Login
Section Education

Student Participation and Achievement through Student Facilitator and Explaining Model

Partisipasi dan Prestasi Siswa melalui Model Student Facilitator and Explaining
Vol. 10 No. 2 (2025): December:

Dea Galuh Firdianti (1), Subhanadri (2), Refril Dani (3)

(1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia
(2) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia
(3) Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Muara Bungo, Indonesia

Abstract:

General Background: Education in elementary schools requires strategies that encourage active learning and meaningful understanding. Specific Background: In SDN 109/II Manggis, only 29% of fifth-grade students met the minimum criteria in Natural and Social Sciences (IPAS), indicating low mastery and passive learning. Knowledge Gap: While the Student Facilitator and Explaining (SFAE) model has been applied in other subjects, its role in IPAS learning remains underexplored. Aims: This study aimed to improve the learning process and outcomes of IPAS by applying the SFAE model. Results: Conducted through Classroom Action Research (two cycles, 23 students), the study showed consistent improvements. Teacher performance rose from 73.68% to 89.47%, student activity from 59% to 79.33%, and classical mastery from 55.56% to 81.49%. Students became more active in discussions and peer explanations, leading to stronger understanding and retention. Novelty: This research applies SFAE specifically in IPAS, a newly integrated subject in the independent curriculum, highlighting its potential in contextual science-social learning. Implications: Findings suggest that SFAE fosters collaborative learning, student participation, and academic achievement, making it suitable for wider application in similar classroom contexts.


Highlight




  • Active learning with peer explanation improved student mastery in IPAS.




  • Teacher and student performance increased across research cycles.




  • SFAE fostered collaboration and meaningful engagement in learning.




Keyword
Student Facilitator And Explaining, Elementary Education, Science Learning, Classroom Action Research, Student Participation

Downloads

Download data is not yet available.

1. Pendahuluan

Menurut [1] Pendidikan adalah usaha yang disengaja dan terorganisir untuk proses pendidikan agar siswa dapat secara aktif mengembangkan kemampuannya dalam pengendalian diri, kecerdasan dan kemampuan yang diperlukan bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan hal yang karena pendidikan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan untuk mencapai tujuan masa depan, pendidikan erat kaitannya dengan status manusia. Bergantung pada kemampuan dan perkembangan individu, proses pengembangan sikap, kepribadian, dan bakat ini akan menghasilkan hasil yang berbeda-beda.

Pendidikan merupakan sebuah program yang melibatkan sejumlah komponen yang bekerjasama dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan sebagai sebuah program adalah upaya yang disengaja dan terarah untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dari diselenggarakan pendidikan adalah agar siswa terlibat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mengajar adalah proses mengkomunikasikan gagasan kepada murid. Pesan yang dimaksud adalah metode pembelajaran yang dikemas dan disajikan dengan berbagai model pembelajaran oleh pendidik dalam setiap pelajaran.

Menurut [2] Pendidikan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan tidak pernah berakhir, sehingga dapat menghasilkan suatu kualitas konstan, dengan tujuan mewujudkan bentuk manusia berlandaskan Pancasila dan nilai-nilai budaya bangsa untuk masa depan. Pendidikan memainkan peranan penting dalam meningkatkan kecerdasan kehidupan negara. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa agar peserta didik dapat aktif mengembangkan potensinya, pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terorganisasi untuk mewujudkan pembelajaran dan proses pembelajaran diirinya memiliki kemampuan yang diperlukan dirinya, masyarakat, negara, dan bangsa, serta memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak yang luhur. Oleh sebab itu, pendiidkan sangat dibutuhkan bagi manusia sebagai proses pembelajaran dan pelatihan agar mencapai tujuan tersebut. Proses pembelajaran yang baik harus mengacu kurikulum yang berlaku, kurikulum yang berlaku di Indonesia pada saat ini adalah kurikulum merdeka.

Siswa dapat mengeksplorasi topik dan keterampilan secara memadai melalui pembelajaran dengan bantuan kurikulum mandiri intrakulikuler yang beragam. Tujuan tersebut inilah sejarah penerapan kurikulum otonomi daerah yang selama ini menghambat sistem pendidikan Indonesia. Tentu saja, banyak kritik yang muncul terkait penerapan kurikulum ini.. Sekretasi Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) Heru Purnomo mengklaim karena pihaknya menerima beberapa kekhawatiran tentang implementasinya, saat ini pihaknya memperbolehkan guru memilih dari tiga kurikulum yang berbeda: kurikulum K13, kurikulum darurat, dan kurikulum otonom [3].

