Login
Section Education

Index Card Match Model for Improving Mathematics Learning Outcomes

Model Kartu Indeks untuk Meningkatkan Hasil Pembelajaran Matematika
Vol. 10 No. 2 (2025): December:

Ike Opiyani (1), Nurlev Avana (2), Apdoludin Apdoludin (3)

(1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia
(2) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia
(3) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia

Abstract:

General Background: Student motivation and learning outcomes in mathematics at the elementary level remain a persistent challenge. Specific Background: At SDN 05/II Air Gemuruh, Grade IV students demonstrated low engagement and achievement in mathematical sentences and calculations due to monotonous, teacher-centered instruction. Knowledge Gap: Few studies have systematically examined interactive strategies such as the Index Card Match model in improving both the learning process and outcomes in mathematics. Aims: This study aimed to enhance mathematics learning motivation and achievement by implementing the Index Card Match model through Classroom Action Research (CAR). Results: Conducted in two cycles with 20 students, findings revealed significant improvements in teaching quality, student engagement, and mastery. Teacher performance scores rose from 61.11% to 88.89%, the number of students in the “very good” category increased from 20% to 45%, and mastery learning outcomes improved from 55% to 80%. Novelty: This research provides empirical evidence of the Index Card Match model’s effectiveness in fostering active participation and sustained motivation in mathematics learning. Implications: The findings suggest that integrating interactive models can transform learning environments, making mathematics more engaging and effective for primary school students.


Highlights:




  • Improved teacher performance and student engagement.




  • Significant increase in mastery of mathematics.




  • Index Card Match proven effective in primary education.




Keywords: Index Card Match, Mathematics Learning, Student Motivation, Classroom Action Research, Learning Outcomes


 

Downloads

Download data is not yet available.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menyiapkan diri dalam peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan diselenggarakan tanpa memperhatikan usia, lokasi, atau batasan waktu, yang tidak dimulai dan berakhir di sekolah, melainkan dimulai dalam rumah tangga, berlanjut di lingkungan kelas, dan ditingkatkan oleh lingkungan masyarakat, yang mengarah pada pengembangan kehidupan pribadi, keagamaan, kemasyarakatan, keluarga, dan kenegaraan. Faktanya, keluarga, sekolah, dan masyarakat—yang sering disebut sebagai Tiga Pusat Pendidikan—terus memikul tanggung jawab pendidikan di Indonesia, sebagaimana diwakili oleh lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraannya. Guru dapat memahami materi berdasarkan prinsip-prinsip matematika yang telah ada, dan matematika sekolah dasar membekali anak-anak dengan keterampilan berhitung yang akan mereka gunakan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari[1].

Pendidikan nasional berfungsi untuk meningkatkan kemampuan, membentuk watak peradaban bangsa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, imajinatif, mandiri dan warga negara demokrasi dan bertanggung jawab, sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab II Pasal 30 yang menerangkan sebagai berikut: “Dengan tujuan untuk membina kemampuan peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan nasional berfungsi membangun keterampilan dan membentuk budaya serta karakter bangsa yang terhormat. Yang Maha Esa, bermoral baik, sehat, cerdas, berbakat, mandiri, dan berkembang berubah menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan demokratis”.

Pendidikan adalah suatu hal terpenting bagi setiap manusia, baik di negaraKarena pendidikan memiliki kekuatan untuk mengubah kemiskinan menjadi kemakmuran, negara-negara terbaik—baik yang sudah mapan maupun yang sedang berkembang—adalah negara-negara di mana pendidikan merupakan prioritas utama. Perspektif guru telah berubah dari yang awam menjadi lebih mutakhir karena bidang pendidikan yang terus berkembang. Hal ini telah memengaruhi kemajuan dalam pendidikan Indonesia. Kegiatan pembelajaran merupakan bagian integral dari pendidikan.Tentu saja, kedudukan guru dan proses pembelajaran yang berlangsung di lembaga formal saling berkaitan erat[2].

