Login
Section Magister Management

Cultivating Environmental Culture in Islamic Elementary School

Menumbuhkan Budaya Lingkungan di Sekolah Dasar Islam
Vol. 10 No. 2 (2025): December:

Mastoni Muhajirin (1), Mufarrihul Hazin (2), Amrozi Khamidi (3), Mochamad Nursalim (4)

(1) Program Studi S2 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
(2) Program Studi S2 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
(3) Program Studi S2 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, Indonesia
(4) Program Studi S2 Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, Indonesia

Abstract:

Background: Environmental awareness does not emerge spontaneously; it must be instilled early through sustainable education. Specific Background: In Indonesia, the Adiwiyata School Program is a national strategy to embed environmental values within education, yet its integration in Islamic-based schools remains underexplored. Knowledge Gap: Previous research mainly focused on public schools and technical practices without examining how policy models and religious values interact in private Islamic schools. Aim: This study analyzed the implementation of environmental education policy in SDIT Permata Mojokerto using Edward III’s model of policy implementation while considering social, economic, political, and religious contexts. Results: Findings revealed that effective communication, sufficient resources, positive teacher and student attitudes, and structured bureaucracy, supported by favorable socio-political conditions, fostered a sustainable environmental culture. Programs such as Waste Donation, Clean Friday, and thematic learning linked to Qur’anic verses strengthened the integration of Islamic values. Novelty: The research demonstrates how religious values can legitimize and reinforce environmental education policy, expanding theoretical discourse beyond secular frameworks. Implications: The study suggests that policy implementation in faith-based schools can serve as a model for contextualizing environmental education, ensuring sustainability while preserving religious identity.


Highlight


  • Integration of environmental policy with Islamic values shaped school culture.




  • Effective communication and resources sustained environmental practices.




  • Socio-economic independence and community support reinforced implementation.




Keywords

Environmental Education, Islamic School, Policy Implementation, School Culture, Adiwiyata

Downloads

Download data is not yet available.

I. Pendahuluan

Isu pendidikan lingkungan hidup telah menjadi fokus global dalam menjawab tantangan krisis ekologi dan perubahan iklim. Konsep Sekolah Adiwiyata hadir sebagai salah satu kebijakan strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk menanamkan nilai-nilai peduli lingkungan sejak dini di lingkungan sekolah [1]. Kebijakan ini berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.52/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2019 Tentang Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah [2]. Sebagai penelitian yang berfokus pada implementasi kebijakan lingkungan di sekolah, studi ini berada dalam ranah pendidikan karena mengkaji bagaimana nilai-nilai kepedulian lingkungan diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran, budaya sekolah, dan manajemen kelembagaan. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi tidak hanya pada penguatan praktik pendidikan lingkungan, tetapi juga pada pengembangan teori implementasi kebijakan pendidikan secara umum, khususnya pada konteks sekolah berbasis keislaman.

Berbagai artikel penelitian telah mengkaji bagaimana kebijakan lingkungan hidup dalam mewujudkan sekolah adiwiyata. Penelitian [3] mengungkap bahwa implementasi Program Adiwiyata di SD Negeri Pekanbaru efektif meningkatkan literasi lingkungan peserta didik melalui pembiasaan perilaku ramah lingkungan dan pembelajaran kontekstual. Penelitian [4] menunjukkan bahwa implementasi Program Adiwiyata berbasis partisipatif mampu menumbuhkan nilai-nilai karakter siswa melalui keterlibatan aktif warga sekolah dalam kegiatan peduli lingkungan. Penelitian [5] menegaskan bahwa implementasi kebijakan Sekolah Adiwiyata di SMP Negeri 15 Purworejo berjalan efektif melalui sinergi antara kebijakan sekolah, peran guru, dan partisipasi siswa dalam menjaga lingkungan. Penelitian [6] menyimpulkan bahwa Program Adiwiyata berbasis ekopedagogik efektif dalam menanamkan pendidikan karakter peduli lingkungan melalui integrasi nilai-nilai ekologis dalam proses pembelajaran. Penelitian [7] menunjukkan bahwa implementasi Program Adiwiyata Mandiri di SMPN 1 Sidayu berhasil mewujudkan lingkungan hidup yang bersih dan berkelanjutan melalui penguatan budaya sekolah dan peran aktif seluruh warga sekolah.

Penelitian [8] membuktikan bahwa implementasi Program Adiwiyata Mandiri efektif dalam menanamkan karakter peduli lingkungan melalui kegiatan pembiasaan, keteladanan, dan pelibatan aktif peserta didik dalam aksi nyata pelestarian lingkungan. Penelitian [9] mengungkap bahwa implementasi kebijakan Adiwiyata di SMAN 4 Kupang berperan penting dalam pengelolaan lingkungan sekolah melalui pendekatan kolaboratif antara sekolah, siswa, dan masyarakat sekitar. Penelitian [10] menunjukkan bahwa Program Adiwiyata di Kota Surabaya mampu menjadi sarana strategis dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup melalui integrasi nilai-nilai ekologis dalam budaya dan kurikulum sekolah. Penelitian [11] menyatakan bahwa implementasi kebijakan Program Adiwiyata di sekolah dasar merupakan upaya strategis dalam mewujudkan pendidikan lingkungan hidup melalui pembiasaan, penguatan kurikulum, dan partisipasi seluruh warga sekolah. Penelitian [12] menunjukkan bahwa implementasi Program Adiwiyata di SDN 193 Pekanbaru berhasil membentuk budaya peduli lingkungan melalui keterlibatan aktif siswa, guru, dan komunitas sekolah dalam kegiatan berbasis lingkungan.

Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Program Adiwiyata telah diimplementasikan secara luas di berbagai jenjang pendidikan dan terbukti efektif dalam menumbuhkan literasi lingkungan [13], karakter peduli lingkungan [6], [8], serta pengelolaan lingkungan sekolah [9]. Beberapa studi menekankan pentingnya pendekatan partisipatif [4] dan integrasi ekopedagogik [6] sebagai strategi dalam penguatan pendidikan lingkungan hidup. Namun, sebagian besar penelitian tersebut masih berfokus pada keberhasilan implementasi program di tingkat praktis dan operasional tanpa mengkaji secara mendalam bagaimana kebijakan pendidikan lingkungan hidup itu diimplementasikan secara sistemik dalam konteks sekolah dasar, serta bagaimana faktor-faktor kebijakan seperti aktor, konteks, dan model implementasi turut mempengaruhi keberhasilan kebijakan lingkungan hidup.

Berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Program Adiwiyata efektif dalam meningkatkan literasi lingkungan, membentuk karakter peduli lingkungan, dan memperkuat pengelolaan sekolah berwawasan lingkungan. Namun, sebagian besar studi berfokus pada sekolah negeri atau menekankan aspek teknis operasional, tanpa mengkaji integrasi kebijakan ini secara sistemik di sekolah berbasis keislaman.