Menurut Swawikanti (2022) Nadiem makarim sebagai pembuat kebijakan program, beliau menjelaskan bahwa ide di balik kurikulum ini adalah pembelajaran individual, yang dikembangkan untuk memungkinkan anak-anak tumbuh secara intelektual, emosional, dan psikomotorik sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Aliran filsafat Progresivisme, sebuah filosofi pendidikan yang mengutamakan pertumbuhan kreativitas, merupakan aliran pertama dari empat aliran pemikiran yang menjadi fondasi kurikulum independen. Konstruktivisme, sebuah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada observasi langsung terhadap pengalaman siswa, berada di urutan kedua. Ketiga, humanisme, sebuah pendekatan pendidikan yang memandang siswa dari perspektif yang tulus dan kecerdasan pembelajaran akan berhasil jika dapat mengembangkan pemikiran, sikap, dan keterampilan setiap siswa dengan segala keunikannya. Keempat, Mazhab Antropologi, adalah mazhab yang memandang manusia sebagai makhluk yang mampu berdiri sendiri, namun di sisi lain membutuhkan dan bergantung pada orang lain serta memilikikecenderungan religious value [4], [5].

Menurut [6] IPAS Sains merupakan mata pelajaran baru dalam kurikulum independen yang menggabungkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tujuan pengajaran sains di sekolah dasar kelas tiga dan empat adalah untuk membantu setiap siswa meningkatkan pengetahuan dasar mereka tentang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Menggabungkan kedua topik ini sangat menguntungkan.

Menurut [7] IPA dan IPS menanggapi pertanyaan dan kebutuhan manusia sangatlah penting. Hal ini penting bagi siswa karena mereka perlu memahami kehidupan sosial selain mencari informasi dan mempelajari ilmu pengetahuan di sekolah.di sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan modul alat untuk membantu prosedur ini..

Pembelajaran IPAS bertujuan agar siswa dapat memahami materi dengan baik dan juga dapat menerapkan pemahaman tersebut dalam bentuk suatu proyek atau karya untuk mencegah berbagai permasalahan yang dihadapi pada kehidupan sehari-hari. Penerapan materi IPAS diharapkan dapat membekali siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan pada kehidupan sehari-hari baik yang berkaitan denga gejala alam di sekitar maupun yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Melalui IPAS diharapkan peserta didik menggali kekayaan kearufan Pengetahuan tentang sains lokal, terutama bagaimana menerapkannya untuk memecahkan masalah, menjadi sangat penting. Oleh karena itu, tujuan utama pendidikan sains di tingkat sekolah dasar adalah meningkatkan kompetensi siswa, alih-alih kapasitas mereka untuk belajar siswa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada hari Senin dan Selasa tanggal 11 dan 12 bulan November tahun 2024 semester ganjil dikelas V di SDN 109/II Manggis dengan ibu Futri Nurjanah, S.Pd. mengatakan bahwa Hasil belajar siswa masih dalam kategori kurang baik selama proses pembelajaran terutama pada pembelajaran berikutnya, hal ini terlihat dari capaian pembelajaran pada mata pelajaran materi bunyi dan sifatnya. Hal ini juga sejalan pada saat proses pembelajaran di kelas, dimana siswa kebanyakan kurang konsentrasi sehingga materi pembelajaran yang disampaikan sulit untuk di ingat oleh siswa. Selain itu, ketika guru sedang memberikan instruksi kepada kelas, sebagian besar siswa tidak mengingat informasi tersebut saat guru menanyakannya lagi karena ketidakmampuan mereka dalam memahami pesan.

Dapat dilihat dari nilai Ujian Semester peserta didik pada mata pelajaran IPAS bahwa masih di bawah nilai rata-rata dan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang telah di tetapkan.

