Annora Fitriasari (1), Dira Ernawati (2), Sinta Dewi (3)
General background: Efficient warehouse flow is essential for sustaining operational performance, yet many industrial warehouses still face substantial inefficiencies arising from non–value-added activities. Specific background: PT. XYZ’s raw material warehouse experiences systematic delays, administrative redundancies, and quality-control bottlenecks, reflected in high waiting time, frequent mismatches in material documentation, and 116 rejected materials in 2024. Knowledge gap: Despite the relevance of Lean Warehousing in reducing waste, limited studies examine its integrated application using VSM, PAM, VALSAT, and Fishbone analysis within cement-industry warehouses. Aims: This study aims to identify dominant sources of waste and develop targeted improvement strategies to streamline warehouse flow. Results: Current State Mapping revealed a total lead time of 422 minutes, with 79.4% of activities categorized as NVA and NNVA. The most critical wastes were waiting (18%), transportation (17%), and motion (16%). Implementing improvements—including digital verification, standardized routing, and process simplification—reduced lead time to 351 minutes, achieving a 16.8% efficiency gain. Novelty: This research integrates multi-tool Lean analysis to produce structured, evidence-based improvements tailored to raw-material warehouse operations. Implications: Findings demonstrate that Lean Warehousing substantially enhances warehouse reliability and can guide broader supply-chain optimization initiatives in similar manufacturing settings.
Highlights:
Identifies dominant wastes—waiting, transportation, and motion—as primary sources of inefficiency.
Demonstrates that integrated Lean tools reduce lead time by 16.8%.
Highlights the importance of digitalization to streamline warehouse processes.
Keywords: Lean Warehousing, Waste Reduction, Value Stream Mapping, Process Activity Mapping, Warehouse Efficiency
Era perkembangan berbagai sektor industri di tanah air saat ini sangat pesat sejalan dengan meningkatnya tekanan dari persaingan bisnis global. Peningkatan daya saing dan siklus hidup material yang semakin pendek memberikan dampak signifikan terhadap operasional logistik perusahaan [1]. Pergudangan sebagai aspek utama aliran bahan dan informasi yang memegang peranan penting dalam menentukan kinerja keseluruhan karena ketidakefisienan pada aktivitas penerimaan, penyimpanan, pengambilan, dan pergudangan dapat menjadi pemicu akumulasi biaya-biaya gudang dan keterlambatan aktivitas barang [2]. Oleh karena itu, optimalisasi menjadi penerapan strategis guna mendukung kelancaran aliran rantai pasok dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pada sistem pergudangan [3]
PT. XYZ, merupakan produsen semen yang didirikan pada tahun 2011 dengan merek dagang Semen Merah Putih. Selain material semen, perusahaan ini menawarkan berbagai material bahan baku diantaranya trass, limestone, klinker, gypsum. Oleh karena itu, PT. XYZ. terbagi menjadi dua yaitu penyimpanan bahan baku produksi dan penyimpanan material akhir berupa semen yang disimpan pada buffer. Pada penyimpanan bahan baku terdapat dua tempat penyimpanan yakni penyimpanan bahan baku yang digunakan untuk produksi dan sinoma (open yard) yang digunakan untuk menyimpan bahan baku apabila gudang bahan baku penuh. Kapasitas maksimal penyimpanan terbagi menjadi tiga yaitu gypsum 10.000 ton, limestone 3.000 ton, trass 5000 ton.
Dalam melaksanakan aktivitas pergudangan, PT. XYZ masih menghadapi adanya pemborosan yang berdampak efektivitas dan efisiensi aktivitas pergudangan. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi karena tingginya tingkat pemborosan dalam proses pergudangan. Permasalahan awal terlihat pada bahan baku sebanyak 116 material dinyatakan reject pada tahun 2024. Temuan ini menunjukkan bahwa masih adanya ketidaksesuaian material dengan spesifikasi yang dapat berdampak pada penurunan kualitas hasil yang ditandai dengan peningkatan jumlah defect. Kualitas bahan baku didatangkan dari supplier memiliki kualitas yang bervariasi dimana syarat standar kualitas moisture content untuk proses produksi yang baik yakni maksimal 12%. Hal ini menyebabkan departemen Quality Control (QC) diharuskan untuk menguji sampling material melalui proses antrian timbang dan approval yang masih dilakukan manual.