Penelitian ini menawarkan kebaruan (novelty) dengan menganalisis implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Sekolah Dasar Islam Terpadu Permata Kota Mojokerto melalui model implementasi kebijakan Edward III dan Van Meter & Van Horn, sambil menekankan integrasi nilai-nilai keislaman. Secara teoritis, integrasi ini signifikan karena memperluas pemahaman teori implementasi kebijakan pendidikan dengan memasukkan dimensi religius sebagai faktor penguat motivasi dan legitimasi kebijakan. Secara praktis, pendekatan ini relevan untuk sekolah-sekolah berbasis agama yang ingin mengadopsi kebijakan lingkungan tanpa kehilangan identitas dan misi keagamaannya. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi pada pengembangan model implementasi kebijakan pendidikan yang kontekstual dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengisi kekosongan tersebut dengan mengkaji implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup dalam mewujudkan Sekolah Adiwiyata secara komprehensif melalui studi kasus tunggal di SDIT Permata Mojokerto. Tidak hanya memotret praktik-praktik Adiwiyata yang telah berjalan, studi ini juga menelaah dinamika implementasi kebijakan menggunakan pendekatan teori implementasi dari para ahli seperti Edward III dan Van Meter & Van Horn. Dengan demikian, penelitian ini menghadirkan perspektif baru yang menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan, konteks lokal, dan aktor pelaksana dalam upaya membangun budaya sekolah berwawasan lingkungan secara berkelanjutan.

Sebagai pendekatan analitis, model implementasi kebijakan Edward III menawarkan kerangka kerja yang relevan untuk memahami dinamika pelaksanaan kebijakan pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Model ini menekankan empat variabel kunci yang memengaruhi efektivitas implementasi, yaitu: (1) komunikasi kebijakan antara pembuat dan pelaksana, (2) sumber daya yang tersedia, (3) disposisi atau sikap pelaksana kebijakan, dan (4) struktur birokrasi yang mendukung. Dengan menggunakan model ini, analisis implementasi dapat difokuskan pada interaksi antara faktor-faktor teknis dan perilaku dalam proses kebijakan di tingkat institusi Pendidikan [14].

Berdasarkan telaah pustaka di atas, terdapat celah penelitian (gap) yang belum banyak dijelajahi, yaitu bagaimana implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup dijalankan secara nyata di sekolah dasar Islam terpadu (SDIT) dengan pendekatan integratif antara kebijakan Adiwiyata dan nilai-nilai keislaman. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada sekolah negeri atau hanya menyoroti aspek teknis implementasi tanpa mengaitkannya dengan karakteristik khas lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, kebaruan penelitian ini terletak pada analisis implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di SDIT Permata Kota Mojokerto melalui perspektif model Edward III, dengan menekankan integrasi nilai-nilai keislaman dalam mewujudkan Sekolah Adiwiyata.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana kebijakan pendidikan lingkungan hidup diimplementasikan di SDIT Permata Kota Mojokerto, serta bagaimana nilai-nilai keislaman turut membentuk strategi dan budaya sekolah dalam mendukung Sekolah Adiwiyata secara berkelanjutan.

II. Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus instrumental tunggal, yang memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam dinamika implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Studi kasus instrumental digunakan dalam rangka memperoleh pemahaman yang luas terhadap fenomena implementasi kebijakan melalui analisis satu kasus yang dianggap representatif [15]. Subjek utama penelitian adalah SDIT Permata Mojokerto, sebuah sekolah yang telah menerapkan kebijakan lingkungan hidup secara aktif dan konsisten. Fokus penelitian diarahkan pada bagaimana kebijakan tersebut dijalankan oleh para pemangku kepentingan di sekolah.

Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari kepala sekolah, koordinator Adiwiyata, beberapa guru kelas dan guru mata pelajaran, dan perwakilan siswa. Pemilihan partisipan dilakukan secara purposive, dengan mempertimbangkan keterlibatan dan peran mereka dalam proses implementasi kebijakan lingkungan hidup di sekolah. Penelitian ini dianalisis menggunakan model implementasi kebijakan Edward III yang terdiri dari empat komponen utama: komunikasi, sumber daya, disposisi pelaksana, dan struktur birokrasi. Serta satu variabel menurut Van Meter Van Horn yang berhubungan dengan lingkungan yaitu kondisi ekonomi, sosial, dan politik.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan secara tatap muka dan direkam untuk keperluan transkripsi dan analisis [16]. Observasi dilakukan untuk melihat secara langsung aktivitas lingkungan yang berlangsung di sekolah, seperti kegiatan kebersihan, pengelolaan sampah, penghijauan, serta integrasi materi lingkungan dalam pembelajaran. Dokumentasi berupa program kerja, foto kegiatan, serta laporan sekolah digunakan untuk melengkapi dan menguatkan data yang diperoleh dari wawancara dan observasi.

Prosedur penelitian diawali dengan penjajakan awal ke lokasi untuk membangun hubungan yang baik dengan pihak sekolah. Setelah mendapatkan izin dan kepercayaan, peneliti melakukan pengumpulan data secara intensif selama beberapa minggu. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis tematik berdasarkan model interaktif dari Miles, Huberman, dan Saldana, yaitu melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data dijaga melalui teknik triangulasi (sumber, teknik, dan waktu), diskusi sejawat (peer debriefing), serta konfirmasi ulang kepada informan (member checking) untuk memastikan akurasi makna dan interpretasi peneliti.

Dengan pendekatan yang mendalam dan dialogis ini, penelitian diharapkan tidak hanya menggambarkan apa yang terjadi di lapangan, tetapi juga menangkap makna, nilai, dan semangat yang melandasi upaya sekolah dalam mewujudkan budaya peduli lingkungan melalui kebijakan yang diterapkan secara nyata. Untuk menjaga keabsahan data, penelitian ini menerapkan triangulasi sumber dan metode. Data dari wawancara, observasi, dan dokumentasi dibandingkan untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan mendalam. Selain itu, peneliti juga melakukan member checking kepada dua informan utama guna memastikan akurasi interpretasi dan menghindari bias penafsiran [17].

Pemilihan SDIT Permata Kota Mojokerto sebagai lokasi studi kasus dilakukan secara purposive dengan beberapa pertimbangan. Pertama, sekolah ini telah menerapkan kebijakan Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS) secara konsisten dan memiliki capaian prestasi di tingkat kota, sehingga representatif untuk mengkaji implementasi kebijakan secara mendalam. Kedua, sebagai sekolah berbasis keislaman, SDIT Permata mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam praktik lingkungan, yang menjadi fokus kebaruan penelitian ini. Ketiga, sekolah memiliki struktur organisasi Adiwiyata yang lengkap dan aktif, memungkinkan peneliti mengamati interaksi antar komponen kebijakan.