Berikut nilai Ujian Tengah Semester peserta didik kelas V SDN 109/II Manggis pada mata pelajaran IPAS menunjukkan bahwa

NO NAMA KKTP NILAI KETERANGAN
1 A.N.P 75 65 Tidak Memenuhi Kktp
2 A.D 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
3 A.J 75 70 Tidak Memenuhi Kktp
4 A 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
5 A.F.R 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
6 C.F.F 75 55 Tidak Memenuhi Kktp
7 C.R 75 75 Memenuhi Kktp
8 D.A.P 75 80 Memenuhi Kktp
9 D.B 75 65 Tidak Memenuhi Kktp
10 F.F 75 75 Memenuhi Kktp
11 I.R 75 75 Memenuhi Kktp
12 J.B 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
13 M.A.M 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
14 M.D.A 75 55 Tidak Memenuhi Kktp
15 M.E.T.P 75 30 Tidak Memenuhi Kktp
16 M.F.P 75 45 Tidak Memenuhi Kktp
17 M.G.T 75 40 Tidak Memenuhi Kktp
18 M.R 75 55 Tidak Memenuhi Kktp
19 M.D 75 60 Tidak Memenuhi Kktp
20 N.D.S 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
21 Q.A.F 75 80 Memenuhi Kktp
22 R.A 75 60 Tidak Memenuhi Kktp
23 S.A 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
24 S.P 75 60 Tidak Memenuhi Kktp
25 T.A.K 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
26 U.M.R 75 75 Memenuhi Kktp
27 Z.S 75 50 Tidak Memenuhi Kktp
Jumlah Nilai 1570
Nilai Rata-Rata 5815%
Jumlah Siswa Yang Memenuhi Kktp 29% 6 Siswa
Jumlah Siswa Yang Tidak Memenuhi Kktp 71% 21 Siswa
Table 1. Nilai Ujian Semester Mata Pelajaran IPAS Kelas V SDN 109/II Manggis

(Sumber : Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas V SDN 109/II Manggis)

Hasil nilai ujian semester pada mata pelajaran IPAS menunjukkan bahwa dari 23 siswa, hanya 29% (6 siswa) yang memenuhi KKTP, dan 71% (17 siswa) belum memenuhi KKTP. Adapun KKTP Mata Pelajaran IPAS di kelas V SDN 109/II Manggis adalah 75.

Upaya yang sudah dilakukan pendidik keals V SDN 109/II Manggis dengan memberikan dorongan motivasi kepada siswa untuk menumbuhkan semangat di dalam belajar bukan hanya itu pendidik juga memberikan pembinaan terhadap siswa melalui pekerjaan rumah (PR).

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa rendahnya kualitas pembelajaran IPAS akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa. Oleh karena itu, di perlukan solusi yang efektif untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan model pembelajaran SFAE (Student fasilitator and explanning).

Menurut [8], [9] Model pembelajaran Student Fasilitator And Explaining adalah kegiatan belajar kolaboratif (kerja sama) sesuatu yang dapat dimanfaatkan para pendidik sepanjang berdasarkan pada pengalamannya sendiri.

Hal ini sejalan dengan pendapat [10] mengemukakan bahwa model pembelajaran SFAE (student fasilitator and explanning) adalah salah satu jenis pendidikan. yang kooperatif yang menekankan pada struktur yang berkenan di rancang untuk memengaruhi bagaimana siswa berinteraksi satu sama lain dan meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran.

Menurut Suprijono sebagaimana dikutip [11] mengemukakan bahwa model pembelajaran SFAE (student fasilitator and explanning) adalah metode pengajaran yang mengajarkan siswa cara mengomunikasikan konsep atau pendapat pada rekan siswa lainnya. Model SFAE (student fasilitator and explanning) ini menekankan pada keaktifan siswa dalam merubah dan memberikan pendapat kepada teman- temannya dengan menggunakan cara dan bahasanya sendiri. Instruksi ini bertujuan untuk membantu guru agar tidak perlu menghabiskan seluruh waktu mengajar di rumah selama proses belajar mengajar. Diharapkan siswa akan secara aktif memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui kegiatan pembelajaran kooperatif.

Penerapan model SFAE student facilitator and explaining tepat digunakan dalam pembelajaran IPAS pada kelas V, model pembelajaran SFAE (student facilitator and explaining) tidak hanya efeltif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, tetapi jiuga meningkatkan kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Model SFAE (student facilitator and explaining) juga dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran [12], [13].