Akibatnya, manusia terhubung erat dengan lingkungannya, sehingga mereka tidak dapat dipisahkan dari komunitasnya. Menggunakan Pendekatan Sistem merupakan salah satu teknik untuk mendapatkan gambaran pendidikan yang lebih realistis. Tujuan Pendekatan Sistem dalam pendidikan adalah untuk mencoba mengembangkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan [3].

Teknologi modern dibangun di atas ilmu matematika universal, yang juga memainkan peran penting dalam banyak bidang lainnya dan memajukan daya fikir manusia. Mata pelajaran matematika perlu disediakan untuk semua peserta didik dimulai di sekolah dasar untuk menyediakan siswa yang dapat berkolaborasi dengan orang lain dan berpikir kritis, logis, kritis, sistematis, dan imajinatif [4]

Dalam mempelajari matematika agar mudah dipahami oleh peserta didik, Untuk memperkuat pengetahuan yang telah dimiliki siswa, proses penalaran induktif mungkin digunakan di dimulainya pendidikan dan dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif. Proses pembelajaran ini juga diterapkan sebagai tambahan terhadap capaian pembelajaran, namun belum berhasil, sehingga capaian pembelajaran siswa masih belum optimal Berdasarkan persyaratan penyelesaian minimal yang telah ditetapkan, masih banyak yang belum selesai, diantaranya 75 untuk mata Pelajaran matematika.

Studi matematika melibatkan dibuat menggunakan proses penalaran logis dan melibatkan objek abstrak, di mana kebenaran sebuah ide diturunkan secara logis dari kebenaran gagasan sebelumnya. Hal ini menghasilkan hubungan yang kuat dan jelas antarkonsep dalam matematika. Matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di sekolah dasar dan menengah. Matematika sekolah dipengaruhi oleh sains dan teknologi dan mencakup konsep matematika khusus untuk membangun keterampilan dan membentuk kepribadian.

Bahasa Latin adalah sumber utama matematika ini berasal dari kata Yunani pada awalnya mathematik yang artinya mempelajari. Istilah ini memiliki sejarah kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike memiliki arti yang hampir sama dengan kata lainnya yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir atau bernalar). Matematika adalah latihan pendidikan yang dirancang untuk menumbuhkan pemikiran kritis[5]

Dalam penelitian dan pemikir tentang pembelajaran, anda harus memahami dua istilah terlebih dahulu jumlah pedagogi, yang bentuknya sama dan sering digunakan di seluruh dunia dan pedagogik. Pedagogi berarti “Ilmu pendidikan” sedangkan pedagogik artinya “ilmu pengetahuan”. Kata "pedagogos", yang awalnya berarti "pelayanan", kemudian berkembang menjadi profesi yang mulia. Istilah "pedagogi" (dari "pedagogos") merujuk pada seseorang yang bertugas membimbing anak-anak dalam proses pertumbuhan mereka menuju kemandirian dan tanggung jawab. Pekerjaan mendidik mencakup banyak aspek, termasuk segala hal yang berkaitan dengan perkembangan manusia. Dimulai dengan pertumbuhan tubuh, kemampuan, ide, emosi, dan kemauan, jumlah, sampai pada perkembangan iman.

Pendidikan ialah sebuah usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik atau guru, dilakukan secara sistematis untuk memotivasi, membina, membantu serta membimbing seseorang sehingga keluarlah potensi yang dimilikinya dan mencapai kualitas diri yang lebih baik. Sebagian peserta didik menganggap bahwa belajar matematika itu sangat sulit dan membosankan, akan tetapi belajar matematika itu sangat penting untuk dipelajari – sejak dini matematika mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hasil observasi yang di lakukan oleh peneliti pada hari Jumat tanggal 1 November 2024 sampai Senin tanggal 4 November 2024 di kelas III SDN 05/II Air Gemuruh. Peneliti melihat masih ada beberapa peserta didik yang masih belum mengerti dari materi yang di sampaikan oleh guru dan masih ada peserta didik yang kesusahan dalam mengikuti pembelajaran matematika dan ada yang tidak suka dengan pembelajaran matematika.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada tanggal 5 november 2024 oleh peneliti Bersama wali kelas, kelas III SDN 05/II Air Gemuruh terkait kemampuan dan pemahaman peserta didik kelas III dalam materi menghitung perkalian. Hasil belajar peserta didik masih banyak yang belum memenuhi Kriteria ketercapaian nilai pembelajaran (KKTP) untuk mata Pelajaran matematika adalah 75, berdasarkan penjelasan wali kelas III masih ada beberapa peserta didik yang tidak naik kelas di tahun di kelas III wali kelas juga merasa kesusahan untuk mengatur peserta didiknya karena peserta didik di kelas III tidak mau untuk tertib saat pembelajaran. Secara rinci, hasil belajar peserta didik disajikan pada table 1.1 sebagai berikut:

