Login
Section Law

Green Accounting Integrating the Tri Hita Karana Philosophy into Village Economic Development

Akuntansi Hijau Mengintegrasikan Filsafat Tri Hita Karana ke dalam Pengembangan Ekonomi Desa
Vol. 10 No. 2 (2025): December:

Putu Adi Suprapto (1), I Nyoman Abdi (2), Ida Ayu Putu Sri Astiti Padmawati (3)

(1) Program Studi Ilmu Hukum, Politeknik Negeri Bali, Indonesia
(2) Program Studi Ilmu Hukum, Politeknik Negeri Bali, Indonesia
(3) Program Studi Ilmu Hukum, Politeknik Negeri Bali, Indonesia
Fulltext View | Download

Abstract:

General background: Tourism plays a significant role in Indonesia’s economic growth, particularly through village-based tourism that integrates cultural sustainability and community welfare. Specific background: Tampaksiring Village, designated as a tourism village under Bali Governor Regulation No. 52 of 2021 and Regent Decree No. 762/E-02/HK/2020, possesses rich natural, cultural, and historical assets. However, its development remains suboptimal, revealing a gap between regulatory mandates and actual implementation. Knowledge gap: Existing studies have rarely examined the legal authority and governance challenges of village administrations in optimizing tourism potential within a sustainable development framework. Aims: This study investigates Tampaksiring Village’s authority in managing local tourism and identifies strategies to enhance its tourism potential. Results: Findings show that the village government exercises attribution and delegation authority but struggles to implement integrative and strategic programs. The study highlights five development efforts: branding a unique tourism identity, expanding partnerships, utilizing social media, empowering community participation, and ensuring cultural-environmental sustainability. Novelty: Unlike prior research focusing mainly on promotion, this study underscores the interplay between legal authority, governance, and community-based management as key drivers of sustainable tourism branding. Implications: Strengthening institutional capacity and collaborative governance can transform Tampaksiring into a model of culturally rooted and environmentally responsible tourism development


Highlight:




  • Legal authority and governance are crucial for optimizing village tourism.




  • Branding, partnerships, and social media drive tourism visibility.




  • Cultural and environmental sustainability ensure long-term impact.




Keywords: Tourism Village, Tampaksiring, Sustainable Development, Governance, Community Empowerment

Downloads

Download data is not yet available.

Green Accounting: Integrating the Tri Hita Karana Philosophy into Village Economic Development

Putu Adi Suprapto 1 , I Nyoman Abdi 2 , Ida Ayu Putu Sri Astiti Padmawati 3

1,2,3)Program Studi Ilmu Hukum, Politeknik Negeri Bali, Indonesia

*Email Penulis Korespondensi: adisuprapto@pnb.ac.id

Abstract. The non-optimal trend mark “tourist village” carried by Tampaksiring Vil-lage because it is hindered by the development of its village potential by the Tampaksiring Village Government indicates that the mandate of Article 8 jo. Article 9 of the Bali Governor Regulation No. 52 of 2021 has not been im-plemented optimally. This shows that there is a gap between das sollen and das sein that occurs in the development of Tampaksiring Tourism Village. This research uses empirical research with a statutory approach, conceptual approach, and sociological approach. The data used are primary data and sec-ondary data. The result of this research is the authority of Tampaksiring Vil-lage in the management of local tourism is the authority of attribution and delegation authority. Then, on the basis of Regent Decree Number 762/E-02/HK/2020 the Tampaksiring Village Government has the authority to manage the potential of its village as a Tourism Village. Efforts to develop Tampaksiring Tourism Village in realizing sustainable development in the tourism sector include: highlighting one potential of Tampaksiring Tourism Village that can become branding; expanding the scope of cooperation with various partners both public and private; utilizing social media as a promo-tional medium for Tampaksiring Tourism Village and its tourist attractions; empowering community participation to increase interest in tourism busi-nesses in Tampaksiring; and paying attention to cultural and environmental sustainability..

Keywords - Tourism Village, Tampaksiring Village, Authority, Tourism Potential,

Abstrak. Tren yang tidak optimal dengan label “desa wisata” yang diusung oleh Desa Tampaksiring disebabkan oleh hambatan dalam pengembangan potensi desanya oleh Pemerintah Desa Tampaksiring, menunjukkan bahwa mandat Pasal 8 junto. Pasal 9 Peraturan Gubernur Bali Nomor 52 Tahun 2021 belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara das sollen dan das sein yang terjadi dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris dengan pendekatan hukum, pendekatan konseptual, dan pendekatan sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan Pemerintah Desa Tampaksiring dalam pengelolaan pariwisata lokal adalah kewenangan atribusi dan kewenangan delegasi. Kemudian, berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 762/E-02/HK/2020, Pemerintah Desa Tampaksiring memiliki kewenangan untuk mengelola potensi desanya sebagai Desa Pariwisata. Upaya pengembangan Desa Wisata Tampaksiring dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di sektor pariwisata meliputi: menonjolkan salah satu potensi Desa Wisata Tampaksiring yang dapat menjadi branding; memperluas lingkup kerja sama dengan berbagai mitra baik pemerintah maupun swasta; memanfaatkan media sosial sebagai sarana promosi untuk Desa Wisata Tampaksiring dan objek wisatanya; memberdayakan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan minat terhadap usaha pariwisata di Tampaksiring; dan memperhatikan keberlanjutan budaya dan lingkungan.