Alasan peneliti memilih model pembelajaran SFAE (student fasilitator and explanning) karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat mendorong siswa untuk aktif menyampaikan ide dan gagasannya kepada teman- temannya, serta memberikan perubahan dalam proses pembelajaran IPAS agar kegiatan pembelajaran menjadi aktif dan menarik sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Penelitian ini merupakan bagian dari inovasi dalam pendidikan dasar yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran IPAS melalui pendekatan model SFAE, agar pembelajaran menjadi lebih aktif, kolaboratif, dan bermakna bagi siswa sekolah dasar. Meskipun model pembelajaran SFAE telah banyak diterapkan dalam berbagai mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia dan Matematika, penerapannya secara spesifik dalam mata pelajaran IPAS, yang mengintegrasikan IPA dan IPS, masih sangat terbatas. Penelitian-penelitian sebelumnya cenderung berfokus pada efektivitas SFAE dalam meningkatkan partisipasi dan komunikasi siswa secara umum, tetapi belum banyak yang mengkaji bagaimana model ini mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep IPAS yang kompleks dan kontekstual.

Dengan demikian, penelitian ini memiliki kebaruan (novelty) dalam penerapan model SFAE secara khusus pada pembelajaran IPAS di sekolah dasar. Hal ini menjadi penting mengingat IPAS merupakan mata pelajaran baru dalam Kurikulum Merdeka yang menuntut keterlibatan aktif siswa dalam pemecahan masalah berbasis lingkungan sekitar.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti melakukan penelitian dengan berjudul “Peningkatan Hasil Pembelajaran Ipas Menggunakan Model SFAE (Student Fasilitator And Explanning) Siswa Kelas V SDN 109/II Manggis”.

2. Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penilitian tindakan kelas merupakan penilitian Ini menjelaskan penyebab dan akibat pengobatan, apa yang terjadi ketika pengobatan diberikan, dan memaparkan seliruh keseluruhan prosedur, dari awal hingga akhir perawatan. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas, atau PTK, dapat didefinisikan sebagai jenis penelitian yang merinci prosedur dan hasil, menerapkan PTK di kelas untuk mendekatkan kualitas pendidikan [14].

Menurut Sugiyono (2016) mengklaim bahwa teknik penelitian dapat dipahami sebagai pendekatan ilmiah untuk mengumpulkan data yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi, di kembangkan dan di buktikan, informasi spesifik sehingga kemudian dapat di gunakan mengenali, menangani, dan meramalkan masalah di bidang pendidikan [15].

Penelitian tindakan kelas merupakan suatu proses dasar ulang atau siklus yang di mulai dari perspektif membuat rencana, melaksanakan rencana, memantau tindakan, dan melakukan refleksi—yaitu, memikirkan kembali perencanaan, kegiatan tindakan, dan hasil yang dicapai. Penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan melalui empat tahap utama yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hubungan antara keempat tahap tersebut membentuk suatu siklus.

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen, yaitu:

1.Lembar Observasi: Digunakan untuk mencatat dan mengamati secara langsung aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan sistematis dan objektif.

2. Tes Hasil Belajar: Tes tertulis berupa 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian yang bertujuan mengukur sejauh mana siswa memahami materi pembelajaran yang diajarkan dengan model Student Facilitator and Explaining (SFAE).

3.Dokumentasi: Mengumpulkan data berupa foto kegiatan pembelajaran dan hasil belajar sebagai bukti proses pembelajaran yang berlangsung.

Metode PTK dipilih karena mampu menggambarkan hubungan sebab-akibat dari tindakan pembelajaran yang diberikan secara langsung di kelas. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mengamati dan mengevaluasi proses pembelajaran serta hasilnya secara berkelanjutan melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dengan demikian, PTK sangat relevan digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara nyata dan sistematis di kelas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah seperangkat aturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dan ilmu pengetahuan. Penelitian tindakan kelas (PTK) dapat dilakukan dengan empat tahap yaitu, perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hubungan antara keempat elemen ini adalah siklus dan digambarkan pada diagram berikut.