Instrumen penelitian disusun dalam bentuk pedoman wawancara dan lembar observasi. Pedoman wawancara berisi pertanyaan terbuka untuk menggali pengalaman, persepsi, dan strategi pelaksanaan kebijakan, antara lain:

1. “Bagaimana proses sosialisasi kebijakan GPBLHS kepada warga sekolah dilakukan?”

2. “Apa saja kendala yang dihadapi dalam menjalankan program lingkungan, dan bagaimana cara mengatasinya?”

3. “Bagaimana nilai-nilai keislaman diintegrasikan dalam kegiatan peduli lingkungan di sekolah ini?”

Panduan observasi difokuskan pada aktivitas dan fasilitas yang mendukung implementasi kebijakan, misalnya:

1. Kondisi dan pemanfaatan tempat sampah terpilah.

2. Kegiatan rutin kebersihan (Jumat Bersih, piket kelas, kerja bakti).

3. Pelibatan siswa dalam penghijauan dan pengelolaan bank sampah.

4. Media pembelajaran atau poster bertema lingkungan dengan nuansa keislaman.

Instrumen ini membantu peneliti menjaga konsistensi pengumpulan data dan memastikan semua aspek dalam model Edward III serta variabel Van Meter & Van Horn teramati secara sistematis.

III. Hasil dan Pembahasan

Model implementasi kebijakan publik menurut [14] menekankan bahwa keberhasilan implementasi sangat bergantung pada interaksi empat komponen utama: komunikasi, sumber daya, disposisi pelaksana, dan struktur birokrasi. Keempat elemen ini saling terkait dan berpengaruh langsung terhadap kualitas pelaksanaan suatu kebijakan.

Figure 1. Model implementasi kebijakan Edward III

Berdasarkan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini terkait dengan implementasi kebijakan lingkungan hidup, yang secara langsung berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Maka penulis menambahkan satu variabel lagi menurut Van Meter Van Horn sesuai gambar berikut.

Figure 2. Model Implementasi Van Meter Van Horn

Sesuai dengan dua model implementasi diatas dan berdasarkan masalah yang diteliti, maka kerangka penelitian dapat digambarkan berikut ini.

Figure 3. Kerangka Penelitian

Berdasarkan hasil pengumpulan data sesuai indikator-indikator yang telah dikemukakan oleh Edward III yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, serta kondisi sosial, ekonomi, dan politik menurut Van Meter Van Horn. Sepanjang bulan Januari-Mei tahun 2025, SDIT Permata Kota Mojokerto menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjalankan kebijakan pendidikan lingkungan hidup melalui Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS) mewujudkan sekolah adiwiyata. Implementasi ini tampak pada berbagai aktivitas yang berlangsung sejak Januari hingga Mei 2025, dengan melibatkan seluruh warga sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, dan siswa. Untuk memberi makna terhadap hasil penelitian tersebut dilakukan penjelasan dan pembahasan seperti yang diuraikan berikut ini.

1. Komunikasi

Menurut [14] yang didukung oleh Van Meter dan Van Horn resistensi terhadap implementasi program akan terjadi apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran. Dalam konteks implementasi kebijakan lingkungan hidup untuk mewujudkan Sekolah Adiwiyata di SDIT Permata Kota Mojokerto, komunikasi berperan penting dalam menyampaikan tujuan, isi kebijakan, serta strategi pelaksanaannya kepada seluruh warga sekolah.

Pada awal semester genap di bulan Januari 2025, sekolah mengawali kebijakan lingkungan hidup dengan melakukan sosialisasi internal terkait kebijakan peduli lingkungan hidup mewujudkan sekolah adiwiyata sebagai tindak lanjut pelaksanaan di semester ganjil. Sosialisasi dilakukan oleh kepala sekolah didampingi wakil kepala sarana dan prasarana selaku ketua pelaksana untuk menjelaskan terkait pembentukan tim Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup Sekolah, siapa saja anggotanya serta jobdesk yang dilakukan seperti apa kepada tim GPBLHS yang terdiri dari tim inti, tim perencana, tim pelaksana 10 pokja dan tim pemantau/evaluasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah, tim GPBLHS, guru, wali kelas, siswa, dan tenaga kependidikan, ditemukan bahwa komunikasi internal di lingkungan sekolah berjalan secara sistematis dan terbuka. Kepala sekolah secara rutin menyampaikan kebijakan dan agenda kegiatan lingkungan hidup melalui berbagai sarana, seperti rapat koordinasi, briefing pagi, serta media komunikasi digital seperti grup WhatsApp guru dan staf. Selain itu, terdapat penyampaian informasi secara lisan dalam kegiatan upacara, apel pagi, serta forum silaturahmi dengan wali murid.

Tim Perencana bertanggung jawab dalam merancang arah kebijakan dan strategi komunikasi program lingkungan sekolah. Berdasarkan wawancara dengan koordinator tim, komunikasi awal difokuskan pada penyamaan persepsi seluruh guru dan staf terhadap nilai-nilai Adiwiyata dan urgensi pendidikan lingkungan hidup. Mereka menyusun dokumen perencanaan, menetapkan jadwal kegiatan, dan membuat instrumen komunikasi seperti modul, infografik, serta surat edaran yang digunakan dalam sosialisasi internal maupun eksternal. Komunikasi di tingkat Pokja bersifat lebih operasional dan teknis, seperti pengarahan harian, diskusi mingguan, serta penyampaian laporan kegiatan. Observasi menunjukkan bahwa koordinasi antar Pokja berjalan dinamis melalui grup WhatsApp dan forum mingguan yang difasilitasi oleh Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan.

Guru-guru, khususnya guru mata pelajaran dan wali kelas, juga menjadi penghubung aktif antara kebijakan sekolah dan praktik di kelas. Mereka menyampaikan nilai-nilai lingkungan melalui penguatan pembiasaan harian, penugasan siswa dalam menjaga kebersihan kelas, serta diskusi reflektif terkait pentingnya menjaga lingkungan hidup. Komunikasi ini tidak hanya bersifat satu arah, melainkan juga memberi ruang kepada siswa untuk memberikan tanggapan atau usulan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.

Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa komunikasi visual juga dimanfaatkan secara efektif. Sekolah memasang poster-poster ajakan peduli lingkungan, banner program Adiwiyata, dan mading bertema lingkungan. Dalam kegiatan harian, terlihat adanya pengarahan dari guru dan petugas sekolah kepada siswa mengenai kebersihan dan tanggung jawab kelas, termasuk dalam kegiatan Jumat Bersih dan pengelolaan taman sekolah.