Kata Kunci - Desa Pariwisata, Desa Tampaksiring, Otoritas, Potensi Pariwisata,

I. Pendahuluan

Pariwisata adalah satu dari beberapa hal yang mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebutdikarenakan pariwisata dapat dikatakan sebagai industri yang melibatkan banyak orang, mempunyai aspek ekonomis yang tinggi dan ada produk masal yang dihasilkan [1]. Desa adat sebagai lembaga tradisional yang menyangga kelestarian kebudayaan Bali, sudah seharusnya berperan aktif dalam menyikapi perkembangan pariwisata, mengingat pariwisata budaya dapat eksis tergantung pada keberlangsungan desa adat [2].

Pergub Bali No. 52 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali (selanjutnya disebut Pergub Bali No. 52 Tahun 2021) menentukan beberapa kriteria dalam pembentukan desa wisata diantaranya wajib mempunyai daerah adminisratif yang nyata, keterjangkauan, insfratatanan penunjang, sarana untuk wisata, potensi manusia/masyakat dan juga susunan kelembagaan. Di samping persyaratan itu, ada kriteria lain yang harus dipenuhi adalah pesona wisata. Adanya pesona wisata pada Pergub Bali No. 52 Tahun 2021 ditetapkan menjadi satu dari beberapa syarat desa wisata yang terdiri dari sumber daya alam, kebudayaan, spiritual dan/atau kegiatan yang tidak monoton.

Melalui pengumuman Kementeriian Kordinator Bidang Perekonomiian RI HM.4.6/458/SET.M.EKON.3/12/2021 menyatakan bahwasannya Desa wisata adalah suatu sarana akselerasi pertumbuhan desa yang terintegrasi guna mendukung perubahan sosial, kebudayaan, dan perekonomian desa [3]. desa wisata diuraikan menjadi bentuk seuatu yang menjadi daya tarik, sarana dan prasarana yang mendukung yang disuguhkan pada tatanan pola hidup masyarakat yang melebur dengan proses dan adat istiadat yang diterapkan [4]. Desa wisata ini tidak hanya diharapkan meningkatkan perekonomian tetapi juga diharapkan dapat mendorong pelestarian alam dan budaya [5].

Sejalan dengan siaran tersebut, maka berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Pergub Bali No. 52 Tahun 2021 menentukan bahwasannya lokawisata dapat dikembangkan oleh Desa pada sebuah tatanan Adat/organisasi tradisional/golongan masyarakat memiliki peran guna kemajuan Desa Wisata. Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2) Pergub Bali No. 52 Tahun 2021 menyebutkan Pengembangan Desa Wisata diarahkan untuk melakukan kegiatan meliputi melindungi alam dan kebudayaan Bali, melakukan pemberdayaan warga desa setempat, memanfaatkan teknologi secara digital, meningkatkan standar kehidupan masyarakat dan memajukan kegiatan perekonomian kecil dan menengah, dan perekonomian yang inovatif. Pengembangan desa wisata tersebut harus dilaksanakan melalui strategi dan tahapan. Pasal 9 menentukan strategi pengembangan desa wisata dapat dilakukan melalui atraksi, aksesibilitas, dan amenitas; sumber daya manusia/masyarakat; kelembagaan; pemasaran; dan investasi

Kabupaten Gianyar adalah sebuah kabupaten di Bali yang menjadi sasaran berwisata yang cukup terkenal. Secara geografis, Kabupaten Gianyar terbagi dalam 7 kecamatan yaitu Kecamatan Sukawati, Blahbatuh, Gianyar, Tampaksiring, Ubud, Tegallalang serta Payangan. Berdasarkan data total desa wisata yang sudah disahkankan berdasarkan Keputusan Walikota/Bupati se-Bali, Kabupaten Gianyar memiliki 32 desa wisata dengan kategori rintisan, berkembang, maju dan mandiri [6].

Desa Tampaksiring termasuk Desa Wisata yang terletak Kabupaten Gianyar yang ditetapkan melalui Keputusan Walikota/Bupati se-Bali. Desa Tampaksiring yang memiliki posisi pada Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Desa Tampaksiring berbatasan dengan bagian Timur adalah Desa Selat, Bangli, bagian selatan adalah Desa Sanding, bagian utara adalah Desa Manukaya dan bagian barat adalah Desa Kedisan Kecamatan Tegallalang. Desa Tampaksiring mempunyai daerah yang termasuk dataran yang tidak rendah. Dari luas daerahnya mayoritas adalah tanah untuk bertani, total penduduk di tahun 2019 sejumlah 10.947 orang. Lebih dari 50% penduduk berprofesi menjadi Petani, dan lainnya menjadi pedagang, buruh, usaha sendiri, Pegawai Negeri, Karyawan Swasta dan lainnya [7].

