunikasinya mencakup jumlah tarif, tata cara pembayaran, sanksi yang diberikan, dan lainnya. Dalam rangka mengkomunikasikan, selama ini dijalankan lewat media internet maupun memberi tugas tambahan kepada para petugas pemimgut retribusi untuk sekaligus menyebarluaskan kebijakan tersebut.

Komunikasi di level implementator implementasi pelayanan retribusi sampah di Kab. Sidoarjo yaitu internal maupun ekseternal DLHK Kab. Sidoarjo tidak mengalami pemahaman berarti, tapi di tingkat pelaksana dengan para wajib retribusi masih sering terjadi kesalahpahaman. Permasalahan kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang masih kurang terhadap kebijakan retribusi kebersihan/sampah menjadi salah satu aspek tidak tercapainya target pendapatan dari kebijakan tersebut.

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan, dalam implementasi kebijakan, DLHK sudah berjalan dengan baik. Pentingnya komunikasi dalam implmentasi kebijakan sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa omunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan, Komunikasi pada sebuah implementasi kebijakan dimaksudkan bertujuan sebagai kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa yang telah menjadi standard dan tujuannya harus konsisten serta seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumbernya. maka dari itu bentuk implementasi kebijakan yang efektif sangat ditentukan oleh komunikasi yang dilakukan oleh para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2018) bahwa pada kegiatan pemungutan retribusi kebersihan di Kota Palu dari sisi komunikasi antara petugas dan wajib pungut faktor komunikasi sangat besar pengaruhnya, dimana masyarakat sering tidak menyadari akan pentingnya maksud dan tujuan dari pemungutan retribusi kebersihan tersebut.

Implementasi Kebijakan Retribusi Kebersihan di Kab. Sidoarjo mendapat respon sikap positif maupun negatif. Sikap positif diapat dilihat dari para pegawai DLHK Kab. Sidoarjo selaku pelaksana utama, yang menjalankan tugas memungut retribusi sampah. Hal ini dapat dilihat dari kesediaan pegawai menjalankan tugas secara maksimal dan memberi pelayanan pada wajib retribusi dengan baik, senantiasa memberi pemahaman kepada wajib retribusi yang belum cukup mengetahui kebijakan tersebut dan menyetorkan hasil retribusi dengan tepat waktu. Ada pula sebagian dari wajib retribusi memberi respon positif. Wajib retribusi membayar membayar tepat waktu sehingga dapat mendukung kebijakan pemkab. Adapun bentuk respon sikap negatif yaitu ditunjukkan dengan enggan atau tidak mamu membayarkan retribusi sampah ini dengan bermacam alasan.

Secara kelembagaan implementasi kebijakan retribusi kebersihan/sampah di Kab. Sidoarjo memperoleh tanggapan yang baik. Hal itu bisa diketahui dari sikap para petugas maupun wajib retribusi di lapangan dalam melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing, selain itu masih terdapat sikap menolak sehingga peran DLHK Sidoarjo dalam memberi layanan kebersihan sangat diperlukan supaya sikap negatif wajib retribusi bisa diminimalisasi.

Sikap pelaksana dalam implementasi kebijakan DLHK sudah berjalan baik. Pentingnya sikap pelaksanan dalam implmentasi kebijakan sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dari implementasi kebijakan publik. Sikap pelaksana yang baik akan berkontribusi dalam pencapaian tujuan implementasi kebijakan. Senada dengan hasil penelitian Sudrajat, Liando, dan Sampe (2017) bahwa sikap para pelaksana dalam program kebijakan pengelolaan sampah dan retribusi kebersihan di Kota Manado mempunyai kemauan dan keinginan untuk melaksanakan program. Walaupun terkadang dilapangan masyarakat tidak sedikit yang masih kurang sadar akan kebersihan, pemerintah tidak hentihentinya mengingatkan dan mensosialisasikannya. Hal ini menandakan adanya dukungan yang kuat dan keinginan yang besar untuk melaksanakan kebijakan sesuai apa yang menjadi keputusan awal.

  1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
  2. Sumber Daya
  3. Karakteristik dari Agen Pelaksana
  4. Komunikasi antar Anggota dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan
  5. Kecenderungan (Disposisi) atau Sikap Para Pelaksana
  6. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Politik

Kondisi lingkungan sosial, politik, dan ekonomi masih kurang mendukung kebijakan retribusi pelayanan sampah di Kabupaten Sidoarjo karena adanya kebiasaan masyarakat yang kerap ikut-ikutan tidak membayarkan retribusi, khususnya oleh para wajib retribusi PKL tentunya berdampak pada pendapatan retribusi sampah. Menurut petugas, menarik pembayaran retribusi PKL merupakan tugas tersulit.

