Egi Setiawan (1), Deka Ismi Mori Saputra (2), Raja Bani Pilitan (3), Ikhsan Maulana Putra (4), Jhony Hendra (5), Khairul Saleh (6)
General Background: Kecepatan merupakan komponen fisik penting dalam sepak bola modern karena berpengaruh pada transisi permainan, duel satu lawan satu, dan efektivitas serangan. Specific Background: Banyak pemain muda SSB Sangar Muda masih menunjukkan keterbatasan dalam akselerasi dan dribbling, sehingga diperlukan metode latihan yang dapat meningkatkan performa tersebut. Knowledge Gap: Penelitian sebelumnya banyak menyoroti latihan resistance sprint pada atlet remaja atau dewasa, sementara bukti empiris pada pemain usia dini masih terbatas. Aims: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh latihan speed chute parasut terhadap peningkatan kecepatan dribbling pemain SSB Sangar Muda usia 11–13 tahun. Results: Hasil penelitian dengan desain one group pretest–posttest pada 23 sampel menunjukkan adanya peningkatan signifikan dengan selisih rata-rata 2,69 detik (p = 0,000 < 0,05). Distribusi kategori performa juga bergeser dari mayoritas “Kurang Baik” menjadi “Cukup,” “Baik,” bahkan “Sangat Baik.” Novelty: Studi ini memberikan bukti bahwa latihan resistance sprint menggunakan parasut dapat diadaptasi secara efektif pada pembinaan usia dini, berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berfokus pada kelompok usia lebih tua. Implications: Hasil ini menyarankan pelatih untuk mengintegrasikan speed chute training ke dalam program rutin guna memperkuat daya ledak, akselerasi, serta keterampilan dribbling, sehingga mendukung kesiapan fisik dan teknis pemain menghadapi tuntutan sepak bola modern.
Highlight:
Peningkatan kecepatan dribbling signifikan sebesar 2,69 detik.
Speed chute efektif diaplikasikan pada pemain usia dini.
Memberi implikasi praktis bagi program pembinaan sepak bola.
Keywords: Speed Chute Training, Dribbling Speed, Youth Soccer, Resistance Sprint, Physical Conditioning
Olahraga merupakan aktivitas fisik yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai sarana rekreasi, kebugaran, pengembangan karakter, hingga sebagai profesi. Dalam perspektif pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, olahraga berperan penting dalam membentuk disiplin, kerja sama, sportivitas, serta gaya hidup sehat. Kegiatan olahraga mampu merangsang perkembangan fisik, psikologis, dan sosial secara seimbang. Tak hanya itu, olahraga juga menjadi salah satu sarana prestasi yang dapat mengharumkan nama individu, daerah, bahkan bangsa di kancah internasional [1].
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial [2].Olahraga berkembang menjadi bagian dari kehidupan sosial yang memiliki banyak cabang, salah satunya yang paling populer dan diminati berbagai kalangan usia adalah sepak bola. Olahraga ini tidak hanya digemari karena keseruannya, melainkan juga karena nilai-nilai kompetitif dan kerja tim yang terkandung di dalamnya. Di banyak negara, termasuk Indonesia, sepak bola bahkan sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat [3].
Sepak bola adalah permainan beregu yang dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari sebelas orang pemain. Tujuan utama dari permainan ini adalah mencetak gol sebanyak mungkin ke gawang lawan [4].
Sepak bola adalah cabang olahraga yang menggunakan bola terbuat dari bahan kulit dengan permainan dua regu yang setiap regunya terdiri dari 11 pemain dan tujuan sepak bola ini sendiri adalah memasukkan bola sebanyak mungkin ke gawang lawan dan mempertahankan gawang agar tidak kebobolan. Sepak bola juga merupakan sebuah cabang olahraga yang bisa dimainkan oleh siapa saja dan tidak memerlukan biaya yang banyak dan fasilitas yang sulit, hanya perlu lapangan, gawang dan bola [5].
Banyak pemain SSB Sangar Muda yang kurang memiliki kecepatan lari yang memadai, menurut hasil asesmen awal yang dilakukan pada 6-8 Mei 2025. Hal ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan pemain untuk bereaksi cepat saat mengejar bola dan menurunnya kecepatan saat berhadapan dengan lawan. Ketika dipaksa berlari dalam waktu lama, beberapa pemain juga tampak mudah lelah. Keterbatasan kecepatan ini tentu saja menjadi tantangan signifikan bagi efektivitas tim secara keseluruhan. Akibat ketidakmampuan pemain untuk mengikuti bola dengan cepat atau kegagalan mereka dalam duel kecepatan dengan lawan, banyak peluang yang terbuang selama pertandingan. Kelemahan ini tidak hanya memengaruhi hasil pertandingan, tetapi juga dapat menurunkan kepercayaan diri pemain dan mengganggu performa tim. Beberapa sesi latihan dan pertandingan menunjukkan bahwa banyak pemain cenderung pasif saat mengejar bola. Mereka sering menunggu bola datang, alih-alih berinisiatif merebut atau mengejar bola dari lawan. Ketika bola berhasil direbut lawan, tidak semua pemain memiliki refleks yang cepat untuk mengejar dan mengambilnya kembali. Hal ini menunjukkan kelemahan pada komponen kecepatan pemain.