No. Nama Nilai KKTP Keterangan
1 AP 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran
2 AJF 20 75 Menunjukkan kurang dalam penyampaian materi dalam pembelajaran
3 DS 40 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran
4 IN 20 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran Luas perseg Panjang
5 JO 80 75 Sangat Baik
6 RUP 40 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam mencari isi pembelajaran luas persegi Panjang
7 RA 80 75 Sangat Baik
8 RDF 80 75 Sangat Baik
9 RA 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
10 RA 40 75 Menunjukkan kurang dalam belajar materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
11 REF 20 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
12 M.RR 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
13 MT 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
14 MR 80 75 Sangat Baik
15 NAJ 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
16 NK 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
17 HS 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
18 HA 50 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
19 FP 20 75 Menunjukkan kurang dalam memahami materi dalam pembelajaran luas persegi panjang
20 IA 80 75 Sangat Baik
Sudah Mencapai KKTP 6
Belum Mencapai KKTP 14
Persentase Tuntas 30%
Persentase Tidak Tuntas 70%
Table 1. Ulangan Harian Peserta Didik Mata Pelajaran Matematika Kelas III SDN 05/II Air Gemuruh Tahun Ajaran 2024/2025.

Dari 20 siswa terdapat 6 siswa (30%) yang nilainya sudah mencapai KKTP sedangkan 14 siswa (70%) belum dapat memahami materi pembelajaran matematika skor yang dicapai peserta didik terendah adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 80 hal ini disebabkan oleh beberapa jumlah, antara lain kurangnya antusias peserta didik dalam pembelajaran matematika, peserta didik cenderung merasa membosankan untuk mengikuti pembelajaran matematika, hanya ada beberapa peserta didik saja yang mau untuk mengikuti pembelajaran matematika, dari mengenai masih rendahnya minat peserta didik untuk mengikuti mata Pelajaran matematika dan hasil belajar peserta didik secara kumulatif dan keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar berlangsung.

Berdasarkan permasalahan diatas peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran yang menarik sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan mau belajar matematika peneliti menerapkan model pembelajaran Index Card Match, model Index Card Match adalah peserta didik siswa memperhatikan pidato motivasi guru tentang apa yang akan dilakukan dipelajari terhubung atau praktis untuk kehidupan sehari-hari, yang membuat mereka bersemangat tentang hal itu belajar. Guru kemudian meminta siswa untuk menjawab penilaian yang mengukur pemahaman awal mereka terhadap materi tersebut dipelajari siswa dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan lima orang.

Pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kemampuan peserta didik untuk menghadapi kehidupan. Salah satu aspek penting dalam pendidikan dasar adalah penguasaan terhadap mata pelajaran matematika, yang memiliki peran besar dalam membangun kemampuan berpikir logis, sistematis, dan kritis. Namun kenyataannya, matematika sering kali dianggap sulit dan membosankan oleh sebagian besar siswa sekolah dasar. Hal ini berdampak pada rendahnya minat dan hasil belajar mereka.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas III SDN 05/II Air Gemuruh, ditemukan bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi perkalian, bahkan ada yang menunjukkan ketidaktertarikan untuk mengikuti pembelajaran. Data hasil ulangan menunjukkan bahwa hanya 30% siswa yang telah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Pembelajaran (KKTP) untuk mata pelajaran matematika, sementara sisanya belum tuntas. Wawancara dengan wali kelas juga memperkuat temuan ini, bahwa siswa kurang tertib saat belajar dan kurang menunjukkan motivasi dalam mengikuti pelajaran.