3. Hasil dan Pembahasan

Penelitian Tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus yang setiap siklus dilakukan 2 kali pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model Student Facilitator And Explaining (SFAE). Penelitian ini menggunakan instrument penelitian berupa lembar observasi guru, lembar observasi siswa, serta hasil tes akhir belajar setiap siklus pertemuan 2.

1.Kegiatan pembelajaran aspek guru

Kegiatan siswa dalam pembelajaran pada umumnya dilihat juga dari pengelolaan pelaksanaan pembelajaran pada kegiatan guru dalam hal ini terlihat peningkatan dari siklus 1 ke siklus II, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.11 Data hasil observasi penilaian proses pembelajaran guru

Kegiatan Siklus 1 Siklus 2
Pertemuan 1 2 1 2
Penilaian proses guru 68,42% 78,94% 84,21% 94,73%
Nilai rata-rata persiklus 73,68% 89,47%
Table 2. Data hasil observasi penilaian proses pembelajaran guru

Sumber : Lembar hasil observasi guru

Berdasarkan tabel 4.11 hasil lembar observasi penilaian proses guru persiklus mengalami peningkatan yang baik pada setiap siklusnya. Hal ini dikarenakan guru selalu melakukan evaluasi setelah pembelajaran selesai, sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan untuk pertemuan berikutnya.

Figure 1. Rekapitulasi persentase pengamatan aspek guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) siklus 1 dan siklus 2

Berdasarkan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran student facilitator and expalainning (SFAE) telah mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 hal ini dapat diketahui pada proses pembelajaran silkus 1 yaitu 68,42% dan 78,94% dengan persentase kedua pertemuan (73,68%). Sedangkan pada siklus 2 guru mendapatkan 84,21% dan 94,73% dengan persentase kedua pertemuan (89,47%).

Peningkatan guru ini disebabkan guru sudah bisa melaksanakan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Dan Sosial (IPAS) dengan menggunakan model student facilitator and explainning (SFAE) sesuai dengan yang di harapkan. Dimanan guru selalu melihat hasil pelaksanaan yang dinilai oleh observer pada saat selesai pelaksanaan pembelajaran sehingga peneliti mengetahui kekurangan peneliti pada saat proses pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan yang serupa untuk pertemuan berikutnya. Dari lembar observasi guru dapat mengurangi kesalahan dari pertemuan sebelumnya sehingga terlihat ada peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2 seperti yang diuraikan pada diagram 4.1.

2. Aspek proses belajar siswa

Kegiatan Siklus 1 Siklus 2
Jumlah Skor Persentase (%) Jumlah Skor Persentase (%)
Penilaian proses belajar siswa 1464 58,22% 2073 76,78%
1614 59,78% 2211 81,89%
Table 3. Data peningkatan proses pembelajaran siswa persiklus.

Berdasarkan tabel 4.12 data hasil observasi terhadap sikap persiklus diatas dapat diketahui bahwa sikap belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) dengan menggunakan model student facilitator and explainning (SFAE) dari setiap siklus mengalami peningkatan yang baik. Untuk lebih jelasnya, peneliti menyajikan dalam bentuk diagram batang penilaian proses belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) persiklus sebagai berikut :

Figure 2. Keterangan hasil lembar obeservasi siswa pada siklus 1 da siklus 2

Berdasarkan diagram 4.2 dapat disimpulkan bahwa hasil proses belajar siswa siklus 1 ke siklus 2 mengalami peningkatan. Siklus 1 hasil proses belajar siswa memperoleh 58,22% dan 59,78% dengan persentase kedua pertemuan 59% dan pada siklus 2 memperoleh 76,78% dan 81,89% dengan persentase 79,33%. Hal ini terjadi karena pada siklus 1 sebelumnya siswa masih belum mengerti penjelasan guru, sedangkan pada siklus 2 sudah mulai mengerti dan memahami yang dijelaskan dan dilakukan oleh guru.

3. Aspek tes akhir siswa pada siklus 1 dan siklus 2

Kegiatan Peserta didik tuntas Peserta didik tidak tuntas
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
Siklus 1 15 55,56 12 44,44
Siklus 2 22 81,49 5 18,51
Table 4. Data peningkatan tes akhir belajar siswa setiap siklus

Berdasarkan tabel 4.13 data peningkatan hasil belajar persiklus dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) dengan menggunakan model studen facilitator and expalainning (SFAE) dari setiap siklus mengalami peningkatan yang baik. Peneliti menyajikan dalam bentuk diagram ketuntasan nilai Ilmu Pengetahaun Alam dan Sosial (IPAS) persiklus, sebagai berikut :

Figure 3. rekapitulasi persentase rata-rata tes akhir belajar siswa kelas V pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Dan Sosial (IPAS) siklus I dan siklus II.