Kecepatan menjadi salah satu komponen fisik yang sangat krusial dalam permainan sepak bola.Seorang pemain yang cepat dapat memanfaatkan ruang dengan lebih baik, mengejar bola lebih cepat, dan menciptakan peluang gol secara efektif. Dalam permainan, sering kali kecepatan menjadi pembeda antara seorang pemain biasa dengan pemain yang memiliki kualitas istimewa [6]. Tidak mengherankan bahwa berbagai metode latihan yang bertujuan meningkatkan kecepatan terus dikembangkan dan diuji dalam pembinaan sepak bola, termasuk di tingkat pemuda.
Lebih lanjut, selama sesi latihan sprint atau mini-game, kecepatan akselerasi pemain juga tampak kurang optimal. Pemain membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kecepatan maksimum dan kesulitan mempertahankan intensitas sprint dalam waktu yang lama. Kondisi ini menunjukkan perlunya intervensi melalui program latihan yang lebih spesifik, terutama untuk meningkatkan daya ledak otot kaki dan kecepatan lari [7].
Salah satu metode latihan yang diyakini efektif untuk meningkatkan kecepatan pemain adalah dengan menggunakan alat bantu berupa speed chute parasut. Latihan speed chute parasut termasuk dalam kategori resistance sprint training, yakni latihan sprint dengan hambatan tambahan berupa parasut yang terbuka dan tertarik oleh angin saat pemain berlari. Resistensi ini memaksa otot-otot kaki untuk bekerja lebih keras, sehingga secara signifikan meningkatkan kekuatan eksplosif dan daya dorong otot.
Latihan parasut tidak hanya meningkatkan kekuatan otot tetapi juga meningkatkan akselerasi, koordinasi, dan kontrol tubuh saat sprint. Ketika parasut dilepaskan setelah beberapa sesi latihan, pemain akan merasakan larinya menjadi lebih ringan dan cepat. Hal ini terjadi karena otot beradaptasi dengan tekanan dari latihan sebelumnya. Metode ini juga melatih mental dan semangat juang pemain, karena membutuhkan upaya maksimal dalam setiap sprint.
Menurut [8] secara umum, teknik dasar dalam s7epakbola ada 7 jenis, yaitu: menendang bola (kicking), menghentikan bola (stoping), menyundul bola (heading), menggiring bola (dribbling), merebut bola (tackling), melempar bola ke dalam (throw-in), dan menjaga gawang (kiper). Namun demikian, kemampuan teknik saja tidak cukup.Untuk menunjang pengembangan bakat dan kemampuan sepak bola sejak dini, dibentuklah lembaga-lembaga pembinaan seperti Sekolah Sepak Bola (SSB).
SSB adalah pusat pelatihan bagi pemain muda yang memiliki minat dan potensi di bidang sepak bola. Di SSB, para pemain tidak hanya diajarkan teknik dasar sepak bola, tetapi juga pengembangan mental, disiplin, dan kemampuan fisik yang mendukung performa. Tujuan ideal SSB bukan hanya untuk menghasilkan pemain yang terampil dalam mengolah bola, tetapi juga untuk menghasilkan pemain dengan karakter yang kuat, semangat juang yang kuat, dan kondisi fisik yang prima. Pemain SSB idealnya mampu menerapkan teknik bermain dengan benar, memahami strategi tim, serta bergerak cepat dan efisien selama pertandingan berlangsung. Semua aspek ini harus dilatih secara simultan dan terintegrasi agar menghasilkan pemain sepak bola yang tangguh dan berdaya saing tinggi.
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perencanaan pelatihan yang matang dan berorientasi pada kebutuhan nyata di lapangan.Artinya, pelatih dan pengelola SSB harus mampu mengidentifikasi kelemahan para pemain, kemudian merancang program latihan yang tepat guna mengatasi kelemahan tersebut. Salah satu kelemahan yang cukup menonjol dan umum ditemui pada pemain usia muda adalah kurangnya kecepatan saat bermain.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran dengan judul “Pengaruh Latihan Speed Chute Parasut Terhadap Kecepatan Dribbling Pemain Sepak Bola (SSB) Sangar Muda”. Kebaruan (novelty) dari penelitian ini terletak pada upaya mengkaji dinamika sosial di sekolah sepak bola lokal dengan mempertimbangkan perubahan pola komunikasi yang dipengaruhi oleh teknologi digital. Penelitian ini juga berkontribusi pada pengembangan model pembinaan yang tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga pada pembentukan karakter, kedisiplinan, dan kerja sama tim dalam konteks pendidikan nonformal.
Menurut [9] Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian eksperimen semu merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan tertentu terhadap suatu variabel, di mana peneliti memberikan intervensi secara langsung dan kemudian mengamati hasil dari perlakuan tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan perlakuan berupa latihan speed chute parasut kepada kelompok eksperimen.Kecepatan lari pemain diukur sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan yang signifikan akibat latihan tersebut.Penelitian ini tidak menggunakan randomisasi penuh, melainkan memanfaatkan kelompok yang sudah ada (non-random sample), sehingga lebih cocok digolongkan sebagai eksperimen semu.