Permasalahan ini turut memperburuk kondisi aliran berupa peningkatan waktu tunggu (waiting) yang merupakan permasalahan dominan. Tercatat sebanyak 95 kasus waste of waiting yang disebabkan oleh proses antrean kendaraan dan keterlambatan administrasi pergudangan disebabkan oleh kesalahan dalam input data yang menyebabkan pekerja diharuskan melakukan pengecekan ulang untuk validasi berkas yang mengakibatkan Overprocessing. Hal ini akan menyebabkan perbedaan signifikan antara lead time aktual dan target yang telah ditetapkan antara lead time aktual dan target yang telah ditetapkan. Berdasarkan data tahun 2024, rata-rata lead time pada penerimaan dan pengeluaran bahan baku total mencapai waktu mencapai 422 menit dengan target ideal perusahaan untuk yakni 300 menit. Permasalahan ini mengakibatkan meningkatnya waktu tunggu, pergerakan pekerja yang tidak efisien, serta keterlambatan dalam pergudangan barang yang berkontribusi pada proses yang lebih lama dari yang seharusnya. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat menghambat kinerja perusahaan dalam aktivitas pergudangan.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh PT. XYZ pendekatan Lean Warehousing dapat diterapkan sebagai strategi peningkatan kinerja pergudangan. Lean merupakan metode manajemen yang bertujuan untuk menciptakan nilai maksimal dengan cara mengurangi pemborosan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya [4]. Maka dari itu, Lean Warehousing merupakan pendekatan manajemen gudang yang menitikberatkan pada upaya meminimalkan pemborosan dan meningkatkan efisiensi dalam seluruh aktivitas pergudangan untuk menciptakan efisiensi maksimal bagi operasional gudang [5].
Dalam penelitian ini, pendekatan lean diterapkan dengan mengidentifikasi pemborosan berdasarkan konsep Seven Waste, yang memungkinkan pengklasifikasian berbagai bentuk ketidakefisienan secara sistematis [7]. Untuk memperkuat analisis, digunakan dua alat utama, yaitu Value Stream Mapping (VSM) dan Process Activity Mapping (PAM). Value Stream Mapping (VSM) berfungsi memetakan secara nyata aliran proses di gudang dari awal hingga akhir guna menemukan titik-titik pemborosan dalam sistem [8]. Selanjutnya, Process Activity Mapping (PAM) digunakan untuk menganalisis aktivitas yang tidak bernilai tambah, menilai peluang efisiensi lebih lanjut, serta merumuskan perbaikan guna meminimalkan pemborosan [9]. Berdasarkan hasil evaluasi dan pembobotan, disusun rekomendasi perbaikan secara terstruktur menggunakan metode 5W+1H yang dihasilkan tepat sasaran serta dapat diimplementasikan secara efektif [10].
Penelitian ini dilaksanakan di PT. XYZ yang berlokasi di Jl. Alfa, Tenger, Roomo, Kec. Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Januari 2025 hingga tahap pengumpulan data mencapai kelengkapan yang diharapkan.
Berikut ini merupakan flowchart yang menampilkan alur pemecahan masalah serta tahapan penelitian yang dilakukan atau langkah-langkah penelitian ini yang dapat ditampilkan pada gambar 1.
Gambar 1. Flowchart Pemecahan Masalah
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Hasil data telah dikumpulkan terkait aliran proses pergudangan dan informasi mengenai durasi aktivitaspergudangan. kemudian digunakan untuk menyusun Current Value Stream Mapping. Diagram ini memberikan gambaran menyeluruh tentang proses aktivitas pergudangan, sehingga dapat diketahui waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan hingga material terkirim.
Pembuatan PAM digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut berdasarkan hasil. Setelah Value Stream Mapping dibuat dan kuesioner disebarkan, kemudian menyusun PAM. Analisis ini bertujuan untuk mengklasifikasikan aktivitas dalam proses aktivitas pergudangan ke dalam kategori VA (Value-Added), NNVA (Non-Necessary Value-Added), atau NVA (Non-Value-Added).
Tahap berikutnya adalah mengidentifikasi berbagai bentuk pemborosan yang terjadi dalam proses pergudangan menggunakan pendekatan 7 Waste.