Keputussan Bupatii Gianyaar No. 762/ E-02/HK/2020 Tentang Penetapn Desa Wisaata di Kab. Gianyar, menentukan bahwasannya Desa Tampaksiring adalah salah satu desa wisata di Kabupaten Gianyar dengan daya tarik yang dimiliki berupa wisata alam, pura prasejarah, aktivitas budaya, pusat kerajinan tulang/rajutan, dan wisata puri. Walaupun telah ditentukan daya tarik yang dimiliki, namun Desa Wisata Tampaksiring belum bisa berjalan dengan optimal dan menunjang pendapatan asli desa (PAD). Tidak semua daya tarik wisata tersebut dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Tampaksiring, adapun daya tarik wisata yang belum terlaksana diantaranya adalah aktivitas budaya dan wisata puri. Kemudian, terhadap daya tarik wisata berupa wisata alam, pura prasejarah, dan pusat kerajinan tulang/rajutan yang telah terselenggara di Desa wisata tampaksiring dinilai masih belum berkembang dengan baik karena belum banyak program-program trobosan yang dilakukan oleh semua stakeholder.

Belum optimalnya trend mark “desa wisata” yang disandang oleh Desa Tampaksiring karena terhalang pengembangan Potensi desanya oleh Pemerintah Desa Tampaksiring menandakan amanat Pasal 8 jo. Pasal 9 Pergub Bali No. 52 Tahun 2021 belum terlaksana dengan maksimal. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara das sollen (aturan yang berlaku) dengan das sein (kenyataan yang terjadi di masyarakat) yang terjadi dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring.

II. Metode

Penelitian ini memanfaatkan penelitian kuantitatif dengan pilihan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan sosiologis. Adapun data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian hukum empiris karena ingin meneliti pelaksanaan pengembangan desa wisata tampaksiring dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di bidang pariwisata. Mengingat bahwasannya belum optimalnya pengembangan daya tarik wisata di Desa Tampaksiring, sehingga diperlukan analisa kembali. atau Corresponding Author dan dituliskan pula alamat emailnya (lihat contoh). Komunikasi tentang revisi artikel dan keputusan akhir hanya akan disampaikan melalui email penulis korespondensi.

III. Hasil dan Pembahasan

Daya tarik wisata Desa Wisata Tampaksiring Berdasarkan SK Bupati Gianyar Nomor 762/E-02/HK/2020 tentang Penetapan Desa Wisata di Kabupaten Gianyar, meliputi:

Wisata Alam Desa Wisata Tampaksiring terdiri dari:

Di Subak Pulagan terdapat jalan yang digunakan untuk jogging track, namun belum dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.

  • Subak Pulagan
  • Sungai Pakerisan (Tukad Campuhan)

Tukad Campuhan Tampaksiring sering digunakan untuk mandi atau jika di Bali disebut dengan melukat oleh para pengunjung. Selain karena suasana alamnya yang masih asri, akses menuju Tukad Campuhan ini sangatlah baik dan nyaman untuk dilewati. Sekarang Tukad Campuhan sudah dilengkapi dengan Tempat makan, dengan nuansa alam yang masih asri membuat Tukad Campuhan sangat cocok dijadikan tempat untuk berlibur Bersama keluarga dan kerabat.

Candi Gunung Kawi terletak di Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring. Candi Gunung Kawi merupakan kompleks percandian yang dibangun di tebing batu padas.

  • Pura Gunung Kawi
  • Pura Mengening

Pura Yeh Mangening terletak di Banjar Sarasada, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring. Pura ini dibangun di lembah Sungai Pakerisan yang agak dalam dengan tebing-tebingnya yang agak terjal.

Menurut wawancara dengan Penjabat (PJ) Kepala Desa (Perbekel) Desa Tampaksiring, Ida Bagus Putu Budi, S.PD, belum ada aktivitas budaya yang ditonjolkan di Desa Tampaksiring. Namun, baru-baru ini yang menjadi daya tarik adalah pada saat pawai ogoh-ogoh saat upacara pengrupukan. Desa Tampaksiring dikenal dengan seniman-seniman ogoh-ogoh yang terkenal karena pembuatan struktur tubuh ogoh-ogoh menyerupai anatomi tubuh manusia.