Berdasarkan diagaram 4.3 terlihat bahwa peningkatan hasil belajar terbukti karena pembelajaran menggunakan model pembelejaran student facilitator and explainning (SFAE) sangat memudahkan guru dalam memberikan pemahaman materi kepada siswa, sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS).

Berdasarkan peningkatan hasil belajar siswa pada siklus 1 dan siklus 2 yang dilakukan peneliti mengalami peningkatan yang mana pembelajaran siklus 1 yaitu 55,56% dan pada siklus 2 yaitu 81,49% dari persentase yang dicapai siswa ini sejalan dengan penelitian relevan terdahulu yang digarap oleh Tiara Putri Saraswati (2018) berjudul “Penerapan Model Pembelajaran kooperatife tipe Studen Facilitator And Explaining (SFAE) untuk meningkatkan Hasil belajar mata pelajaran IpA pada peserta didik kelas IV SDN 1 Sukarame 2” dengan rentang nilai siklus I 29.72% dan meningkat menjadi 83,7%. Meskipun hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam aspek guru, proses belajar siswa, dan hasil tes akhir, pembahasan akan lebih kuat jika tidak hanya mendeskripsikan peningkatan, tetapi juga menganalisis faktor-faktor eksternal yang mungkin memengaruhi hasil tersebut. Dengan begitu, pemahaman terhadap efektivitas model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE) menjadi lebih menyeluruh.

Selain itu, hasil penelitian ini juga didukung oleh temuan [11] yang menunjukkan bahwa penerapan model SFAE secara signifikan meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V, dari rata-rata skor 65 menjadi 82. Penelitian lain oleh [9] juga memperkuat hasil ini, di mana implementasi model SFAE mampu meningkatkan keaktifan siswa dan mendorong hasil belajar di atas KKM pada mata pelajaran IPA. Temuan serupa dilaporkan oleh [7] pada jenjang SMK, yang mencatat peningkatan kreativitas dan prestasi belajar siswa setelah menggunakan model SFAE. Kesamaan hasil ini menunjukkan bahwa model SFAE secara konsisten efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran lintas jenjang dan mata pelajaran.

Berdasarkan analisis dan refleksi persiklus dapat disimpulkan bahwa menggunakan model pembelajaran Student Facilitator And Explaining (SFAE) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Dan Sosial (IPAS) di SDN 109/II Manggis.

4. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas V SDN 109/II Manggis dengan menerapkan model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE), dapat disimpulkan bahwa penerapan model SFAE mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan skor rata-rata proses pembelajaran guru dari 73,68% pada siklus I menjadi 89,47% pada siklus II, serta peningkatan skor rata-rata proses pembelajaran siswa dari 59% pada siklus I menjadi 79,33% pada siklus II. Selain itu, persentase ketuntasan hasil belajar siswa meningkat signifikan dari 55,56% pada siklus I menjadi 81,49% pada siklus II, melampaui indikator keberhasilan yang ditetapkan. Temuan ini menunjukkan bahwa model SFAE dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi, mendorong siswa untuk lebih aktif dan termotivasi, serta membantu mereka memahami pembelajaran IPAS dengan lebih baik.

Melihat hasil yang diperoleh, model pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE) direkomendasikan untuk diterapkan tidak hanya di kelas V SDN 109/II Manggis, tetapi juga di sekolah-sekolah lain yang memiliki karakteristik serupa. Model ini terbukti efektif dalam meningkatkan partisipasi siswa dan hasil belajar, sehingga layak dijadikan alternatif strategi pembelajaran aktif di mata pelajaran IPAS atau bahkan mata pelajaran lainnya. Penelitian lanjutan disarankan untuk menguji efektivitas model SFAE pada jenjang kelas yang berbeda (misalnya kelas tinggi atau rendah SD), mata pelajaran lain, atau dalam konteks sekolah dengan karakteristik sosial-ekonomi yang berbeda. Penelitian ke depan juga dapat mengeksplorasi kombinasi model SFAE dengan media digital atau pendekatan berbasis proyek (project-based learning) untuk melihat pengaruhnya terhadap keterampilan abad 21 siswa seperti kolaborasi dan komunikasi.