Lingkungan politik juga mempengaruhi implementasi kebijakan retribusi kebersihandi Kab. Sidoarjo. Dalam era otoda, terciptanya suatu Perda yang lewat proses politik adalah bentuk keinginan baik atau good wiil Pemkab Sidoarjo dalam usaha mengatasi persoalan sampah. Kondisi lingkungan politik yang memengaruhi implementasi kebijakan retribusi sampah di Kab. Sidoarjo lebih kepada relasi antara Pemkab, dalam hal ini DPRD Kab. Sidoarjo dan DLKH Kab. Sidoarjo sebagai pelaksana terkait penentuan target retribusi kebersihan/sampah per tahunnya dan juga pembagian kelebihan (suprplus) dan kekurangan (minus) kebijakan tersebut. Wujud dari dukungan politik DPRD terhadap kesuksesan pelaksanaan kebijakan bisa meraih tujuan dari kebijakan itu sendiri yakni menjadi salah satu PAD, utamananya bidang kebersihan.

Keadaan ekonomi, sosial dan politik mempunyai dampak masing-masing dalam implementasi kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo. Lingkungan ekonomi menjadi aspek yang terpenting dalam keberlanjutan kebijakan. Kondisi ekonomi yang baik akan mendorong kemampuan wajib retribusi membayarkan kewajibanya.

Kondisi ekonomi, sosial, dan politik memengaruhi pelaksana implementasi kebijakan retribusi pelayanan kebersihan DLHK Sidoarjo. Pentingnya dukungan kondisi ekonomi, sosial, dan politik sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah kegagalan dari suatu kinerja implementasi kebijakan. Ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif akan berkontribusi dalam pencapaian tujuan implementasi kebijakan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan temuan penelitian Trihanggo (2019) yang menunjukkan bahwa kondisi sosial masyarakat yang ada sudah mendukung dalam kebijakan retribusi sampah di Kabupaten Kudus. Implementasi kebijakan retribusi pelayanan di Kabupaten Kudus juga mendapat dukungan yang baik oleh para elit politik yang ada yaitu dari Pemerintah Daerah dan DPRD di Kabupaten.

DLHK Sidoarho memiliki anggaran yang terbatas, SDM yang belum memadai, dan fasilitas dan peralatan yang masih perlu ditambah. Keterbatasan anggaran, SDM dan fasilitas serta peralatan membuat pelayanan kepada masyarakat kuarang maksimal. Salah satu hal yang dirasakan dari keterbatasan tersebut adalah adanya keterlambatan dalam mengambil sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir.

Sumber daya waktu adalah sumber daya yang memengaruhi kebijakan retribusi kebersihan/persampahan di Kab. Sidoarjo yang mencakup ketepatan waktu dalam menyetorkan hasil pungutan retribusi yang sudah dilaksanakan, ketepatan waktu dalam merealisasikan target retribusi sampah per tahunnya, ketepatan waktu sebagai umpan balik atas pembayaran yang ditarik DLHK Kab. Sidoarjo ke publik.

  1. Keterbatasan Sumber Daya
  2. Kesadaran Masyarakat yang Rendah

Kebiasaan masyarakat yang kerap mengikuti situasi tidak membayar retribusi, terutama oleh para wajib retribusi Pedagang Kaki Lima akan berdampak pada pendapatan retribusi sampah. Sesuai dengan keterangan petugas pemungut retribusi sampah Pedagang Kaki Lima, pemungutan ke PKL merupakan tugas tersebut paling sukar.

Keterbasasan dalam sumber daya manusia akan membuat pelayanan yang kurang maksimal. Hal tersebut sesuai dengan teori Van Meter Dan Van Horn dalam Winarno (2012:135) bahwa keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan sangat tergantung pada sumber daya yang tersedia.