Kerajinan tulang telah dikembangkan sejak tahun 1980 dan saat ini hampir 90 % masyarakat di Desa Tampaksiring merupakan pengrajin tulang. Namun saat ini, kerajinan tulang sudah tidak diminati oleh warga. Warga lebih banyak merubah ke kerajinan perak atau perunggu. Hal ini menyesuaikan dengan pesanan dari luar negeri. Disisi lain, Perempuan Desa Tampaksiring memang dikenal sebagai para perajut andal di Bali. Tampaksiring memang dikenal sebagai penghasil rajutan di Bali. Tradisi para perempuan di kawasan itu adalah merajut. Sehingga karya-karya mereka dikirim ke berbagai tempat di Bali untuk dipasarkan. Bahkan sampai ke luar negeri.

Penjabat (PJ) Kepala Desa (Perbekel) Desa Tampaksiring, Ida Bagus Putu Budi, S.PD memang membenarkan ada ide mengembangkan Puri Tampaksiring menjadi objek wisata sebagaimana yang terjadi di Puri Ubud. Hanya saja pemerintah desa dan pengemong puri belum mampu melaksanakan dengan mengembangkan potensi dan sumber daya manusia yang ada. Permasalahan utama terletak pada lanskap puri yang belum tertata baik, atraksi wisata atau daya tarik yang ingin ditampilkan belum ditemukan di Puri Tampaksiring.

  • Aktivitas Budaya
  • Kerajinan Tulang/Rajutan
  • Wisata Puri
  • Wisata Buatan

Salah satu daya tarik buatan yang sedang diminati wisatawan domestik dan mancanegara adalah rafting. Rafting di Desa Tampaksiring menggunakan arus Sungai Pakerisan. Salah satu wisata rafting tersebut adalah Gekko Tubing yang dikelola oleh pelaku usaha pariwisata sendiri. Tata kelola Gekko Tubing dilakukan dengan perjanjian kerjasama dengan pemerintah desa. Pelaku usaha menyetorkan berapa persen pendapatannya untuk masuk ke pendapatan desa.

Atas dasar SK Bupati Gianyar No. 762/E-02/HK/2020 mengenai Penetapan Desa Wisata di Kab. Gianyar disebutkan bahwasannya Desa Tampaksiring ditetapkan menjadi Desa Wisata. Pasca ditetapkan menjadi Desa Wisata, Desa Wisata Tampaksiring mempunyai tugas dan tanggung jawab berupa Menyusun wilayah pada Desa Wisata dan juga sarana prasarananya merupakan kewajiban masyarakatt serta juga pihakl lain yang jadi rekan kerja ketika pengembangn Desa Wisata dengn dorongan Pemerntah Daerah; dan Guna menjalankan tata wilayah selayaknya dijelaskan di huruf a terlebih dulu wajib melaksnakaan kerjasama dengan lembaga yang bersangkutan di lingkungan Pemerntah Daerahh.

Berdasarkan SK Bupati tersebut, diketahui bahwasannya Daya Tarik yang ditawarkan oleh Desa Wisata Tampaksiring adalah wisata alam, pura bersejarah, aktivitas budaya, pusat kerajinan tulang/rajutan dan Wisata puri. Selain itu ada beberapa wisata buatan yang sekarang berkembang dan menjadi daya tarik Desa Wisata Tampaksiring. Dalam tata kelola daya tarik wisata sebagaimana dimaksud di atas pada Desa wisata Tampaksiring, Pemerintah Desa bekerja sama dengan beberapa instansi/lembaga baik pemerintahan maupun swasta

Pengelolaan daya tarik wisata di Desa Tampaksiring belum dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah desa. Perlu dilakukan upaya untuk mengoptimalkan brand desa wisata Tampaksiring supaya dikenal oleh masyarakat. Desa Tampaksiring sebenarnya memiliki potensi wisata yang luar biasa dengan keberadaan aset-aset berharga seperti Pura Gunung Kawi, sistem Subak Pulagan, Puri Tampaksiring, dan atraksi buatan seperti Gekko Tubing di Sungai Pakerisan. Namun, pengelolaan yang belum terintegratif dan strategis menyebabkan potensi tersebut belum termanfaatkan secara optimal.

Adapun strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa Tampaksiring untuk mengembangkan daya tarik wisata desa tampaksiring, diantaranya:

Pertama, Menonjolkan satu potensi Desa Wisata Tampaksiring yang dapat digunakan untuk slogan Branding. Menciptakan narasi utama yang mengintegrasikan semua aset wisata spiritual seperti Pura Mengening, Gunung Kawi, dan Subak Pulagan dalam satu paket wisata spiritual. Narasi ini akan didukung dengan media interpretasi yang menjelaskan filosofi dan nilai sejarah di setiap titik, jalur petualangan spiritual, serta program retreats yang melibatkan praktik melukat dan meditasi di lokasi-lokasi sakral. Branding ini membedakan Tampaksiring dari destinasi wisata Bali lainnya dengan menciptakan identitas unik sebagai pusat penyucian spiritual melalui air. Narasi ini dapat diintegrasikan dalam setiap elemen promosi, dari desain logo hingga konten digital, paket wisata, dan pengalaman pengunjung yang menekankan transformasi spiritual melalui kekuatan air suci Tampaksiring. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian terdahulu menuliskan hasil bahwa penguatan branding desa wisata harus bertumpu pada identitas unik dan daya tarik khas yang dimiliki suatu daerah. Penelitian Heni Krisnatalia, Tutik, dan Y.R. Satato tentang Desa Wisata Branjang menunjukkan bahwa strategi branding yang efektif dilakukan dengan mengangkat potensi budaya lokal melalui event “Branjangan” yang merepresentasikan kearifan lokal desa [8].