Ucapan Terima Kasih

Naskah jurnal dengan bantuan, hal ini dapat diselesaikan. arah, dan kontribusi dari berbagai pihak yang telah berperan sepanjang proses penyusunannya. Dengan rasa hormat dan tulus hati, penulis menyampaikan penghargaan dan penghargaan yang tulus saya kepada pembimbing atas segala arahan, masukan yang berarti, motivasi yang diberikan, serta koreksi yang membangun, sehingga karya ini dapat tersusun dengan lebih baik dan berkualitas.

References

Khalisa, N., Prasetio, P., and Astriani, L., “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap Pemahaman Konsep Matematika Materi Satuan Waktu pada Siswa Kelas 3 SDN Benda Baru 03,” pp. 651–658, 2024.

Marhamah, M., “Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran,” Educare: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, vol. 3, no. 1, pp. 9–14, 2023. doi: https://doi.org/10.56393/educare.v3i1.1484

Idris, S. H., Muqowim, M., and Fauzi, M., “Kurikulum Merdeka Perspektif Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara,” Jurnal Literasiologi, vol. 9, no. 2, pp. 88–98, 2023. doi: https://doi.org/10.47783/literasiologi.v9i2.472

Nugraha, A., “Kurikulum Merdeka: Tantangan dan Peluang Implementasi Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar,” Jurnal Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, vol. 11, pp. 56–72, 2024.

Apdoludin, “Inovasi Baru Model Pembelajaran,” 2021. [Online]. Available: https://drive.google.com/file/d/1paJwGaCq-CyyygisoLO3V4Xf2G1nO1pv/view

Hattarina, S., “Pembelajaran IPAS,” Αγαη, vol. 15, no. 1, pp. 37–48, 2022.

Beno, J., Silen, A., and Yanti, M., “Pengembangan Modul Berbasis Kearifan Lokal Kabupaten Jombang pada Mata Pelajaran IPAS Kelas IV Sekolah Dasar,” Braz Dent J., vol. 33, no. 1, pp. 1–2, 2022.

Amelya, G. S., Wati, R., Wahyudi, S., and Setiawan, A., “Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap Peningkatan Kreatifitas Prestasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan 1 Rambah,” Jurnal Pendidikan Tambusai, vol. 7, no. 2, pp. 3931–3936, 2023.

Hoerudin, C., “Penerapan Metode Student Facilitator and Explaining pada Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Upaya,” Jurnal Primary Edu, vol. 1, no. 1, 2023.

Rizal, S., “Strategi Student Facilitator and Explaining (SFE) untuk Menumbuhkan Nilai-Nilai Karakter Peserta Didik,” Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, vol. 14, no. 2, 2022. doi: https://doi.org/10.47945/al-riwayah.v14i2.687

Mariatun, I. L., Alhasir, A., Hosniyah, H., and Rois, A. A., “Penggunaan Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V di Sekolah Dasar,” Jurnal Basicedu, vol. 7, no. 6, pp. 3420–3427, 2023. doi: https://doi.org/10.31004/basicedu.v7i6.5630

Widianingrum, R., Pradana, A. B. A., and Purwandari, S., “Pengaruh model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V,” Borobudur Educational Review, vol. 3, no. 1, 2023a. doi: https://doi.org/10.31603/bedr.9518

Widianingrum, R., Pradana, A. B. A., and Purwandari, S., “Pengaruh model pembelajaran Student Facilitator and Explaining terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V,” Borobudur Educational Review, vol. 3, no. 1, pp. 24–34, 2023b. doi: https://doi.org/10.31603/bedr.9518

Mustakim, “Kajian Teori Hasil Belajar,” PGRI, 2020.

Nurfaizah, S., and Oktavia, P., “Proses Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar di MI Nurul Hikmah,” As-Sabiqun, vol. 2, no. 1, pp. 43–48, 2020. doi: https://doi.org/10.36088/assabiqun.v2i1.621