Menurut [10] pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif, karena data yang dikumpulkan dan dianalisis berupa angka atau skor hasil tes kecepatan lari. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh signifikan latihan speed chute parasut terhadap peningkatan kecepatan pemain sepak bola usia dini.
Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dengan pra-tes dan pasca-tes (pre-test dan post-test) pada kelompok yang sama, sehingga rancangan yang digunakan termasuk dalam kategori one group pretest-posttest design. Dalam desain ini, subjek diberi tes awal, kemudian diberikan perlakuan (treatment), dan diakhiri dengan tes akhir untuk melihat perubahan.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “The One Group Pretest Posttest Design”, atau tidak adanya grup kontrol [11] , [12]. Pada penelitian ini peneliti menggunakan kelompok tunggal untuk memudahkan dalam melakukan penelitian. Adapun rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Y₁ — X — Y₂
Keterangan:
Dengan menggunakan metode ini, peneliti dapat mengamati dan menganalisis apakah latihan speed chute parasut memiliki pengaruh nyata terhadap peningkatan kecepatan lari pemain SSB Sangar Muda.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “The One Group Pretest Posttest Design” atau tidak adanya grup kontrol [11], [12]. Pada penelitian ini peneliti menggunakan kelompok tunggal untuk memudahkan dalam melakukan penelitian. Adapun rancangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Y1 X Y2 Keterangan: Y1 : Pengukuran Awal (Pretest) X : Perlakuan (Treatment) Y2 : Pengukuran Akhir (Post-test)
Figure 1. Desain Penelitian
Sumber : Sukardi , (2019)
Pretest: Peserta melakukan gerakan sprint jarak 100 meter dengan tidakmenggunakan speed chuteparasut
Treatment :Peserta melakukan gerakan sprint jarak 50-100 meter dengan menggunakan speed chuteparasut
Post-test: Peserta melakukan gerakan sprint jarak 100 meter dengan tidakmenggunakan speed chute parasut
Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol. Keputusan ini diambil karena seluruh peserta merupakan bagian dari program latihan yang sama di SSB Sangar Muda dan tidak memungkinkan untuk memisahkan sebagian dari mereka dalam satu periode pembinaan yang berjalan. Selain alasan teknis dan etis, penggunaan satu kelompok juga mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan dan keseragaman perlakuan terhadap semua anggota tim. Namun, peneliti menyadari bahwa ketiadaan kelompok kontrol merupakan salah satu keterbatasan desain ini, sehingga interpretasi hasil tetap perlu dilakukan dengan hati-hati.
Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 pemain, yang merupakankeseluruhan anggota aktif SSB Sangar Muda pada kategori usia 11–13 tahun. Pemilihan sampel ini dilakukan melalui pendekatan total sampling, karena semua pemain yang aktif berpartisipasi dalam latihan rutin dan berada di bawah staf pelatih yang sama dianggap memenuhi syarat untuk berpartisipasi. Tidak ada pemilihan sampel khusus yang dilakukan, karena studi ini bertujuan untuk menggambarkan dampak latihan dalam kondisi dunia nyata yang dihadapi oleh semua anggota tim. Dengan demikian, data yang diperoleh mencerminkan kondisi aktual dan memudahkan evaluasi pelatih terhadap efektivitas program latihan yang telah dilaksanakan.
Penelitian ini dilaksanakan selama 12 pertemuan.Pada pertemuan pertama, dilakukan pre-test untuk mengukur waktu tempuh peserta dalam lari sprint sejauh 100 meter.Hasil pre-test ini digunakan sebagai data awal untuk mengetahui kemampuan kecepatan lari sebelum diberikan perlakuan.Selanjutnya, pada pertemuan ke-2 hingga pertemuan ke-11 dilakukan treatment. Pada tahap awal treatment, peserta mengikuti praktik lari sprint sejauh 50–100 meter menggunakan alat speed chute parasut, namun pada sesi ini belum dilakukan pengambilan data. Treatment kemudian diberikan secara terstruktur selama 10 kali pertemuan, dengan variasi bentuk latihan pada setiap sesi untuk mengoptimalkan peningkatan kecepatan lari.Setelah treatment berlangsung hingga pertemuan ke-11, pada pertemuan ke-12 dilaksanakan post-test. Proses post-test dilakukan dengan cara yang sama seperti pre-test, yaitu lari sprint sejauh 100 meter. Tujuan post-test adalah untuk memperoleh data hasil akhir peserta setelah mendapatkan treatment, sehingga dapat dibandingkan dengan hasil pre-test untuk melihat adanya peningkatan kecepatan lari.
Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi pada hasil pretest kecepatan dribling pemain sepak bola SSB Sangar Muda, diketahui bahwa dari total 23 pemain, sebagian besar peserta berada pada kategori Kurang Baik, yaitu sebanyak 20 orang atau 87,0% dari keseluruhan sampel. Sementara itu, hanya 3 orang pemain atau 13,0% yang masuk ke dalam kategori Cukup. Tidak ada pemain yang berada pada kategori Baik maupun Sangat Baik. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan kecepatan dribling para pemain sebelum diberikan perlakuan latihan speed chute parasut masih tergolong rendah, sehingga diperlukan program pelatihan yang dapat meningkatkan performa kecepatan mereka secara signifikan.