Kedua, Memperluas cakupan kerjasama dengan berbagai Mitra baik publik maupun swasta. Bekerjasama memasarkan produk pertanian ke berbagai saluran distribusi merupakan strategi yang dapat meningkatkan jangkauan pasar. Selain BUMDes, perluasan ke swalayan modern seperti Indomaret dan Alfamart akan membuka akses langsung ke konsumen perkotaan. Kerjasama ini membutuhkan standarisasi kualitas, kemasan menarik, dan pasokan yang konsisten. Di sisi lain, kolaborasi dengan pihak travel dapat menciptakan paket wisata yang memungkinkan wisatawan mengunjungi area pertanian, memetik hasil panen langsung, dan membeli oleh-oleh produk lokal. Integrasi antara pertanian dan pariwisata ini tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk pertanian tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan mendiversifikasi pendapatan masyarakat pedesaan. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian terdahulu menuliskan hasil bahwa pengembangan desa wisata memerlukan keterlibatan berbagai pihak melalui kemitraan yang saling menguntungkan. Studi yang dilakukan oleh Alfina Tri Muslimawati dan Budi Setiyono di Desa Wisata Benowo menunjukkan bahwa pola kerja sama multi-stakeholder yang melibatkan pemerintah desa, Badan Otorita Borobudur, dinas pariwisata, masyarakat, hingga pihak swasta berhasil membentuk model kemitraan mutualistik, yakni hubungan kerja sama yang saling memberi manfaat [9].

Ketiga, Pemanfaatan media sosial sebagai media promosi Desa Wisata Tampaksiring dan daya tarik wisatanya. Pemanfaatan platform media sosial untuk mempromosikan Desa Wisata Tampaksiring merupakan langkah strategis dalam meningkatkan visibilitas destinasi ini. Kolaborasi dengan influencer dan blogger perjalanan yang memiliki pengikut relevan juga efektif untuk memperkenalkan daya tarik Tampaksiring. Menggelar kontes foto atau challenge di media sosial dengan hadiah menarik dapat mendorong wisatawan membagikan pengalaman mereka, menciptakan efek promosi berantai yang autentik dan dapat dipercaya. Sejalan dengan perkembangan era digital, penelitian terdahulu menuliskan hasil bahwa pemanfaatan media sosial terbukti efektif sebagai sarana promosi desa wisata. Studi Hendi Prasetyo, Novi Irawati, dan Zahrotun Satriawati (2023) menegaskan bahwa media sosial memiliki pengaruh dominan terhadap keputusan wisatawan dalam berkunjung, karena mampu menjangkau pasar yang lebih luas, biaya yang relatif murah, serta fitur interaktif yang memungkinkan desa wisata membangun hubungan langsung dengan pengunjung [10].

Keempat, Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat untuk Meningkatkan Minat Usaha Pariwisata di Tampaksiring Pemberdayaan partisipasi masyarakat Tampaksiring dalam pengembangan pariwisata dapat diimplementasikan melalui pendekatan bottom-up yang inklusif. Program pelatihan keterampilan pariwisata seperti hospitality, pemanduan wisata spiritual, dan digital marketing perlu diselenggarakan secara berkala. Pembentukan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) yang aktif dapat memfasilitasi keterlibatan warga dalam pengambilan keputusan strategis. Akses pendanaan mikro untuk start-up lokal bidang pariwisata juga krusial, didukung pendampingan bisnis dari praktisi berpengalaman. Sistem bagi hasil yang transparan antara pengelola obyek wisata dan komunitas lokal akan memastikan distribusi manfaat ekonomi yang adil, sehingga menstimulasi minat masyarakat untuk berinvestasi dan berinovasi dalam sektor pariwisata. Sejalan dengan fokus pengembangan desa wisata, penelitian terdahulu menuliskan hasil bahwa pemberdayaan partisipasi masyarakat merupakan faktor kunci dalam meningkatkan minat usaha pariwisata. Studi yang dilakukan oleh Ni Putu Emi Yuliantari, I Wayan Widyantara, dan Ni Nyoman Sri Astuti (2021) menegaskan bahwa partisipasi aktif masyarakat tidak hanya berperan dalam pengelolaan potensi wisata, tetapi juga mendorong lahirnya berbagai usaha pendukung pariwisata seperti homestay, kuliner lokal, kerajinan tangan, hingga jasa transportasi . Penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap modal usaha, semakin besar pula keterlibatan mereka dalam mengembangkan kegiatan ekonomi berbasis pariwisata [11].