Kuesioner ditujukan kepada pihak-pihak perusahaan terkait guna mengumpulkan data mengenai pemborosan. Setelah kuesioner diisi, data dianalisis menggunakan analisis VALSAT untuk merekap hasil dari setiap jenis pemborosan. Rekapitulasi ini membantu dalam menentukan pemborosan yang paling signifikan serta memberikan bobot nilai untuk mengidentifikasi waste kritis yang perlu ditangani.
Melalui Fishbone Diagram, akar penyebab utama yang menyebabkan pemborosan dianalisan dengan lebih mendalam melalui pengelompokkan ke dalam 5 kategori diantaranya adalah man, machine, material, measurement, method dan environment. Diagram ini membantu menguraikan berbagai faktor penyebab sebelum dilakukan analisis lebih lanjut.
Rekomendasi perbaikan dikembangkan dengan menerapkan analisis 5W+1H, yakni suatu pendekatan sistematis yang bertujuan untuk merumuskan rencana tindakan melalui enam pertanyaan utama, meliputi What, Why, Where, When, dan How. hasil perbaikan tersebut digunakan sebagai dasar dalam menyusun Future Stream Mapping.
Data yang diperoleh terkait aliran proses pergudangan serta informasi waktu setiap aktivitas berdasarkan rekomendasi perbaikan selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk Future Stream Mapping. Diagram ini memberikan gambaran yang lebih efisien mengenai proses pergudangan barang setelah implementasi perbaikan, sehingga dapat diketahui penghematan waktu yang diperoleh.
Bagian analisis ini diawali dengan penyusunan Current Stream Mapping. Pembentukan Current Stream Mapping dimulai dari perolehan data waktu dan aktivitas pada aliran pergudangan PT. XYZ. Pemetaan Current Stream Mapping ini berfungsi sebagai alat untuk mendiagnosis struktur alur kerja serta tahapan kerja individu berdasarkan waktu. Kegiatan dalam proses tersebut dipetakan ke dalam kategori Value-Added (VA), Non-Value-Added (NVA), dan Necessary but Non-Value-Added (NNVA) [11]. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketidakefisienan aliran pergudangan secara sistematis, baik dari aspek pergerakan material, proses administrasi, maupun koordinasi antar departemen [12]. Hasilnya dapat dianalisis lebih lanjut untuk menentukan area prioritas perbaikan yang dapat ditampilkan pada gambar 2.
Gambar 2. Current State Value Stream Mapping
Berdasarkan hasil Current Value Stream Mapping, total lead time atau waktu keseluruhan aktivitas pergudangan bahan baku yaitu sebesar 422 menit dengan VA sebesar 87 menit . Sementara itu, aktivitas NVA mencapai 116 menit, dan NNVA mencapai 219 menit.
Proses Activity Mapping awal dilaksanakan melalui observasi langsung terhadap proses aktivitas pergudangan bahan baku yang terdapat di PT. XYZ, proses inbound dimulai dari tahap receiving hingga record, sedangkan proses outbound dimulai dari requisition hingga final administration. Seluruh aktivitas kemudian dikelompokkan ke dalam komponen VA, NVA, dan NNVA. Tabel 1 memperlihatkan hasil analisis Process Activity Mapping (PAM) yang berfungsi untuk mengenali aktivitas yang berpotensi disederhanakan atau dihapus demi peningkatan efisiensi aliran pergudangan.
Tabel 1. Process Activity Mapping Awal
Rincian perhitungan berdasarkan aktivitas proses (Inspection, Operation, Storage, Delay, Transportation) dan nilai tambah (VA, NVA, dan NNVA) dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Presentase Frekuensi dan Waktu
Dari 33 aktivitas, kategori Operation memiliki frekuensi tertinggi sebesar 39,4%. dengan waktu proses 181 menit Sedangkan berdasarkan nilai tambah, aktivitas Necessary but Non-Value Added (NNVA) mendominasi dengan 66,7% frekuensi (219 menit), diikuti oleh Non-Value Added (NVA) sebesar 18,2% (116 menit) dan Value Added (VA) sebesar 15,2% (87 menit).NNVAdan NVAmasih mendominasi dengan total 85% frekuensi dan 79,4% waktu proses yang menunjukkan tingginya tingkat pemborosan dan aktivitas yang tidak efisien dalan aliran pergudangan.