Dokumentasi yang dikumpulkan seperti notulen rapat, foto-foto kegiatan, serta surat edaran kepada orang tua menunjukkan bahwa penyampaian informasi dilakukan secara berkala dan mendukung konsistensi komunikasi kebijakan. Namun demikian, hasil penelaahan dokumentasi juga mengungkap bahwa komunikasi dengan pihak luar, khususnya orang tua siswa, masih bersifat satu arah. Penyampaian program Adiwiyata kepada orang tua dilakukan melalui surat atau pamflet, belum secara interaktif melalui forum diskusi atau musyawarah bersama komite sekolah.

Secara umum, komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan lingkungan hidup di SDIT Permata telah menunjukkan efektivitas yang cukup tinggi. Pesan kebijakan tersampaikan dengan jelas kepada pelaksana, terdapat kesinambungan dan konsistensi dalam penyampaian, serta tersedia saluran untuk umpan balik. Komunikasi dilakukan melalui berbagai media dan pendekatan, baik formal maupun informal, yang sesuai dengan budaya sekolah.

Namun demikian, hasil penelaahan dokumentasi juga mengungkap bahwa komunikasi dengan pihak luar, khususnya orang tua siswa, masih bersifat satu arah. Penyampaian program Adiwiyata kepada orang tua dilakukan melalui surat atau pamflet, belum secara interaktif melalui forum diskusi atau musyawarah bersama komite sekolah.

Sebagai tindak lanjut, sekolah mulai merancang strategi komunikasi eksternal yang lebih partisipatif, antara lain:

a. Forum diskusi tematik setiap semester yang melibatkan orang tua, komite sekolah, dan tokoh masyarakat untuk merumuskan kegiatan lingkungan bersama.

b. Pelatihan singkat bagi orang tua tentang pengelolaan sampah rumah tangga atau pemanfaatan lahan pekarangan, sebagai bentuk transfer praktik dari sekolah ke rumah.

c. Program “Sahabat Lingkungan” yang mengajak alumni dan warga sekitar untuk menjadi mentor kegiatan lingkungan di sekolah.

d. Penggunaan media digital interaktif, seperti grup WhatsApp khusus kegiatan lingkungan dan kanal YouTube sekolah, untuk membagikan dokumentasi kegiatan dan membuka ruang komentar atau saran.

Namun demikian, tantangan masih terdapat pada optimalisasi komunikasi eksternal, khususnya pelibatan orang tua secara lebih aktif dalam diskusi dan perencanaan kegiatan lingkungan. Keterlibatan mereka sangat penting untuk memperkuat kesinambungan implementasi kebijakan lingkungan, baik di sekolah maupun di rumah.

1. Sumber Daya

Sumberdaya yang dimaksud oleh Edward yang didukung oleh Meter, Horn, dan Grindle dalam implementasi sebuah kebijakan meliputi sumberdaya manusia, sarana prasarana, dan keuangan. Tanpa dukungan sumber daya yang memadai, pelaksanaan kebijakan cenderung tidak optimal, bahkan berisiko gagal. Hasil wawancara dengan kepala sekolah menunjukkan bahwa keterbatasan sumber daya manusia memang menjadi tantangan, namun dapat diatasi melalui strategi pembagian peran dan pelibatan semua unsur sekolah. Pada bulan Februari 2025, sumber daya yang dilibatkan dalam Tim Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup Sekolah yaitu :

No Sumber Daya Manusia Aktor yang terlibat
1. Tim Inti Penanggung JawabPenasehatKerua PelaksanaSekertarisBendahara
2. Tim Perencana Terdiri dari 4 orang guru
3. Tim Pelaksana Koordinator Pokja Kebersihan Fungsi Sanitasi dan DrainaseKoordinator Pokja Pengelolaan SampahKoordinator Pokja Penanaman dan Pemeliharaan Pohon/TanamanKoordinator Pokja Konservasi AirKoordinator Pokja Konservasi EnergiKoordinator Pokja Inovasi Penerapan PRLHKoordinator Pokja Aksi PRLH untuk MasyarakatKoordinator Pokja Jejaring Kerja dan KomunikasiKoordinator Pokja Kampanye Publikasi Gerakan PBLHSKoordinator Pokja Pembentukan dan Pemberdayaan Kader Adiwiyata
4. Tim Pemantau dan Evaluasi Terdiri dari 4 orang guru
5. Kader Adiwiyata Terdiri dari perwakilan siswa di setiap jenjang kelas meliputi :Pokja Kebersihan, Sanitasi, dan DrainasePokja Pengelolaan SampahPokja Pemeliharaan dan Penanaman Pohon
Table 1. Tim GPBLHS SDIT Permata Mojokerto

Wawancara dengan guru dan wali kelas menunjukkan bahwa meskipun tidak semua guru memiliki latar belakang atau pengalaman dalam pendidikan lingkungan, mereka berupaya beradaptasi dan belajar secara mandiri. Guru memanfaatkan bahan ajar berbasis lingkungan dari internet maupun modul yang disediakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Sementara itu, wali kelas menyampaikan bahwa siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan perawatan taman, bank sampah, dan pemilahan sampah, yang menjadi sarana pembelajaran kontekstual.

Dari sisi sarana dan prasarana, hasil observasi menunjukkan bahwa sekolah telah memiliki berbagai fasilitas pendukung program lingkungan hidup, seperti tempat sampah terpilah, taman toga, kebun kecil, bank sampah mini, serta peralatan kebersihan di setiap kelas. Namun demikian, kondisi beberapa sarana memerlukan pemeliharaan dan peremajaan. Beberapa tempat sampah terlihat tidak berlabel atau mengalami kerusakan ringan. Meskipun begitu, siswa tetap memanfaatkan fasilitas yang ada sesuai fungsinya, menunjukkan adanya kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan.

Berdasarkan dokumentasi yang dianalisis, termasuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan laporan kegiatan, terlihat bahwa pendanaan kegiatan Adiwiyata bersumber dari dana BOS, sumbangan komite, dan hibah dari Dinas Lingkungan Hidup dalam bentuk bibit tanaman dan alat kebersihan. Meskipun anggaran yang tersedia tidak besar, sekolah mampu mengelola dana secara efisien melalui kolaborasi dan semangat gotong royong.

Secara keseluruhan, implementasi kebijakan lingkungan hidup di SDIT Permata menunjukkan bahwa keterbatasan sumber daya bukanlah hambatan utama selama terdapat komitmen, inovasi, dan kerja sama yang kuat. Dukungan sumber daya manusia yang solid, pemanfaatan sarana yang ada, dan pengelolaan anggaran yang partisipatif menjadi kunci keberhasilan program lingkungan di sekolah ini.