Kondisi ini menunjukkan perlunya mendesak untuk menerapkan strategi pembelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, dan dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa. Salah satu strategi yang dinilai potensial adalah penggunaan model pembelajaran Index Card Match .

Peserta didik menerima pertanyaan melalui metode Index Card Match. Selanjutnya, mereka berdiskusi dalam kelompok masing-masing untuk mencari penyelesaian atas pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Setiap kelompok mengirimkan perwakilannya untuk menyampaikan pendapat atau jawaban yang telah disepakati secara bergiliran.

Pembelajaran Index Card Match adalah bentuk pembelajaran yang digunakan untuk mengatasi masalah belajar dengan mencocokkan atau menemukan set kartu berisi pertanyaan dan jawaban. Silberman mengklaim bahwa Pencocokan Kartu Indeks merupakan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik untuk mengulas kembali materi yang telah diajarkan sebelumnya atau yang telah diajarkan. Pendekatan ini dilambangkan dengan permainan kartu di mana siswa menemukan kecocokan menggunakan lembaran kertas berisi pertanyaan dan jawaban. Lebih lanjut, Kurniawati menyatakan bahwa metodologi pembelajaran Pencocokan Kartu Indeks merupakan metode yang cukup menyenangkan untuk meninjau kembali materi yang telah diajarkan sebelumnya. [6]

Berdasarkan latar belakang penulis melakukan penelitian yang berjudul "Peningkatan Proses dan Hasil Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Index Card Match di Kelas IV SDN 05/II Air Gemuruh”

Metode

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) juga mampu menutup kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini terjadi karena aktivitasnya dilakukan sendiri, di kelas sendiri dengan termasuk siswa sendiri, melalui sebuah direncanakan, dilaksanakan, evaluasi, dan refleksi. Umpan balik dikumpulkan dengan cara sistematik agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana secara efektif di kelas yang diikutinya Jika ada teori yang tidak cocok dengan keadaan di dalam kelas. PTK memungkinkan guru untuk memodifikasi teori lain untuk kepentingan proses dan/atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan fungsional. PTK adalah penelitian tindakan yang implementasinya dapat dilihat, dirasakan, dan dialami. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah praktik pembelajaran yang saat ini diterapkan sangat efektif. Berdasarkan analisis ini, dapat disimpulkan bahwa praktik-praktik pembelajaran kegiatan tertentu dapat dikembangkan sementara untuk meningkatkan kondisi ini melalui metode PTK, seperti: pemberian tugas kepada siswa di kelas tidak mendorong mereka untuk berpikir, dan sebaliknya[7]

Selain meningkatkan hasil pembelajaran siswa, penelitian ini juga memberikan ruang bagi para pendidik untuk refleksi dan memodifikasi metode pengajaran agar lebih sesuai dengan kondisi nyata di kelas. Guru dapat langsung melihat efektivitas teknik Pencocokan Kartu Indeks dan melakukan penyesuaian secara berkelanjutan dengan penerapan strategi Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hal ini sejalan dengan pendapat Dwi dkk. [8] yang menyatakan bahwa PTK memungkinkan pendidik mengadaptasi teori pembelajaran agar lebih memenuhi kebutuhan kelas. [9] PTK juga mendorong pengembangan profesional berkelanjutan melalui siklus introspeksi dan tindakan nyata di kelas.