Identifikasi pemborosan yang paling signifikan dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 9 (Sembilan) responden yang terlibat langsung dalam proses aktivitas di PT. XYZ Adapun tabulasi data perhitungan disajikan sebagai berikut:
Tabel 3. Ranking Waste Kritis
Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa terdapat tiga jenis pemborosan dengan nilai bobot tertinggi yang menunjukkan tingkat pemborosan paling waiting dengan nilai 0,18, transportation dengan bobot 0,17, dan motion dengan nilai 0,16. Ketiga jenis pemborosan tersebut menjadi fokus utama yang perlu segera ditangani untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses kerja di lingkungan pergudangan.
Bobot yang diperoleh dari hasil analisis pemborosan kemudian dikalikan dengan nilai tingkat keterkaitan antara berbagai macam alat VALSAT dengan jenis pemborosan yang ditemukan [13]. Perhitungan ini menghasilkan skor untuk setiap alat yang tersedia. Alat analisis dengan skor tertinggi selanjutnya yang akan dipilih sebagai metode utama yang digunakan pada tahap pengolahan data yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Perhitungan Skor VALSAT
Berikut merupakan hasil dari perankingan VALSAT berdasarkan perhitungan data pada tabel sebelumnya. Perhitungan ini memperoleh nilai pembobotan kemudian diurutkan dari skor tertinggi hingga terendah. Dengan demikian, urutan tersebut menunjukkan tingkat relevansi setiap alat yang paling sesuai untuk digunakan, yang dapat ditampilkan pada tabel 3.
Tabel 5. Perangkingan VALSAT
Dari hasil perhitungan pada tabel sebelumnya, Process Activity Mapping (PAM) memperoleh peringkat tertinggi dengan bobot 6,47, sehingga ditetapkan sebagai alat yang dianalisis lebih lanjut. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi sumber pemborosan pada aliran fisik dan informasi, dengan fokus pada penghapusan aktivitas NVA dan NNVA sebagai penyederhanaan proses kerja [14].
Fishbone Diagram digunakan untuk menguraikan dan memetakan berbagai kemungkinan penyebab pemborosan berdasarkan kategori manusia, metode, mesin, material, lingkungan, dan keuangan [15]. Dengan pendekatan ini, akar penyebab masalah dapat diidentifikasi secara sistematis, sehingga tindakan perbaikan dapat difokuskan pada aspek yang memberikan pengaruh paling besar [16]. Faktor-faktor utama penyebab pemborosan pada aliran pergudangan bahan baku PT. XYZ divisualisasikan melalui Fishbone Diagram jenis waste waiting yang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 . Fishbone Diagram Waste Waiting
Waktu tunggu yang lama disebabkan kurangnya koordinasi antar operator dan ketidaksiapan pekerja saat material tiba menyebabkan keterlambatan proses. Hambatan juga muncul akibat lambatnya pemrosesan data timbangan dan sistem ERP, serta belum adanya sensor otomatis untuk mendeteksi antrean truk. Selain itu, proses administratif ganda, penggunaan dokumen fisik yang memerlukan tanda tangan manual, dan keterbatasan area parkir turut menimbulkan penumpukan dump truck dan pemborosan waktu. Langkah berikutnya dengan pembuatan diagram fishbone waste transportation yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Fishbone Diagram Waste Transportation
Kurangnya pemahaman rute, koordinasi antar shift, serta sistem ERP yang belum real-time menyebabkan keterlambatan dan ketidakefisienan proses. Proses persetujuan dokumen yang masih manual, penerapan FIFO yang belum konsisten, serta jarak antarpos yang jauh dan minimnya penunjuk arah turut memperpanjang waktu perpindahan material. Langkah berikutnya dengan pembuatan diagram fishbone wastemotion yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 . Fishbone Diagram Waste Motion
Pergerakan operator yang tidak efisien, komunikasi kurang optimal, dan ketiadaan alat bantu digital menyebabkan pekerjaan manual berulang. Proses approval yang tersebar dan kewajiban mencetak dokumen menambah beban administratif, sementara perpindahan dokumen fisik memperlambat aliran kerja. Kondisi ini juga berdampak pada peningkatan biaya lembur dan kerugian akibat aktivitas berulang yang tidak efisien menjad pemborosan pergerakan yang tak perlu.