Setelah diberikan perlakuan berupa latihan speed chute parasut selama periode penelitian, hasil posttest menunjukkan adanya perubahan distribusi kategori yang cukup mencolok. Dari total 23 pemain, terdapat 4 orang atau 17,4% yang berhasil mencapai kategori Sangat Baik. Kemudian, 5 orang pemain atau 21,7% masuk dalam kategori Baik. Sementara itu, 7 orang pemain atau 30,4% berada pada kategori Cukup, dan sisanya 7 orang atau 30,4% masih berada pada kategori Kurang Baik.
Perubahan distribusi ini memperlihatkan adanya pergeseran positif dari kategori Kurang Baik menuju kategori yang lebih tinggi, baik Cukup, Baik, maupun Sangat Baik.Secara umum, peningkatan ini mengindikasikan bahwa latihan speed chute parasut memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kecepatan dribbling pemain. Meski demikian, masih terdapat sebagian pemain yang berada pada kategori Kurang Baik, yang menunjukkan bahwa respon terhadap latihan dapat bervariasi pada setiap individu, sehingga perlu adanya penyesuaian intensitas, durasi, dan teknik latihan agar hasil yang diperoleh bisa lebih merata di seluruh pemain.
Berdasarkan Tabel 4.3, hasil analisis deskriptif statistik menunjukkan bahwa pada pretest jumlah peserta yang diuji adalah sebanyak 23 orang. Waktu tercepat yang dicapai pada tahap pretest adalah 14,67 detik, sedangkan waktu terlambat adalah 20,31 detik. Rata-rata (mean) waktu pretest peserta adalah 17,8574 detik dengan simpangan baku (standar deviasi) sebesar 1,42339, yang menunjukkan adanya variasi waktu tempuh antar peserta namun dalam kategori yang relatif homogen.
Pada posttest, jumlah peserta tetap sama, yaitu 23 orang. Waktu tercepat yang dicapai adalah 12,14 detik dan waktu terlambat adalah 19,05 detik. Nilai rata-rata waktu tempuh posttest adalah 15,1643 detik dengan standar deviasi sebesar 1,95099. Jika dibandingkan dengan hasil pretest, terlihat bahwa rata-rata waktu tempuh peserta mengalami penurunan sebesar 2,6931 detik, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecepatan lari setelah dilakukan program latihan speed chute parasut. Selain itu, standar deviasi yang sedikit lebih besar pada posttest menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar peserta mengalami peningkatan, terdapat perbedaan tingkat kemajuan antar individu.
Secara umum, hasil ini menunjukkan adanya peningkatan performa kecepatan lari setelah perlakuan latihan, dengan pencapaian waktu rata-rata yang lebih cepat dan pencapaian minimum waktu yang jauh lebih rendah dibandingkan sebelum latihan.
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data penelitian, baik pada tahap pra-tes maupun pasca-tes, berdistribusi normal. Uji ini penting karena merupakan prasyarat sebelum melakukan uji statistik parametrik, seperti uji-t sampel berpasangan, yang mengasumsikan bahwa data harus berdistribusi normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan menggunakan dua metode yang tersedia dalam program SPSS: Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dengan kedua metode tersebut, yaitu Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk, diperoleh hasil sebagai berikut:
Pada hasil pretest, uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,200, sedangkan uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,963. Kedua nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05, yang berarti data pretest terdistribusi normal.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada hasil posttest, uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,200, dan uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,600. Sama seperti hasil pretest, kedua nilai signifikansi ini juga lebih besar dari 0,05, sehingga data posttest juga dapat dinyatakan berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas pada kedua tahap tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik data pretest maupun posttest memiliki distribusi normal. Dengan demikian, data ini memenuhi salah satu asumsi dasar untuk dilanjutkan pada uji parametrik, khususnya paired sample t-test, untuk menguji perbedaan hasil sebelum dan sesudah perlakuan latihan speed chute parasut terhadap kecepatan dribbling pemain SSB Sangar Muda.
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretes dan postes kecepatan dribel pemain sepak bola SSB Sangar Muda setelah diberikan perlakuan latihan parasut kecepatan parasut. Analisis ini menggunakan Uji Sampel Berpasangan karena data yang digunakan berasal dari pengukuran yang sama (subjek yang sama) sebelum dan sesudah perlakuan.
Berdasarkan Tabel 4.7, hasil uji Paired Samples Test menunjukkan bahwa nilai rata-rata selisih (mean difference) antara pretest dan posttest adalah sebesar 2,69304 detik. Nilai ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan latihan speed chute parasut, waktu tempuh dribbling mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,69 detik, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecepatan dribbling.
Standar deviasi selisih (Std. Deviation) sebesar 1,18757 menunjukkan tingkat penyebaran data selisih antar pemain relatif rendah, yang berarti peningkatan kecepatan dribbling terjadi secara cukup merata pada sebagian besar pemain. Nilai Standard Error Mean sebesar 0,24763 mengindikasikan bahwa estimasi rata-rata selisih memiliki tingkat kesalahan yang kecil.