Bentuk penelitian ini mampu menawarkan teknik dan prosedur baru untuk meningkatkan dan mengembangkan profesionalisme pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas dengan memperhatikan siswa. Pedoman teknis penerapan kinerja guru profesional mewajibkan guru untuk memahami, menggunakan, dan melaporkan temuan penelitian pendidikan, khususnya Penelitian Tindakan Kelas, sesuai dengan peraturannya. Dalam konteks ini, penguasaan kelas yang dimaksud. [10]

Hasil dan Pembahasan

A. Kegiatan Pembelajaran Aspek Pendidik

Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model Index Card Match menunjukkan adanya peningkatan kualitas proses mengajar dari pendidik. Hal ini tercermin dari hasil observasi yang dilakukan pada setiap pertemuan dalam dua siklus pembelajaran. Pada Siklus I, guru mulai menerapkan model pembelajaran tersebut dengan pendekatan yang terstruktur. Meskipun pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan alur pembelajaran, masih ditemukan beberapa kelemahan seperti kurangnya variasi dalam pemberian instruksi, penggunaan waktu yang belum maksimal, serta masih terbatasnya upaya guru dalam memfasilitasi refleksi peserta didik. Melalui refleksi Siklus I, guru kemudian melakukan perbaikan dalam hal pengelolaan waktu, penyesuaian cara menjelaskan, dan penggunaan teknik bertanya yang lebih menggugah partisipasi siswa. Hasilnya terlihat jelas pada Siklus II, di mana skor observasi terhadap guru mengalami peningkatan dari 77,78% pada pertemuan pertama menjadi 88,89% pada pertemuan kedua. Sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Figure 1. Persentase Pengamatan Aspek Pendidik Siklus I dan Siklus II

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama Siklus I, hasil observasi menunjukkan skor sebesar 61,11%. Skor ini mencerminkan bahwa pelaksanaan pembelajaran oleh pendidik masih berada pada kategori cukup, dengan beberapa indikator belum terlaksana secara optimal. Dari grafik observasi terlihat bahwa kualitas pembelajaran instruktur meningkat dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya. Skor awal memang masih rendah karena beberapa aspek perlu diperbaiki, namun setelah guru melakukan refleksi dan perbaikan, kepercayaan diri dan kemampuan mengelola kelas mereka pun meningkat. Bukti ini menunjukkan bahwa strategi pengajaran dapat berkembang secara nyata melalui proses refleksi dalam Penelitian Tindakan Di antaranya adalah keterbatasan guru dalam mengelola waktu, belum maksimalnya pelibatan siswa secara merata dalam kegiatan mencocokkan kartu, serta masih kurangnya variasi dalam penggunaan media dan teknik bertanya.

Setelah dilakukan refleksi dan perbaikan, pertemuan kedua Siklus I mengalami peningkatan skor menjadi 72,22%. Artinya, guru mulai menunjukkan kemajuan dalam mengatur alur kegiatan pembelajaran, menyampaikan materi dengan lebih sistematis, dan lebih aktif dalam memberikan motivasi serta bimbingan kepada siswa. Kemajuan ini menunjukkan bahwa para guru mulai beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran baru, meskipun masih terdapat beberapa kendala.

Memasuki Siklus II, peningkatan yang dicapai para pendidik menghasilkan hasil yang lebih baik lagi. Skor observasi meningkat menjadi 77,78% pada pertemuan pertama Siklus II. Para instruktur menjadi lebih percaya diri, mampu mengelola kelas dengan baik, dan mendorong kolaborasi siswa. Kegiatan pembelajaran berjalan lebih lancar, dan kelas terasa nyaman dengan energi yang besar untuk belajar.

Dengan hasil observasi guru mencapai 88,89% pada pertemuan kedua Siklus II, peningkatan tersebut mencapai puncaknya. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua metrik pelaksanaan pembelajaran terlaksana dengan sempurna. Instruktur mampu menciptakan suasana belajar yang positif, memberikan kritik yang membangun, dan bekerja lebih dekat dengan siswa, baik secara individual maupun dalam kelompok.

Dengan demikian, dari awal penelitian hingga akhir, data observasi menunjukkan peningkatan yang stabil dan signifikan dalam kualitas pengajaran yang diberikan oleh para pendidik. Hal ini merupakan komponen krusial dari efektivitas penggunaan model Pencocokan Kartu Indeks dalam meningkatkan hasil dan proses belajar matematika siswa kelas empat di SDN 05/II Air Gemuruh.