Berikut merupakan penyusunan rekomendasi menggunakan metode 5W+1H berdasarkan hasil analisis terhadap penyebab pemborosan yang telah diidentifikas untuk meminimalkan atau menghilangkan sumber ketidakefisienan dalam proses aliran pergudangan PT. XYZ yang akan dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 6. Rekomendasi Perbaikan 5W+1H
Penyusunan rekomendasi perbaikan bertujuan mengurangi lead time pada sistem pergudangan dengan menghilangkan atau mengurangi waktu pada beberapa aktivitas Non-Value Added (NVA) dan Necessary Non-Value Added (NNVA) sebagai dikategorikan sebagai aktivitas pemborosan yang perlu direduksi bahkan dieliminasi yang dapat diketahui pada tabel 7.
Tabel 7. Rekomendasi Perbaikan
Pembuatan PAM usulan disusun ntuk memperlihatkan alur proses pergudangan yang telah disederhanakan dengan mengurangi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sehinggan permborosan yang terjadi dapat diminimalisir yang akan dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 8. Process Activity Mapping Usulan
ebagaimana terlihat pada tabel sebelumnya, hasil menunjukkan adanya penyederhanaan proses melalui pengurangan dan penghapusan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sesudah dilakukan penerapan rekomendasi perbaikan, total waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pergudangan material menjadi 351 menit.
Penyederhanaan proses yang telah dilakukan kemudian diikuti dengan penyusunan Value Stream Mapping (VSM) baru untuk menggambarkan kondisi aliran pergudangan pasca perbaikan. Melalui pemetaan ini, terlihat adanya peningkatan efisiensi operasional dalam hal waktu dan penurunan jumlah aliran pemborosan, seperti yang tersaji pada gambar berikut.
Gambar 6. Future Stream Mapping
Pada gambar diatas memperlihatkan total lead time aliran pergudangan PT. XYZ sebesar 351 menit. Hal ini menunjukkan adanya efisiensi sebesar 71 menit atau 16,8% dari total waktu semula. Pengurangan waktu terbesar terjadi pada proses awal, pemeriksaan, pembongkaran material yang menunjukkan bahwa digitalisasi dan sistem terintegrasi sangat berperan dalam menciptakan efisiensi. Secara keseluruhan, implementasi Lean Warehouse terbukti efektif dalam mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi proses aktivitas.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan bahwa terdapat pemborosan yang mempengaruhi aktivitas pergudangan di PT. XYZ. Berdasarkan hasil pembobotan, diketahui faktor-faktor pemborosan yang meliputi waiting (18,4%), transportation (17,1%), motion (16,7%), inventory (14,1%), Overprocessing (13,2%), defect (12%), dan overproduction (9%). Faktor-faktor tersebut diidentifikasi melalui penerapan metode Lean Warehousing yang mengintegrasikan hasil analisis kuesioner dengan pemetaan aktivitas menggunakan Process Activity Mapping (PAM), serta dilengkapi dengan pembobotan melalui alat VALSAT untuk menentukan prioritas perbaikan berdasarkan tingkat urgensi dan besarnya dampak dari setiap jenis pemborosan. Berdasarkan hasil tersebut, disusun rekomendasi perbaikan yang difokuskan pada pengurangan aktivitas yang menyebabkan waktu menunggu, seperti pencatatan manual, proses pemeriksaan berulang, serta menunggu antrean. Proses implementasi perbaikan yang direkomendasikan bertujuan untuk menyederhanakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, baik dari sisi administrasi maupun operasional. Setelah penerapan Lean Warehouse, total waktu proses aktivitas berhasil ditekan dari sebelumnya 422 menit menjadi 351 menit, sehingga terdapat penghematan waktu sebesar 71 menit atau sekitar 16,8% dari total waktu awal. Dengan demikian, penerapan Lean Warehouse terbukti efektif dalam meningkatkan efisiensi aktivitas pergudangan dan dapat menjadi langkah strategis dalam meningkatkan efisiensi operasional pergudangan.
Y. Prasetyawan and N. G. Ibrahim, “Warehouse Improvement Evaluation Using Lean Warehousing Approach and Linear Programming,” IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, vol. 847, no. 1, p. 012033, 2020, doi: 10.12962/j23373539.v9i2.55529.