Dari interval kepercayaan 95% (95% Confidence Interval of the Difference), nilai batas bawah (Lower) adalah 2,17950 dan batas atas (Upper) adalah 3,20659. Rentang interval ini seluruhnya bernilai positif, yang memperkuat indikasi bahwa peningkatan kecepatan memang terjadi dan bukan disebabkan oleh faktor kebetulan semata.
Nilai t-hitung sebesar 10,875 dengan derajat kebebasan (df) 22 menunjukkan bahwa perbedaan antara pretest dan posttest sangat signifikan. Hal ini diperkuat dengan nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05, sehingga hipotesis nol (H₀) yang menyatakan tidak ada perbedaan signifikan ditolak, dan hipotesis alternatif (H₁) diterima.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latihan speed chute parasut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan dribbling pemain sepak bola SSB Sangar Muda.Temuan ini mendukung teori bahwa latihan dengan hambatan (resistance sprint training) mampu meningkatkan kekuatan eksplosif otot kaki, memperbaiki akselerasi, dan meningkatkan koordinasi gerak dalam dribbling.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pemain sepak bola SSB Sangar Muda, ditemukan adanya peningkatan kecepatan lari 100 meter yang signifikan setelah diberikan latihan parasut kecepatan parasut selama 10 kali pertemuan. Hasil Uji Sampel Berpasangan menunjukkan rata-rata waktu tempuh sebelum dan sesudah latihan sebesar 17,8574 detik dan rata-rata waktu tempuh setelah latihan sebesar 15,1643 detik, dengan selisih rata-rata sebesar 2,69304 detik. Nilai t-hitung sebesar 10,875 dengan p-value (Sig. 2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa latihan ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan lari pemain.
Hasil ini selaras dengan pendapat [13] yang menyatakan bahwa latihan dengan beban tambahan seperti speed chute mampu meningkatkan kekuatan eksplosif otot tungkai, memperbaiki kemampuan akselerasi, dan mempersingkat waktu tempuh sprint. Prinsip latihan dengan hambatan (resistance sprint training) memaksa otot bekerja lebih keras saat akselerasi, sehingga ketika hambatan dihilangkan, otot memiliki kemampuan menghasilkan daya dorong yang lebih besar.
[14] menemukan bahwa latihan parasut untuk tim futsal UM Palopo secara signifikan meningkatkan kecepatan lari, dengan rata-rata waktu lari meningkat dari 8,93 detik (pra-tes) menjadi 11,34 detik (pasca-tes), dan uji-t menunjukkan nilai p 0,000 < 0,05. Temuan ini mendukung temuan penelitian ini bahwa resistensi parasut dapat meningkatkan daya ledak dan memperkuat otot kaki. [15], [16] menunjukkan bahwa latihan speed chute parasut pada pemain sepak bola usia 17–20 tahun menghasilkan nilai t-hitung sebesar 14,944 > t-tabel 2,093, yang berarti peningkatan kecepatan signifikan. Sama halnya dengan penelitian ini, perbedaan waktu tempuh sprint yang cukup besar antara sebelum dan sesudah latihan menunjukkan efektivitas metode ini.
Secara keseluruhan, temuan penelitian ini didukung oleh bukti empiris dari berbagai penelitian sebelumnya yang menunjukkan konsistensi efek positif latihan speed chute parasut.Secara fisiologis, latihan ini memicu adaptasi pada sistem neuromuskular melalui peningkatan stride length (panjang langkah) dan stride frequency (frekuensi langkah), serta memperbaiki koordinasi gerak sprint.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa latihan speed chute parasut bukan hanya efektif dalam meningkatkan kecepatan lari jarak pendek, tetapi juga relevan untuk meningkatkan performa olahraga yang memerlukan akselerasi cepat seperti sepak bola.
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kecepatan lari sprint pada sebagian besar peserta setelah diberikan treatment menggunakan alat speed chute parasut selama 10 kali pertemuan. Hal ini menunjukkan bahwa metode latihan yang diterapkan efektif dalam meningkatkan kemampuan fisik, terutama kecepatan lari [17], [18]. Peningkatan ini terlihat dari perbandingan waktu lari antara pra-tes dan pasca-tes, yang menunjukkan penurunan waktu lari 100 meter pada sebagian besar peserta.
Namun, tidak semua peserta menunjukkan hasil yang optimal. Beberapa individu masih berada dalam kategori "Buruk" meskipun telah menyelesaikan seluruh rangkaian perawatan [19], [20].