SIMPULAN DAN SARAN

(a) Ukuran dan Tujuan Kebijakan, yaitu besarnya jangkauan kelompok sasaran kebijakan retribusi kebesrsihan. Kelompok sasaran yang terlayani meningkat. Namun, partisipasi kelompok sasaran yang membayar retribusi sampah masih rendah. Tujuan kebijakan retribusi kebersihan yaitu untuk menaikkan PAD Kab. Sidoarjo. Namun, kontribusi teribusi sampah terhadap PAD belum sesuai target.; (b) sumber daya, yaitu Seluruh petugas DLHK dilengkapi dengan pemahaman terkait kebijakan retribusi sampah. Dilihat dari jumlah pegawai, proporsi pegawai DKP Pemkab. Sidoarjo dalam menjalankan kebijakan retribusi kebersihan sesungguhnya belum memadai. Sementara itu, anggaran juga menentukan kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo yang berasal APBD Pemkab Sidoarjo. Anggaran tersebut dipakai untuk kendaraan angkut, operator, karcis retribusi, biaya operasional petugas penarik retribusi (gaji, bensin dan lain-lain), dan biaya lainnya. Selain itu waktu juga adalah sumber daya yang mempengaruhi kebijakan retribusi kebersihan di Kab. Sidoarjo yang mencakup ketepatan waktu dalam menyetor hasil pungutan retribusi yang sudah dijalankan, ketepatan waktu dalam merealisakan target pendapatan retribusi sampah Kab. Sidoarjo per tahunya, dan ketepatan waktu sebagai feedback atas pembayaran yang dipungut DLHK Kab. Sidoarjo ke publik; (c) Karakteristik agen pelaksana, yaitu dalam implemnetasi kebijakan retribusi pelayanan kebersihan di Kab. Sidoarjo telah memenuhi unsur kejelasan berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sudah didelegasikan; (d) Sikap (dispotition) Para Pelaksana, yaitu dalam menjalanakan kebijakan retribusi pelayanan kebersihan di Kab. Sidoarjo cukup baik. Respon dari para pegawai DLHK Kab. Sidoarjo sangat kontributif dalam implementasi kebijakan tersebut meskipun terdapat beberapa anggota masyarakat yang menolak pembayayan retribusi kebersihan; (e) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana, yaitu telah dilakukan dengan baik sesuai strukur organisasi dan tugas pokok dan fungsi tiap tiap pegawai. Komunikasi DLHK Kab. Sidoarjo dengan wajib retribusi dijalakan melalui memberi penyebarluasan informasi kepada wajib retribusi terkait kebijakan retribusi kebersihan/sampah. Wujud komunikasinya mencakup jumlah tarif, tata cara pembayaran, sanksi yang diberikan, dan lainnya. Dalam rangka mengkomunikasikan, selama ini dijalankan lewat media internet maupun memberi tugas tambahan kepada para petugas pemimgut retribusi untuk sekaligus menyebarluaskan kebijakan tersebut; (f) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik, masih kurang mendukung kebijakan retribusi pelayanan sampah di Kabupaten Sidoarjo karena adanya kebiasaan masyarakat yang kerap ikut-ikutan tidak membayarkan retribusi, khususnya oleh para wajib retribusi PKL tentunya berdampak pada pendapatan retribusi sampah. Menurut petugas, menarik pembayaran retribusi PKL merupakan tugas tersulit.

  1. Implementas kebijakan pelayanan sampah oleh DLHK Kabupaten Sidoarjo yaitu :.
  2. Kendala yang dihadapi dalam melakukan implementasi kebijakan pelayanan sampah yaitu sumber daya baik SDM, keuangan, waktudan sarana prasarana, serta Kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam pemebyaran retribusi sampah

Sesuai dengan simpulan mengenai pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Retribusi Kebersihan di Kab. Sidoarjo, maka dibutuhkan Standar Operasional Prosedur retribusi kebersihan serta peraturan pelaksana Perda. Nomor 6 Tahun 2012 agar setiap petugas yang bersangkutan dapat berupaya untuk memenuhi standar pengelolaan sampah dengan retribusi sampah, sehingga implementasi kebijakan retribusi dapat terlaksana dengan baik. Selain itu dibutuhkan juga peningkatan sumber daya, khusunya SDM yang langsung mennagani pelayanan retribusi seperti penarik retribusi atapun mobil pengangkut sampah misalnya truck, gerobak, dan lainnya sehingga pengangkutan sampah bisa lebih baik, cepat, dan tuntas.

References

  1. Alwi Khidri Muhammad, Yusriani, 2018. Implementasi Pelayanan Kesehatan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Bontoma Te’nw, Kecamatan Turatea Kabupaten Jeneponto.
  2. Ardika, Ketut I, Astawa Wayan I. 2016. Implementasi Peraturan Darerah No. 11 Tahun 2011 Tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Karangasem. Widyanata, Vol. 13 No. 2.
  3. Atik dan Ratminto. 2005. Manajemen Pelayanan Disertai dengan Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  4. Edwards, G.C. 2012. Implementing Public Policy. United States of America: Congressional Quarterly Inc.
  5. Dye,ThomasR.1981.UnderstandingPublicPolicy(4thedition).EnglewoodCliff, NJD: Prentice – Hall Inc,Ltd.
  6. Hariyog Himawan,,dkk 2017. Strategi Peningkatan Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar Kota Serang.
  7. Heleanto, Yogi. 2016. Implementasi Peraturan Daerah Kota Bandar LampungNo. 5 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Pelayanan Persampahan. Skripsi. UniversitasLampung
  8. Herniyati dkk. 2017. Implementasi Pelayanan Retribusi Kebersihan dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerha Kota Sorong. Universitas Muhammadiyah Sorong.
  9. Hessel, N.S.T. 2003. Kebihajan Publik yang Membumi, Konsep, Strategi, dan Kasus. Yogyakarta: Lukman Offset dan YPAPI.
  10. Moenir, A.S. 2010. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.