F. Dzulkifli and D. Ernawati, “Analisa Penerapan Lean Warehousing Serta 5S Pada Pergudangan PT. SIER Untuk Meminimasi Pemborosan,” JUMINTEN, vol. 2, no. 3, 2021, doi: 10.33005/juminten.v2i3.243.
N. Kartika and F. P. Setiawan, “Lean Production Implementation on Coffee Beans Business,” Journal of Theory and Applied Management, vol. 13, no. 3, p. 294, Dec. 2020, doi: 10.20473/jmtt.v13i3.19577.
W. Kosasih, I. Sriwana, and D. Sari, “Applying Value Stream Mapping Tools and Kanban System for Waste Identification and Reduction: Case Study of a Basic Chemical Company,” IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 2020, doi: 10.1088/1757-899X/528/1/012050.
K. Agustian, A. Zen, and A. J. Malik, “The Impact of Transformation on Business Models Advantage,” Technology and Society Perspectives (TACIT), vol. 1, no. 2, pp. 79–93, 2023, doi: 10.61100/tacit.v1i2.55.
P. Raghuram and M. K. Arjunan, “Design Framework for a Lean Warehouse: A Case Study-Based Approach,” International Journal of Productivity and Performance Management, vol. 71, no. 6, pp. 2410–2431, 2022, doi: 10.1108/IJPPM-12-2020-0668.
T. R. Diina, S. Sriwidodo, E. S. Nurrasjid, and I. Kustiyawan, “Penerapan Lean Warehousing Pada Gudang Bahan Baku Industri Farmasi PT XYZ,” Majalah Farmasetika, vol. 9, no. 4, pp. 367–387, 2024, doi: 10.24198/mfarmasetika.v9i4.54864.
T. R. Diina, S. Sriwidodo, E. S. Nurrasjid, and I. Kustiyawan, “Implementation of Lean Warehousing in Raw Material Warehouse of Pharmaceutical Industry PT XYZ,” Majalah Farmasetika, vol. 9, no. 4, pp. 367–387, 2024, doi: 10.24198/mfarmasetika.v9i4.54864.
A. Pradana and P. Farida, “Work Time Measurement Analysis Using Stopwatch Time Study to Increase Production Targets at PT XYZ,” JUMINTEN, vol. 2, no. 1, pp. 13–24, 2021, doi: 10.33005/juminten.v2i1.217.
M. Abdirad and K. Krishnan, “Industry 4.0 in Logistics and Supply Chain Management: A Systematic Literature Review,” Engineering Management Journal, vol. 33, no. 3, pp. 187–201, 2021, doi: 10.1080/10429247.2020.1783935.
I. Komariah, “Application of Lean Manufacturing to Identify Waste in Pan Production Using Value Stream Mapping (VSM) at Primajaya Aluminium Industry, Ciamis,” Jurnal Media Teknologi, vol. 8, no. 2, pp. 109–118, 2022, doi: 10.25157/jmt.v8i2.2668.
M. Y. Efendi and E. Aryanny, “An Analysis of Waste in the Warehousing Flow Process with Lean Warehousing Method at PT XYZ,” Tekmapro, vol. 19, no. 2, 2024, doi: 10.33005/TEKMAPRO.V19I2.398.
M. Siahaan and A. T. Muhidin, “Evaluation of Internal Control System on Finished Goods Inventory at PT Denso Manufacturing Indonesia,” INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia, vol. 3, no. 4, pp. 558–568, 2020, doi: 10.31842/jurnalinobis.v3i4.159.
P. Bestari and E. Fatma, “Implementation of Lean Warehousing to Improve Warehouse Activity Performance in Book Printing Company,” Proceedings of Industrial Research Workshop and National Seminar, vol. 1, pp. 160–169, 2020. Available: http://repository.poltekapp.ac.id/id/eprint/2123
N. B. Puspitasari and A. Y. Ardila, “Implementation of Lean Warehouse to Minimize Wastes in Finished Goods Warehouse of PT Charoen Pokphand Indonesia Semarang,” ComTech, doi: 10.21512/comtech.v7i1.2185.
M. N. Ilmi and E. P. Widjajati, “Implementation of Lean Warehouse to Improve the Performance of Warehouse Activities at PT ABC,” Jurnal Teknik Mesin, Industri Elektro dan Informatika, vol. 2, no. 4, pp. 124–135, 2023, doi: 10.33022/ijcs.v13i1.3785.