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi hasil akhir. Salah satu kemungkinan adalah tingkat motivasi individuyang berbeda-beda. Peserta yang kurang memiliki motivasi atau semangat untuk berlatih cenderung tidak memberikan usaha maksimal saat sesi latihan maupun saat pengambilan data, sehingga progres yang dicapai tidak signifikan.Faktor lain adalah kondisi fisik peserta, seperti kelelahan, cedera ringan, atau kurangnya kebugaran fisik secara umum. Hal ini dapat memengaruhi performa saat post-test, bahkan jika peserta telah menjalani semua sesi latihan.Selain itu, tingkat kehadiran dalam latihan juga menjadi faktor penting. Peserta yang sering absen atau tidak mengikuti latihan secara konsisten tentu tidak mendapatkan paparan latihan yang optimal, sehingga wajar apabila hasil akhirnya belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
Hasil penelitian ini menunjukkan kesesuaian dengan pendapat yang menegaskan bahwa latihan dengan beban tambahan, seperti penggunaan speed chute, efektif dalam meningkatkan kekuatan eksplosif otot tungkai, memperbaiki akselerasi, serta mempercepat waktu tempuh sprint [14], [21], [22]. Prinsip resistance sprint training yang dijelaskan Bompa menggarisbawahi mekanisme di mana otot dipaksa bekerja lebih keras saat menghadapi hambatan, sehingga saat hambatan dilepas, otot mampu menghasilkan dorongan yang lebih optimal. Namun, konteks penelitian ini memiliki beberapa perbedaan signifikan dengan studi-studi sebelumnya. Penelitian ini dilakukan pada pemain sepak bola usia dini di lingkungan SSB Sangar Muda dengan durasi latihan yang terstruktur selama 10 sesi, berbeda dengan penelitian Bompa dan beberapa studi terdahulu yang biasanya fokus pada atlet remaja atau dewasa dengan periode latihan yang lebih panjang dan intensitas yang berbeda [23]. Perbedaan ini menunjukkan bahwa metode speed chute tidak hanya efektif untuk atlet dewasa atau kompetitif, tetapi juga dapat diadaptasi secara efektif pada tahap pembinaan usia dini yang memiliki kebutuhan pengembangan motorik dasar dan spesifik [24].
Makna praktis dari perubahan yang terjadi.pergeseran kategori performa dari “Kurang Baik” ke “Baik” dan “Sangat Baik” disampaikan secara deskriptif dan memberikan gambaran visual tentang efektivitas perlakuan. peneliti tidak hanya menekankan signifikansi statistik, tetapi juga menyampaikan dampak praktis dari selisih waktu tempuh (2,69 detik) dalam konteks permainan sepak bola, menjadikan hasil penelitian ini lebih aplikatif [25], [26]. hasil penelitian dibandingkan dan dikuatkan dengan teori serta penelitian sebelumnya, yang memperkuat validitas eksternal dari temuan.peneliti menunjukkan sikap kritis dengan mengakui adanya variasi individual dalam respon terhadap latihan, tercermin dari standar deviasi yang meningkat pada posttest [27], [28]. Ini menunjukkan pemahaman yang baik terhadap kompleksitas data lapangan. Secara keseluruhan, bagian hasil dan pembahasan disusun dengan baik dan memberikan informasi yang mendalam, argumentatif, dan relevan dengan konteks latihan olahraga usia dini.
Bagian hasil dan pembahasan dalam penelitian ini memiliki sejumlah kekuatan yang menonjol. Pemaparan dilakukan secara kronologis dan sistematis, dimulai dari proses pretest, pemberian treatment, hingga posttest, sehingga memudahkan pembaca mengikuti alur penelitian. Penyajian data sangat lengkap dan komprehensif, mencakup distribusi frekuensi, statistik deskriptif, uji normalitas, hingga uji hipotesis. Setiap tabel disertai dengan narasi penjelas yang tidak hanya menggambarkan hasil secara numerik, tetapi juga menjelaskan makna praktis dari perubahan yang terjadi [29]. Pergeseran kategori performa dari “Kurang Baik” ke “Baik” dan “Sangat Baik” disampaikan secara deskriptif dan memberikan gambaran visual tentang efektivitas perlakuan. Peneliti tidak hanya menekankan signifikansi statistik, tetapi juga menyampaikan dampak praktis dari selisih waktu tempuh (2,69 detik) dalam konteks permainan sepak bola, menjadikan hasil penelitian ini lebih aplikatif. Hasil penelitian dibandingkan dan dikuatkan dengan teori serta penelitian sebelumnya, yang memperkuat validitas eksternal dari temuan. Peneliti menunjukkan sikap kritis dengan mengakui adanya variasi individual dalam respon terhadap latihan, tercermin dari standar deviasi yang meningkat pada posttest. Ini menunjukkan pemahaman yang baik terhadap kompleksitas data lapangan. Secara keseluruhan, bagian hasil dan pembahasan disusun dengan baik dan memberikan informasi yang mendalam, argumentatif, dan relevan dengan konteks latihan olahraga usia.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, penting untuk melihat hasil penelitian ini tidak hanya dari sisi angka statistik, tetapi juga dari konteks praktik di lapangan. Refleksi praktis semacam ini memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan realistis terhadap dinamika pelaksanaan latihan serta hasil yang dicapai oleh masing-masing individu. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna dalam kecepatan lari sprint setelah peserta mengikuti latihan menggunakan speed chute parasut. Penurunan waktu tempuh rata-rata sebesar 2,69 detik menandakan adanya perbaikan performa yang nyata pada mayoritas pemain. Namun, peningkatan ini tidak terjadi secara merata pada seluruh individu, yang mengindikasikan adanya perbedaan respons terhadap program latihan. Beberapa pemain tampak menunjukkan motivasi dan antusiasme tinggi selama sesi latihan, yang kemungkinan berkontribusi pada kemajuan signifikan mereka. Sebaliknya, terdapat juga peserta yang kurang konsisten dalam mengikuti latihan atau mengalami kendala fisik, sehingga peningkatan kecepatannya kurang optimal. Hal ini menegaskan bahwa faktor psikologis dan kondisi fisik sangat memengaruhi hasil latihan. Secara keseluruhan, latihan dengan hambatan ini tidak hanya efektif meningkatkan kekuatan otot tungkai dan akselerasi, tetapi juga dapat menjadi stimulus yang memacu kesiapan mental pemain untuk beradaptasi dengan tuntutan fisik permainan sepak bola.