Kelimat, Memperhatikan Keberlanjutan Budaya dan Lingkungan. Pengembangan pariwisata di Tampaksiring harus menjunjung tinggi keberlanjutan budaya dan lingkungan sebagai pilar utama. Penerapan konsep tri hita karana menjadi fondasi dengan menyeimbangkan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Pelestarian ritual melukat dan tradisi subak perlu diintegrasikan dalam produk pariwisata dengan tetap mempertahankan kesucian praktik tersebut. Tatanan wisata sebaiknya menggunakan material lokal dan desain arsitektur tradisional Bali. Pengelolaan limbah yang efektif, pembatasan kapasitas pengunjung di area suci, dan penggunaan energi terbarukan pada fasilitas wisata menjadi prioritas. Program edukasi untuk wisatawan tentang etika berkunjung dan pelibatan masyarakat dalam konservasi ekosistem Sungai Pakerisan akan menjamin keseimbangan antara manfaat ekonomi dan pelestarian warisan budaya-alam. Sejalan dengan konsep pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal, penelitian yang dilakukan oleh Widiati dan Permatasari menuliskan hasil bahwa keberlanjutan budaya merupakan elemen penting dalam pengembangan desa wisata [12]. Penelitian tersebut menegaskan bahwa pariwisata berkelanjutan hanya dapat terwujud apabila identitas budaya lokal dijaga, baik melalui pelestarian tradisi, upacara keagamaan, maupun seni pertunjukan yang menjadi ciri khas suatu daerah. Sementara itu, penelitian Harofah dkk. menuliskan hasil bahwa keberlanjutan lingkungan harus diperhatikan sebagai pondasi utama dalam pengembangan pariwisata desa [13].

Penelitian ini menegasan keterikatan esensial antara karakteristik destinasi wisata yang unik dengan kualitas pengelolaan kolaboratif oleh pemerintah desa dan masyarakat, sebagai penentu daya tarik dan keberhasilan branding desa wisata. Berbeda dengan pandangan umum yang mungkin hanya fokus pada promosi semata, penelitian ini mengungkap bahwa potensi sesungguhnya dari sebuah desa wisata seperti Tampaksiring, yang kaya akan situs budaya (Pura Tirta Empul, Situs Gunung Kawi) dan keindahan alam (Subak Pulagan, Sungai Pakerisan), tidak akan terwujud optimal tanpa tata kelola yang terpadu. Penelitian ini menekankan bahwa keberadaan destinasi wisata saja tidak cukup. Daya tarik sejati terletak pada bagaimana destinasi tersebut dikemas dan dikelola. Ketika pemerintah desa dan masyarakat setempat bersinergi dalam menjaga kelestarian, kebersihan, kenyamanan, serta pengalaman otentik yang ditawarkan, barulah destinasi tersebut dapat bersinar. Dengan menonjolkan fitur-fitur unik dari destinasi yang dikelola dengan baik ini—misalnya melalui narasi budaya yang kuat atau pengalaman alam yang imersif—Desa Wisata Tampaksiring berhasil menciptakan identitas (branding) yang kuat dan memikat.

Branding desa wisata yang efektif tidak hanya bisa dipahami sebatas kampanye pemasaran yang menonjolkan slogan atau promosi semata, melainkan merupakan cerminan langsung dari dengan konsisten, baik kualitas destinasi serta keseriusan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat desa. Sebuah desa wisata yang mampu menampilkan identitasnya melalui keunikan alam, kekayaan budaya, maupun keramahan masyarakat, secara tidak langsung membangun citra positif yang berkesan bagi wisatawan [14]. Branding yang kuat juga memperlihatkan adanya koordinasi dan komitmen bersama antara pemerintah desa, pelaku pariwisata, komunitas lokal, hingga kelompok pemuda dalam mengelola potensi yang dimiliki. Dengan demikian, wisatawan tidak hanya tertarik untuk datang karena promosi, tetapi juga karena mereka merasakan pengalaman autentik yang sesuai dengan ekspektasi [15]. Dalam jangka panjang, hal ini tidak hanya mendorong peningkatan jumlah kunjungan, tetapi juga memberi dampak ekonomi yang signifikan melalui terbukanya peluang usaha, peningkatan pendapatan masyarakat, dan tumbuhnya industri kreatif berbasis lokal. Jadi, branding desa wisata yang efektif pada akhirnya berfungsi sebagai strategi pembangunan berkelanjutan yang menguntungkan seluruh pihak yang terlibat. Temuan ini menegaskan bahwa branding desa wisata yang efektif bukan sekadar kampanye pemasaran, melainkan refleksi langsung dari kualitas destinasi itu sendiri dan komitmen pengelolaan dari seluruh elemen desa, yang pada akhirnya secara signifikan meningkatkan kunjungan dan dampak ekonomi positif bagi masyarakat lokal.