Guru menjadi lebih percaya diri saat menerapkan model pembelajaran dan mampu menciptakan lingkungan belajar yang merangsang, menghibur, dan nyaman. Selain itu, mereka juga meningkatkan kemampuan memimpin percakapan, memberikan sambutan yang menyemangati, dan mengakhiri pembelajaran dengan penguatan yang relevan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika meningkat seiring dengan proses refleksi dan perbaikan yang dilakukan secara berkelanjutan.

B. Proses Belajar Peserta Didik

Model Index Card Match terbukti memberikan dampak positif terhadap proses belajar peserta didik. Berdasarkan hasil observasi terhadap siswa selama dua siklus pembelajaran, terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal keterlibatan, keaktifan, dan antusiasme belajar.

No Kriteria Siklus I Siklus II
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2
1 Sangat Baik 4 6 7 9
2 Baik 8 8 9 9
3 Cukup 5 4 3 2
4 Kurang 3 2 1 0
Table 2. Rekapitulasi Proses Belajar Peserta Didik Siklus I dan II

Pada Siklus I, keterlibatan peserta didik berada pada kategori sedang. Jumlah siswa yang masuk dalam kategori “Sangat Baik” hanya sebanyak 4 orang pada pertemuan pertama dan meningkat menjadi 6 orang pada pertemuan kedua. Meskipun peningkatan mulai terlihat, namun masih terdapat siswa yang tergolong dalam kategori “Kurang” sebanyak 3 orang di pertemuan pertama dan 2 orang di pertemuan kedua.

Perbaikan strategi pembelajaran yang dilakukan guru pada Siklus II berdampak pada peningkatan keterlibatan peserta didik. Pada pertemuan pertama Siklus II, siswa yang menunjukkan aktivitas belajar dengan kategori “Sangat Baik” bertambah menjadi 7 orang, dan pada pertemuan kedua meningkat lagi menjadi 9 orang. Sebaliknya, jumlah siswa yang berada pada kategori “Kurang” menyusut hingga akhirnya tidak ada sama sekali pada pertemuan kedua. Para siswa tampak lebih terlibat dalam bekerja sama dengan teman sekelasnya, berusaha memahami materi, dan menunjukkan semangat yang tinggi saat mencocokkan kartu pertanyaan dan jawaban. Melalui pendekatan pembelajaran berbasis permainan ini, siswa didorong untuk lebih terlibat dalam menyuarakan pendapat dan menyelesaikan pekerjaan rumah, yang juga membantu menciptakan suasana belajar yang lebih menyenangkan.

Pergeseran ini menunjukkan bahwa Pencocokan Kartu Indeks merupakan alat yang berguna untuk mengatasi kebosanan dalam belajar matematika, yang sering kali kaku dan abstrak. Melalui aktivitas mencocokkan kartu, siswa terdorong untuk berpikir cepat, mengingat materi, serta belajar dalam konteks yang lebih komunikatif dan sosial.

Data observasi menunjukkan bahwa keterlibatan siswa terus meningkat dari waktu ke waktu. Tapi, agar pembahasan lebih berbobot, ada baiknya jika hasil ini juga dibandingkan dengan penelitian lain yang sejenis. Misalnya, dalam penelitian Widodo [11], penggunaan metode Index Card Match di sekolah dasar meningkatkan jumlah siswa dalam kategori “Sangat Baik” dari 3 menjadi 7 orang. Sementara dalam penelitian ini, peningkatannya dari 4 menjadi 9 siswa. Artinya, dampak metode ini justru terlihat lebih kuat di kelas SDN 05/II Air Gemuruh.

C. Hasil Belajar Matematika

Peningkatan proses pembelajaran yang dialami guru dan siswa berdampak langsung pada hasil belajar siswa. Pada Siklus I, dari 20 siswa, hanya 11 (55%) yang mencapai nilai di atas atau sama dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) (75), sementara 9 (45%) berada di bawah ambang batas kompetensi minimum. Nilai terendah yang dicapai adalah 50, sementara nilai tertinggi adalah 100.