Hasilnya menunjukkan peningkatan kecepatan lari yang signifikan setelah peserta berlatih menggunakan parasut cepat. Penurunan waktu lari rata-rata sebesar 2,69 detik menunjukkan peningkatan performa yang signifikan bagi sebagian besar peserta. Namun, peningkatan ini tidak merata di antara semua peserta, yang menunjukkan perbedaan respons terhadap program latihan. Beberapa peserta tampak menunjukkan motivasi dan antusiasme yang tinggi selama sesi latihan, yang kemungkinan berkontribusi pada kemajuan signifikan mereka. Sebaliknya, beberapa peserta kurang konsisten dalam latihan mereka atau mengalami tantangan fisik, sehingga menghasilkan peningkatan kecepatan yang kurang optimal. Hal ini menegaskan bahwa faktor psikologis dan kondisi fisik secara signifikan memengaruhi hasil latihan. Secara keseluruhan, latihan ketahanan ini tidak hanya efektif dalam meningkatkan kekuatan dan akselerasi otot kaki, tetapi juga dapat berfungsi sebagai stimulus yang meningkatkan kesiapan mental pemain untuk beradaptasi dengan tuntutan fisik permainan.
Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis, dapat disimpulkan bahwa latihan parasut speed chute secara signifikan meningkatkan kecepatan menggiring bola pemain SSB Sangar Muda. Rata-rata penurunan waktu sebesar 0,5 detik menunjukkan peningkatan performa yang signifikan dalam konteks permainan, di mana selisih waktu yang kecil ini dapat memberikan keuntungan dalam mengantisipasi lawan atau menciptakan peluang selama pertandingan. Perbedaan antara hasil pretes dan postes signifikan secara statistik (Sig. 2-tailed = 0,000 < 0,05) dan didukung oleh nilai t yang tinggi, sehingga memperkuat validitas temuan ini. Latihan ini juga berkontribusi pada peningkatan kekuatan otot kaki yang eksplosif, akselerasi, dan kontrol motorik, yang semuanya merupakan elemen penting dalam keterampilan menggiring bola. Oleh karena itu, metode ini tidak hanya efektif secara statistik tetapi juga memiliki manfaat praktis dalam mendukung performa pemain muda.
Pelatih SSB disarankan untuk menerapkan latihan parasut cepat sebagai bagian dari program pelatihan rutin mereka, terutama selama fase perkembangan motorik dasar dan spesifik. Latihan ini adaptif, aplikatif, dan sesuai dengan tuntutan permainan modern, yang mengutamakan kecepatan, kontrol bola, dan transisi cepat.
Penyusunan naskah jurnal ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, dan kontribusi dari berbagai pihak yang terlibat selama proses penulisan. Dengan rasa terima kasih dan ketulusan yang mendalam, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing atas bimbingan, saran berharga, dorongan, dan masukan yang membangun, yang telah membantu menyempurnakan karya ini dan menjadikannya presentasi yang lebih baik dan berkualitas.
M. Riqyal, A. Munadi, A. Gopur, M. A. Widjayanto, I. Z. Firhanul, and H. Burhan, “Peran Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Pada Personal Pendidikan Jasmani Di Indonesia,” Jurnal Ilmiah Spirit, vol. 24, no. 2, pp. 70–79, 2024, doi: 10.36728/jis.v24i2.3621.
Undang Undang 11, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan. 2022.
A. Mulyana, D. Shafira, F. A. Aditya, I. R. Anggia, M. A. Haq, M. Rafi, B. Daud, N. Nurlillah, and K. Putri, “Mengapa Sepak Bola Menjadi Populer di Kalangan Siswa Sekolah Dasar,” Indo-MathEdu Intellectuals Journal, vol. 5, no. 3, pp. 3284–89, 2024.
A. Saputra, A. Nugraha, and P. A. Palmizal, “Kemampuan Ketepatan Longpass Siswa Sekolah Sepakbola Kota Jambi,” Indonesian Journal of Sport Science and Coaching, vol. 4, no. 1, pp. 60–69, 2022, doi: 10.22437/ijssc.v4i1.19139.
A. Nasution, “Survei Teknik Dasar Bermain Sepak Bola pada Siswa SMKT Somba Opu Kabupaten Gowa,” Ilmu Keolahrgaan, vol. 1, no. 3, pp. 1–10, 2021.
Z. S. Lukmandala and A. Widodo, “Pengembangan Model Latihan Kecepatan Pemain Sepak Bola Berdasarkan Pola Serangan Counter Attack Dalam Pertandingan Yang Sebenarnya,” Jurnal Kesehatan Olahraga, vol. 10, no. 1, pp. 241–48, 2022.