IV. Kesimpulan

Potensi Desa Wisata Tampaksiring berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 762/E-02/HK/2020 berupa wisata alam, pura prasejarah, aktivitas budaya, pusat kerajinan tulang/rajutan, dan wisata puri. Kewenangan Desa Tampaksiring dalam pengelolaan pariwisata setempat merupakan kewenangan atribusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU Desa dan kewenangan delegasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UU Desa. Kemudian, atas dasar Atas dasar Surat Keputusan Bupati Nomor 762/E-02/HK/2020 Pemerintah Desa Tampaksiring memiliki kewenangan dalam mengelola potensi desanya sebagai Desa Wisata. Upaya Pemerintah Desa dalam pengembangan Desa Wisata Tampaksiring dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di bidang pariwisata diantaranya a) menonjolkan satu potensi Desa Wisata Tampaksiring yang dapat menjadi branding; b) memperluas cakupan kerjasama dengan berbagai mitra baik publik maupun swasta; c) pemanfaatan media sosial sebagai media promosi Desa Wisata Tampaksiring dan daya tarik wisatanya; d) pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan minat usaha pariwisata di Tampaksiring; dan e) memperhatikan keberlanjutan budaya dan lingkungan.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Politeknik Negeri Bali, khususnya P3M yang telah mendanai penelitian ini. Apresiasi juga disampaikan kepada rekan-rekan di Jurusan Akuntansi yang telah berkolaborasi dan berkontribusi dalam penelitian ini. Terima kasih secara khusus disampaikan kepada Pemerintah Desa Tampaksiring yang telah berpartisipasi sebagai subjek dalam penelitian ini.

Referensi

[1]I. K. Widia, Hukum kepariwisataan. Malang: Setara Press, 2021.

[2]I. G. Pitana and I. G. S. A. Putra, “Pariwisata sebagai wahana pelestarian subak, dan budaya subak sebagai modal dasar dalam pariwisata,” J. Kaji. Bali, vol. 3, no. 2, 2013.

[3]A. A. I. E. K. Yanti and A. A. I. A. A. Dewi, “Penyelenggaraan desa wisata perspektif pemajuan budaya Bali,” J. Kertha Semaya, vol. 11, no. 6, 2023.

[4]B. Sudibya, “Wisata desa dan desa wisata,” J. Bali Membangun Bali, vol. 1, no. 1, 2018.

[5]I. Krisnawati, “Program Pengembangan Desa Wisata Sebagai Wujud Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Pasca Covid dan Implementasinya,” Transparansi J. Ilm. Ilmu Adm., vol. 4, no. 2, pp. 211–221, 2021, doi: 10.31334/transparansi.v4i2.1974.

[6]F. A. Padabain and S. Nugroho, “Implementasi program desa wisata dalam rang-ka pemberdayaan masyarakat di Desa Mas, Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali,” J. Destin. Pariwisata, vol. 5, no. 2, 2018.

[7]BPS, “Produk domestik regional bruto Provinsi Bali menurut lapangan usaha tahun 2019-2023,” 2024.

[8]H. Krisnatalia, T. Tutik, and Y. . Satato, “Strategi Penguatan Branding Rintisan Desa Wisata Branjang Melalui Event Budaya Berbasis Kearifan Lokal “Branjangan,” J. Dedicators Community, vol. 7, no. 2, pp. 145–154, 2023, doi: 10.34001/jdc.v7i2.3133.

[9]A. T. Muslimawati and B. Setiyono, “Peran Multi Stakeholder Dalam Pengembangan Kemitraan Desa Wisata Di Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Benowo, Kabupaten Purworejo,” J. Polit. Gov. Stud., vol. 12, no. 4, pp. 333–356, 2023.

[10]H. Prasetyo, N. Irawati, and Z. Satriawati, “Pemanfaatan Media Sosial sebagai Sarana Pemasaran Desa Wisata,” Ideas J. Pendidikan, Sos. dan Budaya, vol. 9, no. 2, p. 515, 2023, doi: 10.32884/ideas.v9i2.1281.

[11]M. H. U. Dewi, “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali,” J. Kawistara, vol. 3, no. 2, pp. 129–139, 2013, doi: 10.22146/kawistara.3976.

[12]I. A. P. Widiati and I. Permatasari, “Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) Berbasis Lingkungan Pada Fasilitas Penunjang Pariwisata di Kabupaten Badung,” Kertha Wicaksana, vol. 16, no. 1, pp. 35–44, 2022, doi: 10.22225/kw.16.1.2022.35-44.

[13]C. Harofah and E. Z. Mutaqin, “Strategi Pengembangan Wisata Budaya Yang Berkelanjutan Di Destinasi Wisata Djagongan Koena Kejawar Banyumas,” J. Ind. Pariwisata, vol. 6, no. 1, pp. 14–26, 2023, doi: 10.36441/pariwisata.v6i1.1150.