Namun demikian, kondisi beberapa sarana memerlukan pemeliharaan dan peremajaan. Beberapa tempat sampah terlihat tidak berlabel atau mengalami kerusakan ringan. Meskipun siswa tetap memanfaatkan fasilitas yang ada sesuai fungsinya, keterbatasan ini berpotensi mengurangi efektivitas kegiatan, khususnya dalam membiasakan pemilahan sampah yang konsisten. Ketidaktepatan penggunaan tempat sampah akibat label yang hilang dapat menurunkan kualitas pengelolaan sampah dan meningkatkan beban kerja petugas kebersihan.

Selain itu, minimnya pelatihan berkelanjutan bagi guru berdampak pada variasi metode pembelajaran lingkungan yang digunakan di kelas. Guru yang belum mendapat pembekalan terbaru cenderung menggunakan pendekatan konvensional, sehingga pembelajaran lingkungan menjadi kurang kontekstual dan peluang untuk mengintegrasikan isu-isu lingkungan terkini ke dalam materi ajar menjadi terbatas. Dampak jangka panjangnya adalah kurang optimalnya pembentukan keterampilan berpikir kritis siswa terhadap masalah lingkungan, yang seharusnya menjadi salah satu capaian utama program Adiwiyata. Hal ini menjadi catatan penting untuk penguatan implementasi kebijakan di masa mendatang.

2. Disposisi

Aspek disposisi dalam implementasi kebijakan lingkungan hidup di SDIT Permata Kota Mojokerto terlihat dari sikap dan komitmen para pelaksana kebijakan dalam menjalankan program-program yang berorientasi pada perilaku peduli lingkungan. Pada bulan Maret- April 2025 dilakukan pengamatan, secara umum seluruh elemen sekolah menunjukkan disposisi yang positif, mulai dari kepala sekolah, guru, wali kelas, siswa, tenaga kependidikan, hingga Tim GPBLHS.

Kepala sekolah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengarahkan dan mengawal pelaksanaan program Adiwiyata. Ia berperan sebagai penggerak utama yang memberikan arahan, dukungan moral, dan pembinaan berkelanjutan terhadap seluruh warga sekolah. Sikap ini terlihat dari keterlibatannya dalam berbagai kegiatan lingkungan, serta konsistensinya dalam menyampaikan pesan-pesan kepedulian lingkungan dalam setiap kesempatan, baik formal maupun informal.

Guru dan wali kelas menunjukkan kesiapan dan antusiasme dalam mendukung kebijakan ini. Meskipun pada awalnya terdapat kekhawatiran akan bertambahnya beban kerja, namun mereka dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Mereka berpartisipasi aktif dalam kegiatan kebersihan, penghijauan, pemilahan sampah, serta integrasi nilai-nilai lingkungan ke dalam pembelajaran tematik. Disposisi mereka tercermin dalam semangat kolaborasi dan keterlibatan dalam berbagai pokja lingkungan sekolah.

Siswa juga menunjukkan disposisi yang sangat baik. Mereka tampak antusias mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan, seperti piket kebersihan, pemeliharaan taman sekolah, pengolahan sampah organik, dan daur ulang. Sikap peduli lingkungan menjadi bagian dari kebiasaan mereka sehari-hari, yang tercermin dalam perilaku menjaga kebersihan kelas dan mengingatkan teman yang melanggar aturan kebersihan. Pembiasaan ini menunjukkan bahwa nilai-nilai lingkungan sudah mulai terinternalisasi dalam diri siswa.

Tenaga kependidikan, seperti petugas kebersihan dan staf administrasi, turut menunjukkan sikap positif dan mendukung kelancaran program lingkungan. Mereka menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, seperti memastikan kebersihan fasilitas umum dan membantu penyediaan sarana pendukung kegiatan Adiwiyata. Meskipun peran mereka seringkali tidak terlihat secara langsung, namun kontribusinya sangat penting dalam menjaga keberlanjutan program.

Tim GPBLHS sebagai penggerak utama kebijakan lingkungan juga memperlihatkan disposisi yang tinggi. Tim Perencana menunjukkan inisiatif dalam menyusun program kerja yang realistis dan kontekstual dengan kondisi sekolah. Tim Pelaksana yang terdiri dari 10 pokja menjalankan kegiatan dengan komitmen dan tanggung jawab, meskipun harus mengatur waktu di tengah tugas utama sebagai pendidik. Tim Pemantau dan Evaluasi memiliki sikap reflektif dan terbuka terhadap masukan, serta secara rutin melakukan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan.

Secara keseluruhan, disposisi para pelaksana kebijakan di SDIT Permata mencerminkan kesiapan, tanggung jawab, dan semangat kolaboratif yang tinggi. Sikap positif inilah yang menjadi fondasi penting dalam menggerakkan seluruh komponen sekolah untuk mewujudkan budaya peduli lingkungan secara berkelanjutan. Meskipun masih terdapat tantangan, seperti perbedaan persepsi awal atau keterbatasan pengalaman teknis, namun semangat kebersamaan dan kesadaran kolektif yang telah terbentuk menjadi modal utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di sekolah ini.

3. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi merupakan komponen penting dalam implementasi kebijakan menurut perspektif Edward III, karena berkaitan dengan sejauh mana sistem, pembagian tugas, alur koordinasi, dan prosedur kerja mendukung terlaksananya kebijakan secara efektif. Di SDIT Permata Kota Mojokerto, struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan lingkungan hidup untuk mewujudkan sekolah Adiwiyata telah dibentuk secara sistematis dan relatif stabil.

Struktur kelembagaan sekolah telah menetapkan Tim GPBLHS (Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah) sebagai pelaksana utama program lingkungan. Tim ini dibentuk melalui surat keputusan kepala sekolah, yang sekaligus menegaskan legalitas dan kewenangan tim dalam menjalankan fungsi koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan Adiwiyata.

Secara struktur, Tim GPBLHS terdiri dari tiga bagian utama: Tim Perencana, Tim Pelaksana yang terdiri dari 10 Kelompok Kerja (Pokja), dan Tim Pemantau dan Evaluasi. Masing-masing tim memiliki pembagian tugas yang jelas dan tertuang dalam dokumen perencanaan program. Misalnya, Tim Perencana bertugas merumuskan strategi, menyusun program kerja tahunan, dan menjalin kemitraan eksternal. Sementara itu, Tim Pelaksana yang terdiri dari Pokja Kebersihan, Pokja Penghijauan, Pokja Energi, Pokja Air, Pokja Sampah, Pokja Kantin Sehat, Pokja Kurikulum, dan Pokja Budaya Sekolah, bertanggung jawab menjalankan kegiatan teknis sesuai bidangnya. Adapun Tim Pemantau dan Evaluasi mengelola laporan pelaksanaan kegiatan dan melakukan evaluasi berkala.

Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi berperan sebagai pengarah dan pengambil keputusan utama. Di bawahnya, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berperan sebagai koordinator harian pelaksanaan program Adiwiyata, memastikan semua Pokja berjalan sesuai jadwal dan melaporkan perkembangan kepada kepala sekolah secara berkala. Koordinasi dilakukan melalui pertemuan mingguan, grup komunikasi daring, serta laporan tertulis setiap bulan. Dokumen-dokumen pendukung seperti SK Tim GPBLHS, rencana kerja lingkungan, notulen rapat, dan hasil evaluasi rutin menunjukkan bahwa struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan lingkungan telah dibangun dengan rapi dan terorganisir. Alur pelaporan kegiatan dari masing-masing Pokja ke tim pemantau berjalan dengan cukup baik, meskipun pada beberapa momen terdapat kendala sinkronisasi waktu dan keterlambatan pelaporan akibat kesibukan tugas pokok guru.

Selain itu, keberadaan SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk kegiatan lingkungan seperti jadwal piket kebersihan, tata cara pemilahan sampah, jadwal pemeliharaan tanaman, dan prosedur pelaporan kegiatan menjadi indikator bahwa struktur birokrasi di sekolah telah difungsikan sebagai alat pengendali dan pengarah kebijakan. Kelebihan struktur birokrasi di SDIT Permata adalah fleksibilitas dan keterbukaan dalam koordinasi, di mana birokrasi tidak kaku, melainkan tetap memberi ruang bagi inovasi dan kolaborasi antartim. Namun demikian, beberapa tantangan yang masih dihadapi adalah belum meratanya pemahaman peran antar Pokja dan belum maksimalnya pelibatan tenaga kependidikan dalam pengambilan keputusan program lingkungan.

Meskipun struktur birokrasi di SDIT Permata Kota Mojokerto telah tertata dengan jelas—terdapat pembagian tugas yang rinci, SOP yang terdokumentasi, dan mekanisme koordinasi terjadwal—beberapa tantangan seperti keterbatasan sarana dan komunikasi eksternal yang masih bersifat satu arah tetap muncul. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas implementasi kebijakan tidak hanya bergantung pada kerapian struktur, tetapi juga pada ketersediaan sumber daya yang memadai dan kualitas hubungan dengan pemangku kepentingan eksternal.

Keterbatasan sarana terjadi karena siklus penganggaran sekolah dan prioritas alokasi dana yang bersaing dengan kebutuhan lain, sehingga pemeliharaan fasilitas lingkungan tidak selalu menjadi prioritas utama. Sementara itu, komunikasi eksternal yang belum optimal dipengaruhi oleh faktor budaya partisipasi orang tua, di mana sebagian besar keterlibatan mereka masih bersifat dukungan pasif. Hal ini menunjukkan bahwa struktur birokrasi yang rapi memerlukan dukungan modal sosial dan sumber daya finansial yang memadai agar mampu mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

Dari perspektif kebijakan pendidikan lingkungan di tingkat nasional, temuan ini mengimplikasikan bahwa kebijakan seperti Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (GPBLHS) memerlukan dukungan multi-level:

a. Di tingkat sekolah, perlu ada fleksibilitas penganggaran agar fasilitas lingkungan dapat diperbarui secara berkala dan disesuaikan dengan kebutuhan program.

b. Di tingkat daerah, dinas pendidikan dan lingkungan hidup dapat memperkuat pelatihan berkelanjutan bagi guru dan memfasilitasi forum partisipasi orang tua.

c. Di tingkat nasional, integrasi kebijakan lingkungan dengan pendidikan karakter dan nilai-nilai religius di sekolah berbasis agama dapat menjadi strategi untuk meningkatkan legitimasi dan keberlanjutan program di berbagai konteks pendidikan.

4. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik

Dalam model implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn, kondisi ekonomi, sosial, dan politik menjadi salah satu variabel eksternal yang sangat memengaruhi keberhasilan suatu kebijakan diimplementasikan. Dalam penelitian ini, konteks SDIT Permata Mojokerto menunjukkan bagaimana ketiga aspek tersebut saling berkelindan dan menciptakan lingkungan yang mendukung pelaksanaan kebijakan pendidikan lingkungan hidup.

Dari sisi ekonomi, SDIT Permata Mojokerto memiliki kemandirian yang cukup kuat sebagai sekolah swasta berbasis yayasan. Hal ini membuat sekolah tidak sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah, melainkan mampu mengalokasikan sendiri dana untuk kegiatan-kegiatan ramah lingkungan, seperti pembangunan taman sekolah, pengadaan tempat sampah terpilah, hingga pelatihan guru tentang pembelajaran berbasis lingkungan. Ketersediaan sumber daya ini menunjukkan bahwa dukungan finansial yang memadai menjadi bahan bakar penting dalam menggerakkan kebijakan secara nyata di tingkat sekolah.

Secara sosial, budaya sekolah yang terbangun di SDIT Permata sangat kondusif terhadap nilai-nilai lingkungan. Sikap saling peduli, gotong royong, dan tanggung jawab bersama sudah menjadi bagian dari keseharian warga sekolah. Orang tua, guru, dan siswa terlihat tidak sekadar mendukung dari luar, tetapi terlibat langsung dalam berbagai program lingkungan, mulai dari kegiatan tanam pohon hingga lomba kebersihan kelas. Nilai-nilai keislaman yang dijunjung tinggi juga memperkuat praktik lingkungan ini, karena kepedulian terhadap alam dipahami sebagai bagian dari amanah dan ibadah.

Sementara dari aspek politik, meskipun sekolah swasta memiliki otonomi dalam manajemennya, SDIT Permata tetap aktif membangun komunikasi dan kolaborasi dengan instansi pemerintah seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pendidikan Kota Mojokerto. Dukungan moral dan kebijakan dalam bentuk pendampingan, pelatihan, serta kesempatan mengikuti penilaian Adiwiyata menjadi wujud nyata sinergi antara pemerintah dan sekolah. Kondisi politik lokal yang stabil dan terbuka terhadap partisipasi sekolah swasta juga memberi ruang aman bagi inovasi kebijakan pendidikan lingkungan di satuan pendidikan ini.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di SDIT Permata Mojokerto tidak berjalan dalam ruang hampa. Ia tumbuh dan bergerak dalam kondisi ekonomi yang mendukung, lingkungan sosial yang hangat, dan iklim politik yang bersahabat-sebuah kombinasi yang sangat ideal menurut perspektif Van Meter dan Van Horn. Ringkasan Temuan Implementasi Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup Berdasarkan Model Edward III dan Van Meter Van Horn.