Figure 2. Hasil Belajar Matematika

Setelah dilakukan refleksi dan perbaikan pada Siklus II, hasil belajar menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dari 20 siswa, sebanyak 16 siswa (80%) mencapai ketuntasan belajar, sementara hanya 4 siswa (20%) yang belum tuntas. Nilai terendah yang diperoleh siswa meningkat menjadi 70, yang berarti sudah mendekati batas ketuntasan. Kenaikan ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan dalam penyampaian materi oleh guru, tetapi juga membuktikan bahwa siswa mengalami peningkatan pemahaman terhadap materi yang diajarkan.

Hasil ini selaras dengan pendapat Hamzah B. Uno [12] yang menyatakan bahwa model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan menyenangkan dapat meningkatkan pemahaman serta hasil belajar secara signifikan. Selain itu, [13] juga menunjukkan bahwa penggunaan model Index Card Match membantu meningkatkan kinerja siswa di kelas matematika di jenjang sekolah dasar.

Dengan kata lain, hasil belajar matematika yang meningkat pada Siklus II merupakan bukti bahwa model Index Card Match efektif digunakan dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam meningkatkan daya serap siswa terhadap materi dan memotivasi mereka untuk aktif berpartisipasi dalam proses belajar. Keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa penerapan metode yang tepat dan responsif terhadap kebutuhan siswa menjadi kunci utama dalam mencapai tujuan pembelajaran sebaik mungkin[14].

bukan sekadar menunjukkan bahwa metode ini berhasil, tetapi juga memberi gambaran bahwa Index Card Match bisa menjadi alternatif yang layak untuk diterapkan secara lebih luas, baik oleh guru lain di sekolah dasar maupun di jenjang yang lebih tinggi. Jadi, temuan ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak yang sedang mencari cara agar proses belajar lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa[11].

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama dua siklus pembelajaran menggunakan model Index Card Match pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SDN 05/II Air Gemuruh, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini mampu meningkatkan baik proses pembelajaran maupun hasil belajar peserta didik.

1.Dari aspek proses pembelajaran, terjadi peningkatan yang signifikan baik pada pendidik maupun peserta didik. Hasil observasi guru menunjukkan bahwa skor keterlaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama Siklus I adalah 61,11%, yang tergolong cukup. Skor ini meningkat menjadi 72,22% (sangat baik) pada pertemuan kedua. Peningkatan ini berlanjut pada Siklus II, mencapai 77,78% pada pertemuan pertama dan 88,89% pada pertemuan kedua. Dari siklus ke siklus, kinerja siswa juga meningkat secara signifikan. Hanya empat siswa (20%) yang berada dalam kelompok luar biasa dan delapan siswa (40%) berada dalam kategori baik pada pertemuan pertama Siklus I. Persentase ini meningkat menjadi 6 siswa (30%) dalam kategori sangat baik dan 8 siswa (40%) dalam kategori baik pada pertemuan kedua. Sembilan siswa (45%) berada dalam kategori baik dan tujuh siswa (35%) berada dalam kategori luar biasa pada pertemuan pertama Siklus II. Dengan sembilan siswa (45%) berada dalam kelompok luar biasa dan sembilan siswa (45%) dalam kategori baik, pertemuan kedua menunjukkan peningkatan yang lebih besar.. Ini menunjukkan bahwa keterlibatan dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran meningkat secara signifikan.

2.Dari sisi hasil belajar, peningkatan juga terlihat jelas. Pada Siklus I, hanya 11 siswa (55%) yang tuntas belajar atau mencapai nilai ≥ 70, sedangkan 9 siswa (45%) belum tuntas. Setelah dilakukan perbaikan di Siklus II, jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 16 orang (80%), dan hanya 4 siswa (20%) yang belum tuntas. Artinya, model Index Card Match tidak hanya berhasil meningkatkan partisipasi dan motivasi siswa, tetapi juga berdampak positif pada pencapaian hasil belajar matematika mereka.