[14]S. O. Sihombing and F. Antonio, Pemasaran Desa Wisata dengan Fokus pada Memorable Tourism Experience. Penerbit NEM, 2024. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=bnsaEQAAQBAJ

[15]W. B. Tarunajaya, Sukmadi, H. Darmawan, and A. Masatip, “Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Desa Wisata Sidowarno Kabupaten Klaten Melalui Pengalaman Wisata Yang Unik, Berbeda, Dan Mengesankan Bagi Wisatawan,” J. Media Bina`, vol. 18, no. 2, pp. 3313–3322, 2024, [Online]. Available: https://binapatria.id/index.php/MBI%0A

References

[1] I. K. Widia, Hukum Kepariwisataan. Malang, Indonesia: Setara Press, 2021.

[2] I. G. Pitana and I. G. S. A. Putra, “Pariwisata Sebagai Wahana Pelestarian Subak, dan Budaya Subak Sebagai Modal Dasar dalam Pariwisata,” Jurnal Kajian Bali, vol. 3, no. 2, pp. 1–22, 2013.

[3] A. A. I. E. K. Yanti and A. A. I. A. A. Dewi, “Penyelenggaraan Desa Wisata Perspektif Pemajuan Budaya Bali,” Jurnal Kertha Semaya, vol. 11, no. 6, pp. 1–15, 2023.

[4] B. Sudibya, “Wisata Desa dan Desa Wisata,” Jurnal Bali Membangun Bali, vol. 1, no. 1, pp. 1–12, 2018.

[5] I. Krisnawati, “Program Pengembangan Desa Wisata Sebagai Wujud Kebijakan Pemerintah dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Pasca Covid dan Implementasinya,” Transparansi: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi, vol. 4, no. 2, pp. 211–221, 2021, doi: 10.31334/transparansi.v4i2.1974.

[6] F. A. Padabain and S. Nugroho, “Implementasi Program Desa Wisata dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Desa Mas, Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali,” Jurnal Destinasi Pariwisata, vol. 5, no. 2, pp. 140–152, 2018.

[7] Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali Menurut Lapangan Usaha Tahun 2019–2023. Jakarta, Indonesia: BPS, 2024.

[8] H. Krisnatalia, T. Tutik, and Y. R. Satato, “Strategi Penguatan Branding Rintisan Desa Wisata Branjang Melalui Event Budaya Berbasis Kearifan Lokal ‘Branjangan’,” Jurnal Dedicators Community, vol. 7, no. 2, pp. 145–154, 2023, doi: 10.34001/jdc.v7i2.3133.

[9] A. T. Muslimawati and B. Setiyono, “Peran Multi-Stakeholder dalam Pengembangan Kemitraan Desa Wisata di Masa Pandemi Covid-19 di Desa Benowo, Kabupaten Purworejo,” Journal of Politics and Government Studies, vol. 12, no. 4, pp. 333–356, 2023.

[10] H. Prasetyo, N. Irawati, and Z. Satriawati, “Pemanfaatan Media Sosial sebagai Sarana Pemasaran Desa Wisata,” Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Budaya, vol. 9, no. 2, pp. 515–528, 2023, doi: 10.32884/ideas.v9i2.1281.

[11] M. H. U. Dewi, “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali,” Jurnal Kawistara, vol. 3, no. 2, pp. 129–139, 2013, doi: 10.22146/kawistara.3976.

[12] I. A. P. Widiati and I. Permatasari, “Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) Berbasis Lingkungan pada Fasilitas Penunjang Pariwisata di Kabupaten Badung,” Kertha Wicaksana, vol. 16, no. 1, pp. 35–44, 2022, doi: 10.22225/kw.16.1.2022.35-44.

[13] C. Harofah and E. Z. Mutaqin, “Strategi Pengembangan Wisata Budaya yang Berkelanjutan di Destinasi Wisata Djagongan Koena Kejawar Banyumas,” Jurnal Industri Pariwisata, vol. 6, no. 1, pp. 14–26, 2023, doi: 10.36441/pariwisata.v6i1.1150.

[14] S. O. Sihombing and F. Antonio, Pemasaran Desa Wisata dengan Fokus pada Memorable Tourism Experience. Jakarta, Indonesia: Penerbit NEM, 2024. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=bnsaEQAAQBAJ

[15] W. B. Tarunajaya, Sukmadi, H. Darmawan, and A. Masatip, “Peningkatan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Desa Wisata Sidowarno Kabupaten Klaten Melalui Pengalaman Wisata yang Unik, Berbeda, dan Mengesankan bagi Wisatawan,” Jurnal Media Bina, vol. 18, no. 2, pp. 3313–3322, 2024. [Online]. Available: https://binapatria.id/index.php/MBI