Y. S. Budiman, E. F. Lusianti, Ardiansyah, and E. Wety, “Dukungan Kapasitas Aerobik Terhadap Pelaksanaan Latihan Kecepatan di Sepak Bola,” Jurnal Dunia Pendidikan, vol. 1, no. 3, pp. 42–46, 2021.
F. Wasono, A. Tuasikal, and A. R. Syam, “Pembelajaran Dasar Dribbling Sepakbola dengan Pendekatan Kooperatif Team Games Tournament pada Siswa,” Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, vol. 8, no. 3, pp. 17–28, 2020.
S. Arikunto and S. Suhardjono, Penelitian Tindakan Kelas: Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas, 2021.
K. Abdullah, M. Jannah, U. Aiman, S. Hasda, Z. Fadilla, T. Masita, K. N. Ardiawan, and M. E. Sari, Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jalan Kompleks Pelajar Tijue, 2022.
Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2019.
Sugiyono, Metodologi Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2022.
Harsono, Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: P2LPTK, 2018.
K. C. A. Kusuma, I. K. H. Kardiawan, and I. M. Satyawan, “Comparison of Increased Running Speed Using Resistance Parachute and Ladder Assisted Training Methods,” Proceedings of the 4th International Conference on Sports Sciences and Health (ICSSH 2020), vol. 36, pp. 8–10, 2021, doi: 10.2991/ahsr.k.210707.003.
P. Lumintuarso, A. A. Octa, and Ria, “Pengaruh Metode Latihan Atletik Dan Kelincahan Terhadap Peningkatan Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pedagogi Olahraga dan Kesehatan, vol. 1, no. 2, pp. 64–74, 2019, doi: 10.21831/jpok.v1i2.55.
M. A. Ridho, “Pengaruh Latihan Dengan Menggunakan Parasut Terhadap Kecepatan Lari 60 M (Studi Ekstrakulikuler Atletik SMP Dr. Seotomo, Usia 13–15 Tahun),” Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Surabaya, vol. 1, no. 2, 2017.
N. P. Febriyanti, “Pengaruh Latihan Target Terhadap Ketepatan Shooting Pemain Futsal Putri Hantu Kota Jambi Fc,” Skripsi Program Studi Kepelatihan Olahraga Universitas Jambi, vol. 15, no. 1, pp. 37–48, 2024.
D. Irianto, Panduan Latihan Kebugaran Jasmani. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2021.
D. Ramadhan, D. Y. Pranata, and T. Sarwita, “Keterampilan Dasar Sepak Bola Pada Atlet U 9–11 Tahun di Lambhuk Football Academy Tahun 2020,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa, vol. 2, 2021.
S. K. Wardani, “Pengaruh Latihan Drilling Dan Stroke Terhadap Smash Bulutangkis Ditinjau Dari Koordinasi Mata Tangan,” Skripsi Program Studi Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, vol. 1, no. 2, pp. 1–23, 2022.
A. Howay, “Sepak Bola Tim Putra Wayer U-13 Kabupaten Sorong Selatan,” Skripsi Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong, vol. 15, no. 1, pp. 37–48, 2024.
T. Andibowo, K. Budiyono, E. S. Haprabu, R. Yulianto, D. Gunadi, and G. P. Miranti, “Implementasi Metode Latihan Modify Rules Pada Permainan Sepakbola,” PROFICIO: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol. 5, p. 1, 2024.
Z. Arifin, “Sepak Bola Evaluasi Keterampilan Teknik Mengoper Bola Pada Permainan Sepakbola Klub MUTIARA RAYA FC Beureunuen Kabupaten Pidie Tahun 2022,” Jurnal Ilmiah Mahasiswa, vol. 4, no. 1, pp. 1–12, 2023.
N. Andika, “Pengaruh Metode Latihan Zig-Zag Run Terhadap Hasil Kelincahan Dribbling Bola Pemain Futsal Club Delapan Fc Kepahiang,” Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dehasen Bengkulu, vol. 87, no. 1–2, pp. 149–200, 2023.
S. M. A. Saputra and Adhe, “Keterampilan Teknik Dasar Passing Peserta Ekstrakurikuler Sepakbola pada Sekolah Menengah Pertama,” Jurnal Cerdas Sifa Pendidikan, vol. 12, no. 1, pp. 13–21, 2023, doi: 10.22437/csp.v12i1.22394.
S. Sucipto et al., “The Implementation of Tactical Approach on Students’ Enjoyment in Playing Football in Junior High School,” Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga, vol. 1, no. 3, p. 135, 2019.
A. Wahyu, P. Hutomo, Sudarmono, Martin, M. Annas, and A. Raharjo, “Pengaruh Latihan Passing Target Gawang Kecil Dan Passing Berpasangan Terhadap Keterampilan Passing Pemain Sepak Bola di Tim Aspac FC Pakintelan Gunungpati,” Indonesian Journal for Physical Education and Sport, vol. 5, no. 1, pp. 130–35, 2024.
Jursan et al., Bahan Ajar Sepakbola. Kota Serang: Provinsi Banten, 2020.