3.Model Index Card Match ini bisa menjadi alternatif yang efektif bagi guru untuk menumbuhkan semangat belajar siswa, bahkan tidak hanya pada pelajaran Matematika, tetapi juga pada pelajaran lain yang membutuhkan aktivitas

4.Akan lebih baik jika model ini dicoba juga di tingkat kelas yang berbeda, atau diterapkan pada mata pelajaran lain, agar bisa diketahui seberapa konsisten dalam konteks pembelajaran yang lebih luas.

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan model Index Card Match mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar matematika siswa kelas IV SDN 05/II Air Gemuruh. Model ini berhasil mendorong partisipasi aktif siswa dan meningkatkan motivasi belajar, yang berakhir pada peningkatan pencapaian akademik. Oleh karena itu, model ini layak dipertimbangkan untuk diterapkan di sekolah lain dengan kondisi serupa, dan penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk melihat efektivitasnya di tingkat kelas atau mata pelajaran lain.

Ucapan Terima Kasih

Berkat kegigihan, doa, dorongan, dan bantuan banyak pihak, artikel jurnal ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya atas segala saran, motivasi, dan koreksi yang sangat membantu saya selama penulisan esai ini.

References

[1] N. Avana, T. Wiyoko, and A. Wulandari, “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Number Head Together pada Siswa Kelas V SDN 219/II BTN Lintas Asri Kecamatan Bungo Dani,” Jurnal Tunas Pendidikan, vol. 2, no. 2, pp. 87–96, 2020.

[2] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas, 2003.

[3] A. Apdoludin and N. Nurhayati, “Peningkatan Proses dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Mind Mapping,” Jurnal Muara Pendidikan, vol. 8, no. 2, pp. 497–510, 2023, doi: 10.52060/mp.v8i2.1536.

[4] S. Ujud, T. D. Nur, Y. Yusuf, N. Saibi, and M. R. Ramli, “Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 10 Kota Ternate Kelas X pada Materi Pencemaran Lingkungan,” Jurnal Bioedukasi, vol. 6, no. 2, pp. 337–347, 2023, doi: 10.33387/bioedu.v6i2.7305.

[5] Gustina, “Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar dalam Perspektif Modern,” Jurnal Pendidikan Matematika, vol. 7, no. 1, pp. 55–63, 2023.

[6] Y. Royani and J. B. Kelana, “Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika pada Siswa SD dengan Menggunakan Model Teams Games Tournament (TGT),” EduBase: Journal of Basic Education, vol. 3, no. 1, pp. 11–20, 2022.

[7] S. Susanti, “Penerapan Model Pembelajaran Index Card Match terhadap Aktivitas Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,” TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, vol. 6, no. 1, pp. 22–36, 2022, doi: 10.52266/tadjid.v6i1.813.

[8] D. N. U. R. Dwi, D. Dorisno, and R. N. Frasandy, “Internalisasi Nilai dalam Pembelajaran Matematika untuk Melatih Profil Pelajar Pancasila Peserta Didik SD/MI,” Jurnal Penelitian Pembelajaran Matematika Sekolah (JP2MS), vol. 7, no. 1, pp. 28–36, 2023, doi: 10.33369/jp2ms.7.1.28-36.

[9] A. Ramadhan and A. Nadhira, “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Solusi Alternatif Problematika Pembelajaran dengan Berbasis Kearifan Lokal dan Penulisan Artikel Ilmiah Sesuai Kurikulum 2013 di Madrasah Tsanawiyah Darul Hikmah Medan,” Serunai: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, vol. 8, no. 1, pp. 121–128, 2022, doi: 10.37755/sjip.v8i1.632.

[10] W. Widodo, “Penerapan Metode Index Card Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 9, no. 2, pp. 101–110, 2018.

[11] H. B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

[12] R. S. Sari, W. Hidayat, and M. Bungo, “Meningkatkan Hasil Belajar Menggunakan Metode Tipe Index Card Match pada Pelajaran Matematika,” Jurnal Tunas Pendidikan, vol. 1, no. 1, pp. 71–80, 2018.

[13] Hamdani, Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia, 2020.

[14] S. Arikunto, Suhardjono, and Supardi, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara, 2020.

[15] Trianto, Model Pembelajaran Inovasi Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.