Aspek Temuan di SDIT Permata Kota Mojokero Bukti Pendukung (Data lapangan)
1. Komunikasi Sosialisasi program Adiwiyata dilakukan secara berkala dan terbuka melalui berbagai forum internal sekolah Rapat rutin, papan informasi, media sosial sekolah, komunikasi langsung guru–orang tua
2. Sumber Daya Tersedia sarana lingkungan seperti taman, tempat sampah terpilah, dan alat kebersihan; SDM yang kompeten Foto taman sekolah, daftar tim Adiwiyata, laporan kegiatan pembiasaan kebersihan
3.Disposisi Pelaksana Guru dan siswa menunjukkan kepedulian tinggi; kegiatan lingkungan dijalankan dengan antusias dan konsisten Wawancara dengan guru dan siswa, observasi kegiatan sedekah sampah dan Jumat bersih
4.Struktur Birokrasi Tim pelaksana Adiwiyata aktif dan terstruktur; pelaporan dan evaluasi program dilakukan secara periodik SK pembentukan tim Adiwiyata, notulen evaluasi, pembagian tugas dalam buku kerja sekolah
5.Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik - Di SDIT Permata Mojokerto, budaya gotong royong dan kepedulian warga sekolah terhadap lingkungan sangat kuat- Sekolah memiliki kemandirian anggaran melalui dukungan yayasan dan wali murid- Meskipun merupakan sekolah swasta, SDIT Permata tetap menjalin hubungan positif dengan Dinas Lingkungan Hidup dan mengikuti program penilaian Adiwiyata - Keterlibatan aktif kepala sekolah, guru, dan siswadalam kegiatan seperti kerja bakti dan bank sampah- penyediaan fasilitas seperti taman edukatif dan tempat sampah terpilah- Faktor politik memberikan pengaruh dalam mendukung legitimasi dan keberlanjutan kebijakan
Table 2. Temuan Implementasi kebijakan lingkungan hidup di SDIT Permata

Temuan empiris di SDIT Permata Kota Mojokerto memperlihatkan bahwa empat variabel model Edward III—komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi—saling menguatkan dalam membentuk implementasi kebijakan yang efektif. Komunikasi yang jelas dan berkesinambungan diinternalisasikan tidak hanya dalam bentuk sosialisasi teknis, tetapi juga melalui pendekatan nilai keislaman yang mengaitkan kepedulian lingkungan dengan perintah agama. Hal ini menunjukkan bahwa pada konteks sekolah Islam terpadu, komunikasi kebijakan dapat diperkaya dengan narasi religius sehingga meningkatkan legitimasi moral kebijakan di mata pelaksana.

Sumber daya yang terbatas, sebagaimana dijelaskan dalam model Van Meter & Van Horn, menjadi faktor penting yang memerlukan adaptasi kreatif. Di SDIT Permata, keterbatasan fasilitas diatasi melalui gotong royong warga sekolah dan dukungan yayasan, yang sejalan dengan nilai ta’awun (tolong-menolong) dalam Islam. Disposisi positif pelaksana kebijakan juga diperkuat oleh pemahaman bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah, sehingga motivasi pelaksana tidak semata administratif tetapi juga spiritual.

Struktur birokrasi yang dibentuk dengan pembagian tugas jelas sesuai teori Edward III terbukti mempermudah koordinasi lintas-Pokja. Sementara itu, variabel kondisi sosial, ekonomi, dan politik dari Van Meter & Van Horn menemukan manifestasi unik di sekolah ini: budaya gotong royong berbasis ajaran Islam mempermudah partisipasi, dan kemandirian ekonomi yayasan memberi fleksibilitas dalam pengelolaan program.

Refleksi ini memperlihatkan bahwa teori implementasi kebijakan tidak hanya relevan di sekolah umum, tetapi dapat diadaptasi secara kontekstual pada sekolah berbasis keislaman, di mana nilai-nilai agama berperan sebagai katalis dalam memperkuat komponen-komponen implementasi kebijakan.

VII. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi pada Januari-Mei 2025, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan lingkungan hidup di SDIT Permata Kota Mojokerto berjalan secara progresif dan berkesinambungan, meskipun masih menghadapi beberapa tantangan di tingkat teknis dan struktural. Melalui kerangka analisis Edward III, implementasi kebijakan di SDIT Permata dapat disimpulkan dari aspek komunikasi, kebijakan GPBLHS telah disosialisasikan melalui berbagai forum internal sekolah, seperti rapat guru, kegiatan kesiswaan, dan media sosial sekolah. Dari sisi sumber daya, sekolah menunjukkan keunggulan dalam hal sumber daya manusia, ditandai dengan keterlibatan aktif guru dan siswa dalam berbagai kegiatan lingkungan seperti gerakan Jumat Bersih, bank sampah, dan urban farming. Dari disposisi atau sikap pelaksana, sebagian besar guru menunjukkan komitmen positif terhadap pelaksanaan kebijakan, bahkan mengintegrasikan nilai-nilai kepedulian lingkungan dalam pembelajaran tematik. Dari segi struktur birokrasi, sekolah telah membentuk tim Adiwiyata, menyusun program kerja, serta menjalin koordinasi dengan dinas lingkungan hidup setempat. Secara umum, implementasi kebijakan GPBLHS di SDIT Permata mencerminkan keberhasilan dalam membangun budaya lingkungan hidup berbasis nilai-nilai religius. Sekolah tidak hanya menargetkan capaian administratif penghargaan Adiwiyata, melainkan juga mendorong tumbuhnya kesadaran ekologis pada peserta didik.

Tantangan yang dihadapi meliputi:

1. Hambatan teknis : keterbatasan fasilitas yang memerlukan peremajaan, kurangnya media pembelajaran berbasis lingkungan, serta minimnya pelatihan berkelanjutan bagi guru.

2. Hambatan struktural : ketidakseimbangan pemahaman peran antar-Pokja dan keterlambatan pelaporan kegiatan akibat beban kerja guru.

3. Tantangan partisipasi : keterlibatan orang tua masih bersifat pasif dan belum optimal dalam perencanaan atau evaluasi program.

Implikasi langsung dari tantangan ini adalah potensi penurunan efektivitas dan kesinambungan program jika tidak diatasi. Untuk menjaga keberlanjutan, sekolah perlu memperkuat kapasitas guru, memperbaiki fasilitas, menyederhanakan mekanisme koordinasi, dan meningkatkan kemitraan dengan orang tua serta komunitas lokal.

Namun, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, data hanya diperoleh dari satu satuan pendidikan yaitu SDIT Permata Kota Mojokerto, sehingga generalisasi hasil ke konteks sekolah lain masih terbatas. Kedua, pendekatan kualitatif yang digunakan berfokus pada deskripsi mendalam, namun belum mengeksplorasi secara kuantitatif sejauh mana perubahan perilaku lingkungan peserta didik dan dampaknya terhadap lingkungan fisik sekolah secara terukur. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengambil arah yang lebih terukur dan komparatif, misalnya:

1. Pengukuran kuantitatif perubahan perilaku siswa terkait kepedulian lingkungan, menggunakan instrumen skala sikap atau observasi terstruktur untuk melihat perkembangan sebelum dan sesudah program.

2. Studi perbandingan antara SDIT Permata dan sekolah lain dengan tingkat pencapaian Adiwiyata yang berbeda (misalnya Sekolah Adiwiyata Mandiri, Nasional, atau sekolah non-Adiwiyata) guna mengidentifikasi faktor pembeda yang memengaruhi keberhasilan program.

3. Evaluasi efektivitas integrasi nilai keislaman dalam program lingkungan, dengan melihat dampaknya terhadap motivasi internal siswa dan dukungan orang tua.

4. Analisis jaringan kemitraan antar sekolah berbasis kebijakan lingkungan untuk mengembangkan model kolaborasi yang dapat direplikasi di berbagai daerah.

Selain itu, keterlibatan aktor eksternal seperti komite sekolah dan masyarakat sekitar belum menjadi fokus utama dalam pengumpulan data. Potensi pengembangan penelitian ke depan sangat terbuka, terutama dalam membandingkan implementasi kebijakan lingkungan di beberapa sekolah Adiwiyata dengan tingkat pencapaian yang berbeda. Penelitian lanjutan juga dapat menggabungkan pendekatan campuran (mixed-method) untuk melihat efektivitas program secara lebih komprehensif, baik dari sisi perilaku, capaian indikator lingkungan, maupun pengaruhnya terhadap pembelajaran siswa. Selain itu, studi kolaboratif antar sekolah juga dapat menjadi wadah untuk mengembangkan model jaringan sekolah hijau berbasis kebijakan dan kearifan lokal.

Penelitian ini membuktikan bahwa keberhasilan pendidikan lingkungan hidup tidak hanya bergantung pada kebijakan yang baik, tetapi juga pada kemampuan sekolah mengadaptasi teori implementasi kebijakan dengan konteks budaya dan nilai-nilai religiusnya. Integrasi nilai keislaman dalam Program Adiwiyata di SDIT Permata menjadi bukti bahwa pendidikan lingkungan dapat tumbuh menjadi gerakan moral yang berkelanjutan—sebuah pelajaran berharga bagi pengembangan teori dan praktik pendidikan di Indonesia.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Sekolah SD Islam Terpadu Permata Kota Mojokerto beserta seluruh guru dan tim GPBLHS yang telah memberikan akses, informasi, dan dukungan selama proses pengumpulan data dan observasi lapangan. Ucapan terima kasih dan bangga kepada siswa yang menjadi bagian kader adiwiyata. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Yayasan Permata Mojokerto atas izin serta kontribusi dalam menyediakan dokumen kebijakan dan panduan program. Penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada para orang tua dan siswa yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Universitas Negeri Surabaya yang telah membimbing dan memberikan arahan akademik yang sangat berarti selama proses penulisan dan penyusunan artikel ilmiah ini.

References

N. Aeni, N. Nursalam, and I. Idawati, “Adiwiyata Implementation In Understanding Environmental Education,” Indonesian Journal of Primary Education, vol. 4, no. 2, pp. 184–196, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.17509/ijpe.v4i2.29432

Tim Adiwiyata Tingkat Nasional, Paduan Adiwiyata Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Jakarta.

A. Meyzilia, “Meningkatkan perilaku ramah lingkungan di tempat tinggal siswa melalui program sekolah adiwiyata,” Jurnal Spasial, vol. 4, no. 1, pp. 34–39, 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.22202/js.v4i1.2215

T. N. Aini, S. Akbar, and S. E. Winahyu, “Implementasi Program Adiwiyata Berbasis Partisipatif Dalam Menumbuhkan Nilai-Nilai Karakter di Sekolah Dasar,” Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan, vol. 30, no. 1, p. 57, 2021. [Online]. Available: https://doi.org/10.17977/um009v39i12021p057

O. Ruci and A. Priantari, “Implementasi Kebijakan Sekolah Adiwiyata Di Smp Negeri 15 Purworejo Implementation of Adiwiyata Schoolpolicy At Junior High School 15 Purworejo,” Jurnal Spektrum Analisis Kebijakan Pendidikan, vol. 10, no. 4, pp. 12–22, 2021.

T. Handayani, Z. MS, and C. B. Yudha, “Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Melalui Program Adiwiyata Berbasis Ekopedagogik,” EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, vol. 13, no. 1, pp. 36–42, 2021. [Online]. Available: https://doi.org/10.17509/eh.v13i1.25735

N. I. Lestari and M. S. HAQ, “Implementasi Program Adiwiyata Mandiri Dalam Mewujudkan Lingkungan Hidup Di SMPN 1 Sidayu,” Inspirasi Manajemen Pendidikan, vol. 4, pp. 1–13, 2019. [Online]. Available: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/inspirasi-manajemen-pendidikan/article/view/27991

S. Nuzulia, S. Sukamto, and A. Purnomo, “Implementasi Program Adiwiyata Mandiri Dalam Menanamkan Karakter Peduli Lingkungan Siswa,” SOSIO-DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, vol. 6, no. 2, pp. 155–164, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.15408/sd.v6i2.11334

J. M. Manobe, I. G. B. Arjana, and R. Se, “Implementasi kebijakan Adiwiyata dalam pengelolaan lingkungan Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Kupang,” Syntax Idea, vol. 3, no. 3, p. 546, 2021. [Online]. Available: https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i3.1075

Y. Indahri, “Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup melalui Program Adiwiyata (Studi di Kota Surabaya),” Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, vol. 11, no. 2, pp. 121–134, 2020. [Online]. Available: https://doi.org/10.46807/aspirasi.v11i2.1742

D. Anggraeni, “Implementasi kurikulum pendidikan dasar lingkungan hidup dan mitigasi bencana di sekolah dasar,” Metodik Didaktik, vol. 15, no. 1, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), 2019. [Online]. Available: https://doi.org/10.17509/md.v15i1.21648

Maulidiawati, “Analisis Program Adiwiyata melalui Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) untuk membentuk karakter peduli lingkungan di SDN Sukasari,” Action Research Journal Indonesia (ARJI), vol. 7, no. 2, May 2025. [Online]. Available: https://doi.org/10.61227/arji.v7i2.360

N. Susannti, Z. Zarkasih, and M. Amini, “Implementasi program adiwiyata untuk meningkatkan environmental literacy peserta didik pada sekolah dasar negeri pekanbaru,” Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 2015, pp. 12–16, 2022.

G. C. Edward III, Implementing Public Policy. Washington, DC: Congressional Quarterly Press, 1980.

J. W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative,and Mixed Methods Approaches. SAGE Publications, 2014. [Online]. Available: https://books.google.co.id/books?id=4uB76IC_pOQC

A. T. Teori and S. Adi, Buku Panduan Adiwiyata, Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2009, pp. 11–23.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2020.